• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PADAT TEBAR PADA TEKNOLOGI BIOFLOK

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras melalui peningkatan padat tebar dengan sistem bioflok dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, kualitas air, respons stres, kandungan bakteri dan gambaran darah. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) berbobot 0,61-0,72 g dan panjang baku 2,32-2,40 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 3000, 4500 dan 6000 ekor/m2 pada budidaya dengan teknologi bioflok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan tidak berbeda nyata. Kelangsungan hidup pada semua perlakuan berbeda nyata, hasil tertinggi pada padat tebar 3000 ekor/m2 yaitu 67,50±2,20 %. Teknologi bioflok mampu mengonversi amonia menjadi bakteri heterotrof sehingga nilai amonia menjadi rendah. Nilai kualitas air selama pemeliharaan yakni suhu, pH, alkalinitas, amonia, nitrit dan nitrat yang berada pada kisaran yang cukup baik untuk budidaya ikan. Semakin tinggi kepadatan menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah dan total padatan tersuspensi meningkat sehingga perlu mempertahankannya dalam kondisi optimal. Gambaran darah menunjukkan bahwa ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap lingkungan. Padat tebar terbaik pada budidaya ikan koridoras dengan teknologi bioflok adalah 3000 ekor/m2.

Kata kunci : Corydoras aeneus, intensifikasi , padat tebar, teknologi bioflok Abstract

The objectives of this research was to find out the method for improving productivity of ornamental fish corydoras through increasing stocking density with biofloc system. The effect of stocking density on fish growth rate, survival rate, water quality, response to stress, bacterial content and blood profile were evaluated. Corydoras fish weighed 0.61-0.72 g and 2.32-2.40 cm length was cultured. Biofloc treatment was applied to the stocking density at 3000, 4500, and 6000 fishm-2. The results showed that daily growth rate in length and weight was not significantly different between treatment. Survival rate was significantly different in all treatment, with the highest result was 3000 fishm-2 of stocking density. Biofloc technology could convert ammonia into heterotroph bacterial and reduce the content of ammonia. Water quality during rearing period such as temperature, pH, alkalinity, ammonia, nitrite and nitrate is still in suitable range for fish farming. However the higher of density caused the dissolved oxygen decrease and total suspended solid increase. In this case it is necessary to maintain it in optimal condition. Blood profile showed that it is able to adapted on environment. It was concluded that the best stocking density for corydoras was 3000 fish/m2.

36

PENDAHULUAN

Ikan hias telah menjadi produk andalan perikanan non konsumsi dan sebagai sumber devisa negara yang cukup penting. Pemasaran ikan hias Indonesia didominasi untuk pasar ekspor, yaitu pada tahun 2012 meningkat sebesar US$ 21,015 juta atau 8,12 % dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang mencapai US$ 258.8 juta (KKP, 2014). Kontribusi perdagangan ikan hias dari hasil budidaya baru mencapai kurang dari 10 %. selebihnya berasal dari penangkapan, karena itu pemerintah telah menetapkan target produksi budidaya ikan hias pada tahun 2015 sebesar 1,7 milyar ekor (DJPB 2015a). Kegiatan akuakultur terutama budidaya ikan hias sangat prospektif dan memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena ikan hias saat ini telah tumbuh menjadi industri perikanan (Stickney 2005). Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan hias adalah dengan melakukan budidaya secara intensif. Budidaya intensif berarti melakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (Avnimelech 2007). Semakin tinggi kepadatan menyebabkan kualitas air akan semakin menurun dan berdampak pada lingkungan perairan yang buruk sehingga memerlukan intensitas pengontrolan yang tinggi terhadap lingkungan, nutrisi, predator, kompetisi dan agen penyakit (Appleford et al.

2012).

