• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2 Bahan

3.3.3 Kajian risiko

Secara garis besar penelitian mengenai kajian risiko dapat dilihat pada bagan di bawah yaitu meliputi penentuan prevalensi dan tingkat cemaran Campylobacter sp. pada karkas ayam serta penentuan tingkat laju penurunan cemaran Campylobacter sp. pada proses pemanggangan secara simulasi untuk menentukan risiko paparan Campylobacter sp. dan menentukan peluang infeksi Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi ayam yang dipanggang. Tahapan penelitian mengenai kajian risiko dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tahapan penelitian menentukan kajian risiko

3.3.3.1. Prevalensi dan tingkat cemaran Campylobacter sp. pada karkas ayam Data prevalensi yang digunakan diperoleh penelusuran data prevalensi sekunder dan tingkat cemaran Campylobacter sp. dari laporan penelitian sebelumnya.

3.3.3.2. Risiko paparan Campylobacter sp.

Data pendukung untuk mengetahui risiko paparan Campylobacter sp. akibat mengkonsumsi daging ayam diperoleh dari penelitian dan survei yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga diperoleh jumlah kontaminasi Campylobacter sp. yang terdapat dalam satu porsi daging ayam yang berpotensi dan terpapar ketika dikonsumsi. Sebuah analisis risiko kuantitatif dapat dilakukan beberapa cara yang Inokulasi Campylobacter sp.

pada karkas steril Simulasi pemanggangan pada suhu dan waktu komersial

Pengumpulan data sekunder

- Prevalensi (p) Kuantifikasi Campylobacter sp.

- Tingkat cemaran (c)

Penentuan tingkat penurunan cemaran Penentuan rusiko paparan Campyloacter sp. pada konsumsi ayam

berbeda. Salah satu cara menggunakan satu-titik perkiraan atau deterministik. Dengan menggunakan distribusi probabilitas, variabel dapat memiliki probabilitas yang berbeda dari hasil yang berbeda terjadi serta mampu menggambarkan ketidakpastian dalam variabel dari analisis risiko. Bentuk kajian yang dilakukan pada penelitian ini adalah model deterministik yang menggunakan perkiraan tunggal sebagai data input.

3.3.3.3. Peluang infeksi

Hubungan antara termakannya sejumlah tertentu mikroba dan kemungkinan terjadi akibatnya dapat dideskripsikan dengan Model dose-response, yang digunakan pada penelitian ini adalah Model beta-poisson. Peluang terjadinya infeksi per porsi penyajian dapat dihitung secara :

Pi = [1-(1+Ce/β)]-α Dimana Pi = peluang infeksi

Ce = jumlah mikroba yang tertelan

α dan β = 0.21 dan 59.95 adalah parameter spesifik untuk Campylobacter sp. (WHO 2001)

