• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Pustaka

Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berhubungan erat dengan keterampilan dasar pada manusia yaitu berbahasa. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa yang dipakai setiap orang mencerminkan kepribadian orang tersebut. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Tarigan, 2008:7). Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (KBBI, 2007:83). Pada dasarnya, membaca adalah proses pemikiran. Membaca

adalah proses mendapatkan makna dari simbol-simbol kata (Ahuja, 2004:31). Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses berfikir yang melibatkan penglihatan, gerak mata, ingatan, dan pengetahuan mengenai kata.

Kemampuan membaca dengan baik merupakan prestasi seseorang yang paling berharga. Semakin terampil membaca, semakin banyak pula informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan (KBBI, 2007:707). Kemampuan bahasa adalah kemampuan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari sistem bahasa (KBBI, 2007:708). Kemampuan membaca adalah kecakapan seseorang dalam membaca. Setelah berkembang keterampilan fisik dan panca indra pada anak kecil, kemudian berkembanglah keterampilan berbicara. Belajar membaca adalah proses perkembangan yang sulit. Kemampuan membaca mencakup tiga komponen, yaitu pengenalan terhadap aksara serta tanda baca, korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, dan hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna (Tarigan, 2008:11). Seseorang yang memiliki kemampuan membaca, pasti sudah mencapai tingkat perkembangan kecerdasan yang memadai, mempunyai pengetahuan yang relevan, dan dapat berbahasa dengan benar. Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan membaca adalah kecakapan seseorang dalam melakukan kegiatan membaca untuk memperoleh pesan dari tulisan yang terdapat dalam teks.

2) Tujuan Membaca

Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Menurut Tarigan (2008:7), ada beberapa tujuan lain dari membaca, yaitu:

a) membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh. Ini disebut membaca untuk memperoleh perincian atau fakta,

b) membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik. Ini disebut membaca untuk memperoleh ide utama,

c) membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan cerita,

d) membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan,

e) membaca untuk menemukan serta mengetahui apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh. Ini disebut membaca untuk mengklasifikasikan,

f) membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu. Ini disebut membaca menilai, dan

g) membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan.

Ahuja (2004:15) menyatakan bahwa membaca memiliki tujuan yang berbeda-beda dan pada waktu yang berbeda pula. Ada sembilan alasan mengapa seseorang membaca. Kesembilan alasan tersebut adalah:

a) untuk tertawa,

b) untuk menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman umum sehari-hari, c) untuk melarikan diri dari kehidupan nyata,

d) untuk menikmati kehidupan emosional dengan orang lain,

e) untuk memuaskan kepenasaran, khususnya kenapa orang berbuat sesuatu dengan cara mereka,

f) untuk menikmati situasi dramatik seolah-olah mengalami sendiri, g) untuk memperoleh informasi tentang dunia yang kita tempati,

h) untuk merasakan kehadiran orang dan menikmati tempat-tempat yang belum pernah kita lihat, dan

i) untuk mengetahui seberapa cerdas kita menebak, memecahkan sebuah teka-teki dari pengarang.

Hathaway dalam Ahuja (2004:15-16) mengidentifikasi 1620 tujuan membaca yang diklasifikasikan ke dalam sembilan kategori besar yaitu, untuk memperoleh makna, untuk memperoleh informasi, untuk memadu dan membimbing aktivitas, untuk motif-motif sosial, untuk menemukan nilai-nilai, untuk mengorganisasi, untuk memecahkan masalah, untuk mengingat, dan untuk menikmati. Menanggapi dari hasil-hasil penelitian, Gray dalam Ahuja (2004:17) mengatakan bahwa bila hasil berbagai penelitian digabungkan, kita akan menemukan tiga kesimpulan yang jelas. Pertama, membaca digunakan untuk

variasi tujuan yang luas. Kedua, tujuan membaca dalam satu bidang kurikulum, dalam beberapa hal, bervariasi dengan tujuan dalam bidang kurikulum lainnya. Ketiga, tujuan membaca bervariasi dari satu tingkat atau level perkembangan akademik dengan tingkat atau level lainnya.

