• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.5 Kajian Pustaka

Penelitian Syair Dendang Siti Fatimah sudah dilakukan oleh penulis dalam menyusun skripsi S1, Bahasa dan Sastra, Universitas Sumatera Utara (1995) yakni “Analisis Struktural Syair Dendang Siti Fatimah di Kecamatan Binjai Timur”. Hal yang dikaji adalah hakikat puisi( tema, rasa, nada, amanat) dan metode puisi (diksi, imajinasi, gaya bahasa, rima dan ritma).

Edi Siswanto (2010) Program Studi Linguistik Konsentrasi Wacana Kesusastraan Sekolah Pasca Sarjana USU, dengan judul Kajian Semiotika Budaya Terhadap Syair Dendang Siti Fatimah Pada Upacara Mengayun Anak Masyarakat

Melayu Tanjung Pura. Teori yang digunakan adalah teori semiotika Charles Sanders

Peirce.

Erma Satifa (2009), Program Studi Linguistik Pasca Sarjana USU dengan judul Syair Mahidin pada Adat Perkawinan Banjar di langkat: Kajian Prosodi dan

Fungsi. Penelitian itu menggunakan teori fonetik akustik dan fungsional. Lokasi

penelitiannya adalah Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Prosodi yang menjadi kajian meliputi, frekuensi , durasi, dan notasi, dan fungsinya. Hal yang menarik dalam penelitian syair Madihin ini ternyata ada juga yang digunakan pada acara penabalan nama anak yang baru lahir.

Suzan Ahmad (dalam Kesyukuran. Dalam artikel Harian Bintang Populer membahas sebuah nyayian “Berendoi” Tanda Kesukuran yang juga menggunakan nama Dendang Siti Fatimah. Lirik-lirik yang berlaku di sana berbeda dengan lirik syair yang ada di Binjai Timur ini, namun konsep utamanya sama yakni sebuah nyanyian tanda kesyukuran yang dibawakan dalam acara bercukur seorang bayi yang berusia tujuh hari. Biasanya buaian akan dihiasi indah. Bayi yang dicukur rambutnya akan diletakkan di dalam buaian, dan mulailah nyanyian berendoi yang sarat dengan bait lirik yang memuji Rasullullah.

Ketika adat berendoi, bayi akan diletakkan di dalam buaian dengan menggunakan kain songket atau batik dan dihias indah dengan bunga-bungaan. Selendang akan diikat di kiri kanan buaian dan ditarik perlahan-lahan ketika upacara berlangsung. Ketika itu juga nazam atau marhaban dialunkan oleh sekumpulan lelaki atau wanita (Ical dalam Melayu menjalankan adat ini serentak dengan adat memberi nama dan adat cukur rambut. Berendoi masih bergerak aktif sampai hari ini dan boleh ditonton paling banyak di Perlis, Kedah, Selangor dan Perak. Di Perak, nyanyian berendoi menggunakan nama “Dendang Siti Fatimah “dan senikatanya berlainan dengan senikata yang dibawa kumpulan Berendoi di Perlis dan Kedah.

Adat berendoi atau buai bayi ini dipersembahkan sebagai tanda keriangan atau kesyukuran menyambut kelahiran cahaya mata. Lagu”Berendoi” atau “Dendang Siti Fatimah” membawa syair yang memuji junjungan Nabi Muhammad saw,

menceritakan perihal susah payah ibu mengandung dan melahirkan anak, selain juga nasihat kepada anak-anak. Antara lain liriknya, "Ayuhai anak didalam buaian, Pejamkan mata jangan tangiskan, Lagu Berendoi kami dendangkan, Di dalam majlis tanda kesyukuran ... Lamalah sudah kami menanti, Namun engkau tak kunjung tiba, Dengan takdir Ilahi rabbi, Kini engkau sudah menjelma."