4. PREVALENSI CAMPYLOBACTER JEJUNI DAN

CAMPYLOBACTER COLI PADA KARKAS AYAM DARI PASAR

TRADISIONAL DAN SWALAYAN

ABSTRAK

Bakteri patogen Campylobacter sp. merupakan agen utama foodborne disease penyebab gastroenteritis pada manusia. Campylobacteriosis umumnya disebabkan oleh spesies Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli. Karkas ayam yang terinfeksi adalah sumber infeksi campylobacteriosis pada manusia. Di Indonesia cara penjualan karkas ayam di pasar tradisional dan swalayan berbeda. Di pasar tradisional karkas ayam dijual tanpa penutup (atau di ruangan terbuka) dan disimpan pada suhu ruang dalam waktu lama sehingga memungkinkan bakteri patogen tumbuh. Sedangkan di swalayan karkas ayam dijual dalam kemasan plastik tertutup disimpan dalam lemari pendingin. Sebanyak 298 sampel karkas ayam dari pasar tradisional dan swalayan di daerah DKI Jakarta, Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi) dan Jawa Tengah (Kudus dan Demak) dilakukan isolasi dan identifikasi Campylobacter sp. secara konvensional untuk mengetahui prevalensi kontaminasi C. jejuni dan C. coli. Hasil yang diperoleh adalah karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan telah terkontaminasi Campylobacter sp. 19.8% yang terdiri dari spesies C. jejuni dan C. coli. Angka kontaminasi Campylobacter sp. pada karkas ayam yang dijual di swalayan 14.09% adalah lebih tinggi dari pada pasar tradisional 5.7% Kontaminasi Campylobacter sp. pada karkas ayam diketahui spesies C. jejuni lebih tinggi dari C.coli. Kontaminasi spesies C. jejuni dari sampel yang berasal dari pasar tradisional 88.23% dan kontaminasi C. coli 11.76%. Prevalensi kontaminasi C. jejuni pada karkas ayam yang dijual di pasar swalayan 78.5% lebih tinggi jika dibandingkan kontaminasi C. coli 21.42%.

Kata kunci : Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, karkas ayam, pasar tradisional, swalayan

ABSTRACT

Campylobacter spp. are a major cause of bacterial gastroenteritis. Human clinical infections are most frequently caused by Campylobacter jejuni and Campylobacter coli. Contaminated chicken carcasses were source of infection to human campylobacteriosis. In Indonesia, the chicken carcasses are sold in traditional markets and supermarkets. In traditional markets, chicken carcasses are sold without a proper packaging (or in a open space) and stored at room temperature for a prolonged period allowing pathogenic bacteria to grow. While at supermarkets, chicken carcasses are displayed/enclosed in plastic wrap and stored in a refrigerator. A total of 298 samples of chicken carcasses from traditional markets and supermarkets in the area of DKI Jakarta, West Java (Bogor and Sukabumi) and Central Java (Kudus and Demak) were collected, isolated and identified for Campylobacter sp. (19.8%) with conventional method to determine the prevalence for contamination of C. jejuni and C.coli. The result is chicken carcasses

sold in the sampling area both traditional markets and supermarkets are contaminated with C. jejuni and C. coli. The contamination rate of Campylobacter sp. on chicken carcasses sold in supermarkets, markedly 14.09% is higher than in traditional markets 5.70%. It is also confirmed that the prevalence for contamination of C. jejuni was higher than C. coli. Prevalence of C. jejuni contamination that sold in traditional markets 88.23% was higher than C. coli 11.76%. The prevalence of C. jejuni contamination in carcasses sold in swalayan was 78.57%. These were higher than contamination of C. coli that was identified by conventional methods 21.42%.

Key words : Campylobacter coli, Campylobacter jejuni, poultry carcasses, retail, supermarket

PENDAHULUAN

Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika tahun 1996 sampai tahun 1999 bahwa Campylobacter sp. adalah bakteri agen foodborne disease yang utama kemudian diikuti infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp., Shigellasp., Escherichia coli O:157 H:7, dan Yersinia sp. Organisasi World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 1% populasi di Eropa terinfeksi Campylobacter sp. setiap tahunnya (Wheeler et al. 1999). Epidemiologi infeksi Campylobacter sp. di negara yang sedang berkembang berbeda dengan negara industri. Infeksi Campylobacter sp. di negara yang sedang berkembang lebih banyak terjadi pada anak-anak berumur kurang dari 2 tahun dan infeksi penyakit bersifat asimptomatik. Di negara yang sedang berkembang kejadian penyakit tidak terlihat jelas seperti di negara maju. Campylobacteriosis di Indonesia telah dilaporkan oleh Oyofo et al. (2002), Tjaniadi et al. (2003), dan Allos (2001) bahwa infeksi yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni pada penderita diare di beberapa kota merupakan bakteri patogen utama penyebab diare.

Campylobacter spp. telah dikenal sebagai bakteri penyebab diare pada manusia sejak tahun 1972 sebagai agen foodborne disease. Spesies Campylobacter yang berhubungan dengan foodborne disease adalah Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter lari dan Campylobacter upsaliensis. Menurut Hariharan et al. (2004) infeksi terbanyak yang dilaporkan disebabkan oleh spesies C. jejuni meskipun spesies C. coli kadang dilaporkan juga. Kejadian infeksi Campylobacter sp. terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama dua puluh tahun terakhir, kejadian campylobacteriosis pada manusia meningkat secara eksponential di beberapa negara tetapi penyebab terjadi peningkatan belum diketahui secara jelas

(WHO 2001). Sumber infeksi pada manusia sebagian besar disebabkan karena mengkonsumsi daging ayam terkontaminasi Campylobacter sp. yang dimasak dengan pemanasan tidak sempurna.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. pada karkas ayam. Perbedaan kondisi lingkungan pasar dan pengemasan karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan mempengaruhi kemampuan pertumbuhan bakteri kontaminan Campylobacter sp. Di Indonesia karkas ayam dijual di pasar tradisional dan swalayan. Karkas ayam dijual di pasar tradisional dengan cara disimpan tanpa penutup dalam suhu ruang, sedangkan di swalayan dijual dalam kemasan ditutup menggunakan wrap plastic dan disimpan dalam refrigerator. Spesies C. jejuni merupakan penyebab utama campylobacteriosis dengan angka kejadian sekitar 90%. Spesies yang lain yaitu C. coli adalah penyebab kedua setelah C. jejuni yang angka kejadiannya sekitar 5-10% (Gillespie et al. 2002). Meskipun angka kejadiannya lebih kecil namun hal ini memperlihatkan bahwa risiko campylobacteriosis pada manusia akibat infeksi C. coli perlu diperhatikan.

BAHAN DAN METODE Sampel

Sampel sejumlah 298 karkas ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa karkas ayam diperoleh dari pasar tradisional dan swalayan di daerah DKI Jakarta, Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi) dan Jawa Tengah (Kudus dan Demak) dari tahun 2009 sampai 2011. Sampel yang dikoleksi dimasukkan ke dalam kantung plastik kedap udara, kemudian dimasukkan kedalam boks pendingin kisaran suhu 4-5 oC untuk dibawa ke laboratorium.

Media yang digunakan untuk melakukan isolasi secara konvensional adalah media preenrichment Nut Broth No 2 (Oxoid, England), media agar selektif Campylobacter Blood Free Selective Agar Base (modified CCDA-Preston) (Oxoid, England) serta growth supplement(Oxoid, England) (komposisi sodium pyruvate, ferrous sulphate, dan sodium metabisulfite) dan selective supplement(Oxoid, England) (mengandung Cefoperazone dan Amphotericin B). Peralatan yang digunakan adalah jar untuk inkubasi mikroaerofilik, dan inkubator.

Isolasi dan Identifikasi secara Konvensional (ISO/DIS 10272-1994)

Sebanyak 298 sampel masing-masing sampel diambil 25 gram dimasukkan ke dalam kantong steril yang berisi media Nut Broth No 2 (Oxoid) yang telah ditambah growth suplement (Oxoid SR 232E) dan dihancurkan menggunakan stomacher kemudian diinkubasikan pada suhu 42 oC selama 24 jam dalam kondisi mikroerofilik (5% O2, 10%, CO2, 85% N2). Inkubasi dilakukan menggunakan jar

yang telah diisi CampyGen (oxoid). Setelah diinkubasi selanjutnya kultur diinokulasikan pada media Campylobacter Blood Free Selective Agar Base (modified CCDA-Preston) (Oxoid) yang mengandung CCDA selective suplement (Oxoid SR 155E), kemudian diinkubasikan kembali pada kondisi mikroerofilik seperti di atas selama 24-48 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dan pemeriksaan mikroskopis. Identifikasi dilakukan dengan uji oksidase, motilitas, fermentasi glukosa, laktosa, sukrosa (Barrow & Feltham 2003). Untuk konfirmasi dilakukan secara biokimia menggunakan API Campy test (BioMerieux, Perancis) untuk menentukan spesies C. jejuni atau C. coli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini sebanyak 298 sampel karkas ayam dari pasar tradisional dan swalayan di daerah DKI Jakarta, Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi) dan Jawa Tengah (Kudus dan Demak) telah dilakukan isolasi untuk mengetahui adanya kontaminasi Campylobacter sp. dari tahun 2009 sampai 2011. Sampel diambil setiap tahun pada lokasi yang berbeda dengan jumlah yang tidak berbeda signifikan pada pasar tradisional dan swalayan. Sampel karkas ayam sebanyak 149 yang diperoleh dari pasar tradisional dan 149 dari swalayan dilakukan isolasi secara konvensional sesuai dengan ISO/DIS 10272-1994.

Isolasi secara konvensional menggunakan media cair yang telah ditambahkan growth supplement dan selective supplement kemudian dilakukan inkubasi secara mikroaerophilic menggunakan jar (Gambar 10) pada suhu 42 oC. Selanjutnya dilakukan subkultur pada media agar selektif modified CCDA-Preston diperoleh 59 isolat Campylobacter sp. Isolat murni yang tumbuh pada media agar selektif disajikan pada Gambar 11. Selanjutnya dilakukan uji konfirmasi secara mikroskopis dengan pewarnaan Gram (Gambar 12) dan uji katalase (Gambar 13) serta oksidase (Gambar 14). Identifikasi isolat yang diperoleh dilakukan

menggunakan API Campy (BioMerieux, Perancis) dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar 10 Jar yang digunakan untuk inkubasi secara mikroaerofilik

Gambar 12 Pemeriksaan mikroskopis menggunakan pewarnaan Gram

Gambar 13 Uji catalase positif isolat lokal C. jejuni

Gambar 14 Uji oksidase positif isolat lokal C. jejuni

Tabel 6 Isolat Campylobacter sp, C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam yang diperoleh dari pasar tradisional dan sawalayan pada tahun 2009-2011 menggunakan metode konvensional

Tahun Campylobacter sp. C. jejuni C. coli

2009 2010 2011 12 9 38 12 0 36 0 9 2

Isolasi dan identifikasi bakteri patogen Campylobacter sp. sebagai kontaminan pada karkas ayam menggunakan metode konvensional diperoleh 59 (19.8%) dimana 48 (81.4%) diidentifikasi sebagai spesies C. jejuni dan C. coli 11 (18.7%). Hasil penelitian sebelumnya Humphrey et al. (2007) menyatakan bahwa infeksi campylobacteriosis pada manusia pada umumnya disebabkan oleh spesies C. jejuni dan C. coli yang berasal dari saluran pencernaan hewan terutama ayam. Menurut Frost (2001) sebagian besar kejadiannya gastroenteritis disebabkan oleh bakteri patogen Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli.

Gambar 15 Hasil uji API Campy isolat C. jejuni

Karkas ayam yang dipakai sampel diambil di pasar tradisional dan swalayan dari beberapa kota di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah dengan terlebih dahulu dilakukan isolasi dan identifikasi Campylobacter sp. Selanjutnya dilakukan uji menggunakan API Campy untuk mengidentifikasi dengan prinsip menguji isolat Campylobacter spp. secara biokimia (Gambar 15). Menurut Hu dan Kopecko (2003) yang dapat membedakan C. jejuni dan C. coli dengan menggunakan uji hidrolisis enzim hipurat karena C. jejuni mampu menghidrolisis enzim tersebut sedangkan C. coli tidak.

