BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
B. Kajian Teori
No Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1 2 3 4 5 6
pemahaman ilmu nahwu dan metode bandongan
terhadap
kemampuan kitab kuning sebesar 26,3%, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variable lain.
Jadi perbedaan dalam penelitian di atas yaItu dalam penelitian pertama implementasi metode bandongan fokus melalui pembelajaran kitab kuning, dan yang kedua yaitu fokus melalui persepsi santri terhadap metode pembelajaran bandongan, dan yang ketiga fokus melalui pembentukan karakter santri, dan yang ke empat yaitu fokus pada pemahaman terhadap kitab, dan yang ke lima pengaruh terhadap pemahaman ilmu nahwu dan metode bandongan sedangkan penelitian yang akan dilakukan fokus terhadap pemahaman santri melalui metode bandongan di Pondok Pesantren islam Nyai Zainab Shiddiq Jember.
ustadz dengan santri. Di pondok pesantren terdapat berbagai macam metode pembelajaran yaitu metode sorogan, metode muhawarah, metode mudzakarah, metode bandongan, metode majlis taklim.23
1. Perencanaan Metode Bandongan
Perencanaan adalah langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama dalam perencanaan ini adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. Aktifitas ini merupakan pengembangan perencanaan untuk mengadakan tes dan penyesuaian tentang penampilan siswa secara individual.24
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Arikanto bahwa:
“Jadwal merupakan sesuatu yang akan sangat membantu pelaksanaan pengajaran. Andaikata jadwal tersebut tidak tersusun dengan baik maka guru dan murid akan kehilangan banyak waktu.”25
Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
23 Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 126-128.
24 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kopetensi Guru,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 92.
25 Arikanto, Suharnisi, Organisasi Pendidikan Dan Administasi Pendidikan Teknologi Dan Keuruan (Jakarta: Departemen P Dan K Ditjen Dikti, 1988), 125.
pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu.26
Unsur-unsur penting dalam sebuah metode berdasarkan pandangan beberapa para ahli antara lain:27
a. Merupakan seperangkat alat menyampaikan pembelajaran b. Adanya guru sebagai pembawa yang ada
c. Ada tujuan yang ingin dicapai
d. Menciptakan Suasana yang mendukung e. Melibatkan subjek didik
Secara bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bandongan diartikan dengan “pengajaran dalam bentuk kelas (pada sekolah agama)”.28 Sedangkan secara terminologi, ada beberapa defenisi yang dipaparkan oleh para pakar, antara lain adalah menurut Zamakhsyari Dhofier yaitu
Metode bandongan merupakan metode utama dalam sistem pengajaran di pesantren. Dalam sistem ini, sekelompok murid (antara 5 sampai dengan 500 murid) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering mengulas bukubuku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit untuk dipahami. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang secara bahasa diartikan lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.29
26 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 2.
27 Jamil Suprihatiningrum, Stratege Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2013), 156.
28 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 87.
29 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren , 54.
Metode bondongan merupakan hasil adaptasi dari metode pengajaran agama yang berlangsung di timur tengah terutama di Makkah dan Al-Azhar, Mesir. Kedua tempat ini menjadi kiblat pelaksanaan metode wetonan lantaran di anggap sebagai poros keilmuan bagi kalangan pesantren sejak awal pertumbuhan hingga hasil perkenalan intelektual antara perintis (kiai) pesantren dengan pendidikan agama yang berlangsung di Makkah dan Al-Azhar, baik melalui ibadah haji maupun keperluan mencari ilmu. Disamping itu Makkah dianggap memiliki suatu keistimewaan sebagai kota kelahiran islam”.30
Metode bandongan dikhususkan bagi peserta didik kelas menengah dan kelas tinggi yang telah lulus dari sistem sorogan yang dianggap sangat sulit bagi kebanyakan santri di pesantren. Kebanyakan pesantren besar pada umumnya menyelenggarakan bermacam-macam halaqah (kelas bandongan), mengajarkan mulai dari kitab-kitab dasar sampai tingkat tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali pada hari jum’at karena dalam tradisi pesantren kalau hari jum’at libur), dari pagi-pagi buta setelah sholat shubuh sampai larut malam.
Penyelenggaraan kelas bandongan ini karena sistem yang berkembang di pesantren dimana kyai memerintahkan santri senior untuk mengajar di kelas halaqah. Santri senior yang diberi tugas mengajar ini mendapat gelar ustadz (guru).31
30 Moh.Said Dan Juminar Affan, Mendidik Dari Zaman Ke Zaman, (Bandung::
Jemmars, 1987), 91.
