• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PADAT TEBAR DAN PERGANTIAN AIR

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peningkatan padat tebar ikan hias koridoras dengan sistem pergantian air melalui kajian kelangsungan hidup, pertumbuhan, kualitas air dan respons stres. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) berbobot 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20- 2,31 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak faktorial, tiga taraf padat tebar yaitu 3000, 4500 dan 6000 ekor /m² dan dua taraf pergantian air yaitu 50 % dan 100 % per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan berbeda nyata, nilai tertinggi masing- masing sebesar 0,40±0,02 %/hari dan 1,04±0,09 %/hari terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari. Kelangsungan hidup pada perlakuan 3000 dan 4500 ekor/m2 tidak berbeda nyata, dengan nilai berkisar 94,81±0,64 % sampai 98,33±1,44 %. Ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap stres. Nilai kualitas air selama pemeliharaan yakni suhu, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat berada pada kisaran yang cukup baik untuk budidaya ikan. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2 dan pergantian air 100 %.

Kata kunci : Corydoras aeneus, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, kualitas air

Abstract

This research wasconducted to find out the best stocking density in combine with water exchange level in order to increase the productivity perfermance of corydoras (Corydoras aeneus). Corydoras which the initial body weight of 0.44-0.51 g and 2.20-2.31 cm of total body length was used in this research. The research was design in factorial with two factors. The fisrt factor is level of stocking density (3000, 4500, 6000 fish/m2) and the second factor is level of water exchange (50 and 100 %/day). The result showed that specific growth rate of length and weight among level of treatments was significantly different. There was interaction between stocking density and water exchange level was found in the spesific growth rate and the highest value of the length specific growth was 0.4 ± 0.02 %/day and weight was 1.04 ± 0.09 %/day at stocking density 3000 fish/m2 with 100 %/day water exchange and. There were not significantly different of survival rate of 3000 and 4500 fish/m2 in range from 94.81 ± 0.64 % to 98.33± 1.44 %. The range of water quality temperature, pH, dissolved oxygen, alkalinity, turbidity, ammonia, nitrate, nitrite, during culture is suitable for corydoras fish culture. It is concluded that the best stocking density for corydoras was 3000 fish/m2 with 100 %/day water exchange.

PENDAHULUAN

Budidaya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) pada umumnya masih menerapkan teknologi ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar yang rendah 500-1000 ekor/m2 untuk masing-masing ukuran ikan 1,0-1,5 cm dan 1,5-2,0 cm, nilai kelangsungan hidup berkisar 70-80 %, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan meningkatkan padat penebaran. Sistem budidaya intensif berarti melakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (Avnimelech 2007) sehingga pada sistem budidaya intensif tingkat keberhasilan sangat bergantung pada volume produksi yang dipengaruhi pertumbuhan dan padat tebar (Andrade et al. 2015). Padat tebar yang tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, kinerja reproduksi serta produktivitas. Disisi lain padat tebar tinggi juga merupakan faktor kritis karena memiliki potensi sebagai sumber stres kronis (Bonga 1997; Luo et al. 2013) yang akan mempengaruhi fisiologi, perilaku dan pertumbuhan ikan budidaya. Kondisi stres yang berkepanjangan atau kronis akan berpengaruh pada fisiologi ikan (Luo et al. 2013). Selanjutnya Magondu et al. (2013) melaporkan bahwa peningkatan padat tebar akan meningkatkan stres yang akan berdampak pada kemampuan cerna, konversi pakan dan laju pertumbuhan.

Tingginya padat penebaran juga akan meningkatkan total pakan yang akan berdampak pada peningkatan limbah budidaya. Limbah budidaya yang bersifat toksik terhadap ikan adalah amonia dan nitrit (Yusoff et al. 2011). Tingginya amonia dalam perairan menyebabkan menurunnya kemampuan ekskresi amonia dari tubuh ikan sehingga konsentrasi amonia dalam darah meningkat, akibatnya transportasi oksigen dalam darah menjadi terganggu (Yusoff et al. 2011), Amonia dalam darah selanjutnya akan menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin, serta merusak sistem saraf pusat (Randall dan Tsui 2002), selanjutnya dapat mengganggu fungsi respirasi pada insang dan kulit ikan (Zhang et al. 2012) dan dapat berujung pada kematian ikan (Kroupova

