• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Faktor Perubahan Penggunaan Lahan

Dalam dokumen Kajian Tata Guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli (Halaman 115-135)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN DI KELURAHAN BAGAN DELI

RENCANA POLA RUANG KOTA MEDAN TAHUN 2028

5.3 Kajian Faktor Perubahan Penggunaan Lahan

Mengutip penjelasan Bourne (1982), bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota; peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara keseluruhan perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam, dan dipengaruhi oleh:

4. Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.

5. Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.

6. Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.

5.3.1 Kajian faktor manusia

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kelurahan Bagan Deli membawa masalah keruangan, yaitu meningkatnya permintaan akan permukiman, kepadatan arus lalu lintas akibat pergerakan lokal dan ketersediaan fasilitas sosial, perekonomian kota dan ruang bagi kawasan fungsional lainnya. Implikasi terhadap keruangan adalah perkembangan dan perubahan pemanfaatan ruang yang terkonsentrasi di pusat kota. Perkembangan penduduk Kelurahan Bagan Deli sejak tahun 1998 mengalami pertumbuhan rata-rata 4,38%, sedangkan prosentase akibat migrasi sebesar 68,4% sesuai data tahun 2008.

Kelurahan Bagan Deli mempunyai angka migrasi yang tinggi yaitu berjumlah 61 jiwa pada tahun 2008. Para kaum migran ini banyak yang berasal dari wilayah sekitar Kelurahan Bagan Deli, luar Propinsi Sumatera Utara bahkan dari luar Pulau Jawa. Pertumbuhan populasi yang dapat diidentifikasi adalah pertumbuhan alamiah dan para migran yang mendaftarkan diri sebagai penduduk dengan bukti kepemilikan Kartu Tanda Penduduk. Sedangkan banyak buruh industri dan pekerja sektor perdagangan yang terikat kerja kontrak. Status kerja kontrak ini tidak serta merta mengenyampingkan kebutuhan prasarana permukiman dan pelayanan fasilitas sosial maupun aktivitas perekonomian lainnya.

Gambar 5.6 Master Plan Pelabuhan tahun 2008-2032 Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia I

Pertambahan penduduk ini akan berkaitan langsung dengan permasalahan kawasan, karena aspek fisik perkembangan kawasan sangat dipengaruhi oleh penduduk sebagai “nyawa” dalam aktivitas kawasan. Penduduk merupakan modal dasar untuk pengembangan sebuah industri sepanjang memiliki kualitas dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja profesional. Masalah perkotaan yang terjadi dimanapun juga adalah sifat lahan kota yang terbatas dan tidak mungkin bertambah, sementara populasi penduduk terus bertambah, menjadikan kepadatan penduduk semakin tinggi setiap tahunnya.

Jumlah kepadatan penduduk di Kelurahan Bagan Deli tahun 2008 rata-rata

adalah 5921 jiwa/Km2

Untuk mengkaji perubahan tata guna lahan akibat faktor manusia, tidak akan terlepas dari berbagai teori, antara lain:

. Sebaran penduduk dan di wilayah Kelurahan Bagan Deli cenderung mengumpul pada daerah-daerah yang sudah maju. Indikasi ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana kawasan menjadi potensi agar perkonomian dapat berkembang. Sehingga untuk mempercepat penyebaran penduduk ke luar kawasan perlu dibangun fasilitas-fasilitas perkotaan.

1. Teori sentrifugal dan sentripetal. Menurut Charles Colby, proses berekspansinya serta berubahnya struktur tata guna lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya daya sentrifugal dan daya sentripetal pada suatu kota (Daldjoni, 1992). Daya sentrifugal adalah daya yang mendorong gerak

keluar dari penduduk dan berbagai usahanya. Sedangkan daya sentripetal adalah gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai usahanya sehingga terjadi pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia. Spatial Force, di Kelurahan Bagan Deli terjadi akibat adanya gangguan yang berulang kali seperti kemacetan lalu lintas, kurangnya ruang terbuka dan gangguan bunyi yang membuat penduduk tidak nyaman tinggal pada pusat kota, akhirnya memilih tinggal di Kelurahan Bagan Deli.