Hasil ini memperlihatkan bahwa karkas ayam yang diambil dari pasar tradisional maupun pasar swalayan masing-masing telah terkontaminasi oleh C. jejuni dan C. coli. Beberapa peneliti sebelumnya telah melaporkan bahwa daging ayam yang dijual di pasar di Amerika Serikat telah terkontaminasi C. jejuni dan C. coli adalah 2.3 sampai 98% (Stern & Line 1992; Meldrum et al. 2005; Stern & Pretanik 2006). Identifikasi secara biokimia menggunakan metode yang sama

dengan API Campy telah dilaporkan oleh Flynn et al. 1994 bahwa 99 (64.7%) dari 153 sampel bagian sayap ayam positif terkontaminasi Campylobacter sp. Sebanyak 70 (45.7%) teridentifikasi C. jejuni dan C. coli. Sebanyak 45 (29.4%) C. jejuni dan 25 (16.3%) C. coli. Prevalensi isolat C. jejuni dan C. coli dari karkas ayam yang diperoleh dari pasar tradisional maupun swalayan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Prevalensi C. jejuni dan C. coli pada pasar tradisional dan swalayan

Laporan hasil survei Meldrum et al. (2005) di Wales terhadap daging ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan dinyatakan positif terkontaminasi Campylobacter sp. secara berurutan 73% (n=565) dan 71% (n=171). Pada penelitian ini, prosentase kontaminasi bakteri patogen C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam yang diambil di pasar tradisional lebih rendah jika dibandingkan swalayan dapat dilihat pada Gambar 16. Secara metode konvensional dari 298 sampel diperoleh hasil bahwa karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan telah terkontaminasi Campylobacter sp. secara berurutan 17 kasus (5.7%) dan 42 kasus (14.1%). Isolat kontaminan Campylobacter sp. tersebut telah dilakukan identifikasi spesies sehingga diperoleh hasil secara konvensional di pasar tradisional dari 17 sampel yang terkontaminasi Campylobacter sp, sebanyak 15 (88.2%) adalah C. jejuni dan C. coli 2 (11.8%), dan identifikasi 42 sampel kontaminan Campylobacter sp. pada karkas ayam yang dijual di swalayan terdiri dari C. jejuni 33 kasus (78.57%) dan C. coli 9 kasus (21.42%).

0 5 10 15 20 25 30 35 C. jejuni C. coli Ps Tradisonal Swalayan

Poeloengan dan Noor (2003) pernah melaporkan adanya kontaminasi bakteri Campylobacter sp. pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di daerah Bogor, isolasi menggunakan metode konvensional menghasilkan prosentase kontaminasi pada pasar tradisonal lebih rendah dari pada swalayan. Hal ini disebabkan karena bakteri Campylobacter sp. meskipun termasuk kelompok bakteri thermophilic namun bersifat fastidious, fragile dan tidak mampu berkompetisi dengan bakteri lain dalam pertumbuhannya. Penelitian Gill dan Haris (1982b) menyatakan bahwa pertumbuhan Campylobacter sp. pada daging mengalami penurunan pada saat pertumbuhan mikroflora normal dan bakteri patogen lain jumlahnya meningkat maksimum mencapai 109/cm2. Hasil penelitian karkas ayam yang diambil dari pasar tradisional dijual tanpa penutup memungkinkan banyak bakteri kontaminan baik patogen maupun non patogen yang tumbuh dan mengurangi kesempatan Campylobacter sp. untuk tumbuh dan memperbanyak diri. Di pasar swalayan karkas dijual dengan dibungkus plastik memberikan kondisi atmosfer yang lebih optimal bagi pertumbuhan Campylobacter sp. yang bersifat microaerophilic, dimana adanya oksigen di udara dapat mengganggu pertumbuhan Campylobacter sp. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Balamurugan et al. (2011) dan Hilbert et al. (2010) yang menyatakan bahwa kemasan vakum pada daging dan adanya mikroflora normal yang tumbuh pada kemasan vakum seperti Pseudomonas sp. dapat meningkatkan kamampuan tumbuh dan berkembangnya C. jejuni. Perbedaan suhu penyimpanan karkas ayam mempengaruhi kemampuan pertumbuhan Campylobacter sp. Menurut Upton (1995) karkas ayam yang disimpan pada suhu 4 oC dengan kondisi vakum mampu hidup dan berproliferasi meskipun pada penyimpanan hari ke-28 hanya dapat dideteksi 500 sel per gram karkas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kontaminasi bakteri C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam yang dijual di swalayan lebih tinggi dari pada karkas yang dijual di pasar tradisional, karena di swalayan karkas disimpan pada suhu refrigerator sehingga memungkinkan Campylobacter sp. masih mampu tumbuh dan berkembang. Didukung oleh hasil penelitian Huezo et al. (2007) bahwa proses chilling tidak mempengaruhi prevalensi Campylobacter pada karkas.

Prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional lebih rendah dari pada swalayan tidak memberikan arti bahwa

karkas ayam yang dijual di pasar tradisional lebih baik. Menurut Meldrum et al. (2005) terdapat perbedaan yang nyata adanya kontaminasi Salmonella pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional lebih tinggi dari pada di toko daging yang dilengkapi dengan pendingin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dengan cara penyimpanan terbuka dan disimpan pada suhu kamar memungkinkan lebih banyak mengandung bakteri patogen sebagai kontaminan selain Campylobacter sp. Meskipun pervalensi Campylobacter sp. pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional memperlihatkan lebih rendah dari swalayan namun dosis infeksi bakteri patogen Campylobacter jejuni sangat rendah yaitu 900 sel hidup (Stern & Pretanik 2006), sehingga, apabila manusia mengkonsumsi karkas ayam yang telah terkontaminasi Campylobacter sp. dapat menyebabkan campylobacteriosis.

Menurut Kramer et al. (2000) dan Gurtler (2005) terdapat beberapa jenis spesies Campylobacter yang dapat diisolasi dari karkas ayam. Adanya perbedaan prevalensi C. jejuni dan C. coli sebagai kontaminan pada bahan pangan menyebabkan perbedaan faktor risiko sehingga strategi kontrol yang perlu dilakukan juga berbeda. Menurut Mateo et al. (2005) spesies C. jejuni dan C. coli merupakan mikroba yang umumnya mengkontaminasi karkas ayam, namun Tam et al. (2003) melaporkan bahwa terdapat perbedaan morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh masing-masing spesies tersebut. Menurut Allos (2001) penanganan yang tidak baik selama prosesing pada karkas ayam di rumah potong serta meningkatnya konsumsi daging ayam dapat merupakan sumber utama infeksi pada manusia. Adanya kontaminasi spesies C. jejuni dan C. coli pada karkas ayam pada penelitian ini dengan prevalensi yang berbeda memberikan laporan pentingnya peranan kesehatan masyarakat dalam penyediaan bahan pangan yang berkualitas. Sesuai dengan laporan Tam et al. (2003) bahwa meskipun C. coli mempunyai peran minor dalam menyebabkan campylobacteriosis pada manusia tetapi mempunyai berpengaruh cukup besar pada kesehatan manusia. Usaha untuk mengurangi jumlah kontaminasi Campylobacter sp. dapat dilakukan dengan melakukan dekontaminasi. Menurut Li et al. (2002) dekontaminasi karkas ayam menggunakan klorin seperti yang biasa dilakukan pada karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan konsentrasi 50 ppm dapat menurunkan jumlah Campylobacter sp. sebanyak 1 log cfu/ karkas. Peningkatkan sanitasi termasuk klorinasi air dan higiene

