KAJIAN TATA GUNA LAHAN
STUDI KASUS:
KELURAHAN BAGAN DELI
TESIS
OLEH
BERNAS PD NABABAN
087020007/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN TATA GUNA LAHAN
STUDI KASUS:
KELURAHAN BAGAN DELI
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik
Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
BERNAS PD NABABAN
087020007
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
KAJIAN TATA GUNA LAHAN
STUDI KASUS:
KELURAHAN BAGAN DELI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Medan, Januari 2012
Judul Tesis : KAJIAN TATA GUNA LAHAN
STUDI KASUS: KELURAHAN BAGAN DELI
Nama Mahasiswa : BERNAS P.D. NABABAN
Nomor Pokok : 087020007
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
TELAH DIUJI PADA Tanggal: 22 Juli 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof
Anggota : 1. Ir. Rahmad Dian Sembiring, MT 2. Imam Faisal Pane, ST, MT
ABSTRAK
Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebabnya adalah adanya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Perkembangan ini tentu membutuhkan lahan yang tidak sedikit, hingga pada akhirnya terjadi perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli yang dulunya pemukiman, saat ini mulai di dominasi industri dan pergudangan (peti kemas), pelabuhan, pariwisata (ocean pasific), dan perdagangan/jasa. Dengan berkurangnya lahan pemukiman, penduduk akan mencari lahan yang tidak diperuntukkan untuk fungsi permukiman yang pada umumnya tidak memiliki perizinan yang pada akhirnya teraglomerasi menjadi pemukiman kumuh.
Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu mengkaji tata guna lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2030, meneliti perubahan tata guna lahan yang terjadi saat ini, serta melakukan kajian terhadap hal-hal yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan tersebut. Ruang Lingkup Studi mengenai Kajian Perubahan Tata guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli Belawan ini, dibedakan menjadi 2 ruang lingkup, yaitu ruang lingkup substansial dan ruang lingkup spasial. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan (field research) yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan (applied research, practical research), yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.
Hasil dari kajian yang telah dilakukan adalah adanya perubahan tata guna lahan dari pemukiman menjadi lahan industri dan pergudangan, pelabuhan, pariwisata dan perdagangan yang berorientasi ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penetrasi (penerobosan fungsi baru ke dalam suatu fungsi yang homogen) kegiatan tersebut terdapat pada kawasan permukiman di kawasan sekitar jalan tol yang kemudian diikuti dengan dengan penetrasi kegiatan lainnya seperti: jasa pelayanan, dan perkantoran. Melihat kecenderungannya hingga saat ini, perubahan guna lahan yang terjadi tersebut telah mengalami perkembangan dari gejala penetrasi kegiatan pemukiman menjadi gejala invasi (penyerbuan guna lahan baru yang lebih besar dari tahap penetrasi) kegiatan pemukiman, meskipun belum mencapai gejala dominasi guna lahan baru. Perubahan ini harusnya di bandingkan dengan teori syarat dan kriteria tata guna lahan yang baik agar memenuhi kebijakan tata ruang serta berdampak positif.
ABSTRACT
City always grows and develops because of the economic growth and the increase of population. This development surely needs a lot of land that it eventually result in the change of land use. The change of land use has occured in Kelurahan Bagan Deli which once was a residential area, now it is dominated by industries and warehouses (container), seaport, tourism business (Ocean Pacific), and trade (good and services). With the reduction in residential land, the residents look for land which is not officially designated for settlement function that it eventually becomes a slum agglomeration.
Based on the problem mentioned above, the purpose of this study was to analyze the land use in accordance with the Medan Regional Land Use Planning 2016, to analyze the current change of land use, and to analyze the issues influencing the changes of land use. The scope of this study on the Change of Land Use in Kelurahan bagan Deli Belawan was divided into two: substantial and spatial scopes. The primary and secondary data needed for this study were obtained through field research. This study also belongs to applied research (practical research), a systematic study on a problem which is intended to be used for certain purposes.
The result of this study showed that the land use change from residential into the economic oriented industries, warehouses, seaport, tourism and trade areas. This is indicated by the incident of penetration of new function into a homogenous function such as the existence of residential areas around the toll road then followed by the penetration of other activities such a services and offices. Looking at its current tendency, the change of land use occurred has developed from activity of penetration to activity of invasion (new land which a bigger than the one in the stages of penetration) for settlement, even though the sympton of the dominance for new land is not yet reached. This change should be compared with the theory, requirements and criteria of good land use to meet the policy of land use with positive impact.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul ”Kajian Tata Guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli” Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah PPs – 699 Tesis pada Program Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc, PhD, Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Beny Octofryana Yousca Marpaung, ST, MT, PhD, Koordinator Manajemen Pembangunan Kota, Bapak Achmad Delianur Nasution, ST, MT, IAI, Dosen Pembimbing I, Bapak Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD, atas bimbingan dan dukungan penuh dalam menyelesaikan penelitian ini, Dosen Pembimbing II, Bapak Ir. Rahmad Dian Sembiring, MT, atas bimbingan dan dukungan penuh dalam menyelesaikan penelitian ini, para Dosen Penguji Program Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas materi perkuliahan dan masukan-masukan yang sangat berarti dalam menyelesaikan studi ini, serta Ibu Novi Yanthi sebagai administrasi Program Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara atas komunikasi dan administrasi yang baik selama studi.
Teknik Kantor Pusat, General Manager Belawan Bapak Syahputra S, Manejer Teknik Bapak Wedy Cahyono beserta staf, serta rekan-rekan kerja yang telah memberikan izin dan dukungan penuh, Isteriku Dameria Br. Pangaribuan dan anak-anakku tercinta Nardus Gokasi Christian Nababan, Miranda Nababan dan Nadine Nababan yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa (...ini kulakukan demi kau dan si buah hati...), Kedua Orang tuaku yang sangat kukasihi, Bapak Galeber Nababan dan Ibu Risma Br. Lumbantoruan beserta keluarga besar, Mertuaku yang sangat kukasihi, Bapak Bismar Pangaribuan dan Ibu Pautan Br. Hutajulu beserta keluarga besar, Rekan-rekan Magister Manajemen Pembangunan Kota angkatan 2008: Lucy, Arfan, Asmadi, Bayhaki, Raimundus, Jayadin, Hendra, Muara, Yani, Sahid, Erwin, Amsuardiman, Armelia atas kerjasama yang baik selama ini, Para pendukung kegiatan kampus serta berbagai pihak yang tidak saya sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari terdapat kekurangan-kekurangan yang diharapkan dapat disempurnakan atas bimbingan dan masukan dari pembimbing, penguji, dan pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat diterima dan memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Terimakasih...!
Medan, Januari 2012
Penyusun,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Bernas PD Nababan
Alamat : Jalan Darma No. 18 Medan Helvetia
Agama : Kristen Protestan
Tempat/Tanggal Lahir : Sipultak, 11 Maret 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak ke : 7 dari 9
Warga Negara : Indonesia
Nama Ayah : Galeber Nababan
Nama Ibu : Risma Br. Lumbantoruan
Nama Istri : Dameria Br. Pangaribuan, SE.
Nama Anak : Nardus Gokasi Christian Nababan
Miranda Hoshiana Br. Nababan
Pendidikan Formal : SD Inpres No 174328 Sipultak (tamat tahun 1989)
SMP Negeri 2 Siborongborong (tamat tahun 1992)
SMA Negeri 1 Siborongborong (tamat tahun 1995)
Sarjana Teknik Sipil Unika St. Thomas Medan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5
1.4. Batasan Masalah ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
1.7 Kerangka Berfikir ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pengertian Kota ... 8
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota ... 9
2.2.1 Pola perkembangan kota ... 10
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perkembangan kota ... 10
2.2.3 Daya sentrifugal dan daya sentripetal perkembangan kota ... 14
2.3.1 Klassifikasi penggunaan lahan ... 17
2.3.2 Klassifikasi pemanfaatan ruang ... 17
2.3.3 Pola tata guna lahan ... 20
2.3.4 Perubahan guna lahan ... 21
2.4 Perumahan dan Permukiman ... 24
2.5 Permukiman Perkotaan ... 25
2.6 Kawasan Industri ... 26
2.6.1 Kriteria lokasi kawasan industri ... 28
2.6.2 Faktor yang memepengaruhi penentuan lokasi industri ... 29
2.6.3 Perkembangan industri perkotaan ... 30
2.6.4 Pengaruh industri terhadap perubahan fisik kota ... 31
2.7 Pelabuhan ... 32
2.7.1 Pelayanan jasa pelabuhan ... 34
2.7.2 Lokasi pelabuhan ... 35
2.7.3 Fungsi pelabuhan ... 36
2.7.4 Penunjang kegiatan pelabuhan ... 36
2.7.5 Kategorisasi pelabuhan ... 38
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 40
3.1 Ruang Lingkup Studi ... 40
3.1.1 Ruang lingkup substansial ... 40
3.1.2 Ruang lingkup spasial ... 41
3.2 Pendekatan Studi ... 43
3.3 Kebutuhan Data ... 44
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.6 Teknik Sampling ... 49
3.7 Metoda dan Teknik Analisis ... 51
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN ... 53
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan ... 53
4.1.1 Kondisi geografis ... 53
4.1.2 Rona fisik dasar ... 54
4.1.2.1 Topografi dan kemiringan lahan ... 54
4.1.2.2 Iklim ... 54
4.1.2.3 Hidrologi ... 57
4.1.3 Penggunaan Lahan ... 57
4.1.3.1 Pola penggunaan lahan ... 57
4.1.3.2 Nilai lahan ... 59
4.2 Kondisi Eksisting Kelurahan Bagan Deli ... 59
4.2.1 Profil kelurahan ... 59
4.2.2 Permasalahan kelurahan ... 61
4.2.3 Kondisi kependudukan ... 62
4.2.4 Permukiman ... 63
4.2.5 Kawasan industri, pergudangan dan pelabuhan ... 64
4.2.6 Kawasan transportasi laut ... 66
4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan 2010-2030 ... 68
4.3.1 Kawasan perumahan dan permukiman ... 70
4.3.2 Tingkat kepadatan perumahan ... 74
4.3.3 Kawasan industri ... 74
5.1 Tata Guna Lahan Belawan menurut RTRW Kota Medan
2010-2030 ... 77
5.1.1 Tata guna lahan industri ... 78
5.1.2 Tata guna lahan perumahan dan permukiman ... 81
5.2 Perubahan Tata Guna Lahan ... 83
5.2.1 Perubahan tata guna lahan permukiman ... 84
5.2.2 Perubahan tata guna lahan industri ... 89
5.2.3 Perubahan tata guna lahan pelabuhan ... 93
5.3 Kajian Faktor Perubahan Penggunaan Lahan ... 97
5.3.1 Kajian faktor manusia ... 98
5.3.2 Kajian faktor fisik kota ...105
5.3.3 Kajian bentang alam/letak geografis...112
5.4 Kajian Pola Perkembangan Kota ...117
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...120
6.1 Kesimpulan ...120
6.2 Rekomendasi ...123
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Berpikir... 7
3.1 Peta Lokasi Kecamatan Medan Belawan ... 42
4.1 Peta Administrasi Kecamatan Medan Belawan ... 55
4.2 Peta Administrasi Kelurahan Bagan Deli ... 56
4.3 Peta Guna Lahan Tahun 2011 ... 60
4.4 Peta Permukiman Kelurahan Bagan Deli ... 65
4.5 Peta Guna Lahan Industri di Kelurahan Bagan Deli ... 67
4.6 Peta Guna Lahan Transportasi Laut/Pelabuhan ... 69
4.7 RTRW Kota Medan 2010-2030 ... 71
5.1 Rencana Pola Ruang Kota Medan tahun 2030 ... 79
5.2 Tata Guna Lahan Kelurahan Bagan Deli 2030 ... 82
5.3 Permasalahan Perumahan dan Permukiman Kelurahan Bagan Deli ... 86
5.4 Peta Perubahan Tata Guna Lahan Perumahan dan Permukiman ... 90
5.5 Peta Perubahan Tata Guna Lahan Industri ... 94
5.6 Master Plan Pelabuhan Tahun 2008-2032 ... 98
5.7 Relokasi Permukiman dari Zona Industri ...102
5.8 Rencana Sistem Transportasi Massal RTRW 2010-2030 ...112
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Detail Klassifikasi Penggunaan Lahan ... 18
2.2 Kategori Pemanfaatan Ruang ... 19
3.1 Kebutuhan Data ... 46
4.1 Luas Wilayah Kecamatan Medan Belawan ... 54
4.2 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Belawan ... 58
4.3 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli tahun 2005 ... 58
4.4 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli tahun 2011 ... 59
5.1 Perkembangan Penduduk Menurut Kelurahan ... 84
5.2 Mata Pencaharian Penduduk ... 91
ABSTRAK
Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebabnya adalah adanya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Perkembangan ini tentu membutuhkan lahan yang tidak sedikit, hingga pada akhirnya terjadi perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli yang dulunya pemukiman, saat ini mulai di dominasi industri dan pergudangan (peti kemas), pelabuhan, pariwisata (ocean pasific), dan perdagangan/jasa. Dengan berkurangnya lahan pemukiman, penduduk akan mencari lahan yang tidak diperuntukkan untuk fungsi permukiman yang pada umumnya tidak memiliki perizinan yang pada akhirnya teraglomerasi menjadi pemukiman kumuh.
Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu mengkaji tata guna lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2030, meneliti perubahan tata guna lahan yang terjadi saat ini, serta melakukan kajian terhadap hal-hal yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan tersebut. Ruang Lingkup Studi mengenai Kajian Perubahan Tata guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli Belawan ini, dibedakan menjadi 2 ruang lingkup, yaitu ruang lingkup substansial dan ruang lingkup spasial. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan (field research) yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan (applied research, practical research), yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.
Hasil dari kajian yang telah dilakukan adalah adanya perubahan tata guna lahan dari pemukiman menjadi lahan industri dan pergudangan, pelabuhan, pariwisata dan perdagangan yang berorientasi ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penetrasi (penerobosan fungsi baru ke dalam suatu fungsi yang homogen) kegiatan tersebut terdapat pada kawasan permukiman di kawasan sekitar jalan tol yang kemudian diikuti dengan dengan penetrasi kegiatan lainnya seperti: jasa pelayanan, dan perkantoran. Melihat kecenderungannya hingga saat ini, perubahan guna lahan yang terjadi tersebut telah mengalami perkembangan dari gejala penetrasi kegiatan pemukiman menjadi gejala invasi (penyerbuan guna lahan baru yang lebih besar dari tahap penetrasi) kegiatan pemukiman, meskipun belum mencapai gejala dominasi guna lahan baru. Perubahan ini harusnya di bandingkan dengan teori syarat dan kriteria tata guna lahan yang baik agar memenuhi kebijakan tata ruang serta berdampak positif.
ABSTRACT
City always grows and develops because of the economic growth and the increase of population. This development surely needs a lot of land that it eventually result in the change of land use. The change of land use has occured in Kelurahan Bagan Deli which once was a residential area, now it is dominated by industries and warehouses (container), seaport, tourism business (Ocean Pacific), and trade (good and services). With the reduction in residential land, the residents look for land which is not officially designated for settlement function that it eventually becomes a slum agglomeration.
Based on the problem mentioned above, the purpose of this study was to analyze the land use in accordance with the Medan Regional Land Use Planning 2016, to analyze the current change of land use, and to analyze the issues influencing the changes of land use. The scope of this study on the Change of Land Use in Kelurahan bagan Deli Belawan was divided into two: substantial and spatial scopes. The primary and secondary data needed for this study were obtained through field research. This study also belongs to applied research (practical research), a systematic study on a problem which is intended to be used for certain purposes.