3) Macam-macam Keterampilan Membaca

Menurut Tarigan (2008:12), keterampilan membaca dibagi menjadi dua yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca nyaring adalah membaca bersuara (reading aloud; oral reading). Membaca dalam hati dibagi menjadi dua, yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif. Membaca ekstensif mencakup membaca survei, membaca sekilas, dan membaca dangkal, sedangkan membaca intensif dibedakan menjadi dua, yaitu membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi yang mencakup: membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide, sedangkan membaca telaah bahasa mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra.

4)Membaca Intensif

Membaca intensif adalah membaca suatu bacaan secara mendalam. Menurut Tarigan (2008:12) membaca intensif dibagi menjadi dua, yaitu membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi mencakup: membaca teliti, membaca pemahaman,membaca kritis dan membaca ide. Membaca telaah bahasa mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra.

5) Aspek Membaca

Menurut Tarigan (2008:12-13), ada dua aspek penting dalam membaca, yaitu:

(1) keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup:

a) pengenalan bentuk huruf,

b) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain),

c) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”),

d) kecepatan membaca ke taraf lambat.

(2) keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup:

a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), b) memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang,

relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca), c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk),

d) kecepatan membaca yang fleksibel yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

6)Tabel dan Diagram

Tabel dan diagram merupakan salah satu media grafis. Tabel adalah alat bantu yang menarik dan efektif dengan berbagai keperluan untuk mempermudah dan memperjelas yang diterangkan dalam tulisan. Tabel menyajikan data yang diklasifikasikan secara sistematis dalam jumlah menurut kesatuan tertentu. Menurut KBBI (2007:1116), tabel adalah daftar yang berisi ikhtisar sejumlah (besar) data informasi, biasa berupa kata-kata dan bilangan yang tersusun secara bersistem, urut ke bawah dari lajur dan deret tertentu dengan garis pembatas sehingga dapat dengan mudah disimak. Tabel juga dapat menjadi alat bantu untuk merangkum gagasan tertentu dan sekaligus untuk dijadikan alat komunikasi antarpeneliti dan pembaca. Tabel berisikan informasi angka-angka atau data (Arsyad, 2011:138). Tabel merupakan media yang sangat baik untuk menunjukkan informasi waktu yang ditampilkan dalam bentuk kolom-kolom, misalnya jadwal penerbangan, data persentase, jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan etnis pada suatu perusahaan atau instansi. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tabel adalah daftar yang berisi data biasanya berupa huruf atau angka yang ditampilkan dalam bentuk kolom-kolom.

Diagram adalah suatu gambaran terbuka dari suatu objek atau proses. Maksudnya adalah sesuatu yang diterangkan irisannya atau penampangnya dengan gambar, garis, dan kata-kata (Anitah, 2010:21). Menurut KBBI (2007:261), diagram adalah gambaran (buram, sketsa) untuk memperlihatkan atau menerangkan sesuatu. Diagram adalah gambaran tentang suatu data yang lebih mementingkan hasil penelitian. Biasanya diagram diurutkan dari data sedikit ke

banyak atau sebaliknya (www.siputro.com diunduh tanggal 23 Februari 2013). 

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa diagram adalah gambaran untuk menerangkan suatu objek.

Menurut KBBI (2007:261), ada empat macam diagram, yaitu:

(1) diagram balok adalah diagram yang dinyatakan dalam tiga dimensi lebar, tinggi, dan dalam,

(2) diagram gambar adalah diagram yang menyatakan suatu peristiwa dengan bantuan kenyataan yang disederhanakan atau diperkecil,

(3) diagram garis adalah diagram yang menyatakan suatu peristiwa dalam bentuk kurva, dan

(4) diagram lingkaran adalah diagram yang menyatakan suatu peristiwa dalam bentuk lingkaran.

Berikut ini cara untuk membaca tabel (Cara membaca tabel

http://wordpress.com. diakses tanggal 29 November 2012).

(1) Bacalah judulnya.

Membaca judul merupakan kegiatan penting untuk memahami isi pesannya. Resapilah isi judul tabel yang Anda hadapi, karena judul memberikan ringkasan yang padat tentang informasi yang akan disampaikan.

(2) Bacalah keterangan yang ada di atas, di bawah atau di sisinya.

Keterangan itu merupakan kunci penjelasan tentang data yang disampaikan. Keterangan itu, misalnya dalam bentuk urutan tahun, persentase, atau angka-angka.

(3) Ajukan pertanyaan tentang tujuan tabel itu.