et al. 2005). Salah satu upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik dilakukan dengan pergantian air. Pergantian air yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan kualitas air pada budidaya intensif (Appleford et al. 2012). Pergantian air pada kepadatan tinggi berguna untuk memelihara kualitas lingkungan hidup ikan, karena prinsip pergantian air adalah untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan menambah senyawa yang diperlukan (Huisman 1987). Untuk mengurangi limbah nitrogen yang berbahaya, dilakukan dengan pergantian air sebesar 40 % sampai 60 %/hari (Lorenzen 1999). Pergantian air pada budidaya intensif adalah lebih dari 30 %/hari (Weidner dan Rosenberry 1992).

Intensifikasi budidaya ikan hias koridoras dengan menerapkan padat tebar tinggi (3000 ekor/m2 dan 3750 ekor/m2) telah dilakukan pada penelitian tahap pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan hias koridoras yang dipelihara pada padat tebar 3750 ekor/m2 dengan pergantian air sebesar 30 %/hari dan dipelihara selama 40 hari menghasilkan pertumbuhan bobot yang sama dengan ikan yang dipelihara pada padat tebar 3000 ekor/m2, namun nilai pertumbuhan panjangnya yang lebih tinggi. Kelangsungan hidup pada padat

20

tebar 3000 ekor/m2 lebih tinggi dibanding padat tebar 3750 ekor/m2. Dengan demikian padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras hasil penelitian tahap pertama adalah 3000 ekor/m2. Berdasarkan hasil tersebut maka selanjutnya dilakukan penelitian dengan meningkatkan padat tebar yaitu 4500 ekor/m2 dan 6000 ekor/m2. Peningkatan kepadatan ikan pada budidaya intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas air terutama tingginya limbah amonia, sehingga pada penelitian tahap kedua ini dilakukan upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik dengan pergantian air. Pengkajian pergantian air pada budidaya intensif ikan hias belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja produksi ikan hias koridoras melalui kajian padat tebar dan pergantian air.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor pada bulan April-Juni 2014.

Ikan Uji

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan koridoras (Corydoras aeneus) dengan bobot berkisar 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20-2,31 cm. Ikan tersebut diperoleh dari pembudidaya ikan di Bogor.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak faktorial berupa faktor padat tebar (tiga taraf) dan faktor volume pergantian air (dua taraf) dengan masing- masing tiga kali ulangan. Keseluruhan perlakuan adalah sebagai berikut:

3000A : Padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 3000B : Padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari. 4500A : Padat tebar 4500 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 4500B : Padat tebar 4500 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari. 6000A : Padat tebar 6000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 50 %/hari. 6000B : Padat tebar 6000 ekor/m2 dan ganti air sebanyak 100 %/hari.

Pemeliharaan Ikan

Ikan diaklimatisasi pada kondisi laboratorium selama 10 hari didalam wadah akuarium berukuran 100 cm x 50 cm x 40 cm dengan kepadatan 1500 ekor/m2. Selama masa adaptasi ikan diberi pakan berupa cacing sutra secara ad libitum. Satu hari sebelum dilakukan percobaan ikan dipuasakan dan sampel ikan diambil untuk dianalisis kimia tubuh. Ikan hias dipelihara selama 40 hari dalam wadah akuarium berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm, diaerasi dan diisi air setinggi 15 cm, sehingga volume air setiap akuarium enam liter. Selama

pemeliharaan ikan diberi pakan cacing sutra hidup yang mengandung kadar protein 8,12 %, lemak 4,26 %, serat kasar 0 %, kadar air 82,29 %, kadar abu 1,97 % dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) 4,26 %. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 07.00 dan 18.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Pergantian air dan penyiponan pada setiap perlakuan dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pergantian air dan penyiponan dilakukan satu jam sebelum ikan diberi pakan. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap sepuluh hari dengan cara pengambilan contoh sebanyak 30 ekor setiap perlakuan, dengan mengukur panjang baku ikan dan menimbang bobot ikan. Sampling kelangsungan hidup dilakukan bersamaan dengan sampling pertumbuhan dengan menghitung jumlah total ikan yang hidup.

Selama pemeliharaan ikan dilakukan pengukuran kualitas air harian yakni berupa oksigen terlarut, pH dan suhu. Pengukuran kualitas air tersebut dilakukan pada waktu pagi hari (pukul 07.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB), sore hari (pukul 17.00 WIB) dan malam hari (pukul 22.00 WIB). Adapun pengukuran amonia, nitrit, nitrat, alkalinitas dan kekeruhan dilakukan setiap minggu. Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran pertumbuhan, kelangsungan hidup dan sampel tubuh ikan diambil untuk analisis kimia tubuh berupa fosfor, kalsium, RNA dan DNA. Pengukuran kadar kortisol tubuh ikan dan glukosa darah dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian.

Metode pengukuran

Bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital kapasitas 200 gram, sedangkan panjang ikan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Analisis fosfor dan kalsium menggunakan metode Takeuchi (1988). Analisis RNA menggunakan metode Sambrook et al. (1989) dan DNA menggunakan Puregene ®Core Kit A for molecular biology applications dengan prosedur sesuai buku manual. Kualitas air yakni suhu diukur menggunakan termometer, kandungan oksigen menggunakan DO-meter dan pH menggunakan pH-meter, sedangkan alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode berdasarkan APPHA (1989). Pengukuran parameter tersebut dilakukan di FPIK IPB. Kadar glukosa darah diukur menggunakan metode Eames et al. (2010), sedangkan kadar kortisol tubuh ikan menggunakan CORTISOL [125I] RIA KIT (Ref : RK-240CT) Institut of Isotopes Ltd Budapest dengan prosedur sesuai buku manual, pengukuran dilakukan di FKH IPB.

Parameter yang dianalisis Parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut :

a) Kinerja produksi : laju pertumbuhan harian panjang, laju pertumbuhan harian bobot ikan dan kelangsungan hidup.

b) Analisis kimia : kalsium (Ca), fosfor (P), rasio Ca/P, rasio RNA/DNA, kadar kortisol tubuh ikan dan kadar glukosa darah.

c) Kualitas air : suhu, oksigen terlarut (DO), pH, amonia (NH3), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), alkalinitas dan kekeruhan.

22

Rumus yang Digunakan

Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dihitung dengan rumus Huisman (1987)

[ √ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) t = Lama percobaan (hari)

Laju pertumbuhan harian (LPH) panjang

[ √ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Lt = Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm)

L0 = Panjang rata-rata ikan pada awal percobaan (cm) t = Lama percobaan (hari)

Kelangsungan hidup (%) dihitung berdasarkan rumus Huisman (1987) : SR =

Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan akhir (ekor)

N0 = Jumlah ikan aWAl (ekor) Koefisien Keragaman (%)

KK =

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan ditabulasi serta disajikan berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi. Beberapa data dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan hubungan antar parameter melalui penyajian tabel dan gambar. Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Ms.Excel 2007 dan SPSS 20.0. Beberapa parameter dianalisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95 % dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan.

HASIL

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Laju pertumbuhan harian bobot (LPH) dan panjang ikan dan kelangsungan hidup (SR) ikan koridoras terdapat pada Tabel 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar dan ganti air serta interaksi keduanya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai laju pertumbuhan harian (LPH) panjang dan bobot. LPH panjang dan bobot ikan tertinggi terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari (3000B). Kelangsungan hidup (SR) ikan hias koridoras menghasilkan nilai yang berbeda nyata pada perlakuan padat tebar, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan ganti air dan interaksi keduanya. Kelangsungan hidup terendah adalah pada padat tebar 6000 ekor/m2.

Tabel 3 Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dan panjang serta kelangsungan hidup (SR) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan LPH panjang LPH bobot SR

Padat tebar (ekor/m²) Ganti air (%) (%/hari) (%/hari) (%)

3000 50 (A) 0,22 ± 0,02 bab 0,82 ± 0,08 baa 98,33 ± 1,44 baa 100 (B) 0,40 ± 0,02 bd 1,04 ± 0,09 bb 96,67 ± 0,83 aa 4500 50 (A) 0,19 ± 0,01 a a 0,76 ± 0,04 a a 97,78 ± 0,96 b a 100 (B) 0,24 ± 0,02 c 0,77 ± 0,08 a 94,81 ± 0,64 a 6000 50 (A) 0,18 ± 0,01 a a 0,84 ± 0,01 b a 89,31 ± 2,55 a a 100 (B) 0,23 ± 0,01 bc 0,87 ± 0,06 a 89,58 ± 3,00 a ANOVA 2 arah (nilai P)

Padat tebar 0 0,05 0

Ganti air 0 0,018 0,114

Padat tebar x Ganti air 0 0,037 0,329

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Kalsium (Ca) pada tubuh ikan koridoras sangat dipengaruhi oleh padat tebar, pergantian air dan interaksi antara padat tebar dan pergantian air (P<0.05). Akan tetapi, hal yang berlawanan terlihat pada kandungan fosfor (P) tubuh ikan yaitu tidak didapatkan perbedaan pada tiap perlakuan maupun interaksinya (P>0.05). Nilai Ca/P hanya dipengaruhi oleh pergantian air, sedangkan padat tebar dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai tersebut. Kandungan nilai Kalsium (Ca) dan fosfor (P) serta rasio Ca/P terdapat pada Tabel 4.

24

Tabel 4 Kandungan Ca, P, dan rasio Ca/P tubuh ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan Ca (%) P (%) Ca/P

Padat Tebar Ganti Air

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir (ekor/m²) (%)

3000 50 (A) 0,94±0,00 1,53±0,23aba 0,66±0,00 0,75±0,01aaa 1,43±0,00 2,04±0,34aba 100(B) 0,94±0,00 0,59±0,20 aa 0,66±0,00 0,69±0,26 aa 1,43±0,00 0,85±0,03 aa 4500 50 (A) 0,94±0,00 1,56±0,40 b a 0,66±0,00 0,79±0,01a a 1,43±0,00 1,98±0,49 a a

100(B) 0,94±0,00 1,51±0,07 a 0,66±0,00 0,99±0,06 a 1,43±0,00 1,53±0,16 a 6000 50 (A) 0,94±0,00 1,93±0,05 b a 0,66±0,00 0,87±0,06 a a 1,43±0,00 2,23±0,10 a a 100(B) 0,94±0,00 1,33±0,09 a 0,66±0,00 0,78±0,01 a 1,43±0,00 1,70± 0,10 a ANOVA 2 Arah (nilai P)

Padat tebar 0,018 0,193 0,077

Ganti air 0,005 0,732 0,003

Padat tebarxGanti air 0,062 0,22 0,164 *Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Berdasarkan data ribonucleic acid (RNA) dan deoxyribonucleic acid

(DNA) yang diukur pada akhir penelitian, maka dapat dihitung perbandingan antara RNA dan DNA (Tabel 5). Perlakuan padat tebar memberikan pengaruh yang nyata pada rasio RNA/DNA, namun pada perlakuan ganti air dan interaksinya tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Tabel 5 Rasio RNA/DNA ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan

Padat Tebar (ekor/m2) Ganti Air (%) RNA/DNA

3000 (G20) 50 (A) 0,55 ± 0,05 baa 100 (B) 0,59 ± 0,07 aa 4500 (G30) 50 (A) 0,51 ± 0,09 b a 100 (B) 0,58 ± 0,06 a 6000 (G40) 50 (A) 0,31 ± 0,03 a a 100 (B) 0,45 ± 0,14 a ANOVA 2 Arah (nilai P)

Padat Tebar 0,026

Ganti Air 0,563

Padat Tebar x Ganti Air 0,326

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Koefisien keragaman panjang dan bobot selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Gambar 10 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Kepadatan ikan yang tinggi merupakan faktor kritis karena memiliki potensi sebagai sumber stres, salah satu indikator untuk melihat respons stres adalah nilai kadar kortisol dan glukosa darah yang disajikan pada Tabel 6 dan 7. Kadar kortisol tubuh ikan pada ikan koridoras pada hari ke 20 memiliki nilai berbeda antar perlakuan. Kadar kortisol pada perlakuan 4500A mengalami peningkatan pada hari ke 20 kemudian menurun kembali, sedangkan perlakuan lainnya cenderung menurun terus sejak awal penelitian. Kadar glukosa darah pada akhir penelitian nilainya tidak berbeda nyata dan cenderung menurun dibandingkan pada awal penelitian.

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1 10 20 30 40 Koe fisien Ke ra g aman P anjang (%) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 1 10 20 30 40 K oef isi en K er ag am an Bobot (%) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B

26

Tabel 6 Kadar kortisol (ng/mL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan Waktu (hari ke-)

Padat tebar (ekor/m²) Ganti air (%) 1 20 40

3000 50 (A) 10,22 ± 0,25 7,94 ± 0,12 aba 7,50 ± 1,62 aba 100 (B) 10,22 ± 0,25 4,53 ± 0,72 aa 4,47 ± 1,89 aa 4500 50 (A) 10,22 ± 0,25 12,04 ± 0,93 b a 6,68 ± 0,15 a a 100 (B) 10,22 ± 0,25 7,45 ± 0,46 a 5,84 ± 0,22 a 6000 50 (A) 10,22 ± 0,25 9,10 ± 0,18 a a 7,84 ± 1,45 a a 100 (B) 10,22 ± 0,25 4,21 ± 1,31 a 2,67 ± 0,10 a ANOVA 2 Arah (Nilai P)

Padat tebar 0 0,503

Ganti air 0,002 0,004

Padat tebar x Ganti air 0,385 0,104

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Tabel 7 Kadar glukosa (mg/dL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan Waktu (hari ke-)

Padat tebar(ekor/m2) Ganti air (%) 1 20 40

3000 50 (A) 55,00 ± 1,41 52,00 ± 5,66 aba 43,00 ± 2,83 aaa 100 (B) 55,00 ± 1,41 40,50 ± 3,54 aa 44,00 ± 4,24 aa 4500 50 (A) 55,00 ± 1,41 45,00 ± 4,24 a a 49,00 ± 0,00 a a 100 (B) 55,00 ± 1,41 40,50 ± 6,36 a 39,50 ± 4,95 a 6000 50 (A) 55,00 ± 1,41 46,50 ± 2,12 a a 42,50 ± 2,12 a a 100 (B) 55,00 ± 1,41 41,00 ± 2,83 a 41,00 ± 5,66 a ANOVA 2 Arah (Nilai P)

Padat tebar 0,064 0,655

Ganti air 0,006 0,18

Padat tebar x Ganti air 0,06 0,207

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Kualitas Air Budidaya Ikan Koridoras

Parameter kualitas air yaitu DO (oksigen terlarut), suhu dan pH yang diukur setiap hari menghasilkan nilai rata-rata harian seperti pada Tabel 8-10. Nilai kualitas air lainnya seperti alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat dapat dilihat pada Gambar 11 sampai Gambar 15.

Tabel 8 Kisaran nilai DO (mg/L) pada pagi, siang, sore dan malam selama masa pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan DO (mg/l)

Padat tebar

Ganti air (%) Pagi Siang Sore Malam

(ekor/m²) 3000 50 (A) 5,3-7,6 5,4-7,4 4,7-6,2 4,5-6,6 100 (B) 5,8-7,9 5,6-7,5 4,9-6,0 4,2-6,4 4500 50 (A) 5,1-7,4 5,2-7,5 4,6-7,0 4,1-6,3 100 (B) 5,5-7,8 5,5-7,3 4,5-6,6 4,0-6,3 6000 50 (A) 5,4-7,8 5,3-7,1 4,7-6,9 4,0-6,7 100 (B) 5,3-7,5 5,4-7,3 4,3-6,8 4,2-6,3 Tabel 9 Kisaran nilai suhu (0C) pada pagi, siang, sore dan malam selama masa

pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan Suhu (°C)

Padat tebar (ekor/m²)

Ganti air

(%) Pagi Siang Sore Malam

3000 50 (A) 25,6-26,4 26,0-27,8 26,6-28,1 25,6-26,7 100 (B) 25,7-26,3 25,9-27,9 26,7-28,1 25,7-26,5 4500 50 (A) 25,6-26,4 26,0-27,8 26,7-28,2 25,8-26,7 100 (B) 26,7-26,4 25,9-27,9 26,6-28,2 25,7-26,5 6000 50 (A) 26,7-26,4 26,0-27,9 26,6-28,3 25,5-26,7 100 (B) 26,7-26,4 25,9-27,7 26,7-28,3 25,7-26,7 Tabel 10 Kisaran nilai pH pada pagi, siang, sore dan malam selama masa

pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dan pergantian air

Perlakuan pH

Padat tebar (ekor/m²)