The result of this study showed that the land use change from residential into the economic oriented industries, warehouses, seaport, tourism and trade areas. This is indicated by the incident of penetration of new function into a homogenous function such as the existence of residential areas around the toll road then followed by the penetration of other activities such a services and offices. Looking at its current tendency, the change of land use occurred has developed from activity of penetration to activity of invasion (new land which a bigger than the one in the stages of penetration) for settlement, even though the sympton of the dominance for new land is not yet reached. This change should be compared with the theory, requirements and criteria of good land use to meet the policy of land use with positive impact.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, suatu kota atau negara cenderung untuk tumbuh, ukurannya bertambah dan strukturnya berubah (Alonso dalam Wijayanti, 1998). Unsur yang terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.
Seiring berkembangnya beragam aktifitas perkotaan, memicu pertumbuhan penduduk sebagai sarana pelaksananya. Di kota– kota besar laju pertumbuhan penduduk rata–rata sebesar 5,36% pertahun (Soedjito, 1996), oleh karena itu faktor penduduk menjadi salah satu kontribusi terbesar bagi terbentuknya aktivitas perkotaan. Untuk menampung aktivitas penduduk membutuhkan lahan yang tidak sedikit, hingga pada akhirnya terjadi persaingan lahan kota yang luasannya terbatas.
aktivitas merupakan perwujudan dari kegiatan penduduk kota yang kemudian akan membentuk suatu penggunaan lahan tertentu.
Siklus aktivitas perubahan guna lahan terutama (permukiman), apabila tumbuh di tempat–tempat strategis seperti industri, pelabuhan, pariwisata dan perdagangan. Sehubungan dengan unsur lahan, aktivitas ini diukur oleh dua faktor yaitu kemampuan keuangan untuk membeli lahan, dan karakteristik lahan yang dapat menunjang aktivitas tersebut. Bila dua hal tersebut bertemu dengan penawaran lahan di suatu tempat maka dimungkinkan terjadinya perubahan guna lahan mengakibatkan kesemrautan peruntukan lahan. Karena masalah perubahan guna lahan maka perlu adanya syarat-syarat dan kriteria tata guna lahan, yang dapat mengendalikan penyebab perubahan guna lahan serta perlunya “Kajian Tata Guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli”.
Perubahan guna lahan dari pemukiman menjadi lahan industri dan pergudangan, pelabuhan, pariwisata dan perdagangan yang berorientasi ekonomi berlangsung di Kelurahan Bagan Deli. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penetrasi (penerobosan fungsi baru ke dalam suatu fungsi yang homogen) kegiatan tersebut terdapat pada kawasan permukiman di kawasan sekitar jalan tol yang kemudian diikuti dengan dengan penetrasi kegiatan lainnya seperti: jasa pelayanan, dan perkantoran. Melihat kecenderungannya hingga saat ini, perubahan guna lahan yang terjadi tersebut telah mengalami perkembangan dari gejala penetrasi kegiatan pemukiman menjadi gejala invasi (penyerbuan guna lahan baru yang lebih besar dari tahap penetrasi) kegiatan pemukiman, meskipun belum mencapai gejala dominasi guna lahan baru.
Dilihat dari sisi positifnya selain bisa mengurangi beban pusat kota (dalam menampung aktivitas), banyak perubahan guna lahan yang menguntungkan dari segi pengembangan kota dan peningkatan pendapatan daerah (Winarso dalam Safariah, 1999). Sedangkan dari sisi dampak negatifnya, perubahan guna lahan seringkali menimbulkan konflik antar pihak yang berkepentingan, yaitu antara investor, masyarakat dan pemerintah. Masyarakat umum adalah yang paling sering menderita dampak negatif suatu perubahan guna lahan. Seperti kemacetan lalu lintas, berkurangnya kenyamanan dan privasi (Zulkaidi, 1991).
merupakan hal yang wajar bagi suatu kawasan, tetapi perkembangan tersebut harus disertai dengan manajemen guna lahan yang mempertimbangkan berbagai macam aspek kehidupan agar terwujud keserasian tata guna lahan dengan penduduknya. Artinya tata guna lahan yang diwujudkan memberikan pengaruh positif terhadap penduduk dan lingkungannya.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan (RTRW 2010-2030), fungsi tata guna lahan pada Kelurahan Bagan Deli merupakan fungsi untuk permukiman, baik permukiman kepadatan sedang dan permukiman kepadatan tinggi, serta didominasi oleh Ruang terbuka Hijau. Namun dengan terjadinya penetrasi/invasi fungsi industri, pada akhirnya terjadi perubahan tata guna lahan. Dengan latar belakang mata pencaharian penduduk yang pada awalnya di dominasi oleh nelayan, kemudian mengalami perubahan juga menjadi pekerja-pekerja industri.
Akibat penetrasi/invasi fungsi industri tersebut, guna lahan untuk permukiman, menjadi semakin menyempit, sementara penduduk tetap tidak pindah dari kawasan mereka yang sudah tergusur tersebut. Hal diperparah dengan migrasi penduduk akibat pertumbuhan lapangan pekerjaan baru sebagai pekerja industri, semakin membuat kacau permukiman yang ada, dan terjadi perubahan tata guna lahan yang signifikan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Permasalahan tersebut di atas menimbulkan pertanyaan yang menjadi dasar dari penelitian ini, antara lain:
2. Bagaimana perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli.
1.4 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, kajian yang akan dilakukan adalah perubahan tata guna lahan terkait dengan syarat-syarat dan kriteria tata guna lahan serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya pada studi kasus Kelurahan Bagan Deli. Terdapat beberapa jenis tata guna di Kelurahan Bagan Deli seperti perindustrian, transportasi, permukiman, pariwisata, perkantoran dan kawasan lindung namun dalam penelitian ini akan dibatasi pada 3 fungsi yang ada di Kelurahan Bagan Deli, antara lain industri, pelabuhan, dan permukiman.
1.5 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan permasalah diatas, maka didapat tujuan dari penelitian berupa:
1. Mengkaji tata guna lahan sekarang/existing sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan di Kelurahan Bagan Deli
2. Mengidentifikasi perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli.
3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli.
Penelitian kajian tata guna lahan ini diharapkan dapat bermanfaat berbagai pihak antara lain masyarakat Kelurahan Bagan Deli, Pemerintah Kota Medan, Swasta, serta para stakeholder yang mempunyai kepentingan di Kelurahan Bagan Deli.
1.7 Kerangka Berfikir
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Identifikasi Masalah Studi Penelitian:
1.Perubahan Tata Guna Lahan
2.Adanya kesemrautan Tata Guna Lahan
Tujuan :
- Mengkaji Tata Guna Lahan di Kel. Bagan Deli sesuai RTRWK Medan - Perubahan Tata Guna Lahan yang
terjadi
- Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Tata Guna Lahan tsb.
Pengumpulan data:
1. Data primer (Observasi lapangan) 2. Data sekunder
Metode Deskriptif
Hasil Analisis Dan Pembahasan:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Tata Guna Lahan
2. Arahan penanganan dan pengaturan Tata Guna Lahan yang baik
Kesimpulan Dan Saran
Rumusan permasalahan:
Mengkaji Tata Guna Lahan dan pemenuhan syarat dan kriteria Tata Guna Lahan dari berbagai aspek
guna lahan lainnya
Wilayah perencanaan:
Kelurahan Bagan Deli
Kebijakan dan Kajian Teoritis:
- Kajian Tata Guna Lahan - Kriteria Tata Guna Lahan - Literatur Pemukiman “Kajian Tata Guna Lahan“
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kota
Menurut Jayadinata (1999), kota adalah suatu wilayah yang dicirikan oleh
adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan, pasar, industri
dan lain sebagainya, beserta alun-alun yang luas dan jalanan beraspal yang diisi oleh
padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu kota banyak dipengaruhi oleh
struktur-struktur buatan manusia (artificial), misalnya pola jalan, landmark,
bangunan-bangunan permanen dan monumental, utilitas, pertamanan dan lalu lintas
(traffic).
Amos Rapoport dalam Zahnd (1999) mendefinisikan kota dengan fungsinya
sebagai pusat dari berbagai aktifitas seperti pusat administratif pemerintahan, pusat
militer, keagamaan dan pusat aktifitas intelektual dalam satu kelembagaan.
Disinggung pula mengenai heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada
masyarakatnya. Sependapat dengan itu, Christaller mengartikan kota dari sudut
pandang fungsi, yaitu sebagai penyelenggara dan penyedia jasa bagi wilayah kota itu
sendiri maupun wilayah sekitarnya, sehingga kota disebut sebagai pusat pelayanan
(Daldjoni, 1997).
Kota sebagai tempat interelasi antar manusia dan manusia dengan
dalamnya terjadi kegiatan ekonomi, pemerintahan, politik dan sosial yang mendorong
perkembangan di segala bidang seperti pembangunan fisik kota, yaitu
bangunan-bangunan yang mempunyai fungsi tertentu dan juga pembangunan-bangunan manusianya yang
tinggal di kota maupun yang beraktifitas dengan keahlian maupun kemakmuran.
Manifestasi perubahan-perubahan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan tersebut
adalah kepada perubahan struktur fisik kota. Dan yang terpenting dalam
perubahan-perubahan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan akan elemen perkotaan yang
menunjung kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat adalah kebutuhan akan
ruang.
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kota
Pertumbuhan dan perkembangan kota merupakan suatu istilah yang saling
terkait, bahkan terkadang saling menggantikan, yang pada intinya adalah suatu proses
perkembangan suatu kota. Pertumbuhan kota (urban growth) adalah perubahan kota
secara fisik sebagai akibat perkembangan masyarakat kota. Sedangkan perkembangan
kota (urban development) adalah perubahan dalam masyarakat kota yang meliputi
perubahan sosial politik, sosial budaya dan fisik (Hendarto, 2001).
Menurut Kustiwan dalam Tjahjati (1997), pertumbuhan penduduk dan aktifitas
sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan kota mendorong
pertumbuhan kebutuhan akan lahan. Dan karena karakteristiknya yang tetap dan
terbatas, maka perubahan tata guna lahan menjadi suatu konsekuensi logis dalam
2.2.1 Pola perkembangan kota
Menurut Cheema dalam Jayadinata (1999), karena keadaan topografi tertentu
atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu maka akan berkembang beberapa
pola perkembangan kota dengan pola menyebar (dispersed pattern), pola sejajar
(linear pattern) dan pola merumpun (clustered pattern).
Pola menyebar (dispersed pattern) terjadi pada keadaan topografi yang seragam
dan ekonomi yang homogen. Pada pola sejajar (linear pattern), perkotaan terjadi
akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai dan pantai. Pada pola
merumpun (clustered pattern), biasanya terjadi pada kota-kota yang berhubungan
dengan pertambangan dengan topografi agak datar meskipun terdapat beberapa relief
lokal yang nyata.
Perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada dalam
wilayah perkotaan. Penambahan dan pengurangan aspek sosial, ekonomi dan budaya
dari waktu ke waktu menjadikan kota bersifat dinamis dalam artian selalu berubah
dari waktu ke waktu termasuk pola penggunaan lahannya (Yunus, 2000).
Perkembangan kota dilihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone
tertentu dalam ruang perkotaan.
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perkembangan kota
Kota dimanapun di belahan dunia memiliki unsur-unsur umum yang berlaku
sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan budaya serta yang tidak bisa diabaikan
adalah unsur fisik geografis (Branch, 1995).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota adalah:
1. Fisik Kota (Branch, 1995)
a. Keadaan geografis, berpengaruh terhadap fungsi dan bentuk kota. Kota
sebagai simpul distribusi, misalnya terletak di simpul jalur transportasi di
pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota
pantai misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran dengan
pusat lingkarannya adalah pelabuhan laut.
b. Topografi/tapak menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu
kawasan karena kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam
keadaan labil. Meskipun demikian usaha yang dilakukan manusia untuk
mengubah topografi dapat dilakukan dengan menggali bukit, menguruk
tanah, reklamasi laut/rawa dapat mengurangi hambatan. Kota yang berada
pada daratan yang rata akan mudah berkembang ke segala arah
dibandingkan dengan kota yang berada di wilayah pegunungan.
c. Fungsi Kota, kota yang memiliki aktivitas dan fungsi yang beragam
biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan berkembang pesat
dibanding dengan kota yang memiliki satu fungsi.
d. Sejarah dan kebudayaan, penduduk kota memiliki komitmen untuk
perkembangan lahan yang tidak sesuai, meskipun lokasinya berada di
tengah kota.
e. Unsur-unsur umum seperti jaringan jalan, penyediaan air bersih dan
jaringan penerangan listrik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Faktor Fisik Eksternal, yang meliputi:
a. Fungsi primer dan sekunder kota yang tidak terlepas dan keterkaitan
dengan daerah lain, baik dipandang secara makro (nasional dan
internasional) maupun secara mikro (regional). Keterkaitan ini
menimbulkan arus pergerakan yang tinggi memasuki kota secara
kontinyu.
b. Fungsi kota yang sedemikian rupa merupakan daya tarik bagi wilayah
sekitarnya untuk masuk ke kota tersebut (urbanisasi), karena kota adalah
tempat terkonsentrasinya kegiatan.
c. Sarana dan prasarana transportasi yang lancar, semakin baik sarana
transportasi ke kota maka semakin berkembang kota tersebut, baik
transportasi udara, laut dan darat. Menurut Catanese dan Snyder (1979)
bahwa keberadaan infrastruktur memberi dampak yang sangat besar bagi
kehidupan masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan
ekonomi suatu kota.
3. Faktor Sosial. Ada dua faktor sosial yang berpengaruh dan menentukan
a. Faktor Kependudukan, kesempatan kerja yang tersedia seiring dengan
perkembangan industrialisasi menyebabkan semakin meningkatnya
penduduk kota industri (Lesley E. White, dalam Tri Joko, 2002).
b. Kualitas Kehidupan bermasyarakat, semakin padatnya penduduk kota
maka semakin menurunnya pola-pola kemasyarakatan karena lingkungan
kehidupan yang mengutamakan efisiensi ekonomis telah menimbulkan
berbagai segi degradasi sosial.
4. Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang berpengaruh dan menentukan di
dalam pengembangan dan perkembangan kota dapat dikemukakan tiga hal
pokok (PB. Desai; Ashish, 1965 dalam Tri Joko, 2002) yaitu:
a. Kegiatan usaha, akan sangat menentukan kegiatan masyarakat umumnya.
Terbukanya kesempatan kegiatan usaha pada pusat-pusat atau kota-kota
yang baru akan menarik aliran penduduk ke arah tersebut ( Tri Joko,
2002).
b. Politik Ekonomi, dengan kebijakan politik ekonomi yang tepat maka akan
terjadi pertumbuhan ekonomi meliputi kenaikan pendapatan per kapita,
masuknya investasi dan tumbuhnya kegiatan usaha.
c. Faktor Lahan, konsekuensi logis dari pembangunan kota adalah
meningkatnya kebutuhan akan lahan, dan terjadi proses ekstensifikasi
pertanian menjadi lahan terbangun berdampak bagi perubahan sosial
ekonomi di wilayah pertanian. Para petani yang telah beralih profesi
berusaha mencari celah kegiatan usaha/pekerjaan yang senantiasa ada di
kawasan perkotaan. Akhirnya pertimbangan dalam pola penggunaan
lahan menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan kota.
d. Harga Lahan, menurut Stone dalam Tri Joko (2002) bahwa kenaikan nilai
dan harga lahan umumnya merupakan suatu konsekuensi dari suatu
perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dinilai dari segi
ekonomisnya.