Caranya mudah. Kalian cukup mengubah judulnya menjadi pertanyaan, misalnya di mana, seberapa banyak, berapa perkembangannya, dan seterusnya. Jawaban pertanyaan tersebut diharapkan ada dalam tabel yang Anda hadapi.

(4) Bacalah tabel dengan selalu mengingat tujuan Anda, informasi apa yang Anda perlukan.

Menurut Suharma (2006), ada empat langkah membaca tabel yaitu: (1) baca judulnya,

(2) baca informasi yang ada di kolom atas, samping, dan bawah, (3) ajukan pertanyaan tentang tabel itu, dan

(4) dapatkan jawaban pada tabel tersebut.

Berikut ini cara membaca diagram (Cara membaca diagram www.siputro.com. diakses tanggal 23 Februari 2013).

(1) Baca judul.

(2) Membaca informasi data yang disajikan dengan memperhatikan baris dan kolom yang ada.

(3) Mengajukan pertanyaan.

(4) Menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan data yang ada.

Dari beberapa pendapat mengenai cara membaca tabel dan diagram, dapat disimpulkan bahwa cara membaca tabel dan diagram yang baik adalah:

(1) baca judul tabel dan diagram,

(3) membuat pertanyaan yang sesuai dengan informasi yang terdapat pada tabel dan diagram, dan

(4) mencari jawaban pada tabel dan diagram berdasarkan pertanyaan tersebut.

Tabel dan diagram berfungsi untuk memberikan informasi data secara ringkas berupa angka-angka dan kata-kata. Dengan demikian, siswa pada umumnya tidak asing dengan diagram. Diagram yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah diagram batang dan diagram lingkaran. Diagram batang sederhana, mudah dibuat, dan mudah dibaca. Oleh karena itu, diagram batang sering digunakan dalam pembelajaran siswa menengah pertama. Setiap batang dalam diagram tersebut dapat diberi warna yang berbeda, supaya lebih mudah dipahami siswa. Pemilihan diagram lingkaran karena diagram tersebut lebih mudah diinterpretasikan. Setiap segmen-segmen dalam diagram lingkaran mewakili satu bagian persentase.

7) Pendekatan Kooperatif

Pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati. Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian (KBBI, 2007:246). Pendekatan kooperatif adalah metode yang digunakna untuk memecahkan masalah penelitian.

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan. Banyak guru yang telah menggunakan metode ini dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan menggunakan metode kooperatif, pembelajaran akan lebih

efektif. Pendekatan ini dapat dilakukan untuk mengajar semua mata pelajaran dan semua tingkatan kelas. Belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih sering menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar yang individual, dan dorongan yang individual. Belajar kooperatif menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dengan baik, saling membantu, dan peduli dengan orang lain.

Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Alasan pertama adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa dan akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2005:4-5). Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, mengintegrasikan dan mengaplikasikan kemampuan serta pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka (Slavin, 2005:5).

Salah satu alasan mengembangkan pembelajaran kooperatif adalah bahwa para pendidik atau ilmuwan sosial telah lama mengetahui tentang pengaruh yang merusak dari persaingan yang sering digunakan di dalam kelas (Slavin, 2005:5).

Bukan berarti persaingan di dalam kelas itu salah, tetapi persaingan tersebut harus terarah. Banyak persaingan yang tidak sehat di dalam kelas. Misalnya, persaingan kekayaan yang dimiliki, persaingan fisik, dan masih banyak lagi. Persaingan yang baik akan menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi siswa melakukan yang terbaik. Dalam pembelajaran kooperatif, tim yang mendapatkan nilai tertinggi akan mendapatkan penghargaan. Teknik penghargaan ini didasari oleh teori behaviorisme atau stimulus-respon. Lie (2010:24) mengatakan persaingan yang terjadi di dalam kelas akan menimbulkan rasa cemas. Sedikit rasa cemas memang mempunyai korelasi dengan motivasi belajar. Namun, rasa cemas yang berlebihan justru bisa merusak motivasi.

Pembelajaran kooperatif sudah banyak digunakan guru dalam pembelajaran. Para guru sudah menggunakannya selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya (Slavin, 2005:9). Penelitian terakhir di Amerika dan beberapa negara lain telah menciptakan metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematik dan praktis yang ditujukan untuk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas, pengaruh penerapan metode-metode ini juga telah didokumentasikan, dan telah diaplikasikan pada kurikulum pengajaran yang lebih luas (Slavin, 2005:9).