31 Amin Haedari Dkk, Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas Dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta : IRD PRESS, Cet. I, 2004), 41-43.
Menurut Kompri sebagaimana yang tertulis dibukunya bahwa metode bandongan adalah metode pengajaran dengan cara ustadz atau kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab atau buku-buku keislaman dalam bagasa arab, sedangkan santri mendengarkannya.32 Mereka memperhatikan kitab atau bukunya sendiri dan membyat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata yang diutarakan oleh ustadz atau kiai.
Proses pengajian dengan metode ini adalah kiai atau Ustādz membaca suatu kitab dalam waktu tertentu serta para santri membawa kitab yang sama sambil mendengarkan dan menyimak bacaan kiai atau Ustādzah, mencatat terjemahan dan keterangan tentang kitab yang dikaji, kegiatan tersebut dalam dunia pesantren sering disebut dengan maknani, ngesahi atau njenggoti.33
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikap pasif.
Sebab kreatifitas dalam proses belajar-mengajar didominasi ustadz atau kiai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangannya. Dengan kata lain, santri tidak dilatih mengekspresikan daya kritisnya guna mencermati kebenaran suatu pendapat.
Peran kiai atau guru dalam metode Bandongan yaitu sebagai Keynote Speaker atau pembicara utama dalam pengajian Bandongan.
Sedangkan peran santri dalam metode Bandongan yaitu sebagai audiens
32 Kompri, Menejemen dan Kepemimpinan Pondok Pesantren, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 131.
33 Abbudin Nata, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: PT Grasindo, 2001), 177.
pasif yang mendengarkan dan mencatat segala sesuatu yang di sampaikan oleh guru atau kiai. Jadi metode Bandongan adalah kiai menggunakan bahasa daerah setempat, kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan, kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kiai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode tertentu sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang menyerupai jenggot seorang kiai.
Bandongan dalam prakteknya selalu berorientasi pada pemompaan materi tanpa melalui control tujuan yang tegas. Dalam metode ini, santri bebas mengikuti pelajaran karena tidak diabsen. Kiai sendiri mungkin tidak mengetahui santri-santri yang tidak mengikuti pelajaran terutama jika jumlah mereka puluhan atau bahkan ratusan orang. Ada peluang bagi santri untuk tidak mengikuti pelajaran.
Sedangkan santri yang mengikuti pelajaran melalui metode bandongan ini adalah mereka yang berada pada tingkat menengah.
Menyimpulkan dari beberapa pengertian di atas, yang dimaksud metode bandongan ialah sistem pengajaran yang diberikan secara berkelompok diikuti oleh seluruh santri, seorang guru membaca suatu kitab pada waktu tertentu, santri mendengarkan dan menyimak bacaan guru tersebut dengan mencatat hal-hal yang dianggap penting pada kitabnya masing-masing.
2. Pelaksanaan Metode Bandongan
Pelaksanaan adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran.34 Dari penjelasan diatas maka peneliti penyimpulkan bahwa pelaksanaan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh guru/ustadzah kepada murid-murid untuk mencapai suatu yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar berlangsung.
Adapun didalam pelaksanaan ini ada beberapa bagian yaitu:
a. Syarat Pelaksanaan Metode Bandongan
Agar pelaksanaan metode bandongan dapat berjalan dengan baik, maka seorang guru harus mengetahui syarat-syarat penggunaan metode tersebut, sehingga para siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan dengan baik pula. Adapun syarat-syaratnya antara lain : 1) Metode ini hanya cocok diberikan pada siswa yang sudah
mengikuti sistem sorogan.
2) Murid yang diajarkan sekurang-kurangnya lima orang.
3) Tenaga guru yang mengajar sedikit, sedangkan murid yang diajar banyak.
4) Bahan yang diajarkan terlalu banyak, sedangkan alokasi waktu sedikit.
5) Dalam pelaksanaanya menggunakan bahasa daerah setempat sebagai bahasa pengantar.