2.2.3 Daya sentrifugal dan daya sentripetal perkembangan kota
Menurut Colby, proses ekspansi serta perubahan struktur tata guna lahan
sebagian besar karena adanya daya sentrifugal (centrifugal force) dan daya sentripetal
(centripetal force) pada suatu kota (Daldjoni, 1992). Daya sentrifugal adalah daya
yang mendorong gerak keluar dari penduduk dan berbagai usahanya. Sedangkan daya
sentripetal adalah gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai usahanya sehingga
terjadi pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia.
Hal-hal yang mendorong adanya daya sentrifugal adalah sebagai berikut:
1. Spatial Force, adanya gangguan yang berulang kali seperti kemacetan lalu
lintas, kurangnya ruang terbuka dan gangguan bunyi yang membuat
2. Site Force, sebagai akibat wilayah yang tidak menguntungkan bagi industri
modern di kota lalu pindah ke wilayah pinggiran yang belum padat
penduduknya, kelancaran lalu litas kendaraan dan kemudahan parkir mobil.
3. Force of Social Evaluation, dikarenakan harga tanah yang mahal, pajak yang
tinggi dan pertumbuhan penduduk.
4. Situational Force, adanya ketidakpuasan fungsi ruang perumahan dalam
kota yang pada umumnya sempit dan tidak sehat, sebaliknya rumah-rumah
yang dapat dibangun diluar kota dapat menjadi lebih luas, nyaman dan sehat.
5. Status and organization of occupance, karena fasilitas transportasi yang
tidak memuaskan menyebabkan kemacetan, keinginan menghuni wilayah
luar kota yang terasa lebih alami.
Sedangkan hal-hal yang mempengaruhi adanya daya sentripetal adalah:
1. Site Attraction, adanya penarik terhadap site dekat dengan pusat kota atau
dekat dengan persimpangan jalan yang strategis bagi kegiatan industri.
2. Functional Convenience Maximum Accessibility, yaitu terdapat berbagai
kegiatan bisnis dengan kemudahan aksesibiltas.
3. Functional Magnetism, adanya berbagai fasilitas umum untuk olahraga,
hiburan dan seni budaya yang dapat dikunjungi pada waktu senggang.
4. Functional Prestige, sebagai pusat kegiatan perdagangan/perbelanjaan,
2.3 Pengertian Tata Guna Lahan
Dari segi fisik geografi, lahan merupakan wadah bagi sebuah hunian yang
mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya. Sedangkan ditinjau
dari segi ekonomi lahan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan penting
dalam suatu produksi (Lichfield dan Drabkin, 1980). Menurut Lindgen (1985),
penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama dengan lahan yaitu merupakan
tempat tinggal, lahan usaha, lapangan olah raga, rumah sakit dan areal pemakaman.
Sedangkan penutup lahan (land cover) cenderung mengarah ke vegetasional dan
buatan manusia atas lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia.
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung
berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan lahan adalah
suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud pembangunan
secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989). Jayadinata mengatakan bahwa penggunaan
lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu
waktu.
Guna lahan menurut Edy Darmawan (2003) adalah pengaturan penggunaan lahan
untuk menentukan pilihan terbaik dalam bentuk pengalokasian fungsi tertentu, sehingga
dapat memberikan gambaran secara keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan
tersebut seharusnya berfungsi. Pemanfaatan lahan di kota selalu dihubungkan dengan
penilaian yang bertumpu pada ekonomis atau tidaknya jika sebidang tanah dimanfaatkan
2.3.1 Klasifikasi penggunaan lahan
Klasifikasi penggunaan lahan di kabupaten dan kota di Indonesia
dikembangkan berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung dan PP No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Atas dasar itu, penggunaan lahan di kabupaten dan kota dibagi menjadi dua
klasifikasi besar, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Adapun rincian
klasifikasi penggunaan lahan lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
2.3.2 Klasifikasi pemanfaatan ruang
Pemanfaatan ruang dalam zoning regulation ini mengacu pada sistem kegiatan
yang berkembang dalam sebuah penggunaan lahan. Pemanfaatan ruang adalah semua
aktivitas dan atau fungsi yang mungkin terjadi pada hirarki terakhir dari sebuah
penggunaan lahan. Pemanfaatan ini didapatkan dari survei lapangan terhadap semua
penggunaan yang ada di kabupaten dan kota. Untuk mempermudah klasifikasi,
pemanfaatan ruang di kabupaten dan kota dibagi menjadi beberapa kategori dan
sejumlah sub kategori. Adapun rincian pemanfaatan ruang selengkapnya dapat dilihat
Tabel 2.1 Detail Klassifikasi Penggunaan Lahan
Sumber: Keppres Nomor 32 Tahun 1990.
Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3 Hirarki 4 Hirarki 5
Simb ol Nama Zona Simb ol
Nama Zona Simb
ol
Nama Zona Simbol Nama Zona Simb ol
Nama Zona
L Kawasan
Lindung
LB Kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan Bawahannya
LB-1 kawasan hutan lindung
LS Kawasan perlindungan setempat LS-5 Taman kota
LR Kawasan rawan bencana alam LR-4 Kawasan rawan
gelombang pasang/tsunami dan banjir (buffer zone II)
LL Kawasan lindung lainnya LL-4 Kawasan pantai
berhutan bakau
(buffer zone I)
B Budidaya BH kawasan hutan produksi
BT kawasan pertanian BT-3 kawasan tanaman
tahunan/perkebunan
BI Kawasan peruntukan industri BIP Industri pergudangan BIP-2 Industri depo atau
pergudangan terbuka (Oil
Bunker)
BP kawasan permukiman BPK Permukiman perkotaan BPK-1 Perumahan perkotaan BPK-
1-1 Perumahan Kepadatan Tinggi BPK- 1-2 Perumahan Kepadatan Sedang BPK- 1-3 Perumahan Kepadatan Rendah
BPK-2 Pusat Pelayanan (Kota) BPK-3 Pusat Pelayanan
Terbatas
BPD Permukiman Perdesaaan
Tabel 2.2 Kategori Pemanfaatan Ruang
KATEGORI SUB KATEGORI
Hunian Rumah Tunggal
Rumah Kopel, Rumah Deret Apartemen, Kondominium Rumah Susun
Rumah Dinas
Wisma Tamu (Guest House), sebagai aksesori Kost
Rumah Usaha sebagai aksesori Rumah Jompo
Panti Perawatan/Rehabilitasi Panti Asuhan/Penampungan
Komersial Pasokan Bahan Bangunan dan Alat Pertukangan
Alat-alat Rumah Tangga, Perabot, dan Perkakas Toko Makanan dan Minuman
Barang Kelontong dan Kebutuhan Sehari-hari Pakaian dan Perlengkapannya
Pasokan Pertanian Apotik dan toko obat
Jasa Komersial Jasa Bangunan
Jasa Pelayanan Bisnis
Jasa Usaha Makanan dan Minuman Jasa Perawatan/Perbaikan/Reparasi Jasa Pengiriman Pesanan/Ekspedisi Jasa Personal
KATEGORI SUB KATEGORI
Fasilitas Penitipan Anak Panti Pijat, Spesialis/ahli
Klinik dan Laboratorium Kesehatan Salon dan Spa/ perawatan kecantikan Jasa Bangunan
Jasa pemakaman
Perkantoran Bisnis dan Profesional
Pemerintahan
Praktisi Medis, Dokter Gigi, dan Ahli Kesehatan
Institusional Tempat Ibadah
TK, SD, SMU
Sekolah Tinggi, Universitas Sekolah Kejuruan
Rumah Sakit dan Fasilitas Perawatan
Transmisi Induk, Relay, dan Distribusi Komunikasi Museum
Lembaga Pelayanan Sosial
Industri Industri Berat
Industri Ringan Industri Manufaktur
Tabel 2.2 (lanjutan)
Terminal/Pool Truck dan Transportasi Percetakan/Penerbitan
Penimbunan Rongsokan Industri Pergudangan Industri Depo Pelayanan dan Jasa
Kendaraan Bermotor
Bengkel Kendaraan Pribadi/Niaga
Penjualan/ Persewaan Kendaraan Pribadi/Niaga
Penjualan/Persewaan Peralatan dan Perlengkapan Kendaraan Penjualan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Ruang terbuka Hijau Rekreasi Aktif (Taman Bermain, Theme Park, Kebon Binatang)
Rekreasi Pasif (Taman) Pemakaman
Lapangan Golf, Driving Range Lapangan Tembak
Danau/Situ/Waduk Lapangan Olahraga
Preservasi Sumber Daya Alam
Penjualan Tamanan Hias dan Bunga di Ruang Terbuka
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997
2.3.3 Pola tata guna lahan
Pola tata guna lahan adalah model susunan tata guna lahan dalam konteks
keruangan suatu kota dalam penggunaan media atau lahan untuk fungsi kota. Tiap kota di
negara maju maupun negara berkembang mempunyai pola tata guna lahan atau pola
keruangan kota yang tidak sama. Perbedaan pola keruangan ini menurut Bintarto (1977)
disebabkan oleh: luas daerah kota, unsur topografi, faktor sosial, faktor budaya, faktor
politik, dan faktor ekonomi. Dan pada garis besarnya, pola keruangan kota dibagi
menjadi 2 (dua), yakni: inti kota (core the city) dan selaput kota (intergruments), dimana
pada kedua daerah tersebut masih dapat dijumpai daerah-daerah kosong (interstices).