Dalam sebuah Artikel Anak atau ﻖﻧﺃ ﻍﺪﻨﻳﺩ merupakan sebuah Kumpulan Muzik Kesenian adalah Duta Kebudayaan Terengganu yang ditetapkan sebagai satu gerakan kesenian yang membawa imej kecil penggiat seni dan ahli pengkaji sejarah ( dikenali sebagai "Raqeem" selaku nama pena nya), berawal di sebuah perkampungan yang letaknya di Hulu Kuala Terengganu seawal tahun 1997.

Dendang Anak telah dimulai dengan membawa pelbagai jenis konsep atau genre muzik namun yang jelasnya adalah nama "Dendang Anak" itu sendiri begitu sinonim dengan irama muzik yang diproklamirkan sebagai "Rentak menggabungkan irama tradisional seperti Jawa, Sunda, berteraskan rentak serta penyusunan lagu yang mempunyai sentuhan-sentuhan yang menggambarkan kemelayuan yang meluas atau global seperti Zapin, Djikir Barat, rentak Samaniah, Inang, Masri, dan lain-lain. Pada artikel tersebut nama”Dendang Anak” diambil dari sebuah kisah yang ada tercatat pada awal sejarah Melayu ata

Dalam sejarah Melayu itu juga ada ditulis tentang rombongan Sultan Malaka dan rombongan Inderagiri yang di utus sultan untuk meminang. Dari pernyataan itu dapatlah disimpulkan bahwa, riwayat dendang anak juga ditulis dalam sejarah Melayu. Itu artinya bahwa dendang anak bukanlah semata-mata sebuah kesenian belaka yang hanya mementingkan seni hiburan atau unsur utilenya saja lebih dari itu dendang anak adalah sebuah amanah dari sejarah untuk tetap kita pertahankan karena mengandung ajaran moral bagi generasi selanjutnya. Dengan demikian akan terwujudlah sebuah negara yang bermartabat, bermoral, dan berbudaya (wikipedia.org/wiki/Dendang_anak, 2010)

Penelitian Syair Dendang Siti Fatimah ini adalah mencoba membahas dan meneliti kandungan bentuk mitos dan ideologi pada teks dan konteks Syair Dendang

Siti Fatimah dengan menggunakan teori semiotik Riffatere dan pendekatan struktural. Jadi, penelitian ini menggunakan kajian strruktural-semiotik, artinya penelitian ini menghubungkan aspek-aspek struktural dangan tanda-tanda.

Makalah tentang mitos juga penulis temukan pada hasil tulisan Hamza Mustafa Njozi dari Malaysia tahun 1993. Makalah itu berjudul “ Mystic Numbers in

Sejarah Melayu.” Hamza Mustafa menulis bahwa Spekulasi dan kepercayaan

terhadap nomor-nomor yang dianggap `ajaib’ (mistik) telah ada sejak di zaman silam dan merupakan sesuatu yang universal. Artikel ini bertujuan untuk mengenal pasti beberapa angka yang dianggap `ajaib’ yang terdapat dalam buku Sejarah Melayu. Kemudian analisis ini juga bertujuan untuk membicarakan kepentingan angka-angka

ini di dalam Sejarah Melayu serta kemungkinannya kepercayaan ini hingga mempengaruhi persepsi dan pemahaman seseorang terhadap alam di sekelilingnya.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa konsep mitos yakni sesuatu yang dipercayai kebenaranya telah ada di alam Melayu sejak dahulu kala. Walaupun yang dimitoskan itu berupa angka yang membawa kebaikan dan keburukan. Bila dikaitkan hubunganya dengan kajian ini adalah konsep mitosnya. Syair Dendang Siti

Fatimah ini sarat dengan mitos–mitos yang diyakini oleh penganutnya yaitu

masyarakat Melayu Binjai Timur. Mitos-mitos itu disakralkan sebagai sesuatu yang suci, baik dan luhur serta membawa kebaikan, keselamatan. Justru apabila ditinggalkan maka membawa keburukan bagi masyarakat pendukungnya.

2.2.Konsep