34 Sugeng Listy Prabowo Dan Farida Nurmaliyah, Perencanaan Pembelajaran, (Malang: UIN Malik Prees, 2010), 91.
6) Masing-masing santri harus mempunyai kitab masing-masing.35 b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Bandongan
Dalam metode bandongan ini seorang guru memulai pembelajarannya dengan membacakan Bismillah terlebih dahulu, kemudian bertawasul kepada sesepuh dan pengarang kitab serta memuji Allah Swa dan shalawat kepada Rasulullah Swt dengan meminta harapan agar ilmu yang didapatkan bermanfaat baik di dunia dan di akhirat. Kemudian dengan Bahasa yang mudah untuk dipahami guru membaca, menerjemahkan kalimat demi kalimat pada kitab yang dipelajari, kemudian santri mengikuti dengan cermat apa yang dijelaskan oleh guru dengan memberikan catatan-catatan terjemah atau keterangan penting pada kitab yang sedang dijelaskan.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode bandongan yaitu:
1) Kiai menciptakan komunikasi yang baik dengan para santri.
2) Seorang kiai atau ustadz bisa mengawali kegiatan pengajaran dengan membaca teks arab gundul kata per kata beserta artinya, dan pada bab-bab tertentu menyertakan penjelasan yang lebih detail.
3) Kiai atau ustadz bisa menggunakan cara dengan menunjuk para santri secara acak untuk membaca sekaligus menerjemahkan bagian tertentu. Peran kiai atau ustadz disini adalah membimbing
35 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pres, 2002, 156.
dan membenarkan apabila ditemukan kesalahan oleh santri terhadap hal yang tidak dipahami.
4) Setelah kiai atau ustadz menyelesaikan kajiannya, maka akan dibuka kesempatana kepada para santri untuk bertanya. Dan para santri akan mendapatkan jawaban dari kiai pada saat itu, apabila kiai belum bisa menjawab maka akan diberi jawaban pada kajian berikutnya.
5) Akhir dari kajian, kiai atau ustadz menjelaskan kesimpulan dan inti dari kegiatan tersebut.36
a. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bandongan37 1) Kelebihan:
a) Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit dipahami
b) Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga memudahkan anak untuk memahaminya
c) Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem bandongan secara intensif
d) Lebih cepat dan praktis untuk mengajar kan santri yang jumlahnya banyak
36 Khamsil Laili, jurnal metode pengajaran di pesantren, dan perkembangannya, vol.
2, No. 1, (2018), 398.
37 Armei Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Bandung:Erlangga, 2017), 156.
2) Kekurangan:
a) Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampakan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuan
b) Dialog antara guru dengan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan
c) Guru lebih kreatif dari pada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog)
d) Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampakannya materinya sering diulang-ulang.
3. Kemampuan Santri
Setelah proses perencanaan dan pelaksanaan dilakukan tahap berikutnya yaitu evaluasi. Evaluasi yang dimaksud yaitu untuk mengukur kemampuan santri dalam memahami materi yang telah di sampaikan. . Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Zainal Arifin bahwa :
Evaluasi bisa melalui tes tertulis, yang mana santri diuji atau ditanyakan mengenai hukum-hukum fiqih Islam dan hukum-hukum fiqih lainnya yang sesua dengan indicator pencapaiannya.38
Evaluasi atau penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tenteng proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
38 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 174.
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.39
Banyak teknik dan metode dalam mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, baik hubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar bisa melalui penilaian. Penilaian tersebut dijabarkan berdasarkan kompetensi serta pencapaian indicator-indicator.
Teknik evaluasi yang dapat diterapkan di sekolah, diantaranya adalah teknik tes yakni merupakan suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi, yang didalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijab oleh peserta didik, kemudian pekerjaan itu menghasilkan nilai tentang perilaku anak didik tersebut. Dalam teknik ini, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:40
a. Tes tulis, yaitu suatu bentuk tes yang menuntut anak menjawab soal-soal dalam bentuk tulisan yang diberikan kepada sekelompok murid pada waktu, tempat dan untuk soal tertentu.
b. Tes lisan, yaitu bentuk tes yang menuntut respons dari anak/siswa dalam bentuk bahasa lisan.
c. Indikator, yaitu kesalahan yang dibuat pada saat pelajaran berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengatahui kemampuan santri dalam memahami kitab Fathul Qorib
39 Asrul, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2014), 2.
40 Zaenal Arifin, Evaluasi Instrument, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 1999), 45.
dengan cara evaluasi tertulis maupun evaluasi lisan, disisi lain juga untuk mengetahui kemampuan santri memahami kitab Fathul Qorib dengan cara indicator pencapaian yang telah ada.
4. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah pendidikan khas Indonesia yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta telah teruji kemandirianya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal berdirinya, bentuk pondok pesantren masih sangat sederhana.