[image:38.612.133.500.105.320.2]1. Teori Jalur Sepusat (Concentric Zone Theory) yang dikemukakan oleh EW.
Burgess. Teori ini membagi lima zone penggunaan lahan dalam kawasan
perkotaan yaitu: kawasan pusat kota; kawasan transisi untuk komersial dan
industri; kawasan perumahan buruh yang berpendapatan rendah; kawasan
perumahan buruh yang berpendapatan sedang; kawasan yang menampung
perkembangan baru dan di sepanjang jalan besar menuju kawasan ini terdapat
masyarakat berpenghasilan menengah dan atas.
2. Teori Sektor (Sector Theory), konsep yang dikemukakan Humer Hoyt ini
menyatakan bahwa kota-kota tidak tumbuh di dalam zone konsentrik saja, tetapi
juga di sektor-sektor lain sejenis perkembangannya, sehingga daerah perumahan
dapat berkembang keluar sepanjang ada hubungan transportasinya. Susunan
zone penggunaan lahan dalam teori ini adalah: pusat kota berada di dalam
lingkaran pusat; pada sektor tertentu terdapat pula kawasan industri ringan dan
kawasan perdagangan; perumahan buruh yang dekat dengan pusat kota dan
sektor bagian sebelahnya; perumahan golongan menengah ditempatkan agak
jauh dari pusat kota dan sektor industri dan perdagangan; perumahan golongan
atas diletakkan lebih jauh lagi dari pusat kota.
2.3.4 Perubahan guna lahan
Pengertian konversi lahan atau perubahan guna lahan adalah alih fungsi atau
mutasi lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber
daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati, 1997). Namun sebagai
pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke
penggunaan non-pertanian atau perkotaan yang diiringi dengan meningkatnya nilai
lahan (Pierce dalam Iwan Kustiwan 1997).
Mengutip penjelasan Bourne (1982), bahwa ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota; peremajaan di
pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan transportasi; serta
tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara keseluruhan
perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan permukiman dan
perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam, dan
dipengaruhi oleh:
1. Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal,
potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.
2. Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan
kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.
3. Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.
Catanese (1986) mengatakan bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan
sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi, dimana hubungan ketiganya
sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan
Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan
mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak di
pinggiran kota yang mulai berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi
juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek akan
menghasilkan keuntungan yang tinggi.
Selanjutnya menurut Bintarto (1989) dari hubungan yang dinamis ini timbul
suatu bentuk aktivitas yang menimbulkan perubahan. Perubahan yang terjadi adalah
perubahan struktur penggunaan lahan melalui proses perubahan penggunaan lahan
kota, meliputi:
1. Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan yang
terjadi setempat dengan tidak perlu mengadakan perpindahan, mengingat
masih adanya ruang, fasilitas dan sumber-sumber setempat.
2. Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan yang terjadi pada
suatu tempat yang mengakibatkan gejala perpindahan suatu bentuk aktifitas
atau perpindahan sejumlah penduduk ke daerah lain karena daerah asal tidak
mampu mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan swadaya yang
ada
3. Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku
penduduk dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi
2.4 Perumahan dan Permukiman
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta
prasarana dan sarana lingkungannya. Perumahan menitikberatkan pada fisik atau
benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan permukiman memberikan
kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di
dalam lingkungan, sehingga permukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan
bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia.
Dengan demikian perumahan dan permukiman merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.
Kota sesuai dengan didefinisikan ialah konsentrasi penduduk yang berpenghidupan
non agraris. Oleh karena itu merupakan konsentrasi penduduk, maka permukiman
adalah merupakan kebutuhan yang sangat penting. Di dalam setiap rencana kota
dapat dilihat bahwa tata guna lahan yang terbesar akan diperlukan untuk
permukiman.
Permukiman pada garis besarnya terdiri dari dari berbagai komponen. Pertama,
ialah lahan atau tanah yang diperuntukan untuk pemukiman itu dimana kondisi tanah
akan mempengaruhi harga dari satuan rumah yang dibangun di atas lahan itu. Yang
kedua, prasarana pemukiman yaitu jalan lokal, saluran drainase, saluran air kotor,
saluran air bersih serta jaringan listrik dan telepon, yang semuanya turut menentukan
kualitas pemukiman yang dibangun. Dan komponen yang ketiga, yaitu perumahan
memiliki komponen yang keempat, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial (kadang
disebut fasilitas kota), yaitu fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan
bermain dan lain-lain dalam lingkungan pemukiman itu.
2.5 Permukiman Perkotaan
Tidak semua kawasan permukiman di perkotaan di Indonesia memenuhi syarat
seperti yang diuraikan di atas. Untuk kota-kota besar dan menengah yang mempunyai
sejarah sebagai tempat kekuasaan pemerintah kolonial, ada kawasan-kawasan kota
tertata rapi yang dulu diperuntukan bagi orang Eropa, seperti kawasan Menteng di
Jakarta, Kawasan Polonia di Medan. Kawasan permukiman orang-orang Eropa ini
kemudian berpindah tangan menjadi kawasan permukiman orang-orang kaya ataupun
pejabat pemerintah sehingga pemeliharaan kondisi lingkungan kawasan tersebut tetap
terlaksana,sehingga tetap tetata dengan baik.
Ada kawasan-kawasan kota sejak awal didirikan, oleh pemerintah kolonial,
memang tidak tertata rapi yaitu diperuntukan bagi orang-orang pribumi. Kawasan ini
sejak awal mempunyai jalan-jalan yang sangat sempit, tata bangunan yang tidak
teratur dan prasarana lingkungan yang tidak baik. Kondisi kawasan ini makin
diperburuk pula dengan adanya migrasi yang tinggi yang umumnya terdiri dari
masyarakat berpenghasilan rendah yang akan mencari tempat di kampung-kampung
kota, sehingga kawasan yang tidak tertata ini akhirnya menjadi kawasan kumuh.
Urbanisasi yang tinggi juga menimbulkan kawasan kumuh bukan saja pada
migran karena keterbatasan dana mendirikan permukiman secara berkelompok.
Biasanya 80% dari perumahan penduduk asli atau para migran tidak memliki IMB
(izin membangun bangunan) dan tidak mengikuti pola tata kota. (BN. Marbun, SH.
1990), dan karena miskin mereka berusaha memanfaatkan tanah dengan
sehemat-hematnya sehingga tata bangunan menjadi tidak teratur dan jalan-jalan sempit. Pada
saat mereka membangun perumahannya, prasarana pemukiman (jalan, drainase, dan
lain-lain) belum ada, sehingga setelah pemukiman terbangun, pembangunan
jalan-jalan ini menjadi sulit karena ruang-ruang untuk pembangunan prasarana itu tidak
ada.