Bila dikaji lebih dalam masalah penyebaran penduduk dengan pengembangan industri, kedua-duanya tidak bisa dipisahkan. Industri akan membangun usahanya dekat dengan daerah permukiman, dengan alasan kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja. Sedangkan penduduk akan berusaha untuk tinggal dekat dengan daerah industri yang menjadi tempat kerja mereka. Sesuai dengan teori sentripetal tadi, industri akan berusaha untuk membangun fasilitas-fasiltas yang menjadi faktor penarik bagi masyarakat untuk tinggal pada derah industri mereka.

Dengan terbangunnya fasilitas-fasilitas tersebut akan menjadi tarikan (pull factor) untuk penyebaran penduduk ke daerah pinggiran, mengingat wilayah pinggiran kota masih menjanjikan aspek kenyamanan dan ketersediaan ruang yang relatif cukup bagi permukiman penduduk. Terkait penyebaran dan kepadatan penduduk di wilayah penelitan, kelurahan yang memiliki kawasan non built-up area-nya tinggi akan memiliki pertambahan penduduk yang cepat dan begitu pula sebaliknya. Faktor migrasi menjadi penyebab

pertambahan penduduk ini seiring tuntutan akan kebutuhan perumahan. Arus urbanisasi dari berbagai daerah sangat tinggi untuk Kelurahan Bagan Deli. 2. Aspek Demografi. Aspek demografi sangat penting untuk dijadikan

parameter terhadap perubahan guna lahan di Kelurahan Bagan Deli. Untuk memperkuat pernyataan bahwa angka migrasi sangat tinggi di Kelurahan Bagan Deli, hasil kuesioner tentang asal pendatang menunjukkan bahwa dari 100 responden sebanyak 31 responden berasal dari luar Kelurahan Bagan Deli. Sedangkan sejumlah 69 responden berasal dari dalam Kelurahan Bagan Deli, termasuk 11 responden merupakan penduduk asli kawasan tersebut. Dari temuan di lapangan, terungkap pula bahwa banyak migrasi yang tidak tercatat di Pemerintah Kelurahan Bagan Deli. Migrasi yang tercatat adalah pendatang yang mendaftarkan dirinya sebagai penduduk dengan memiliki KTP, sedangkan keberadaan pekerja di sektor perdagangan dan jasa banyak yang tidak tercatat sebagai penduduk. Pekerja sektor ini juga merupakan bagian masyarakat yang memerlukan hunian dan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan mereka (gambar 5.7).

3. Transformasi Sosial. Transformasi sosial dalam penelitian ini mencakup struktur penduduk menurut umur, struktur penduduk menurut pendidikan, struktur penduduk menurut mata pencaharian, tingkat pendapatan dan ketenagakerjaan. Struktur penduduk di wilayah penelitian akan memperkuat pernyataan bahwa heterogenitas sosial, ekonomi dan budaya akan mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan.

Gambar 5.7 Relokasi Permukiman dari Zona Industri Sumber : survey lapangan

Permukiman direlokasi dari Zona Industri Rekomendasi lahan relokasi permukiman

Struktur penduduk menurut umur dibagi menjadi 4 kelompok usia, yaitu kelompok usia balita antara 0–5 tahun, kelompok usia sekolah antara 6–20 tahun, kelompok usia produktif antara 21–55 tahun, serta kelompok usia manula antara di atas 55 tahun. Jumlah usia produktif pada kawasan penelitian menempati urutan pertama dibandingkan dengan yang lainnya. Dari 100 responden yang memiliki rumah tinggal dan/atau lahan usaha di wilayah penelitan yang berada di usia produktif berjumlah 90 orang, dan 10 orang berusia di atas 56 tahun.

Struktur penduduk menurut pendidikan dibagi berdasarkan pendidikan yang pernah dijalani. Secara umum di Kelurahan Bagan Deli, jenjang pendidikan SLTA menduduki tempat teratas sebesar 27,9%, disrencana SLTP dengan 26,1%, SD sebanyak 24,1%, tidak atau belum menamatkan SD sebanyak 17,8% dan Diploma/Sarjana/S2/S3 sebanyak 3,9 %. Tingkat pendidikan responden yang rendah akan mempengaruhi pola pikir dan pemahaman terhadap produk tata ruang terkait dengan keinginan dan kebutuhan responden dalam mengubah guna lahan mereka.

Struktur penduduk menurut mata pencaharian untuk wilayah penelitian di pusat kota yang didominasi oleh perdagangan dan jasa. Pernyataan ini ditunjukkan oleh jumlah responden yang berwiraswasta (berdagang) sebanyak 48 responden. Sedangkan sebanyak 25 responden berstatus ibu rumah tangga. Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa kepemilikan tempat

usaha dan rumah tinggal banyak yang didaftarkan atas nama istri (ibu rumah tangga). Dan didapati pula, banyak responden yang bekerja rangkap, sebagai pekerja sekaligus sebagai pengusaha.