Intensifikasi budidaya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) dengan menerapkan padat tebar tinggi (3000 ekor/m2 dan 3750 ekor/m2) telah dilakukan pada penelitian tahap pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan hias koridoras yang dipelihara pada padat tebar 3750 ekor/m2 dengan pergantian air sebesar 30 %/hari dan dipelihara selama 40 hari menghasilkan pertumbuhan bobot yang sama dengan ikan yang dipelihara pada padat tebar 3000 ekor/m2, namun nilai pertumbuhan panjangnya yang lebih tinggi. Kelangsungan hidup pada padat tebar 3000 ekor/m2 lebih tinggi dibanding padat tebar 3750 ekor/m2. Dengan demikian padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras hasil penelitian tahap pertama adalah 3000 ekor/m2. Berdasarkan hasil tersebut maka selanjutnya dilakukan penelitian tahap kedua dengan meningkatkan padat tebar yaitu 4500 ekor/m2 dan 6000 ekor/m2. Peningkatan kepadatan ikan pada budidaya intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas air terutama tingginya limbah amonia, sehingga selanjutnya pada penelitian tahap kedua dilakukan upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik dengan pergantian air. Pergantian air dilakukan dengan maksud untuk mereduksi limbah amonia pada air media budidaya. Pergantian air pada penelitian tahap kedua adalah 50 %/hari dan 100 %/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya ikan hias koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2 dan pergantian air 100 %/hari menghasilkan pertumbuhan panjang dan bobot yang paling baik, kelangsungan hidup yang tinggi, mampu beradaptasi terhadap stres dan memiliki kisaran kualitas air yang cukup baik.

Tantangan budidaya di masa depan adalah melakukan pengembangan budidaya melalui intensifikasi berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan (Edwards 2015), diantaranya adalah efisiensi konversi energi dan pakan yang ramah lingkungan (Pullin et al. 2007). Teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi bioflok yang merupakan teknologi

baru dalam bidang akuakultur untuk penerapan akuakultur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (Avnimelech 2012; Crab et al. 2012). Tujuan dikembangkannya teknologi bioflok ini adalah untuk memperbaiki dan mengontrol kualitas air budidaya, biosekuriti, membatasi penggunaan air, serta efisiensi penggunaan pakan dan energi (Avnimelech 2012). Teknologi ini umumnya diterapkan pada sistem budidaya intensif, dengan pola pergantian air yang minim atau tanpa ganti air (zero water exchange), serta dengan memanfaatkan aktivitas bakteri dalam mendegradasi akumulasi residu bahan organik di dalam air (Avnimelech 2012).

Teknologi bioflok menekankan pada pengelolaan kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan nitrogen organik dan anorganik yang terdapat dalam air (Ekasari 2009). Prinsip dasar teknologi bioflok adalah adanya asimilasi nitrogen anorganik oleh komunitas mikroba heterotrof dalam media budidaya yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai sumber makanan (De Schryver dan Verstraete, 2009). Proses alami untuk mengonversi amonia dilakukan dengan tiga cara yakni konversi secara fotoautotrofik oleh alga dan cyanobakteri, proses nitrifikasi secara kemoautotrofik mengonversi amonia menjadi nitrat dan proses heterotrofik yakni mengonversi amonia menjadi biomassa bakteri heterotrof. Proses heterotrofik lebih menguntungkan dibanding dengan proses autrotrofik, karena bakteri heterotrof tumbuh lebih cepat, sedangkan bakteri autotrof tumbuh sangat lambat sehingga proses nitrifikasi menjadi lebih lambat (Ebeling et al. 2006; Ebeling dan Timmons 2008; Browdy et al. 2012), selain itu sistem heterotrofik menghasilkan biomassa bakteri lebih dari 40 kali lipat dari sistem autotrofik (Montoya dan Velasco 2000; Ebeling dan Timmons 2008).

Teknologi bioflok telah banyak dikaji pada budidaya ikan konsumsi seperti udang dan ikan, khususnya ikan nila dan lele. Budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) menghasilkan nilai pertumbuhan yang lebih baik pada pemeliharaan dengan teknologi bioflok dibandingkan tanpa bioflok atau kontrol (Avnimelech 2007; Azim dan Little 2008; Crab et al. 2009; Widanarni et al. 2012; Luo et al. 2014; Long et al. 2015), meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila (Ekasari et al. 2013) dan performa larva ikan nila (Ekasari et al. 2015). Teknologi bioflok juga meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan pada budidaya ikan bandeng (Usman 2012), pada budidaya ikan lele dan udang galah (Rohmana 2009), ikan Labeo victorianus (Magondu et al. 2013), ikan lele (Ictalurus punctatus) (Green et al. 2014) dan ikan lele afrika (Clarias gariepinus) (Bakar et al. 2015). Pengkajian teknologi bioflok pada budidaya intensif ikan hias belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja produksi ikan hias koridoras pada teknologi bioflok dengan padat tebar yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait