• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras Aeneus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras Aeneus)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

INTENSIFIKASI

BUDIDAYA IKAN HIAS KORIDORAS (

Corydoras aeneus

)

IIS DIATIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Iis Diatin

(4)

RINGKASAN

IIS DIATIN. Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus). Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, TATAG BUDIARDI, ENANG HARRIS dan WIDANARNI.

Budidaya ikan hias koridoras pada umumnya masih menerapkan teknologi ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar rendah, sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas ikan hias ini. Untuk meningkatkan produktivitas ikan hias dilakukan intensifikasi dengan cara meningkatkan padat tebar ikan. Tingginya padat tebar akan meningkatkan jumlah pakan yang diberikan, padahal hanya sekitar 20-25 % protein dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Pakan yang tidak termakan dan limbah dari metabolisme ikan akan terakumulasi dalam perairan dan menyebabkan menurunnya kualitas air. Padat tebar yang tinggi juga menyebabkan terjadinya kompetisi pakan dan ruang, sehingga menurunkan efisiensi pakan serta meningkatkan agresi antar ikan dan kanibalisme yang berujung pada kematian.

Solusi mengatasi masalah penurunan kualitas perairan agar tetap terjaga baik untuk kehidupan maupun pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu reduksi limbah nitrogen dan konversi limbah nitrogen. Reduksi limbah nitrogen dilakukan melalui pergantian air bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan. Konversi limbah nitrogen melalui proses heterotrofik yakni konversi amonia menjadi biomassa bakteri heterotroph disebut juga dengan teknologi bioflok. Teknologi bioflok lebih menguntungkan karena sistem heterotrofik menghasilkan biomassa mikroba lebih dari 40 kali lipat dari sistem autotrofik. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras (Corydoras aenus) secara intensif dengan kepadatan tinggi melalui pergantian air dan penerapan teknologi bioflok. Penelitian ini dibagi atas tiga tahap yaitu (1) Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan koridoras pada budidaya kepadatan tinggi; (2) Budidaya intensif ikan hias koridoras : kajian padat tebar dan pergantian air ; (3) Budidaya intensif ikan hias koridoras : kajian padat tebar dengan teknologi bioflok.

(5)

budidaya ikan koridoras. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2.

Penelitian kedua bertujuan untuk mengevaluasi peningkatan padat tebar ikan hias koridoras dengan sistem pergantian air melalui kajian kelangsungan hidup, pertumbuhan, kualitas air dan respons stres. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (C. aeneus) berbobot 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20-2,31 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor, yaitu 3 faktor padat tebar (3000, 4500 dan 6000 ekor/m²) dan 2 faktor pergantian air (50 % dan 100 % per hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan berbeda nyata, nilai tertinggi masing-masing sebesar 0,40±0,02 %/hari dan 1,04±0,09 %/hari terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari. Kelangsungan hidup pada perlakuan 3000 dan 4500 ekor/m2 tidak berbeda nyata, dengan nilai berkisar 94,81±0,64 % sampai 98,33±1,44 %. Ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap stres. Nilai kualitas air selama pemeliharaan, yakni suhu, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat berada pada kisaran yang baik untuk budidaya ikan koridoras. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras adalah padat tebar 3000 ekor/m2 dan pergantian air 100 %.

Penelitian ketiga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras melalui peningkatan padat tebar dengan teknologi bioflok dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, kualitas air, respons stres, kandungan bakteri dan gambaran darah. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (C. aeneus) berbobot 0,61-0,72 g dan panjang baku 2,32-2,40 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 3000, 4500 dan 6000 ekor/m2 pada teknologi bioflok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan tidak berbeda nyata. Kelangsungan hidup pada semua perlakuan berbeda nyata, hasil teringgi pada padat tebar 3000 ekor/m2 67,50±2,20 %. Teknologi bioflok mampu mengonversi amonia menjadi bakteri heterotrof sehingga nilai amonia menjadi rendah. Nilai kualitas air selama pemeliharaan yakni suhu, pH, alkalinitas, amonia, nitrit dan nitrat yang berada pada kisaran yang cukup baik untuk budidaya ikan koridoras. Semakin tinggi kepadatan menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah dan total padatan tersuspensi meningkat sehingga perlu mempertahankannya dalam kondisi optimal. Gambaran darah menunjukkan bahwa ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap lingkungan. Padat tebar terbaik pada budidaya ikan koridoras dengan teknologi bioflok adalah 3000 ekor/m2.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa ikan hias koridoras yang dipelihara pada sistem pergantian air maupun dengan teknologi bioflok menghasilkan pertumbuhan yang baik, mampu beradaptasi terhadap stres, mampu mentoleransi kualitas air dan memiliki profil gambaran darah yang mengindikasikan telah beradaptasi terhadap lingkungan pada padat tebar 3000 ekor/m2. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup terbaik terdapat pada ikan koridoras yang dipelihara pada padat 3000 ekor/m2, dengan pergantian air 100 %. Kata kunci : Corydoras aeneus, intensif, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan

(6)

SUMMARY

IIS DIATIN. Intensification of Corydoras (Corydoras aeneus) ornamental fish culture. Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, TATAG BUDIARDI, ENANG HARRIS and WIDANARNI.

Corydoras (Corydoras aenus) is an important ornamental fish that is still being cultured intensively. Intensive production systems are characterized by their high stocking density, which may cause low productivity through water quality degradation. In order to improve land use as well as water efficiencies, the increment of ornamental fish production is done by increasing the fish stocking density. Therefore, it causes an increase in feed consumption (amount of feed). Indeed, fish can utilize approximately 20-25 % of their feed protein. Unconsumed feed and metabolic waste products will accumulate in water, causing a decrease in water quality. Furthermore, high stocking density also leads to a competition for feed and space, lowering the feed efficiency. Competition in term space may increase fish aggressivity and promote cannibalism resulting in fish death.

A few solutions are being widely used in overcoming water degradation problem in intensive production systems. The most common ones are nitrogenous waste reduction and nitrogenous waste conversion. Nitrogenous waste reduction is done through water exchange to remove undesirable compounds, while nitrogenous waste conversion is done through biofloc technology, which uses heterotrophic bacteria to convert ammonia into bacterial biomass called biofloc. The mentioned technology is more advantageous, since it produces nearly 40 times more bacterial biomass compared to the autotrophic one.

This study was aimed to improve the productivity of corydoras (Corydoras aeneus) ornamental fish through different intensive production systems at high density. Thus, the research was divided into three kinds: (1) evaluate the growth performance and survival of corydoras in intensive culturing system at high stocking density without water exchange; (2) evaluate the growth performance and survival of corydoras in intensive culturing system at high stocking density with water exchange; (3) evaluate the growth performance and survival of corydoras in biofloc culturing system at high stocking density.

(7)

of fish in treatment B (86.9 %). Thus, it can be concluded that the best stocking density for corydoras intensive culturing system is 3000 fish/m-2.

The second research was aimed to determine the best stocking density in a water exchange system in order to increase the productivityof corydoras(C. aeneus). Corydoras fish at an initial body weight of 0.44-0.51 g and initial body length of 2.20-2.31 cm were used in this research. A factorial design was used with two factors: stocking density (3000, 4500, and 6000 fish/m2) and daily water exchange level (50 and 100 %). The results showed significant differences in terms of specific growth rate (length) and specific body weight. A positive interaction was observed between the stocking density and the water exchange level. The highest daily specific growth and specific body weight (0.4±0.02 % and 1.04±0.09 %, respectively) were observed at the stocking density of 3000 fish/m2 with 100 % daily water exchange. No significant difference was observed in term of fish survival rate and water quality parameters such as temperature, pH, dissolved oxygen, alkalinity, turbidity, ammonia, nitrate, nitrite, were within the normal range for corydoras culture during the rearing period. According to the results, it can be stated that the best stocking density for corydoras culture is 3000 fish/m2 with 100 % daily water exchange.

The third research was aimed to develop a method in order to increase corydoras (C.aeneus) ornamental fish productivity through different stocking density in a biofloc culturing system. A completely randomized design with three treatments (3000, 4500 and 6000 fish/m2) was used in this research. A few parameters such as fish growth rate, survival rate, water quality, stress response, bacterial content, and hematological analysis were also observed. Corydoras fish at an initial body weight of 0.61-0.72 g and initial body length of 2.32-2.40 cmwere used. No significant difference was observed among treatment in terms of daily specific growth rate (length) and specific body weight. However, significant differences were observed among treatment in term of survival rate and the highest rate was observed in the biofloc treatment at the stock density of 3000 fish/m2. During the maintenance period, water quality parameters such as temperature, pH, alkalinity, ammonia, nitrite and nitrate were within the normal range for corydoras culture. However, a decrease in dissolved oxygen and an increase in total suspended solid were observed in the highest stocking density (6000 fish/m2). On the basis of the results, it can be concluded that the best stocking density for corydoras is 3000 fish/m2.

Corydoras ornamental fish showed best productivity performance such as growth, stress response, and water quality tolerance when reared in both water exchange and biofloc systems. Blood profile picture indicated that Corydoras ornamental fish are highly adaptive at a stocking density of 3000 fish/m2. The highest growth and survival rate was observed at the stocking density of 3000 fish/m2 in 100 % water exchange levels.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

INTENSIFIKASI

BUDIDAYA IKAN HIAS KORIDORAS (

Corydoras aeneus

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSi Staf Pendidik Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 2. Dr Ir Ophirtus Sumule, DEA

Direktur Sistem Inovasi

Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Penguji pada Sidang Promosi: 1. Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSi Staf Pendidik Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 2. Dr Ir Ophirtus Sumule, DEA

Direktur Sistem Inovasi

Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi

(11)

Judul Disertasi : Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus). Nama : Iis Diatin

NIM : C 161110051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi Ketua

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi Anggota

Prof Dr Ir Enang Harris, MS Anggota

Dr Ir Widanarni, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya, serta salawat dan salam disampaikan pada junjunan kita Nabi Muhammad SAW sehingga penulisan disertasi dengan judul

“Intensifiksi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus)” berhasil diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Doktor pada Program Sudi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan disertai ini tidak akan berjalan baik tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih tak terhingga kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Agus Supriyasi, MSi, Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi,

MSi, Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS dan Ibu Dr. Ir. Widanarni, MSi sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang sangat berarti bagi penulis mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi.

2. Bapak Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, MSi dan Bapak Dr. Ir. Ophirtus Sumule, DEA yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup dan terbuka.

3. Ibu Dr. Dinamella W, MSi sebagai penguji mewakili ketua program studi Ilmu Akuakultur dan Ibu Dr. Tri Wiji Nurani, MSi sebagai penguji mewakili dekan FPIK.

4. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc sebagai dekan FPIK sekaligus penguji pada ujian terbuka.

5. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Dekan FPIK IPB, Ketua Departemen BDP dan Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi .

6. Seluruh staf pengajar Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB sebagai kolega atas dukungan dan motivasinya.

7. Seluruh staf kependidikan (khususnya Yuli, Pak Wi, Pak Mar, Asep) dan laboran di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB, khususnya Pak Jajang, Abe, Pak Wasjan, Retno, Lina, Pak Ranta.

8. Seluruh staf pengajar Bagian Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur BDP FPIK IPB atas dukungan dan pengertiannya.

9. Suami tercinta Prof. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan anak-anakku tersayang Qi Adlan, ST, MT, Muhammad Mujahid, S.Ik, Ahmad Teduh A.Md dan Ilmi Mutsmir atas segala dorongan semangat, motivasi, pengorbanan, pengertian, doa dan kasih sayangnya.

10. Orang tua tercinta ayahanda Arsidi dan ibunda Rukmanah, ayahanda Husain Mukmin dan ibunda Yessi Lestari serta adik-adik tersayang dan seluruh keluarga besar, atas segala perhatian, doa dan dukungannya .

11. Rekan- rekan mahasiswa AKU 11 ( Bu Yani, Pak Irzal, Pak Taufik, Pak Ilyas, Pak Azis, Bu Marlina, Bu Media Fitri, Pak Ade, Pak Amin, Pak Surya, Pak Ricky dan Pak Ridwan) atas kebersamaannya selama studi di Ilmu Akuakultur. 12. Dr. Julie Ekasari atas segala masukannya.

13. Ibu Etty Eidman dan seluruh staf pengajar ex SEI FPIK IPB.

(14)

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan.

Semoga Allah subhanahu wata’ala membalas segala kebaikan yang telah diberikan dan memberikan pahala yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan akuakultur.

Bogor, Januari 2016

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Kerangka Pemikiran 5

Tujuan Penelitian 6 Hipotesis 7 Kebaharuan 7 2 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN HIAS KORIDORAS (Corydoras aeneus) PADA BUDIDAYA KEPADATAN TINGGI 8 Pendahuluan 9

Bahan dan Metode 9

Hasil 11

Pembahasan 14

Simpulan 17

3 BUDIDAYA INTENSIF IKAN HIAS KORIDORAS ( Corydoras aeneus) : KAJIAN PADAT TEBAR DAN PERGANTIAN AIR 18

Pendahuluan 19

Bahan dan Metode 20

Hasil 23

Pembahasan 29

Simpulan 34 4 BUDIDAYA INTENSIF IKAN HIAS KORIDORAS ( Corydoras aeneus) : KAJIAN PADAT TEBAR PADA TEKNOLOGI BIOFLOK 35 Pendahuluan 36

Bahan dan Metode 37

Hasil 41

Pembahasan 48

Simpulan 56

5 PEMBAHASAN UMUM 57

6 SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 73

(16)

DAFTAR TABEL

1 Kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan koridoras yang

dipelihara secara intensif selama 40 hari 12

2 Nilai suhu, oksigen terlarut dan pH yang dipelihara secara intensif

selama 40 hari 13

3 Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dan panjang serta kelangsungan hidup (SR) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air 23 4 Kandungan Ca, P, dan rasio Ca/P tubuh ikan Koridoras pada perlakuan

padat tebar dan pergantian air 24

5 Rasio RNA/DNA ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan

pergantian air 24

6 Kadar kortisol (ng/mL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan

pergantian air 26

7 Kadar glukosa (mg/dL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan

pergantian air 25

8 Kisaran nilai DO (mg/L) pada pagi, siang,sore dan malam selama masa pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar

dan pergantian air 27

9 Kisaran nilai suhu (0C) pada pagi,siang,sore dan malam selama masa pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar

dan pergantian air 27

10 Kisaran nilai pH pada pagi, siang, sore dan malam selama masa pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar

dan pergantian air 27

11 Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dan panjang, kelangsungan hidup (SR) dan Rasio RNA/DNA ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 41

12 Kandungan Ca, P, kadar abu dan rasio Ca/P tubuh ikan koridoraspada perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok 41 13 Kadar kortisol (ng/ml) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar

dengan teknologi bioflok 42

14 Kadar glukosa (mg/dL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar

dengan teknologi bioflok 43

15 Kisaran nilai DO (mg/L) pada pagi,siang,sore dan malam selama masa pemeliharaan budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar

dengan teknologi bioflok 43

16 Jenis bakteri pada air pemeliharaan dan usus ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok 47 17 Gambaran darah ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dengan

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Perumusan masalah pada budidaya ikan koridoras 4

2 Kerangka pemikiran penelitian intensifikasi budidaya ikan hias

koridoras 6

3 Kelangsungan hidup ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari 12 4 Pertumbuhan bobot ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A)

dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari 12 5 Pertumbuhan panjang ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A)

dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari 13 6 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar

3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif

selama 40 hari 13

7 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif

selama 40 hari 13

8 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif

selama 40 hari 13

9 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dan pergantian air 25

10 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dan pergantian air 25

11 Nilai alkalinitas pada budidaya ikan Koridoras dengan perlakuan padat

tebar dan pergantian air 28

12 Nilai kekeruhan pada budidaya ikan Koridoras dengan perlakuan

padat tebar dan pergantian air 28

13 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan

padat tebar dan pergantian air 28

14 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan padat

tebar dan pergantian air 29

15 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan pada

tebar dan pergantian air 29

16 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 42

17 Koefisien keragaman bobot ikan koridoras pada perlakuan padat tebar

dengan teknologi bioflok 42

18 Nilai alkalinitas pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 44

19 Nilai amonia (NH3) ada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 44

20 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 44

21 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 45

(18)

23 Nilai volatile suspended solid (VSS) pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok 45 24 Volume flok pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat

tebar dengan teknologi bioflok 46

25 Kepadatan bakteri pada air pemeliharaan budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok 46 26 Kepadatan bakteri pada usus ikan koridoras pada perlakuan padat tebar

dengan teknologi bioflok 46

27 Beberapa contoh kandungan bioflok pada budidaya ikan koridoras: (a) mikroba filamen, (b) Brachionus dan (c) Rotaria 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) 73

2 ANOVA pada penelitian intensifikasi budidaya ikan hias koridoras 75 3 Nilai DNA, RNA dan Rasio RNA/DNA pada budidaya ikan koridoras

dengan perlakuan padat tebar dan ganti air 78

4 Nilai DNA, RNA dan Rasio RNA/DNA pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok 79 5 Skema perhitungan jumlah molase yang diperlukan per hari pada

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi Indonesia sebagai salah satu eksportir ikan hias dunia sangat besar. Indonesia disebut sebagai negara Home for Hundred of Exotic Ornamental Fish Species. Hal ini karena dari sekitar 9000 jenis ikan hias di dunia, Indonesia memiliki 4.000 jenis, baik ikan hias air laut maupun ikan hias air tawar (ITPC 2011). Dari sekitar 1100 jenis ikan hias tawar di dunia sebanyak 450 jenis dimiliki Indonesia, baik ikan asli Indonesia maupun berasal dari negara lain yang telah didomestikasi. Produksi ikan hias Indonesia tahun 2014 mencapai 1,1 milyar ekor dan target produksi ikan hias Indonesia tahun 2015 mencapai 1,7 miliar ekor (KKP 2015). Nilai perdagangan ikan hias Indonesia senilai Rp 1,7 triliun dan dari nilai ekspor diperoleh sebesar USD 21 juta. Target perolehan nilai ekspor untuk tahun 2015 adalah USD 25 juta (DJPB 2015a). Kontribusi dari akuakultur untuk ekspor ikan hias hanya sekitar 5 %, sedangkan 95 %-nya berasal dari hasil tangkapan (Kemendag 2010). Padahal sejak tahun 1985 nilai perdagangan internasional ekspor ikan hias telah meningkat rata-rata sekitar 14 % per tahun dan dua pertiganya dipasok dari negara berkembang (FAO 2013). Tahun 2007 hingga 2011 nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat sebesar 23,36 % dan pada tahun 2012 meningkat drastis mencapai sekitar 115 % (Kemendag 2010; KKP 2013). Pada tahun 2013 meningkat sebesar 26 % dan rata-rata peningkatan ekspor ikan hias dari tahun 1996-2013 mencapai 62,46 % (KKP 2014).

Indonesia merupakan negara produsen terbesar ikan hias di dunia keempat setelah Singapura, Spanyol dan Jepang. Negara tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia adalah Singapura, Hongkong, Jepang, Amesika Serikat dan Malaysia. Pangsa pasar ekspor pada masing-masing negara tersebut sebesar 16,6 %, 13,9 %, 13,76 %, 11,19 % dan 9,38 %, dengan nilai masing-masing mencapai USD 2 311 juta, USD 2 960 juta, USD 2 297 juta, USD 2 001 juta dan USD 1 593 juta. Peningkatan nilai ekspor ikan hias Indonesia periode 2010-2013 ke Singapura sebesar 3,68 %, Hongkong sebesar 25,88 %, Jepang sebesar 14,64 %, Amerika Serikat sebesar 34,05 %. Indonesia merupakan negara penyupai ikan hias terbesar untuk Singapura yaitu sebesar 30,8 %, dan untuk Jepang sebesar 16,5 % kedua terbesar setelah setelah Singapura (KBRI 2013). Produsen ikan hias terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, DKI dan Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu sentra produksi ikan hias di Jawa Barat dengan jumlah produksi pada tahun 2013 mencapai 222,3 juta ekor juta ekor dengan nilai sekitar Rp 2,6 trilyun. Rata-rata peningkatan produksi ikan hias di Bogor dari tahun 2009-2013 sebesar 20 %/tahun. Jumlah Rumah Tangga Pembudidaya (RTP) sebanyak 580 RTP. Produksi ikan hias Indonesia yang berasal dari Bogor mengisi pangsa sebesar 20 % (DPPP 2014).

(20)

2

koridoras ukuran 1,0-1,5 cm sekitar Rp 800,00 dan ukuran 1,5-2,0 cm sekitar Rp 1 000,00. Pendapatan usaha rumah tangga rata-rata dari ikan hias menempati tertingi pada bidang non perikanan yaitu sebesar Rp 50 000 000,00/tahun (KKP 2014). Ikan hias koridoras selain dinikmati keindahannya, dimanfaatkan juga sebagai bahan farmasi dan kosmetik. Ikan koridoras termasuk salah satu ikan hias dari Indonesia yang banyak diekspor ke Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan dan lainnya. Nilai ekspor ke Korea Selatan pada tahun 2012 sebesar USD 559 000. Harga ikan koridoras di pasar Korea Selatan sebesar 7000 won/ekor (sekitar Rp 80 000,00/ekor). Ikan hias yang paling banyak diimpor oleh Korea Selatan adalah produk ikan tropis. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor ikan hias ke Korea Selatan (DJPEN 2013). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat potensial dalam mengembangkan usaha budidaya ikan hias dan memasarkannya ke pasar internasional.

Akuakultur terutama budidaya ikan hias sangat prospektif dan memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, sehingga tumbuh menjadi industri perikanan (Stickney 2005). Oleh karena itu, produksi ikan hias melalui kegiatan akuakultur harus ditingkatkan. Salah satu upaya peningkatan produksi yaitu melalui budidaya ikan secara intensif (Emerenciano et al. 2012; Pierce et al. 2012). Akuakultur masa depan adalah pengembangan budidaya melalui intensifikasi berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan (Edwards 2015). Budidaya intensif sepenuhnya mengandalkan pakan buatan yang menyebabkan tingginya biaya produksi karena lebih dari 50 % komponen biaya berasal dari pakan (Emerenciano et al. 2012). Budidaya intensif juga berarti melakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (Avnimelech 2007; Luo

et al. 2013), pemberian pakan berkualitas serta manajemen kualitas air yang baik (Ebeling et al. 2006).

Peningkatan jumlah pakan dan kepadatan ikan yang tinggi pada budidaya intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan budidaya dan meningkatnya dampak lingkungan perairan (Crab et al. 2007; Emerenciano et al. 2012; Luo et al. 2013). Limbah utama yang dihasilkan dari intensifikasi adalah amonia dan nitrit yang bersifat toksik pada ikan (De Schryver et al. 2008; Yusoff

et al. 2011). Agar kualitas air tetap terjaga baik untuk kehidupan maupun pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu reduksi limbah nitrogen dan konversi limbah nitrogen. Kepadatan ikan juga berpotensi menjadi sumber stres yang akan mempengaruhi fisiologi dan perilaku ikan serta mempengaruhi pertumbuhan ikan (Bonga 1997; Luo et al. 2013). Kepadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, efisiensi dan kinerja reproduksi serta kelangsungan hidup ikan. Pada kepadatan tinggi ikan lambat tumbuh dan kelangsungan hidupnya rendah. Dengan demikian kegiatan budidaya intensif menghadapi dua masalah utama yakni penurunan kualitas air akibat dari tingginya limbah metabolit dan efisiensi pakan yang rendah, sehingga memerlukan pertukaran air yang tinggi (Avnimelech 2007).

(21)

teknologi baru dalam bidang akuakultur untuk penerapan akuakultur yang berkelanjutan dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi (Avnimelech 2012; Crab

et al. 2012). Teknologi bioflok menekankan pada pengelolaan kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan nitrogen organik dan anorganik yang terdapat dalam air (Ekasari 2009). Tujuan dikembangkannya teknologi bioflok ini adalah untuk memperbaiki dan mengontrol kualitas air budidaya, biosekuriti, membatasi penggunaan air serta efisiensi penggunaan pakan dan energi. Teknologi ini umumnya diterapkan pada sistem budidaya intensif, dengan pola pergantian air yang minim atau tanpa ganti air (zero water exchange), serta dengan memanfaatkan aktivitas bakteri dalam mendegradasi akumulasi residu bahan organik di dalam air (Avnimelech 2012).

Perumusan Masalah

Ikan hias koridoras merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang dicanangkan KKP untuk penguatan produksi dalam mendukung industri ikan hias dan menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia (KKP 2014). Permintaan ikan koridoras di pasar internasional selalu ada sepanjang waktu, sehingga perlu ditingkatkan produksinya melalui kegiatan budidaya intensif. Terdapat 143 spesies ikan koridoras di dunia (Kioko et al. 2005), bahkan mencapai 150 spesies (Alderton 2008). Salah satu jenis ikan koridoras yang banyak dibudidayakan adalah Corydoras aeneus, disebut juga bronze catfish. Ikan ini termasuk golongan catfish yang berukuran relatif kecil, berukuran maksimal 8 cm, memiliki warna coklat hijau keemasan dan kemilau seperti tembaga, memiliki varietas albino dengan warna putih. Ikan koridoras ini hidup pada suhu 24-30 °C, pH 6-8, kesadahan karbonat maksimal 2 dan kesadahan total maksimal 12 atau 150-180 mg/L CaCO3, alkalinitas netral atau sedikit alkalin (50-150 mg/L), serta bersifat omnivora yakni memakan semua jenis pakan, baik pakan buatan maupun pakan alami (Axelrod et al. 1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005; Alderton 2008). Ikan hias Corydoras aeneus bersifat bergerombol (shoaling fish), memiliki kebiasaan mencari makan di bagian dasar akuarium (Axelrod et al. 1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005),

Budidaya ikan hias koridoras pada umumnya masih menerapkan teknologi ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar yang rendah yaitu sekitar 500 ekor/m2 untuk ikan ukuran SM (1,5-2,0 cm), sekitar 1000 ekor/m2 untuk ikan ukuran S (1,0-1,5 cm). Jumlah pakan yang diberikan secukupnya dan ganti air setiap 2-4 hari sebanyak 20-30 %. Lama pemeliharaan sekitar 1,5-2 bulan, menghasilkan produksi 375-800 ekor/m2 dengan nilai kelangsungan hidup berkisar 75-80 %. Rendahnya padat tebar ini menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas ikan hias dan menyebabkan tidak efisiennya penggunaan ruang dan lahan. Peningkatkan produktivitas ikan hias dapat dilakukan melalui intensifikasi, yaitu dengan cara meningkatkan padat tebar ikan, seperti diperlihatkan pada skema perumusan masalah di Gambar 1.

(22)

4

al. 2012). Pakan yang tidak termakan dan limbah dari metabolisme ikan akan terakumulasi dalam perairan dan menyebabkan menurunnya kualitas air (Avnimelech 2007). Limbah utama yang dihasilkan dari intensifikasi adalah nitrogen anorganik yakni amonia dan nitrit yang bersifat toksik pada ikan (De Schryver et al. 2008; Yusoff et al. 2011). Tingginya amonia dalam perairan menyebabkan menurunnya kemampuan eksresi amonia dari tubuh ikan sehingga konsentrasi amonia dalam darah meningkat, yang selanjutnya akan menganggu transportasi oksigen dalam darah (Yusoff et al. 2011), amonia dalam darah juga akan menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin serta merusak sistem saraf pusat (Randall dan Tsui 2002), mengganggu fungsi respirasi pada insang dan kulit ikan (Zhang et al. 2012) dan dapat berujung pada kematian ikan (Kroupova et al. 2005).

(23)

ikan mendominasi dikelompoknya, sedangkan ikan yang kalah dalam persaingan akan terkucil dan menjadi stres yang dapat berujung pada kematian (Huntingford dan Damsgard 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka padat tebar yang tinggi berpengaruh terhadap dua hal yakni menyebabkan penurunan kualitas air serta meningkatkan agresi antar ikan yang menyebabkan stres. Kondisi stres pada ikan yang berkepanjangan atau kronis akan berpengaruh pada fisiologi ikan (Luo et al. 2013), menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Niazie et al. 2013).

Kerangka Pemikiran

Tantangan budidaya ke depan adalah melakukan pengembangan budidaya melalui intensifikasi berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan (Edwards 2015). Indikator untuk budidaya yang berkelanjutan yaitu domestikasi dan perbaikan genetik, trophic level serta efisiensi konversi energi dan pakan yang ramah lingkungan (Pullin et al. 2007). Solusi mengatasi masalah penurunan kualitas air karena intensifikasi agar tetap terjaga baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu reduksi limbah nitrogen dan konversi limbah nitrogen. Reduksi limbah nitrogen dilakukan melalui pergantian air. Pergantian air yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan kualitas air pada budidaya intensif (Appleford et al. 2012). Pergantian air pada kepadatan tinggi berguna untuk memelihara kualitas lingkungan hidup ikan. Prinsip pergantian air adalah untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan menambah senyawa yang diperlukan (Huisman 1987). Untuk mengurangi limbah nitrogen yang berbahaya, dilakukan dengan pergantian air sebesar 40 % sampai 60 % per hari (Lorenzen 1999). Pergantian air pada budidaya intensif adalah lebih dari 30 % per hari (Weidner dan Rosenberry 1992).

(24)

6

Keterangan : --- : batasan penelitian

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian intensifikasi budidaya ikan hias koridoras

Teknologi bioflok telah banyak dikaji pada budidaya ikan konsumsi seperti udang dan ikan, khususnya ikan nila dan lele. Budidaya ikan nila menghasilkan nilai pertumbuhan yang lebih baik pada pemeliharaan dengan teknologi bioflok (Avnimelech 2007; Azim dan Little 2008; Crab et al. 2009; Widanarni et al. 2012; Luo et al. 2014; Long et al. 2015), serta meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila (Ekasari et al. 2013) dan performa larva ikan nila (Ekasari et al. 2015; Yusuf et al.2015). Teknologi bioflok juga meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan pada budidaya ikan bandeng (Usman 2012), ikan Labeo victorianus (Magondu et al. 2013) serta ikan lele (Green et al. 2014; Bakar et al. 2015). Pengkajian intensifikasi pada budidaya ikan hias belum banyak dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras maka perlu dilakukan penelitian intensifikasi budidaya ikan hias dengan meningkatkan padat tebar melalui pergantian air dan penerapan teknologi bioflok.

Tujuan Penelitian

(25)

1. Mengevaluasi pengaruh kepadatan tinggi pada budidaya ikan hias koridoras terhadap kinerja produksi (kelangsungan hidup dan pertumbuhan).

2. Mengevaluasi budidaya ikan hias koridoras dengan kepadatan tinggi melalui sistem pergantian air, pengaruhnya terhadap kinerja produksi, respons stres dan kualitas air.

3. Mengevaluasi penerapan teknologi bioflok dengan kepadatan tinggi pada budidaya ikan hias koridoras, pengaruhnya terhadap kinerja produksi, respons stres, kualitas air dan gambaran darah.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kepadatan ikan yang tinggi dan disertai dengan pergantian air yang tepat dapat meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras. 2. Peningkatan kepadatan ikan yang tinggi dengan teknologi bioflok dapat

meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras. Kebaharuan

(26)

8

2 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

IKAN HIAS KORIDORAS (

Corydoras aeneus

)

PADA BUDIDAYA KEPADATAN TINGGI

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan tinggi pada budidaya ikan hias koridoras terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan yang digunakan adalah ikan hias Corydoras aeneus berbobot 0,21-0,23 g dan panjang baku 1,84-1,90 cm yang dipelihara pada akuarium berdimensi 20 cm x 20 cm x 20 cm, volume air enam liter per akuarium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 (A) dan padat tebar 3750 ekor/m2 (B), tiga kali ulangan. Ikan dipelihara selama 35 hari serta diberi pakan pelet komersial setiap hari pukul 08.00 dan pukul 16.00 WIB sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata, namun pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan panjang harian berbeda nyata, perlakuan B lebih tinggi hampir dua kali lipat dibanding perlakuan A. Nilai kelangsungan hidup antar perlakuan berbeda nyata, perlakuan A (92,78 %) lebih tinggi daripada perlakuan B (86,89 %). Kualitas air selama pemeliharaan yaitu suhu, pH, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat pada kedua perlakuan masih dalam batas toleransi untuk budidaya ikan. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2.

Kata penting : Corydoras aeneus, kelangsungan hidup, padat tebar, pertumbuhan Abstract

The objective of the study was to analyze the effect of high density of ornamental fish corydoras culture to the growth and survival rate. Corydoras aeneus which weight 0.21-0.23 g and 1.84-1.90 cm standard length was cultured in the 20 cm x 20 cm x 20 cm aquarium sized and six liters volume in each. Random design was set with stocking density 3000 fish/m2 (A) and stocking density 3750 fish/m2 (B) with three replications. Fish was cultured for thirty five days and fed a commercial pellet every day at 08.00 am and 16.00 pm with the feeding rate 5 %. The results showed that the weight gain and specific growth rate was not significant in both treatments, but the length gain and the spesific length rate of B was nearly two times higher than A. The utilization of feed was more efficient for B. Survival rate of A (92.8 %) was higher than of B (86.9 %). During the culture the water quality such as temperature, pH, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate, were still in the tolerance limits for fish culture. It is Concluded that the best stocking density for corydoras was 3000 ind m-2.

(27)

PENDAHULUAN

Ikan hias telah menjadi produk strategis ekspor Indonesia dan sebagai sumber devisa negara. Indonesia disebut sebagai negara Home for Hundred of Exotic Ornamental Fish Species, karena dari sekitar 9.000 jenis ikan hias di dunia, Indonesia memiliki 4.000 jenis yang tersebar di laut maupun perairan tawar (ITPC 2011). Ikan hias air tawar koridoras menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Ikan ini merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang dicanangkan KKP untuk penguatan produksi dalam mendukung industri ikan hias (KKP 2014). Permintaan ikan koridoras di pasar internasional selalu ada sepanjang waktu, sehingga perlu ditingkatkan produksinya melalui kegiatan budidaya intensif. Ikan koridoras termasuk golongan catfish yang memiliki ukuran relatif kecil sehingga cocok sebagai ikan akuarium (Satyani 2005).

Ikan Corydoras aeneus disebut juga bronze catfish atau armored catfish memiliki warna coklat hijau keemasan dan kemilau seperti tembaga, memiliki varietas albino dengan warna putih dan ukuran maksimalnya mencapai 8 cm. Ikan ini hidup pada suhu 24-30 °C, pH 6-8, kesadahan karbonat maksimal 2 dan kesadahan total maksimal 12 atau 150-180 mg/L CaCO3, alkalinitas netral atau sedikit alkalin (50-150 mg/L), kebiasaan makan omnivora yakni memakan semua jenis pakan baik pakan buatan maupun pakan alami (Axelrod et al. 1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005; Alderton 2008). Ikan hias Corydoras aeneus

memiliki kebiasaan mencari makan di bagian dasar akuarium (Axelrod et al. 1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005).

Para pembudidaya ikan hias koridoras di Jabotabek, umumnya menerapkan teknologi sederhana atau ekstensif dengan padat tebar yang rendah yaitu sekitar 500 ekor/m2 untuk ikan ukuran SM (1,5-2,0 cm), sekitar 1000 ekor/m2 untuk ikan ukuran S (1,0-1,5 cm). Jumlah pakan yang diberikan secukupnya dan ganti air setiap 2-4 hari sebanyak 20-30 %. Lama pemeliharaan sekitar 1,5 bulan, menghasilkan produksi 375-800 ekor/m2 dengan nilai kelangsungan hidup berkisar 75-80 %, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi yaitu dengan meningkatkan kepadatan ikan, namun kepadatan tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas air (Avnimelech 2007; Crab et al. 2007; Emerenciano et al. 2012; Luo et al. 2013). Kepadatan merupakan faktor penting dalam budidaya ikan terutama pada budidaya intensif yang menghasilkan produksi ikan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan produksi ikan hias

Corydoras aeneus melalui peningkatan kepadatan ikan yang lebih tinggi dari yang dilakukan pembudidaya pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kepadatan tinggi yaitu padat tebar 3000 ekor/m2 dan 3750 ekor/m2 pada budidaya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

BAHAN DAN METODE

(28)

10

ini adalah ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) atau bronze catfish dengan bobot berkisar antara 0,21-0,23 g dan panjang 1,84-1,9 cm berasal dari pembudidaya ikan hias di Bogor. Ikan hias dipelihara selama 40 hari yaitu pada bulan Agustus-September 2013. Ikan dipelihara pada wadah akuarium berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm, diaerasi dan diisi air setinggi 15 cm, sehingga volume air setiap akuarium adalah enam liter.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan yaitu padat tebar 20 ekor/liter atau 3000 ekor/m2 (A) dan padat tebar 25 ekor/liter atau 3750 ekor/m2 (B) masing-masing tiga kali ulangan. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan pelet komersil yang mengandung kadar protein 34,07 %, lemak 6,56 %, serat kasar 3,12 %, kadar air 8,32 %, kadar abu 10,42 % dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 37,51 %. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Setiap pagi hari, sebelum diberi pakan dilakukan penyifonan dan pergantian air sebanyak 30 % per hari dari total volume air di akuarium.

Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan cara pengambilan sampel seminggu sekali dengan mengukur panjang baku ikan, menimbang bobot ikan dan menghitung jumlah total ikan pada akuarium. Pencatatan ikan yang mati dilakukan setiap hari bersamaan dengan pengukuran kualitas air yaitu oksigen terlarut (dissolved oxygen), pH dan suhu menggunakan DO-meter dan pH-meter. Pengukuran kualitas air berupa amonia, nitrit dan nitrat menggunakan spektrofotometer dilakukan setiap minggu di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, FPIK, IPB.

Parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut :

Kelangsungan hidup (%) dihitung berdasarkan rumus Huisman (1987) : SR =

Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan akhir (ekor)

N0 = Jumlah ikan awal (ekor)

Pertumbuhan bobot mutlak (PB), dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997): PB = Wt – W0

Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)

Pertumbuhan panjang mutlak (PL),dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997): PL = Lt – L0

Keterangan : Lt = Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm)

(29)

Laju pertumbuhan bobot harian dihitung berdasarkan rumus Huisman (1987) :

[ √ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) t = Lama pemeliharaan (hari)

Laju pertumbuhan harian (LPH) panjang

[ √ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Lt = Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm)

L0 = Panjang rata-rata ikan pada awal percobaan (cm) t = Lama percobaan (hari)

Data yang diperoleh diolah dan ditabulasi. Data tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot dan panjang mutlak, serta laju pertumbuhan bobot harian dianalisis ragam independent-samples test pada tingkat kepercayaan 90 %. Beberapa data dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan hubungan antar parameter melalui penyajian tabel dan gambar. Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Ms.Excel 2007 dan SPSS 16.0.

HASIL

(30)

12

Tabel 1 Kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan koridoras yang dipelihara secara intensif selama 40 hari

Parameter

A (3000 ekor/m2)

B (3750 ekor/m2) Kelangsungan hidup (%) 92,78±1,273b 86,89±1,857a Bobot akhir rata-rata (g) 0,264±0,010 0,285±0,015 Pertumbuhan bobot mutlak (g) 0,051±0,012a 0,058±0,017a

LPH bobot (%/hari) 0,608±0,143a 0,656±0,196a

Panjang awal rata-rata (cm) 1,902±0,063 1,837±0,017 Panjang akhir rata-rata (cm) 2,012±0,056 2,051±0,045 Pertumbuhanpanjang mutlak(cm) 0,111±0,051a 0,214±0,057b LPH panjang (%/hari) 0,162±0,077a 0,316±0,082b * huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 10%

Gambar 3 Kelangsungan hidup ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara selama 40 hari

Gambar 4 Pertumbuhan bobot ikan koridoraspada padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara selama 40 hari

75,00 80,00 85,00 90,00 95,00 100,00 105,00

1 7 14 21 28 35

Ke

lang

sng

an

hidup (%

)

Hari ke-

A

B

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40

1 7 14 21 28 35

B

obot ra

ta

-ra

ta

(g

)

Hari ke-

A

[image:30.595.32.473.38.833.2]
(31)
[image:31.595.92.507.30.834.2]

Gambar 5 Pertumbuhan panjang ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2 (A) dan 3750 ekor/m2 (B) yang dipelihara selama 40 hari

Tabel 2 Nilai suhu, oksigen terlarut (DO) dan pH yang dipelihara secara intensif selama 40 hari

Parameter A (3000 ekor/m 2

) B (3750 ekor/m2) Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Suhu (°C) 27,65 ± 0,75 24,0-31,0 26,76 ± 0,69 24,0-30,0 DO (mg /L) 7,01 ± 1,13 4,30-9,90 6,89 ± 1,04 4,20-9,40 pH 6,58 ± 0,73 5,50-8,00 6,62 ± 0,60 5,90-8,30

Gambar 6 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar 3000 ekor/m2 (A) dan 3750 ekor/m2 (B) yang dipelihara selama 40 hari

Gambar 7 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara selama 40 hari

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00

1 7 14 21 28 35

Pan jang r at a-rat a (cm ) Hari ke- A B 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

1 7 14 21 28 35

NH 3 (mg /L ) Hari ke- A B 1,00 2,00 3,00 4,00

1 7 14 21 28 35

(32)

14

Gambar 8 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara selama 40 hari

PEMBAHASAN

Pertumbuhan bobot ikan Corydoras aeneus, baik pertumbuhan bobot mutlak maupun laju pertumbuhan bobot harian pada kedua perlakuan yaitu padat tebar 3000 ekor/m2(A) dan padat tebar 3750 ekor/m2(B) tidak berbeda nyata. Grafik pertumbuhan bobot ikan kedua perlakuan memiliki kecenderungan yang sama, yakni meningkat sampai hari ke 21, setelah itu mulai relatif konstan (Gambar 3). Berbeda halnya pada nilai pertumbuhan panjang yang berbeda nyata antar kedua perlakuan, pertumbuhan panjang pada perlakuan B lebih tinggi hampir dua kali lipat dibanding perlakuan A. Pertumbuhan panjang ikan pada perlakuan A mulai konstan pada hari ke 28, sedangkan perlakuan B masih terus meningkat. Pada akhir penelitian, pertumbuhan panjang ikan pada perlakuan B lebih tinggi dari A (Gambar 4). Beberapa penelitian diantaranya pada ikan lele afrika, Clarias gariepinus (Kaiser et al. 1995; Toko et al. 2007) dan pada ikan

Heterobranchus longifilif (Baras et al. 1998) menunjukkan bahwa padat tebar tinggi dapat menyebabkan peningkatan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang lebih baik. Pada ikan Buenos aires (Kupren et al. 2008), ikan European catfih (Jamroz et al. 2008) dan ikan Rhinelepsis aspera (Dos Santos et al. 2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi padat tebar menghasilkan pertumbuhan yang tinggi. Pada kajian lain menunjukkan bahwa kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup cenderung lebih tinggi pada padat tebar rendah seperti pada ikan mas koki dan ikan black widow tetra (Priestley et al. 2006), ikan Tiete tetra

(Tolussi et al. 2010) dan ikan Scortum barcoo (Luo et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kepadatan terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi ikan bergantung pada jenis spesies (Garr et al. 2011).

Pada penelitian ini makin padat ikan menghasilkan pertumbuhan panjang yang lebih tinggi. Ikan pada padat tebar tinggi (3750 ekor/m2) memiliki nilai faktor kondisi sebesar 2,95±0,17 dan pada padat tebar rendah (3000/m2) sebesar 3,11±0,03. Hal ini menunjukkan bahwa ikan koridoras yang dibudidayakan ini memiliki pertumbuhan yang bersifat allometrik. Menurut Effendie (1997) jika nilainya lebih dari 3 menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat daripada pertumbuhan panjang, sedangkan jika nilainya kurang dari 3

0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

1 7 14 21 28 35

N0

3

(mg

/L

)

Hari ke-

A

(33)

menunjukkan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobotnya. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua fakor yaitu faktor intrinsik (dalam) dan ekstrinsik (luar). Faktor intrinsik meliputi sifat keturunan, umur, ukuran, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi sifat fisik dan kimiawi perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi (Rahardjo et al. 2011). Berdasarkan hal tersebut makanan merupakan faktor utama penentu pertumbuhan karena tanpa makanan tidak ada masukan energi untuk tumbuh. Setiap makanan yang masuk akan dicerna dan diserap dalam tubuh ikan, namun tidak seluruh energi pakan dapat diserap tubuh, yang tidak diserap akan dibuang sebagai panas, feses dan urin. Pakan yang dapat diretensi oleh ikan sebesar 30-50 %, sisanya 25-35 % terbuang menjadi panas, 20-40 % terbuang menjadi feses dan 3-8 % menjadi urin. Energi yang berasal dari pakan akan dialokasikan untuk energi pertumbuhan, metabolisme dan terbuang melalui feses dan urin (Goddard 1996). Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu dan sisanya digunakan untuk pertumbuhan (Jobling 1994; Goddard 1996).

Pengaruh padat tebar terhadap pertumbuhan juga bergantung pula pada tingkah laku ikan (Tolussi et al. 2010).Tingkah laku ikan koridoras yang memiliki sifat berkelompok dan bergerombol juga menguntungkan dalam proses mendeteksi dan mencari pakan sehingga energi yang dihemat dari proses tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jumlah ikan pada perlakuan B lebih banyak dibanding perlakuan A, sehingga ikan membentuk kelompok besar. Menurut Breeland (2007) makin banyak jumlah ikan dalam kelompok, makin mudah mencari makan. Ikan dalam kelompok besar, makan lebih lama karena merasa aman, sehingga ikan makan dalam jumlah dan porsi yang lebih banyak. Dengan demikian pada ikan koridoras yang dipelihara pada padat tebar tinggi (B) terdapat sejumlah energi pakan yang lebih tinggi daripada padat tebar rendah (A) yang digunakan untuk pertumbuhan, khususnya pertumbuhan panjang.