Responden yang berpenghasilan di bawah Rp. 250.000 berjumlah 6 orang, berpenghasilan antara Rp. 250.000 – Rp. 500.000 berjumlah 18 orang, berpenghasilan antara Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 berjumlah 24 orang. Dari kisaran pendapatan di atas Rp. 1.000.000 diwakili oleh pekerja swasta dan pengusaha. (wiraswasta). Sehingga dapat diambil kesimpulan, dengan memanfaatkan keuntungan berlokasi di pusat kota, usaha yang mereka jalani selama ini cukup prospektif. Pendapatan responden yang berada di atas Rp. 1.000.000,- dimiliki oleh responden yang bergerak di sektor perdagangan dan jasa.

Relevansinya dengan perubahan penggunaan lahan, bahwa mata pencaharian dan tingkat pendapatan mendorong responden untuk mengembangkan usahanya dengan memperluas atau mengubah bangunan sesuai dengan kebutuhan. Gambaran yang diperoleh bahwa kemampuan finansial dan lokasi pusat kota yang menguntungkan mendorong responden untuk merubah guna lahan mereka ke fungsi yang lebih produktif dari sebelumnya. 5.3.2 Kajian faktor fisik kota.

Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan sifat kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, terkonsentrasinya prasarana-sarana serta

keanekaragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah sebuah kota. (Tarigan, 2004).

Kota tidak akan pernah lepas dari dua aspek penting yang saling mengisi yaitu aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen-elemen pembentuk di dalamnya, serta aspek manusia sebagai subyek dan pengguna ruang kota (Soetomo, 2002). Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat ditentukan oleh penduduknya sendiri dan juga kekuatan dari luar. Kemampuan sumber daya lokal, baik budaya maupun teknologi sebagai local genus akan dapat mempercepat proses urbanisasi suatu kota.

Kota sebagai tempat interelasi antar manusia dan manusia dengan lingkungannya mengakibatkan terciptanya keteraturan pada penggunaan lahan. Di dalamnya terjadi kegiatan ekonomi, pemerintahan, politik dan sosial yang mendorong perkembangan di segala bidang seperti pembangunan fisik kota. Perkembangan ini meliputi bangunan-bangunan yang mempunyai fungsi tertentu. Perkembangan ini juga menyangkut pembangunan manusia yang tinggal di kota maupun yang beraktifitas dengan keahlian maupun kemampuannya.

Manifestasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah kepada perubahan struktur fisik kota. Dan yang terpenting dalam perubahan-perubahan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan akan elemen perkotaan yang menunjung kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat adalah kebutuhan akan ruang.

1. Kajian sarana dan prasarana kota. Kondisi fisik sarana dan prasarana serta utilitas pada suatu kawasan secara kuantitas merupakan jaminan bahwa suatu lokasi memiliki potensi untuk berkembang, sedangkan kualitas sarana prasarana dan utilitas menjadi pertimbangan yang dapat diperhatikan lebih lanjut. Maka dalam penelitian ini, ketersediaan sarana dan prasarana menjadi parameter yang mendorong perubahan penggunaan lahan, sedangkan kondisi secara kualitas (kepuasan masyarakat) diabaikan.

Potensi berkembangnya suatu lahan dapat dipicu oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang mendorong meningkatnya permintaan dan investasi, sehingga jumlah sarana prasarana serta utilitas kota berbanding lurus dengan peningkatan lahan terbangun suatu wilayah. Yang termasuk didalam sarana, prasarana dan utilitas ini antara lain jaringan jalan, drainase kota, jaringan listrik, jaringan telepon, air bersih, serta aksesibilitas.

Kelurahan Bagan Deli relatif lebih maju dibandingkan dengan kelurahan di luar kawasan pusat kota. Hal ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan jalan. Kondisi ini timbul karena tingginya tingkat aksesibilitas serta lokasi yang strategis. Wilayah yang memiliki sifat kekotaan biasanya semakin banyak jaringan jalan dan terkonsentrasinya kegiatan perdagangan dan jasa. Wilayah yang terisolir atau tingkat aksesibilitasnya masih rendah diindikasikan jumlah lahan terbangun yang juga rendah.