Hal ini membuat keadaan kawasan ini menjadi benar-benar buruk dan jauh dari
standart perencanaan kota yang berlaku. Di samping padat dan tata bangunan yang
tidak teratur kondisi rumah juga tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan, yaitu
bangunan darurat, lantai tanah, sumber air dari sumur, tidak mempunyai WC, atau
kakus yang dekat dengan sumur, tidak menerima pelayanan pengangkutan sampah
dan lain-lain.
2.6 Kawasan Industri
Kawasan industri merupakan satuan areal yang secara fisik didominasi oleh
kegiatan industri, baik dalam bentuk kompleks industri, estate industri, peruntukan
lahan industri, lingkungan industri kecil maupun sentra industri kecil yang secara
fisik mempunyai batas tertentu. Dalam suatu kawasan industri, walaupun secara fisik
sosial ekonomi lain, sepanjang masih bersifat sebagai unsur penunjang kelangsungan
kegiatan industri, seperti perumahan karyawan, balai latihan, dsb.
Menurut National Industrial Zoning Commitee’s, USA (1967), yang dimaksud
kawasan Industri atau sering juga disebut Industrial Estate adalah sebuah kawasan
industri di atas tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikelola oleh seorang
atau sebuah lembaga, karena lokasinya, topografinya, zoning-nya yang tepat,
ketersediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas
transportasi.
Definisi lain menurut Industrial Development Handbook dari ULI- The Urban
Land Institute, Washington DC (1975), kawasan industri adalah suatu daerah atau
kawasan yang biasanya didominasi oleh industri. Kawasan industri biasanya
mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari atas peralatan-peralatan pabrik
(industrial plants), penelitian dan juga laboratorium untuk pengembangan, bangunan
perkantoran, bank dan prasarana lainnya sebagai fasilitas sosial yang mencakup
perkantoran, perumahan, sekolah, peribadatan, open space dan lainnya.
Rumusan dalam Keppres No. 41 Tahun 1996, kawasan industri adalah sebagai
kawasan pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang
telah memiliki ijin usaha kawasan industri, dan biasanya diisi oleh industri
manufaktur. Secara implisit, pemerintah Indonesia mengkategorikan industri
ketergantungan pada ekspor komoditas primer terutama minyak dan gas bumi
(Kuncoro, 2002).
Zona industri adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan
berkembangnya kegiatan geografis, baik berupa industri dasar maupun industri hilir,
berorientasi kepada konsumen akhir dengan populasi tinggi sebagai penggerak utama
secara keseluruhan membentuk berbagai kawasan yang terpadu dan beraglomerasi
dalam kegiatan ekonomi dan memiliki daya ikat spasial (Dirdjojuwono, 3-4, 2003).
Keunggulan daya saing wilayah dalam pengembangan kawasan industri adalah:
ketersediaan lahan, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur yang disebut sebagai
basic factor dan tenaga terampil serta kemajuan teknologi yang disebut advantage
factor (Djajadiningrat, 2004).
Tujuan pembangunan kawasan industri antara lain untuk mempercepat kawasan
industri di daerah, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong
kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, meningkatkan upaya
pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Adapun tujuan pengembangan
kawasan industri adalah mengatur tata ruang dan meminimalkan kasus pencemaran
(terutama bagi daerah yang iklim investasi industrinya tinggi), sebagai penciptaan
iklim investasi bagi daerah-daerah yang terpencil dan menciptakan profit.
2.6.1 Kriteria lokasi kawasan industri
1. Jarak ke pusat kota. Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi lokasi industri
adalah dalam rangka memperoleh kemudahana fasilitas pelayanan, baik
prasarana dan sarana maupun dalam kaitannya dengan penyediaan bahan
baku yang diperlukan dan kepentingan pemasaran produk yang dihasilkan
2. Jarak ke daerah pemukiman. Pertimbangan jarak ke daerah pemukiman
bagi penentuan lokasi industri pada dasarnya adalah untuk kemudahan
memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan.
3. Lokasi industri akan ditempatkan tidak jauh dari jaringan jalan karena
pertimbangan pencapaian kemudahan transportasi (aksesbilitas) untuk
penyediaan bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran hasil produksi.
4. Lokasi industri harus memperhatikan jaraknya terhadap keberadaan
fasilitas pelayanan dan prasarana penunjangnya yang memberikan
kontribusi terhadap biaya produksi.
2.6.2 Faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi industri
Pengambilan keputusan berkenaan dengan penetapan lokasi industri oleh suatu unit
pengambil keputusan akan mempengaruhi efisiensi lokasi unit pengambil keputusan
lainnya, sehingga konfigurasi tata ruang selalu berubah. Berkaitan dengan hal tersebut,
menurut Budiharsono (2001) ada faktor-faktor yang menentukan pemilihan suatu lokasi
untuk suatu kegiatan industri yang dikelompokkan menjadi:
1. Input Lokal. Input lokal adalah semua barang dan jasa yang ada pada suatu
input lokal adalah: lahan, iklim, kualitas udara, kualitas air, keadaan lingkungan,
pelayanan umum yang ada pada suatu lokasi, dan sebagainya. Salah satu sifat
umum dari input lokal adalah ketersediaannya bergantung pada keadaan lokasi
itu sendiri dan ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh transfer input dari lokasi
lain.
2. Permintaan Lokal. Permintaan lokal atau output yang adalah permintaan yang
tidak dapat ditransfer dari suatu lokasi. Contohnya: permintaan tenaga kerja
oleh pabrik lokal, permintaan pelayanan lokal seperti mesjid, bioskop, dan
sebagainya.
3. Input yang Dapat Ditransfer. Input yang dapat ditransfer adalah persediaan input
yang dapat dikirim atau diminta dari sumber-sumber di luar suatu lokasi, yang
sampai batas tertentu merupakan pencerminan biaya transportasi dari
sumber-sumber input ke lokasi tersebut.
4. Permintaan dari Luar. Permintaan dari luar atau output yang dapat ditransfer
adalah permintaan bersih yang diperoleh dari penjualan output yang dapat
ditransfer ke pasar di luar lokasi, yang merupakan pencerminan dari biaya
transfer atau biaya transportasi dari lokasi tersebut ke pasar-pasar.
2.6.3 Perkembangan industri perkotaan
Chenery dan Syrquin dalam Tambunan (2001) menemukan bahwa transformasi
struktur ekonomi akan berkembang sejalan dengan pendapatan per kapita,
perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor
Mudrajad Kuncoro (2002) tentang Industri Besar dan Menengah (IBM) di Indonesia
menghasilkan ciri-ciri suatu daerah disebut sebagai kabupaten/kota industri. Ciri
utama daerah industri adalah daerah yang memiliki tingkat kepadatan industri yang
tinggi atau sangat tinggi baik dalam jumlah pekerja maupun nilai tambah. Kriteria
kabupaten/kota yang memiliki daerah kepadatan industri tinggi dan sangat tinggi
adalah:
1. Tinggi apabila memiliki jumlah tenaga kerja antara 25.000 sampai 125.000
orang, atau sangat tinggi bila jumlah pekerjanya lebih dari 125.000 orang.
2. Tinggi apabila menghasilkan nilai tambah antara Rp. 450 milyar hingga Rp.
2 triliun, atau sangat tinggi apabila menghasilkan nilai tambah lebih dari Rp.
2 triliun.
2.6.4 Pengaruh industri terhadap perubahan fisik kota.
Transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri merupakan perubahan
karakter perdesaan ke perkotaan sehingga akan membawa efek ganda pada
perubahan-perubahan lainnya (multiplier efect). Hal ini akan menuntut pula adanya
transformasi alokasi sumber daya lahan dari pertanian ke non-pertanian. Proses alih
fungsi ini melibatkan reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun
ekspansinya ke arah luar (Pierce dalam Kustiwan, 1997).