Kegiatannya masih diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang kemudian di bangun pondok-pondok sebagai tempat tinggalnya. Pondok pesantren paling tidak mempunyai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga pendidikan islam, lembaga dakwah dan sebaga lembaga pengembangan masyarakat.41
Istilah pesantren di Indonesia lebih populer dengan sebutan pondok pesantren, lan halnya dengan pesantren, pondok berasal dari kata bahasa Arab yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana.
Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari kata funduq (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi
41 H.E. Badri Munawiroh, Pengeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta:
Departemen Agama, 2007), 3.
para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Adapun kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe dan akhiran anyang berarti menunjukan tempat, maka artinya adalah tempat para santri.
Terkadang juga di anggap sebagai gabungan kata santri (manusia baik) dengan suku kata (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Terlepas dari itu, karena yang dimaksudkan dengan istilah pesantren dalam pembahasan ini adalah suatu lembaga pendidikan dan pengembangan agama islam di tanah air (khususnya jawa) dimulai dan dibawa oleh wali songo,maka model pesantren dipulau jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Karena itu tidak berlebihan bila di katakan pondok pesantren yang pertama didirikan adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi.42
Sementara A. Halim, mengatakan bahwa: Pesantren ialah lembaga pendidikan islam yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, dipimpin oleh kiai sebagai pemangku/pemilik pondok pesantren dan dibantu oleh ustad/guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada santri, melalui metode dan teknik yang khas.
Dari beberapa pengertian yang telah di kemukakan di atas dapat di pahami, bahwa pesantren adalah:
42Kompri, “Menejemen dan Kepemimpinan Pondok Pesantren” (Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2018), 2.
suatu lembaga pendidikan islam dimana para santrinya tinggal dipondok yang dipimpin oleh kiai. Para santri tersebut mempelajari, memahami dam mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam dengan menekankan pada pentingnyamoral keagamaan sebagai pedoman perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.43
b. Karakteristik Pondok Pesantren
Karakteristik yang corak khas pesantren khususnya di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam dibandingkan dengan sistem pendidikan pada umumnya antara lain:
1) Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibanding dengan sekolah modern sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dengan kyai.
2) Kehidupan dipesantren menampilkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non kurikuler mereka.
3) Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian.
Disamping itu, adanya pondok tempat kiyai dan santrinya, adanya masjid tempat kegiatan belajar mengajar, adanya santri dan kyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberi pengajaran dan kitab-kitab islam klasik.44
c. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid-murid dengan penjelasan-penjelasan,
43 Kompri, “Menejemen dan Kepemimpinan Pondok Pesantren”, 3.
44 Ferdinan, “Pondok Pesantren , Ciri Khas Perkembangannya”, Jurnal Tarbawi, No 1.
tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajar sikap dan tingkah laku yang bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Tujuan pendidikan pesantren yang lebih konprehensif sebaga yang dikutip Ahmad Muuthohar dari Mastuhu adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yatu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada masyarakat, mampu berdiri sendiri, bebas dan tangguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakkan islam, mencinta ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. 45
Mujammil Qomar mengungkapkan dua tujuan pendidikan pesantren yaitu:
1) Tujuan Umum
Membina warga negara agar berkepribadian muslim sesua dengan ajaran-ajaran islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupanya serta menjadikanya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
2) Tujuan Khusus
a) Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi orang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak
45 Kompri, “Manajemen & Kepemimpinan Pondok Pesantren” (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), 7.
mulia, memiliki kecerdasan, siswa/santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubalig, yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan ajaran islam secara utuh dan dinamis.
b) Mendidk siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semnagat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
c) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).
d) Mendidik siswa/santri agar menjadi teanaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sector pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.
e) Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan social masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa. 46
3) Fungsi Pondok Pesantren
Secara umum pesantren memiliki fungsi sebagai berikut:
46 Kompri, “Manajemen & Kepemimpinan Pondok Pesantren”, 8.
a) Lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai islam (Islamic Values).
b) Lembaga keagamaan yang melakukan control sosial (sosial control).
c) Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).47
Menurut Mujamil Qomar, secara historis fungsi pesantren selalu berubah sesuai dengan tren masyarakat yang dihadapinya, seperti masa-masa awal berdiri pesantren di zaman Syekh Maulana Malik Ibrahim, berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran islam. Kedua fungsi bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat di jadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah, sedangkan dakwah dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidkan. Pesantren dimasa awal ini lebih dominan sebagai lembaga dakwah, sedagkan unsur pendidikan sekedar membonceng misi dakwah.