Sistem drainase di wilayah penelitian merupakan bagian dari sistem drainase Kelurahan Bagan Deli. Pada kawasan penelitian terlihat pada beberapa

wilayah yang merupakan titik-titik rawan banjir (genangan air) di Kelurahan Bagan Deli. Wilayah penelitian terletak pada sistem pembuangan Utara, yaitu jaringan drainase yang berasal dari wilayah-wilayah Selatan dialirkan ke Utara dan akhirnya bermuara ke laut.

Secara keruangan, apabila suatu kawasan perkotaan bersifat semakin fungsional, maka pemanfaatan lahan semakin maksimal. Untuk menyesuaikannya, setiap drainase yang melintasi daerah pusat kota seharusnya menggunakan penutup beton. Sistem pembuangan air hujan dari bidang jalan juga diperhitungkan dengan penentuan titik-titik outlet mulut air buangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masih banyak ditemukan badan air primer di pinggir jalan protokol yang tidak dilengkapi dengan penutup plat beton. Selain itu, beberapa segmen jalan, jumlah outlet air buangan tidak memadai, sehingga berpengaruh terhadap lamanya genangan air hujan pada badan jalan.

Untuk saat ini kebutuhan energi listrik di Kelurahan Bagan Deli khususnya masih mencukupi. Dengan adanya jaringan PLTU Sicanang yang masih berdekatan dengan Kelurahan Bagan Deli maka pemenuhan kebutuhan listrik selama ini tidak menemui masalah.

Sambungan telepon di kawasan sudah cukup merata dan jumlah responden yang memiliki saluran telepon sudah lebih besar dari jumlah responden yang belum memanfaatkan sambungan telepon. Tingkat ketersediaan sambungan telepon dapat diketahui dengan adanya jaringan telepon yang terpasang pada

sisi jalan serta setiap jarak tertentu dilengkapi dengan boks sirkuit pembagi saluran telepon. Untuk pelayanan umum berupa warung telekomunikasi (wartel)/TUT, kelengkapan prasarana pelanggan (SST), STO, Telepon Umum Kartu dan Telepon Umum Koin sudah menyebar sepanjang jalan protokol dan di simpul-simpul keramaian.

Jenis dan kondisi prasarana air bersih sering dijadikan indikator berubahnya fungsi lahan tidak terbangun menjadi terbangun, dimana jaringan air bersih merupakan jenis dianggap sebagai prasarana dasar pembangunan kawasan aktivitas perkotaan disamping prasarana listrik dan telepon. Banyaknya air minum yang disalurkan PDAM sampai tahun 2008, yang terbanyak adalah untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan niaga skala kecil, serta untuk kebutuhan sosial. Seiring dengan kebutuhan air minum yang terus meningkat, maka pelanggan PDAM Kelurahan Bagan Deli Mandiri kian tahun kian meningkat pula.

Ketersediaan sarana dan prasarana kota pada suatu kawasan kota memungkinkan responden dapat mengakses berbagai fasilitas dan pusat kegiatan yang ada di Kelurahan Bagan Deli. Kawasan yang mudah dijangkau sarana transportasi, tersedia fasilitas dan utilitas kota merupakan salah satu penyusun nilai lahan dan menjadi keunggulan kawasan tersebut dibandingkan dengan kawasan lain. Kemudahan aksesibilitas tersebut juga menjadi salah satu unsur yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan khususnya perubahan tata guna lahan.

2. Kajian ketersediaan fasilitas perkotaan. Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan sifat kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, terkonsentrasinya prasarana-sarana serta keanekaragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah sebuah kota. Dalam menentukan apakah suatu kawasan pusat kota memiliki kecukupan dalam jumlah fasilitas perkotaannya, penulis merujuk pada Petunjuk Perencanaan Kawasan dan Perumahan Kota (SK Men-PU No.378/KPTS/1987). Di dalamnya termuat standar kebutuhan fasilitas perkotaan dengan jumlah populasi kawasan sebagai variabel pendukungnya.

Karena lingkup kajian penelitian melihat keunggulan kawasan dibanding bagian wilayah lain dalam Kelurahan Bagan Deli, maka jenis fasilitas yang dimungkinkan berkaitan antara wilayah pinggiran dan pusat kota seperti fasilitas pendidikan yang diteliti adalah sekolah setingkat SLTA, demikian pula fasilitas-fasilitas lainnya.

