• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Risiko Harga dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH

Dalam dokumen RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA (Halaman 41-45)

3) memberikan kepuasan kepada konsumen, dan 4) bagi produsen dapat menamba nilai keuntungan yang cukup besar. Berdasarkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI), grading pada komoditas tomat dapat dibedakan menjadi tiga kelas (Adiyoga,

et al. 2004) yaitu :

Kelas A : SPL = spesial besar besar (> 150 gram) Kelas B : GH = menengah (100 – 150 gram) Kelas C : TO = kecil (<100 gram)

Secara umum harga tomat untuk masing-masing kelas berbeda, semakin tinggi kelas grading harga akan semakin mahal. Namun demikian, generalisasi hubungan harga antar kelas, sukar untuk ditetapkan, karena terlalu banyaknya kemungkinan kombinasi perubahan penawaran dan permintaan berdasarkan pengkelasan ini. Terlepas dari hal tersebut, sebagian besar petani dan pedagang mengindikasikan bahwa perbedaan harga antar kelas secara proporsional meningkat/ menurun sejalan dengan peningkatan/penurunan harga tomat.

Beberapa tipe saluran pemasaran yang menggerakkan tomat dari sentra produksi ke daerah konsumsi adalah sebagai berikut (Adiyoga et al., 2004):

1. Petani produsen -- Pedagang pengumpul – Konsumen lembaga

2. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar – Konsumen lembaga

3. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga.

4. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga.

5. Petani produsen – pedagang pengunpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu – konsumen rumah tangga.

2.3 Kajian Risiko Harga dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH

GARCH merupakan suatu teknik permodelan data time series yang menggunakan varian masa lalu dan dari dugaan varian masa lalu tersebut digunakan untuk melakukan (forecast) varian masa yang akan datang. Pada penelitian Fariyanti (2008) untuk analisis risiko produksi kentang dan kubis, Sari (2009) menganalisis risiko harga cabai merah besar, Herviyani (2009)

27 menganalisis risiko harga kubis dan risiko harga bawang merah, Siregar (2009) menganalisis risiko harga DOC broiler, Sumaryanto (2009) harga eceran terigu dan gula pasir memperoleh model GARCH (1,1) yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009) untuk analisis harga DOC layer dan Sumaryanto (2009) yang menganalisis harga eceran beras, cabai merah dan bawang merah, diperoleh model ARCH (1) dimana model ARCH (1) GARCH (0) hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya tetapi tidak dipengaruhi oleh varian harga. Pada penelitian Sari (2009), risiko harga cabai merah keriting diperoleh model ARCH (1) GARCH (2) yang berarti bahwa pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan penlitian yang dilakukan Sumaryanto (2009) untuk harga eceran minyak goreng dan telur dapat menggunakan pendekatan ARIMA karena efek ARCH-nya tidak nyata.

Fariyanti (2008) selanjutnya meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Komoditas sayuran yang difokuskan dalam penelitian ini adalah kentang dan kubis. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) merupakan salah satu model yang dapat mengakomodasi adanya fluktuasi atau Variasi sedangkan analisis risiko harga menggunakan perhitungan nilai Varian. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah daripada kubis. Besarnya risiko produksi kentang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi. Sementara itu, pada komoditas kubis justru sebaliknya dimana lahan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko sedangkan benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani kentang dan kubis dapat dilakukan untuk memperkecil risiko produksi

28 (portofolio) dibandingkan jika petani melakukan spesialisasi usahatani kentang atau kubis.

Sedangkan Sari (2009) yang menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia dengan menggunakan metode ARCH-GARCH dan VaR. Dari hasil analisis ARCH-ARCH-GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga cabai merah keriting adalah model ARCH (1) GARCH (2) yang berarti bahwa pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Untuk risiko harga cabai merah besar adalah model ARCH (1) GARCH (1) yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Selanjutnya, dilakukan perhitungan VaR dan didapatkan hasil bahwa nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih rendah. Semakin lama periode penjualan setelah panen maka besarnya risiko yang ditanggung oleh petani.

Menurut Herviyani (2009) yang melakukan penelitian mengenai risiko harga kubis dan bawang merah di Indonesia menggunakan ARCH-GARCH dan VaR. Berdasarkan hasil analisis ARCH-GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga kubis dan risiko harga bawang merah adalah model GARCH (1,1) yang menunjukkan bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Artinya peningkatan risiko harga kubis dan bawang merah periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga kubis dan bawang merah pada periode berikutnya. Selanjutnya, dilakukan perhitungan VaR dan didapatkan hasil bahwa risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan risiko harga bawang merah. Hal ini disebabkan karakteristik dari komoditas kubis yang merupakan jenis sayuran daun yang dapat lebih cepat busuk dan mengalami penyusutan sehingga kubis tidak dapat disimpan lebih lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi. Disamping itu, komoditas kubis juga umumnya masih belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan. Hal ini

29 mengakibatkan harga kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar.

Siregar (2009) dalam penelitiannya mengenai risiko harga Day Old Chick (DOC) broiler dan layer pada PT. Sierad Produce Tbk. dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko dengan menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan VaR sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang manajemen perusahaan terkait dengan harga DOC pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa model terbaik untuk DOC broiler adalah model ARCH (1) GARCH (1) yang berarti bahwa pola pergerakan DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler periode sebelumnya, sedangkan untuk DOC layer adalah model ARCH (1) GARCH (0) DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya tetapi tidak dipengaruhi oleh varian harga DOC layer.

Dilakukan perhitungan VaR menunjukkan risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan dapat pula disebabkan oleh siklus layer yang lebih lama daripada broiler.

Sumaryanto (2009), yang melakukan penelitian mengenai analisis volatilitas harga eceran beberapa komoditas pangan utama dengan model ARCH-GARCH menyatakan bahwa dari keseluruhan hasil pendugaan yang sesuai untuk harga eceran beras, cabai merah dan bawang merah adalah ARCH (1), sedangkan untuk harga eceran terigu dan gula pasir adalah GARCH (1,1), kecuali pada harga eceran bawang merah, bentuk sebaran ht harga eceran empat komoditas lainnya adalah fat tail. Hal tersebut menunjukkan bahwa volatilitas harga eceran antarjenis komoditas pangan berbeda, secara empiris terbukti bahwa sejak reformasi harga komoditas pangan semakin volatil, stabilitas sosial politik mempengaruhi volatilitas harga komoditas pangan, periode dan durasi puncak volatilitas harga eceran komoditas pangan antarjenis komoditas berbeda. Hasil penelitian ini

30 menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih sesuai untuk model peramalan harga eceran dengan data univariat untuk komoditas beras, tepung terigu, gula pasir, cabai merah, dan bawang merah adalah ARCH-GARCH, sedangkan untuk harga eceran minyak goreng dan telur dapat menggunakan pendekatan ARIMA karena efek ARCH-nya tidak nyata.

Dalam dokumen RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA (Halaman 41-45)