Ganti air

(%) Pagi Siang Sore Malam

3000 50 (A) 6,7-7,3 6,7-7,4 7,1-7,8 6,9-7,4 100 (B) 6,9-7,2 6,4-7,3 7,2-7,8 6,6-7,6 4500 50 (A) 6,9-7,7 6,4-7,4 7,3-7,9 6,6-7,4 100 (B) 6,6-7,2 6,7-7,8 7,0-7,8 6,8-7,6 6000 50 (A) 6,9-7,3 6,5-7,4 7,4-7,7 7,0-7,8 100 (B) 6,6-7,8 6,6-7,8 7,0-7,8 6,7-7,7

28

Gambar 11 Nilai alkalinitas pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dan pergantian air

Gambar 12 Nilai kekeruhan pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar dan pergantian air

Gambar 13 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

0 50 100 150 200 250 1 7 14 21 28 35 Alka li nit as (mg /L ) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B 0 50 100 150 200 250 300 350 1 7 14 21 28 35 Ke ke ruha n (N TU) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B 0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160 0,180 0,200 1 7 14 21 28 35 NH 3 (mg /L ) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B

Gambar 14 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air

Gambar 15 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan pada tebar dan pergantian air

PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Nilai laju pertumbuhan harian (LPH) panjang tertinggi terdapat pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari (3000B) yaitu sebesar 0,40±0,02 %/hari (Tabel 3), sekitar dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terendah yaitu sebesar 0,18±0,01 %/hari. Hal ini sejalan dengan nilai LPH bobot ikan, yaitu nilai tertinggi terdapat pada perlakuan 3000B dengan nilai sebesar 1,04±0,09 %/hari, sekitar 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan nilai terendah yakni 0,76±0,44 %/hari. Tingginya pertumbuhan pada padat tebar yang rendah disebabkan karena ikan memperoleh asupan pakan yang cukup. Ikan yang dipelihara pada padat tebar tinggi cenderung berkompetisi dalam pakan. Kompetisi pakan merupakan faktor pembatas (limiting factor)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 1 7 14 21 28 35 NO 2 (mg /L ) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 7 14 21 28 35 NO 3 (mg /L ) Hari ke- 3000A 4500A 6000A 3000B 4500B 6000B

30

dalam pertumbuhan (Luo et al. 2013), akibat persaingan yang tinggi dalam memperoleh pakan menyebabkan konsumsi pakan lebih sedikit, sehingga menghasilkan pertumbuhan ikan yang rendah. Pada penelitian ini semakin tinggi padat tebar menunjukkan semakin rendah pertumbuhan ikan, hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya pada ikan mas koki (Carassius auratus) dan ikan black widow tetra (Gymnocorymbus ternetzi) (Priestley et al. 2006), ikan Brycon insignis (Tolussi et al. 2010), ikan Scortum barcoo (Luo et al. 2013), ikan mas koki (Niazie et al. 2013) dan ikan Solea senegalensis (Andrade et al. 2015).

Mineral yang berperan dalam pertumbuhan ikan diantaranya adalah kalsium dan fosfor. Kalsium bersama dengan fosfor berfungsi untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan tulang, sedangkan kalsium sendiri juga berfungsi untuk kontraksi otot, penggumpalan darah, transmisi saraf, pemeliharaan integritas membran sel, aktivasi beberapa enzim dan hormon sekresi (Lall 2002; Sugiura et al. 2004). Fosfor diperlukan untuk penyimpanan energi dalam bentuk ATP yang sangat diperlukan untuk mendukung aktivitas metabolisme serta jaringan tulang (Lall 2002; Lall dan Lewis-McCrea 2007). Tinggi rendahnya retensi kalsium dan fosfor dalam tubuh serta rasio terhadap fosfor (Ca/P) sangat menentukan pertumbuhan ikan (Lall dan Lewis-McCrea 2007). Pada perlakuan 3000B yang memiliki laju pertumbuhan panjang dan bobot tertinggi memiliki nilai kalsium dan fosfor paling rendah (Tabel 4) masing-masing sebesar 0,59±0,20 % dan 0,69±0,26 %. Menurut Stanek et al. (2013) terdapat korelasi negatif antara nilai kalsium dan fosfor dalam tubuh ikan dengan pertumbuhan panjang dan bobot ikan. Rendahnya nilai kalsium dan fosfor pada perlakuan 3000B karena telah digunakan untuk proses metabolisme serta pembentukan jaringan tulang yang menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lebih tinggi.