Kelangsungan ikan tertinggi terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 yaitu sebesar 92,78±1,273 %, sedangkan pada padat tebar 3750 ekor/m2 sebesar 86,89±1,857 %. Padat tebar tinggi menyebabkan kelangsungan hidup ikan cenderung rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Breeland (2007) pada ikan Corydoras paleatus, Kupren et al. (2008) pada ikan

Buenos aires tetra dan Jamroz et al. (2008) pada ikan European catfih. Padat tebar yang tinggi menyebabkan kompetisi dalam ruang dan meningkatnya agresi antar ikan yang menyebabkan stres. Stres yang berkepanjangan atau kronis akan berpengaruh pada fisiologi ikan dan kelangsungan hidup ikan (Wedemeyer 1996, Huntingford dan Damsgard 2012; Luo et al. 2013). Agresivitas ikan menyebabkan terdapat ikan yang dominan di kelompoknya dan ikan yang kalah dalam persaingan akan terkucil dan menjadi stres yang dapat berujung pada kematian (Huntingford dan Damsgard 2012). Agresivitas ikan menyebabkan terjadinya peningkatan gesekan antar sirip dan gerakan-gerakan yang dapat melukai ikan lain (Wedemeyer 1996). Hal ini terjadi pada perlakuan B yang terlihat dari sirip ikan yang terkoyak-koyak pada ikan yang mati.

(34)

16

kimiawi perairan merupakan faktor ekstrinsik (luar) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan (Effendie 1997; Rahardjo et al. 2011). Ikan memerlukan kondisi lingkungan perairan tertentu agar dapat tumbuh optimal. Sebagai hewan poikilotermal, ikan sangat bergantung pada suhu, sehingga suhu merupakan variabel lingkungan yang sangat penting bagi ikan, kenaikan suhu meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh ikan dan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu (Rahardjo et al. 2011). Suhu merupakan parameter penting karena mempengaruhi kebutuhan pakan, asupan pakan meningkat seiring meningkatnya suhu (Kestemont dan Baras 2001). Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya kandungan oksigen, karbondioksida, keasaman dan alkalinitas (Effendie 1997; Kestemont dan Baras 2001). Pada penelitian ini diupayakan kualitas air tetap terjaga dengan baik melalui penggunaan aerasi dan penggantian air setiap hari sebanyak 30 % dari total volume air, sehingga kandungan oksigen terlarut, pH dan suhu dalam kisaran toleransi ikan koridoras (Tabel 2). Corydoras aeneus hidup optimal pada suhu 24-30 °C, pH 6-8 (Axelrod et al. 1988, Petrovicky 1988; Satyani 2005) dan kadar oksigen terlarut minimal 3 mg/L (Boyd 2001).

Kepadatan ikan yang tinggi membutuhkan jumlah pakan uatan yang

tinggi padahal hanya sekitar 20 25 % protein dalam pakan yang dimanfaatkan oleh ikan, sisanya sebesar 75-80 % diekskresikan dalam bentuk amonia dan dibuang melalui feses (Stickney 2005). Amonia sebagai hasil dari katabolisme protein, lemak dan karbohidrat yang diekskresikan dalam perairan dan bersifat toksik (Ebeling et al. 2006; Harris 2010), bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah (Avnimelech 1999, Crab et al. 2007; Hu et al. 2013). Toksisitas amonia menyebabkan rusaknya sistem saraf pusat ikan (Randall dan Tsui 2002). Tingkat toksisitasnya bergantung pada spesies dan ukuran ikan (Stickney 2005), pH, oksigen terlarut dan suhu perairan ( Montoya dan Velasco 2000 dan Boyd 2007). Kenaikan nilai amonia meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan mereduksi pertumbuhan ikan (Rahardjo et al. 2011). Amonia menjadi toksik pada konsentrasi 1,5 mg/L (Crab et al. 2007), toksik akut pada konsentrasi 2,79 mg/L (Randall dan Tsui 2002). Pada penelitian ini nilai amonia, nitrit dan nitrat meningkat seiring dengan meningkatnya padat tebar. Nilai amonia pada perlakuan B mencapai 0,04 mg/L lebih tinggi dari perlakuan A (Gambar 6), namun nilainya masih dapat ditoleransi dan tidak menjadi toksik bagi ikan koridoras.

(35)

pada perlakuan B lebih tinggi dibandingkan perlakuan A (Gambar 7 dan 8), namun nilai pada kedua perlakuan masih dalam kisaran toleransi untuk budidaya ikan koridoras. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kualitas air pada kedua perlakuan secara keseluruhan dalam kondisi baik untuk budidaya ikan koridoras.

SIMPULAN

(36)

18

3 BUDIDAYA INTENSIF IKAN HIAS KORIDORAS

(

Corydoras aeneus

):

KAJIAN PADAT TEBAR DAN PERGANTIAN AIR

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peningkatan padat tebar ikan hias koridoras dengan sistem pergantian air melalui kajian kelangsungan hidup, pertumbuhan, kualitas air dan respons stres. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) berbobot 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20-2,31 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak faktorial, tiga taraf padat tebar yaitu 3000, 4500 dan 6000 ekor /m² dan dua taraf pergantian air yaitu 50 % dan 100 % per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan berbeda nyata, nilai tertinggi masing-masing sebesar 0,40±0,02 %/hari dan 1,04±0,09 %/hari terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari. Kelangsungan hidup pada perlakuan 3000 dan 4500 ekor/m2 tidak berbeda nyata, dengan nilai berkisar 94,81±0,64 % sampai 98,33±1,44 %. Ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap stres. Nilai kualitas air selama pemeliharaan yakni suhu, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat berada pada kisaran yang cukup baik untuk budidaya ikan. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2 dan pergantian air 100 %.

Kata kunci : Corydoras aeneus, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, kualitas air

Abstract

This research wasconducted to find out the best stocking density in combine with water exchange level in order to increase the productivity perfermance of corydoras (Corydoras aeneus). Corydoras which the initial body weight of 0.44-0.51 g and 2.20-2.31 cm of total body length was used in this research. The research was design in factorial with two factors. The fisrt factor is level of stocking density (3000, 4500, 6000 fish/m2) and the second factor is level of water exchange (50 and 100 %/day). The result showed that specific growth rate of length and weight among level of treatments was significantly different. There was interaction between stocking density and water exchange level was found in the spesific growth rate and the highest value of the length specific growth was 0.4 ± 0.02 %/day and weight was 1.04 ± 0.09 %/day at stocking density 3000 fish/m2 with 100 %/day water exchange and. There were not significantly different of survival rate of 3000 and 4500 fish/m2 in range from 94.81 ± 0.64 % to 98.33± 1.44 %. The range of water quality temperature, pH, dissolved oxygen, alkalinity, turbidity, ammonia, nitrate, nitrite, during culture is suitable for corydoras fish culture. It is concluded that the best stocking density for corydoras was 3000 fish/m2 with 100 %/day water exchange.

(37)

PENDAHULUAN

Budidaya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) pada umumnya masih menerapkan teknologi ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar yang rendah 500-1000 ekor/m2 untuk masing-masing ukuran ikan 1,0-1,5 cm dan 1,5-2,0 cm, nilai kelangsungan hidup berkisar 70-80 %, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan meningkatkan padat penebaran. Sistem budidaya intensif berarti melakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (Avnimelech 2007) sehingga pada sistem budidaya intensif tingkat keberhasilan sangat bergantung pada volume produksi yang dipengaruhi pertumbuhan dan padat tebar (Andrade et al. 2015). Padat tebar yang tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, kinerja reproduksi serta produktivitas. Disisi lain padat tebar tinggi juga merupakan faktor kritis karena memiliki potensi sebagai sumber stres kronis (Bonga 1997; Luo et al. 2013) yang akan mempengaruhi fisiologi, perilaku dan pertumbuhan ikan budidaya. Kondisi stres yang berkepanjangan atau kronis akan berpengaruh pada fisiologi ikan (Luo et al. 2013). Selanjutnya Magondu et al. (2013) melaporkan bahwa peningkatan padat tebar akan meningkatkan stres yang akan berdampak pada kemampuan cerna, konversi pakan dan laju pertumbuhan.