Model pembelajaran dengan pendekatan kooperatif, tidak hanya belajar dalam kelompok saja. Belajar dalam kelompok dengan model pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa perbedaan dengan belajar dalam kelompok pada umumnya. Unsur pembeda yang paling mendasar adalah anggota

kelompok dalam pembelajaran dengan pendekatan kooperatif terdiri dari anggota yang heterogen. Menurut Scott Gordon dalam Lie (2010: 41), pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokkan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri. Dalam kelompok homogen, tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi, dan berkembang. Kelompok heterogen bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi, teknik, dan kemampuan akademis. Kelompok pembelajaran cooperative learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Secara umum, kelompok heterogen ini disukai oleh para guru. Ada beberapa alasan guru menyukai kelompok heterogen ini. Pertama, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antarras, agama, etnik, dan gender. Ketiga, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang (Lie, 2010:43).

Selain memperhatikan pembagian kelompok yang heterogen, guru juga harus memperhatikan penataan ruang kelas. Penataan ruang kelas juga tidak kalah penting dari pembagian kelompok yang heterogen. Pembelajaran yang

mengunakan pendekatan kooperatif, siswa juga bisa belajar dari teman satu kelas. Guru lebih berperan sebagai fasilitator. Tentu saja ruang kelas perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang kegiatan pembelajaran. Penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Menurut (Lie, 2010:52), ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu:

(1) ukuran ruang kelas, (2) jumlah siswa,

(3) tingkat kedewasaan siswa,

(4) toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa, (5) toleransi masing-maisng siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa

lain,

(6) pengalaman guru dalam pelaksanaan metode pembelajaran cooperative learning, dan

(7) pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran cooperative learning.

Menurut Lie (2010:52), ada beberapa kemungkinan model penataan bangku yang bisa dipakai, yaitu:

(1) meja tapal kuda: siswa berkelompok di ujung meja, (2) meja panjang: siswa berkelompok di ujung meja,

(3) penataan tapal kuda: siswa dalam kelompok ditempatkan berderetan,

(4) meja laboratorium: tugas individu dan tugas kelompok untuk membalikkan kursi,

(6) klasikal: siswa dalam kelompok ditempatkan berdekatan, (7) meja berbaris: dua kelompok duduk berbagi satu meja, (8) bangku individu dengan meja tulisnya: penataan terbaik.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2010:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning, untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Lima unsur tersebut yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok. Berikut penjabaran kelima unsur model pembelajaran gotong royong.

(1) Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Semua anggota kelompok bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Beberapa cara untuk menumbuhkan saling ketergantungan positif (Suprijono, 2009:59), yaitu:

a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan, tanpa kebersamaan tujuan mereka tidak akan tercapai.

b)Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan pemerolehan tugas mereka menjadi satu.

d)Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung, dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

(2) Tanggung Jawab Perseorangan

Pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Model pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Ada beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan, yaitu (Suprijono, 2009:60):

a) kelompok belajar jangan terlalu besar, b) melakukan assesmen terhadap setiap siswa,

c) memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru dan seluruh peserta didik,

d) mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok,

e) menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya, dan

f) menugasi peserta didik mengajar temannya. (3) Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. (4) Komunikasi Antaranggota

Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Pengajar perlu memberitahu bagaimana cara berkomunikasi secara efektif, seperti cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Proses ini sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk

memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. De Vito dalam Suprijono (2009:62) mengatakan komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut. (1) keterbukaan atau openness, (2) empati, (3) dukungan, (4) perasaan positif, dan (5) kesamaan. Selain itu, Evert Rogers dalam Suprijono (2009:63) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi yaitu (1) arus pesan cenderung dua arah, (2) konteks komunikasi adalah tatap muka, (3) tingkat umpan balik yang tinggi, (4) kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi, (5) efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

(5) Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kooperatif, guru wajib memahami sintak model pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2009: 65). Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase. Fase pertama, menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Fase kedua, mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Fase ketiga, memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim

belajar dan membantu kelompok menentukan transisi yang efisien. Fase keempat, membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Fase kelima, menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase keenam, mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Suprijono (2009:66) mengatakan bahwa lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus memberikan kesempatan terjadinya

Dokumen terkait