Perbandingan kandungan Ca/P sangat penting karena menggambarkan kesehatan tulang yang baik, dalam pembangunan tulang dan pemeliharaan sistem rangka (Lall dan Lewis-McCrea 2007; Stanek et al. 2013). Rasio Ca/P yang terlalu tinggi dapat dapat mengganggu penyerapan fosfor begitu juga sebaliknya dapat membatasi penyerapan kalsium (Chavez-Sanchez et al. 2000; Lall 2002; Lall dan Lewis-McCrea 2007), pada akhirnya terjadi penyimpangan dalam mineralisasi tulang, homeostasis dan metabolisme (Kumar et al. 2012). Rasio Ca/P yang optimal tergantung pada jenis spesies ikan, rasio Ca/P beberapa spesies ikan berkisar 0,7-1,6 (Lall 2002). Hasil penelitian pada juvenil ikan

vundu catfish (Heterobranchus longifilis) memberikan nilai specific growth rate

tertinggi pada rasio Ca/P 0,92-1,1 (Toko et al. 2008). Beberapa penelitian lainnya seperti pada ikan mediterania (Micromesistius poutassou) pertumbuhan optimal terdapat pada rasio Ca/P sebesar 0,39, ikan merlucius (Merluccius merluccius) kecil dan besar masing-masing 0,41 dan 0,49 serta solea (Solea vulgaris) sebesar 0,35 (Valverde et al. 2000). Pada juvenil ikan kerapu (Epinephelus coioides) pertumbuhan optimal pada rasio Ca/P sebesar 1 (Ye et al. 2006). Ikan red sea bream dan Japanese eel masing-masing 1:2 dan 1:1 (Lall dan Lewis-McCrea 2007). Ikan siklid Amerika (Cichlasoma urophthalmus) sebesar 1,3 (Chavez-Sanchez et al. 2000) dan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki pertumbuhan terbaik pada rasio Ca/P 0,6 (Hassaan et al. 2013). Rasio yang paling optimal dalam menghasilkan pertumbuhan tertinggi pada budidaya

koridoras yaitu sebesar 0,85±0,03 terdapat pada perlakuan 3000B, sedangkan perlakuan lainnya memiliki nilai rasio Ca/P lebih dari 1,53. Rasio Ca/P lebih besar dari 3:2 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan (Stanek et al. 2013) dan mengalami kecacatan pada rasio lebih dari dua (Sugiura et al. 2004).

Potensi pertumbuhan ikan dapat dapat dilihat dari rasio RNA/DNA, karena salah satu faktor yang berperan dalam metabolisme dan perkembangan invidu adalah DNA dan RNA, sehingga rasio RNA/DNA dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan (Mukherjee dan Jana 2007). Terdapat hubungan linear yang kuat antara laju pertumbuhan somatik dengan rasio RNA/DNA (Vrede et al. 2002). Rasio ini ada hubungannya dengan potensi sintesis protein yang dijadikan indikator pertumbuhan (Mukherjee dan Jana 2007). Nilai RNA/DNA perlakuan 3000B memiliki nilai tertinggi (Tabel 5), mengindikasikan pertumbuhan yang paling baik. Berdasarkan beberapa indikator pertumbuhan di atas terbukti bahwa laju pertumbuhan panjang dan bobot ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari merupakan yang terbaik.

Ikan koridoras memiliki perilaku sosial berkelompok (shoaling). Menurut Breeland (2007) alokasi waktu ikan ini setiap hari untuk berkelompok sebesar 80 %, tujuan berkelompok ini adalah untuk perlindungan dan mencari makan. Ketika ikan mencari makan secara bergerombol, hanya beberapa ikan saja yang mendeteksi pakan, yang lain mengikuti sehingga pakan yang ada diperairan bisa dimanfaatkan secara efisien. Kesempatan untuk mendapatkan jumlah makanan yang sama menyebabkan ikan yang tumbuh menghasilkan ukuran yang relatif

Dokumen terkait