Kajian ini mengidentifikasi tingkat ketersediaan masing-masing fasilitas pada suatu lokasi, sehingga bisa dilihat kelurahan mana yang mempunyai fasilitas lengkap dan begitu pula sebaliknya. Merujuk kepada kemudahan aksesibilitas kawasan pusat kota, dapat disimpulkan setiap kelurahan yang ada saling melengkapi. Masyarakat akan mencari fasilitas pelayanan terdekat dari lingkungannya.

3. Kajian sistem transportasi. Kelurahan Bagan Deli memiliki sistem transportasi yang cukup lengkap, yaitu sistem transportasi jalan raya, kerata api dan sistem transportasi laut/penyeberangan. Dari ketiga sistem perangkutan tersebut, yang tampak lebih berperan dalam menunjang kegiatan perkotaan adalah angkutan jalan raya dan perangkutan laut. Hal ini tidak terlepas dari kondisi dan letak geografis wilayah serta ketersedian sarana dan prasarana pendukung sistem transportasi tersebut.

Sistem transportasi jalan primer (regional) yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli adalah arteri primer yang berpola linier dan terdiri dari jaringan jalan tol dan jaringan jalan non-tol. Di daerah Kelurahan Bagan Deli jalan arteri primer non-tol bercabang menjadi dua jurusan yaitu ke arah Belawan. Sistem jaringan jalan sekunder (lokal) pada umumnya, bahkan hampir seluruhnya berorientasi pada jaringan jalan primer ini.

Pola pergerakan lalu lintas di Kelurahan Bagan Deli dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pergerakan lalu lintas regional (eksternal) dan pergerakan lalu lintas lokal (internal). Pergerakan lalu lintas eksternal terdiri dari lalu lintas yang berasal dari luar dan bertujuan keluar Kelurahan Bagan Deli. Lalu lintas yang hanya melintasi Kelurahan Bagan Deli saja (through traffic) ke wilayah pesisir.

Sistem perangkutan kereta api yang ada menghubungkan wilayah Kelurahan Bagan Deli dengan wilayah-wilayah lainnya seperti Belawan, Medan, dan seterusnya. Selain sebagai sarana angkutan penumpang, juga digunakan

sebagai sarana angkutan barang hasil industri. Sementara itu jaringan rel kereta api yang menghubungkan Kelurahan Bagan Deli dengan Medan pada saat ini kurang berfungsi secara optimal dengan pertimbangan ekonomis. Sistem perangkutan laut di wilayah Kelurahan Bagan Deli dilayani oleh fasilitas pelabuhan baik berupa pelabuhan penyeberangan, pelabuhan umum maupun pelabuhan khusus. Fasilitas ini melayani bongkar muat barang, berupa bahan baku industri dan bahan jadi produk industri dari dan ke Kelurahan Bagan Deli. Selanjutnya mengenai aksesibilitas ke Medan dan kota lainnya sangat terbantu dengan adanya Jalan Tol Belmera (gambar 5.8). 5.3.3 Kajian Bentang Alam/Letak Geografis

Berbagai kajian dan pengertian tentang pertumbuhan dan perkembangan kota yang ditulis oleh banyak ahli perencana kota dan ahli studi geografi menunjukkan bahwa kota tumbuh dan bergerak secara dinamis. Implikasi nyata dari pertumbuhan dan perkembangan kota yang bergerak dinamis tersebut secara fisik ditandai dengan kenampakan lahan melalui pola tata guna lahan, baik guna lahan pada kawasan urban, sub urban maupun pada lahan rural/perdesaan.

Bentuk kota secara keseluruhan dipengaruhi oleh topografi sebagai karakteristik tempatnya dan posisi geografisnya yaitu pola-pola perkembangan kota (Branch, 1995). Lahan-lahan akan terbangun serta mengisi ruang-ruang dimulai dari sepanjang jalan yang tersedia. Sebagai suatu sistem keseimbangan umum (general equlibrium), kota mengandung interaksi aneka aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan produksi

dan konsumsi (Rochimin, 2004). Di dalamnya berkumpul berbagai aktifitas ekonomi dan sumberdaya produktif baik yang berasal dari kemampuan sendiri (local genus) dan kekuatan luar sehingga diperoleh berbagai keuntungan-keuntungan.