Industri memiliki pengaruh yang menimbulkan akibat fisik di dalam
dalam berbagai bentuk yang berbeda. Bila suatu kota sangat tergantung hanya kepada
satu jenis industri atau perusahaan, perkembangan industri atau perusahan tersebut
akan menentukan apakah kota tersebut akan berkembang atau hancur.
Kehadiran industri-industri baru dalam suatu wilayah akan berpengaruh besar
terhadap jumlah tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja ini belum tentu terpenuhi dari
penduduk wilayah tersebut, sehingga harus mendatangkan dari luar daerah. Wilayah
tersebut akan berkembang menjadi kota-kota yang besar dan padat penduduknya.
Kota tersebut berkembang menjadi tempat tinggal tenaga kerja yang jumlahnya
cukup besar. Sudah menjadi konsekuensi logis, lahan tak terbangun akan berubah
menjadi tempat-tempat permukiman.
Akibat lain dari tumbuhnya industri yang dianggap buruk adalah timbulnya
polusi yang sering menimbulkan berbagai pendekatan penanganan baik dalam
kalangan masyarakat, maupun dalam kalangan industri sendiri. Di samping itu,
bertambahnya penduduk membawa mobilitas yang semakin tinggi yang
menimbulkan keruwetan lalu lintas dan tata kota, harga tanah yang melonjak dan
biaya hidup yang terus meningkat.
2.7 Pelabuhan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dan daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi (Pasal 1 ayat 1 UU No. 21 Tahun 1992
jo Pasal 1 ayat 1 PP No.69 Tahun 2001).
Berdasarkan definisi tentang pelabuhan sebagaimana tersebut di atas ada
beberapa hal yang berkaitan dengan pelabuhan, diantaranya yaitu pelabuhan
merupakan tempat kegiatan pemerintahan kegiatan ekonomi. Kegiatan pemerintahan
di pelabuhan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pelabuhan dan fungsi pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan pengawasan
pelabuhan. Dalam penyelenggaraan pelabuhan pemerintah merupakan pemegang
fungsi keselamatan pelayaran, bea dan cukai, imigrasi, karantina, keamanan dan
ketertiban.
Sedangkan pelabuhan sebagai tempat kegiatan ekonomi adalah berhubungan
dengan pelabuhan sebagai tempat penjualan atau pelayanan jasa kepelabuhanan, yang
dilaksanakan oleh:
1. Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Pelabuhan di pelabuhan umum yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
2. Unit Pelaksana dari Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan umum yang
2.7.1 Pelayanan jasa pelabuhan
Jenis pelayanan jasa kepelabuhanan meliputi:
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan tempat
berlabuh.
2. Pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal
(pilotage) dan pemberian jasa penundaan kapal laut;
3. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk bertambat, bongkar muat
barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik turun penumpang dan
kendaraan;
4. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang,
angkutan di perairan pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan
pelabuhan;
5. Penyediaan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan sehubungan
dengan kepentingan kelancaran angkutan laut dan industri;
6. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran
pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air minum, depo bahan bakar dan
pemadam kebakaran;
7. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;
8. Penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa
2.7.2 Lokasi pelabuhan
Menurut lokasinya, pelabuhan merupakan suatu daerah yang terdiri dari daratan
dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan fasilitas kegiatan penunjang pelabuhan.
Pembangunan pelabuhan umum dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis
kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dan memperhatikan keterpaduan intra dan
antarmoda transportasi serta wajib memperoleh izin dari Pemerintah dimana lokasi
pelabuhan tersebut berada.
Selanjutnya dibuatlah rencana induk pelabuhan sesuai dengan lokasi yang
ditetapkan yang berisi rencana peruntukan lahan daratan dan rencana peruntukan
perairan, yang batas-batas kebutuhan lahan daratan dan perairan berdasarkan pada
pedoman teknis. Rencana peruntukan lahan daratan dan perairan digunakan untuk
menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan
yang meliputi kegiatan jasa kepelabuhan, kegiatan pemerintahan, kegiatan jasa
kawasan, kegiatan penunjang kepelabuhanan..
Kebutuhan daerah yang berhubungan dengan kepentingan kerja pelabuhan
ditentukan batas-batasnya selanjutnya dinamakan daerah lingkungan kerja pelabuhan
(DLKr) dan daerah yang berhubungan dengan kepentingan pelabuhan ditentukan
batas-batasnya, selanjutnya dinamakan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
2.7.3 Fungsi pelabuhan
Menurut penggunaanya pelabuhan merupakan suatu tempat yang digunakan
sebagai:
1. Tempat kapal bersandar dan berlabuh. Sehubungan pelabuhan sebagai
tempat kapal dan berlabuh maka pelabuhan memliki dermaga sebagai tempat
sandar, kolam pelabuhan sebagai tempat manuver kapal untuk sandar,
perairan pelabuhan sebagai tempat kapal berlabuh jangkar (anchor) dan alur
pelayaran sebagai tempat untuk keluar masuk pelabuhan, serta kapal tunda
dan pandu untuk membantu kapal yang keluar masuk alur dan manuver
kapal untuk merapat/sandar di dermaga pelabuhan.
2. Tempat naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang. Untuk
keperluan naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang diperlukan
berbagai peralatan seperti: terminal penumpang/barang, tangga naik turun
penumpang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya, crank sebagainya alat
bantu bongkar dan muat barang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya,dst.
2.7.4 Penunjang kegiatan pelabuhan
Usaha kegiatan penunjang pelabuhan terdiri dari:
1. Kegiatan yang tidak termasuk usaha pokok pelabuhan.
2. Kegiatan yang menunjang kelancaran operasional pelabuhan yang dalam
3. Kegiatan yang dapat membantu kelancaran pelabuhan dan tidak akan
menggangu kelancaran operasional pelabuhan.
4. Usaha kegiatan penunjang pelabuhan dapat dilaksanakan oleh:
a. Unit Pelaksana Teknis atau Badan Usaha Pelabuhan.
b. Badan Hukum Indonesia atas persetujuan Unit Pelaksana Teknis atau
Badan Usaha Pelabuhan. Persetujuan sebagaimana dimaksud dituangkan
dalam suatu perjanjian atau kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan.
5. Tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi
Pelabuhan sebagai bagian dari pelayaran merupakan tempat perpindahan
angkutan dari moda transportasi laut menuju ke moda transportasi darat atau
sebaliknya dari moda transportasi darat ke moda transportasi laut.
Pelayaran yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu
dikembangkan dengan memperlihatkan sifatnya yang padat modal, sehingga mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih luas, baik didalam negeri maupun ke dan dari
luar negeri. Mengingat penting dan strategisnya peranan pelayaran yang menguasai
hajat hidup orang banyak, maka pelayaran dikuasai oleh negara yang pembiayaannya
dilakukan oleh Pemerintah.
Sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran, pelabuhan
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya, ditata secara
terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kepelabuhanan sesuai dengan tingkat
kebutuhan. Pelabuhan ditata dalam satu kesatuan tatanan kepelabuhanan nasional
guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, dan berkemampuan
tinggi, menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka
menunjang pembangunan nasional dan daerah, serta sekurang-kurangnya memuat
kegiatan, peran dan fungsi, klasifikasi, dan jenis pelabuhan.
2.7.5 Kategorisasi pelabuhan
Pelabuhan dapat dikategorikan dalam beberapa jenis menurut sifat dan
fungsinya masing-masing:
1. Pelabuhan menurut kegiatannya terdiri dari pelabuhan yang melayani
kegiatan-kegiatan seperti angkutan laut (pelabuhan laut); angkutan sungai
dan danau (pelabuhan sungai dan danau); dan angkutan penyeberangan
(pelabuhan penyeberangan).
2. Pelabuhan menurut perannya merupakan simpul dalam jaringan transportasi
sesuai dengan hirarkinya; pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah,
nasional dan internasional; tempat kegiatan alih moda transportasi;
penunjang kegiatan industri dan perdagangan; tempat distribusi, konsolidasi