Tingginya padat penebaran juga akan meningkatkan total pakan yang akan berdampak pada peningkatan limbah budidaya. Limbah budidaya yang bersifat toksik terhadap ikan adalah amonia dan nitrit (Yusoff et al. 2011). Tingginya amonia dalam perairan menyebabkan menurunnya kemampuan ekskresi amonia dari tubuh ikan sehingga konsentrasi amonia dalam darah meningkat, akibatnya transportasi oksigen dalam darah menjadi terganggu (Yusoff et al. 2011), Amonia dalam darah selanjutnya akan menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin, serta merusak sistem saraf pusat (Randall dan Tsui 2002), selanjutnya dapat mengganggu fungsi respirasi pada insang dan kulit ikan (Zhang et al. 2012) dan dapat berujung pada kematian ikan (Kroupova

et al. 2005). Salah satu upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik dilakukan dengan pergantian air. Pergantian air yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan kualitas air pada budidaya intensif (Appleford et al. 2012). Pergantian air pada kepadatan tinggi berguna untuk memelihara kualitas lingkungan hidup ikan, karena prinsip pergantian air adalah untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan menambah senyawa yang diperlukan (Huisman 1987). Untuk mengurangi limbah nitrogen yang berbahaya, dilakukan dengan pergantian air sebesar 40 % sampai 60 %/hari (Lorenzen 1999). Pergantian air pada budidaya intensif adalah lebih dari 30 %/hari (Weidner dan Rosenberry 1992).

(38)

20

tebar 3000 ekor/m2 lebih tinggi dibanding padat tebar 3750 ekor/m2. Dengan demikian padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras hasil penelitian tahap pertama adalah 3000 ekor/m2. Berdasarkan hasil tersebut maka selanjutnya dilakukan penelitian dengan meningkatkan padat tebar yaitu 4500 ekor/m2 dan 6000 ekor/m2. Peningkatan kepadatan ikan pada budidaya intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas air terutama tingginya limbah amonia, sehingga pada penelitian tahap kedua ini dilakukan upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik dengan pergantian air. Pengkajian pergantian air pada budidaya intensif ikan hias belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja produksi ikan hias koridoras melalui kajian padat tebar dan pergantian air.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor pada bulan April-Juni 2014.

Ikan Uji

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan koridoras (Corydoras aeneus) dengan bobot berkisar 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20-2,31 cm. Ikan tersebut diperoleh dari pembudidaya ikan di Bogor.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak faktorial berupa faktor padat tebar (tiga taraf) dan faktor volume pergantian air (dua taraf) dengan masing-masing tiga kali ulangan. Keseluruhan perlakuan adalah sebagai berikut:

3000A : Padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 3000B : Padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari. 4500A : Padat tebar 4500 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 4500B : Padat tebar 4500 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari. 6000A : Padat tebar 6000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 6000B : Padat tebar 6000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari.

Pemeliharaan Ikan

(39)

pemeliharaan ikan diberi pakan cacing sutra hidup yang mengandung kadar protein 8,12 %, lemak 4,26 %, serat kasar 0 %, kadar air 82,29 %, kadar abu 1,97 % dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) 4,26 %. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 07.00 dan 18.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Pergantian air dan penyiponan pada setiap perlakuan dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pergantian air dan penyiponan dilakukan satu jam sebelum ikan diberi pakan. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap sepuluh hari dengan cara pengambilan contoh sebanyak 30 ekor setiap perlakuan, dengan mengukur panjang baku ikan dan menimbang bobot ikan. Sampling kelangsungan hidup dilakukan bersamaan dengan sampling pertumbuhan dengan menghitung jumlah total ikan yang hidup.

Selama pemeliharaan ikan dilakukan pengukuran kualitas air harian yakni berupa oksigen terlarut, pH dan suhu. Pengukuran kualitas air tersebut dilakukan pada waktu pagi hari (pukul 07.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB), sore hari (pukul 17.00 WIB) dan malam hari (pukul 22.00 WIB). Adapun pengukuran amonia, nitrit, nitrat, alkalinitas dan kekeruhan dilakukan setiap minggu. Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran pertumbuhan, kelangsungan hidup dan sampel tubuh ikan diambil untuk analisis kimia tubuh berupa fosfor, kalsium, RNA dan DNA. Pengukuran kadar kortisol tubuh ikan dan glukosa darah dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian.

Metode pengukuran

Bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital kapasitas 200 gram, sedangkan panjang ikan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Analisis fosfor dan kalsium menggunakan metode Takeuchi (1988). Analisis RNA menggunakan metode Sambrook et al. (1989) dan DNA menggunakan Puregene ®Core Kit A for molecular biology applications dengan prosedur sesuai buku manual. Kualitas air yakni suhu diukur menggunakan termometer, kandungan oksigen menggunakan DO-meter dan pH menggunakan pH-meter, sedangkan alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode berdasarkan APPHA (1989). Pengukuran parameter tersebut dilakukan di FPIK IPB. Kadar glukosa darah diukur menggunakan metode Eames et al. (2010), sedangkan kadar kortisol tubuh ikan menggunakan CORTISOL [125I] RIA KIT (Ref : RK-240CT) Institut of Isotopes Ltd Budapest dengan prosedur sesuai buku manual, pengukuran dilakukan di FKH IPB.

Parameter yang dianalisis

Parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut :

a) Kinerja produksi : laju pertumbuhan harian panjang, laju pertumbuhan harian bobot ikan dan kelangsungan hidup.

b) Analisis kimia : kalsium (Ca), fosfor (P), rasio Ca/P, rasio RNA/DNA, kadar kortisol tubuh ikan dan kadar glukosa darah.

(40)

22

Rumus yang Digunakan

Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dihitung dengan rumus Huisman (1987)

[ √ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awa

Gambar

Gambar 1  Perumusan masalah pada  budidaya ikan koridoras
Gambar 2  Kerangka pemikiran penelitian intensifikasi budidaya ikan
Tabel 1 Kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan koridoras yang
Gambar 5 Pertumbuhan panjang ikan koridoras pada padat tebar 3000   ekor/m 2 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dot blot dilakukan juga sebagai langkah awal pemeriksaan adanya protein kelenjar saliva nyamuk yang dapat berikatan dengan beberapa protein sampel darah manusia..

Berdasarkan molecular docking, aktivitas analgetika dapat diketahui dari kestabilan ikatan senyawa HP2009 dengan enzim COX-2, yang terlihat dari score docking bahwa senyawa

Diberitahukan kepada seluruh Warga Jemaat GPIB GIBEON bahwa Ibadah Keluarga Gabungan dan Ibadah Hari Minggu telah dilaksanakan secara daring dan luring terbatas

Berdasarkan kurva laktasi diperoleh, terlihat bahwa induk dengan paritas 3 maupun induk dengan anak kembar dua mempunyai tampilan optimal, dilihat dari jumlah produksi susu

2) Kapal dengan muatan barang dan penumpang disebut Kapal barang penumpang (Cargo passanger ship). Untuk membatasi istilah kapal barang penumpang dan kapal penumpang barang

Maka sudah saatnya kita mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang.. Karena tidak melekat pada selaput

pengetahuan siswa tentang teknik- teknik dasar sepakbola dan model latihan yang di gunakan guna menunjang tingkat ketepatan menendang bola ke arah gawang masih kurang efektif