pada saat produksi karkas ayam, mengurangi kejadian kontaminasi silang dan memisahkan bahan mentah sebagai sumber kontaminan dengan bahan pangan siap saji, memegang peranan cukup penting untuk mengurangi terjadinya infeksi Campylobacter sp. pada manusia.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karkas ayam yang dijual pada pasar tradisional dan swalayan di daerah DKI Jakarta, Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi), Jawa Tengah (Kudus dan Demak) positif terkontaminasi bakteri enteropatogen C. jejuni dan C. coli. Spesies C. jejuni adalah kontaminan utama karkas ayam yang dijual di pasar tradisional dan swalayan dengan angka prevalensi yang lebih lebih tinggi dari C. coli. Prevalensi kontaminasi Campylobacter sp. 59 (19.8%) terdiri dari 48 (81.4%) spesies C. jejuni dan C. coli 11 (18.7%). Kontaminasi Campylobacter sp. di pasar swalayan, 42 kasus (14.1%) lebih tinggi jika dibandingkan pasar tradisional 17 kasus (5.7%). Sebanyak 42 sampel dari karkas yang dijual di swalayan 33 kasus (78.57%) adalah C. jejuni dan 9 kasus (21.42%) adalah C. coli, sedangkan 17 isolat positif Campylobacter sp. dari karkas ayam yang dijual di pasar tradisional sebanyak 15 (88.2%) adalah C. jejuni dan C. coli 2 (11.8%).

Keberadaan kontaminasi C. jejuni dan C. coli sebagai agen foodborne enteropatogen pada karkas ayam dapat menyebabkan infeksi pada manusia sehingga merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian dalam bidang kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Allos BM. 2001. Campylobacter jejuni infections: update on Emerging issues and trends. Invited Article. Food Safety 32: 1201-1206.

Balamurugan S, Nattress FM, Baker LP, Dilts BD. Survival of Campylobacter jejuni on beef and pork under vacuum packaged and retail storage conditions: examination of the role of natural meat microflora on C. jejuni survival. Food Microbiol 30: 1-8.

Barrow, Feltham. 2003. Character of gram-negative bacteria. Di dalam Cowan and

Steel’s manual for the identification of medical bacteria. New York: Cambridge University Press.

Flyn OMJ, Ian SB, David AM. 1994. Prevalence of Campylobacter species on fresh retail chicken wings in Northern Ireland. J Food Prot 57(4): 334-336.

Frost JA. 2001. Current epidemiology issues in human campylobacteriosis. J Appl Microbiol 30: 85-95.

Gill CO, Haris LM. 1982b. Survival and growth of Campylobacter fetus subs. jejuni on meat and cooked foods. Appl Environ Microbiol 44(2): 259-263.

Gillespie IA, O’Brien SJ, Frost JA. 2002. A case-case comparison of Campylobacter

coli and Campylobacter jejuni infection: a tool for generating hypotheses. Emerg Infect Dis 8(9): 937-942.

Gurtler M, Alter T, Kasimir S, Fehlhaber K. 2005. The importance of Campylobacter coli in human campylobacteriosis: prevalence and genetic characterization. Epidemiol Infect 133: 1081-1087.

Hariharan H, Murphy GA, Kempf I. 2004. Campylobacter jejuni: public health hazards and potential control methods in poultry: a review. Vet Med-Czech 49(11): 441-446.

Hilbert F, Scherwitzel M, Paulsen P, Szostak M. 2010. Survival of Campylobacter jejuni under condition of atmospheric oxygen tension with the support of Pseudomonas spp. Appl Environ Microbiol 76(17): 5911-5917.

Huezo R, Northcutt JK, Smith DP, Fletcher DL, Ingram KD. 2007. Effect of dray air or immersion chilling on recovery of bacteria from broiler carcasses. J Food Prot 70(8): 1829-1834.

Hu I, Kopecko. 2003. Campylobacter spesies. Di dalam: International Handbook of Foodborne Pathogens. Miliotis MD, Bier JF, editor. New York: Marcell Dekker.

Humphrey T, O’Briens S, Madsen M. 2007. Campylobacters as zoonotic pathogens:

A food production perspective. Int J Food Microbiol 117: 237-257.

Kramer JM, Frost JA, Bolton FJ, Wareing DRA. 2000. Campylobacter contamination of raw meat and poultry at retail sale: identification of multiple types and comparison with isolates from human infection. J Food

Dokumen terkait