Gambar 5.8 Rencana Sistem Transportasi Massal RTRWK Kota Medan tahun 2030 Sumber: Pemerintah Kota Medan

( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ((((((((((((((((((((((( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (( (( ((( ((((((((((((((((((((( (((((((((( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( b b b b b b bb b b bb b b Kec.Medan Belawan Kec.Medan Labuhan Kec.Medan Marelan

Kec. Medan Deli

Kec. Medan Helvetia

Kec.Medan Sunggal Kec.Medan Selayang Kec.Medan Tuntungan Kec.Medan Johor Kec.Medan Amplas Kec.Medan Denai

Kec. Medan Tembung Kec. Medan Timur

Kec.Medan Barat Kec.Medan Petisah Kec.Medan Baru Kec.Medan Polonia Kec.Medan Maimun Kec.Medan Kota Kec.Medan Area Kec. Medan Perjuangan

Kec.Medan Polonia

Kec. Hamparan Perak

Kec.

Kutalimbaru Kec.Namurambe

Kec. Patumbak Kec. Tj. Morawa Kec. Labuhan Deli KABUPATEN DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG PETA 4.10 RENCANA SISTEM ANGKUTAN MASSAL

KOTA MEDAN TAHUN 2028

BADAN PERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAH

1 0 1 2 3 Kilometers

U

Skala 1:50000

PEMERINTAH KOTA MEDAN KETERANGAN:

Rel K.A Jalan TOL Sungai dan Badan Air Batas Kecamatan Batas Kota

Jalan kolektor sekunder Jalan kolektor primer Jalan arteri sekunder Jalan arteri primer

Jalan rencana trans Sumatra Rencana Jalan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA MEDAN

Jalan lokal primer

฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀ KOTA MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA

Walikota Medan Ketua DPRD Kota Medan

H. Syamsul Arifin, SE H. Denny Ilham Panggabean, SH

Jalan Layang

Jalur Minibus Feeder Jalur Busway Jembatan layang Under Pass TOD City TOD (( (

Rel Kerata Api Layang ' W'W'W'W Ke Tj Morawa Ke Berastagi Ke Binjai m U mT mT m U m U mT m U mT

Rencana Jalan Tol

Ibukota # Y Ibukota Kecamatan & \ Ibukota Kota/Kabupaten % [ Ibukota Provinsi SELAT MALAKA Sumber : - Bappeda Kota Medan - Sistem Proyeksi : UTM - Datum : WGS 84 - Zona : 47 N - Sistem Koordinat : UTM

Dari teori-teori tersebut di atas, ditinjau dari segi bentang alam atau geografis suatu kawasan, perkembangan guna lahan di Kelurahan Bagan Deli lebih dominan dimulai dari sepanjang jalan utama. Perubahan guna lahan yang terjadi di sepanjang kordior jalan protokol dapat dipakai sebagai indikator tingkat efisiensi pembangunan fisik Kelurahan Bagan Deli. Setiap perubahan fisik yang dilakukan masyarakat dan pemerintahan membawa pengaruh yang besar bagi perubahan pemanfaatan di masa mendatang. Dalam lingkup yang lebih besar perubahan guna lahan yang terjadi dapat dilihat dari terus berkurangnya ruang terbuka hijau yang berada di sepanjang Jalan Bagan Deli yang digantikan dengan fungsi-fungsi baru sebagai penunjang aktivitas.

Hasil temuan di lapangan terungkap bahwa pada wilayah penelitian secara perlahan telah terjadi peningkatan kepadatan bangunan yang disebabkan adanya pembangunan baik berfungsi sebagai rumah tinggal maupun sebagai tempat usaha. Pada awal memiliki lahan, jumlah responden yang menyatakan fungsi lahan sebelum dimiliki, yaitu berupa bangunan dan berupa tegalan/kebun/pekarangan.

Pada perkembangannya lahan kosong ini didirikan bangunan dengan fungsi rumah tinggal saja, rumah tinggal merangkap lahan usaha dan lahan usaha terpisah dari rumah tinggal. Sedangkan lahan yang sejak pertama kali dimiliki responden berupa bangunan, langsung menggunakan dan mengubah/menambah luas bangunan tersebut.

Dilihat dari jawaban wawancara, persepsi pengguna lahan pada koridor jalan protokol Kelurahan Bagan Deli, kecenderungan responden untuk mengubah lahan

mereka menjadi tempat usaha cukup besar. Alasan utama responden mengubah

Dalam dokumen Kajian Tata Guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli (Halaman 115-135)