Saridjo, mempertegas, fungsi pesantren dalam kurun Wali Songo adalah mencetak calon ulama dan mubalig yang militant dalam menyiarkan agama islam. Seiring dengan perkembangan zaman fungsi pesantren pun ikut bergeser dan berkembang, sejalan dengan perubahan-perubahan social kemasyarakatan, di zaman
47 M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global (Yogyakarta: Laksbany Pressindo, 2006), 8.
kolonial Belanda fungsi pesantren disamping sebagai pusat pendidikan dan dakwah, juga sebagai benteng pertahanan. Seperti di ungkapkan oleh A. Wahid Zaeni, pesantren sebagai basis pertahanan bangsa dalam perang melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Maka pesantren berfungsi sebagai:
Pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotic; kader yang rela mati demi memperjuangkan bangsa, sanggup mengorbankan seluruh waktu, harta, dan jiwanya.
Menurut Ma’shum ada tiga, yaitu:
a) Fungsi religius (diniyah);
b) Fungsi social (ijtimayah); dan c) Fungsi edukasi.
Ketiga fungsi ini masih berjalan sampai sekarang. Sejalan ketiga fungsi tersebut, Ahmad Jazuli, mempertegas lagi bahwa:
Fungsi pertama adalah menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama islam atau tafaqquh fiddin, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan bangsa.
Dakwah menyebarkan islam, dan ketiga benteng pertahanan moral bangsa dengan landasan akhlakul karimah.
Fungsi pesantren yang multidimensional sungguh mempertegas, bahwa pesantren telah memberikan sumbangan besar terhadap bangsa Indonesia, bak dalam hal Mencerdaskan,
Memperjuangkan, Memerdekakan, Mempertahankan, Membangun, Memajukan bangsa Indonesia.
fungsi pesantren bukan hanya edukasi dan dakwah, akan tetapi juga sebagai center pertahanan akhlakul karimah, pencetak manusia Indonesia berdedikasi tinggi dengan spiritualitas, intelektualitas, berketerampilan dan terbuka dengan perkembangan zaman.48
d. Ciri-ciri pondok pesantren
Merujuk dari pengertian di atas maka dapat didefinisikan bahwa ciri-ciri pondok pesantren sebagai berikut:49
1) Adanya hubungan akrab antara antri dengan kyainya. Kyai sangat memperhatikan santrinya.
2) Kepatuhan santri terhadap kyai. Para santri menganggap banwa menentang kyai selain tidak sopan juga dilarang agama bahkan tidak memperoleh berkah karena durhaka kepada guru.
3) Hidup hemat dan sederhana bener-bener diwujudkan dalam lingkungan pesantren. Hidup mewah hampir tidak didapatkan di sana.
4) Kemandirian amat terasa di pesantren. Para santri mencuci pakaian sendiri, dan membersihkan kamar tidurnya sendiri.
48 Kompri, M.Pd.I, Menejemen dan Kepemimpinan Pondok Pesantren, 9-11.
49 Sulthon Masyhud, Menejemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 93.
5. Santri
Istilah santri digunakan untuk menunjuk pada golongan orang-orang islam di Jawa yang memiliki kecenderungan lebih kuat pada ajaran-ajaran agamanya. Pengenai asal usul perkataan “santri” ada dua pendapat yang bisa kita jadikan acuan. Pertama, adalah pendapat yang mengatakan bahwa santri itu berasal dari kata “santri”, sebuah kata yang berasal dari bahasa Sangsekerta, yang artinya melek huruf. Kedua, adalah pendapat yang mengatakan bahwa santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata “cantrik”, yang artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.
Tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian.50
Berkenaan dengan pengertiannya, istilah santri diartikan keberbagai penjelasannya, diantaranya adalah 1). Santri berasal dari bahasa Tamil ada dalam kosa kata bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.
2). Menurt Zamaksari Dhofier, santri berasal dari ikatan kata Sant (manusia baik) dan Tri (suka menolong), sehingga santri berarti manusia baik yang suka menolong secara kolektif. 3). Sedangkan pendapat Clifford Geertz ( dan beberapa ilmuan lain ), santri berasal dari bahasa india atau sangsekerta Shantri berarti ilmuan Hindu yang pandai menulis dan kaum terpelajar.51
50 Nur Cholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Protet Perjalanan, (Jakarta: Para Madina, 1997), 19-20.
51 H.R Umar Faruq, Ayo Mondok Biar Keren, (Lamongan:Media Grafika Printing, 2016), 67.