• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Sosiologi Sastra dalam Novel Orang Miskin Dilarang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Sosiologi Sastra dalam Novel Orang Miskin Dilarang

Karya Wiwid Prasetyo.

1. Struktur Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah

Analisis struktur instrinsik novel merupakan sebuah penelitian yang mendasarkan objeknya pada unsur-unsur internal karya sastra. Unsur-unsur intrinsik yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain: penokohan, alur, latar,sudut pandang, dan tema.

a. Tema

Tema merupakan ide pokok sebuah cerita. Burhan Nurgiantoro (2005:82-83) menggolongkan tema dari tingkat keutamaannya, yaitu: tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Sedangkan tema minor bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita.

Novel ini menyoroti masalah pendidikan yaitu menyoroti wajah pendidikan di mata orang marjinal. Mengenai perjuangan sekelompok anak yang berjuang mati-matian untuk bisa mengenyam pendidikan.

Tema mayor atau tema utama dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah adalah pendidikan. Jika diteliti lebih dalam ternyata novel ini memiliki tema minor yang berbeda-beda namun tidak lepas dari tema utamanya yaitu pendidikan. Pendidikan sebagai tema utama novel ini dapat dilihat dari kebanyakan hal yang mengandung masalah pendidikan yang tersebar merata pada kesuluruhan bab. Seperti kutipan dibawah ini:

Habis gelap terbitlah terang seakan-akan mengandaikan pendidikan itu ibaratnya pelita yang akan menuntun manusia buta, bodoh menuju cahaya ilmu yang gilang gemilang. Seperti pagi itu, selepas membuka kancing atas agar bebas gerah dan angin bisa masuk, mereka tergopoh-gopoh memasuki gerbang sekolah. Mereka bertiga memandang sebentar patung Kartini

untuk menitiskan semangat sekolah sebelum di Senin ini mereka memasuki dunia yang penuh gairah (OMDS: 244)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa pendidikan

yang akan menuntun manusia buta dan bodoh menuju cahaya ilmu yang -kata di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat dari pendidikan, yaitu pendidikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang mampu menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas Dalam novel ini mengambil tema pendidikan yakni kelas 1-2 khusunya di SD Kartini. Perhatikan kutipan berikut:

Kami berjalan kembali di ruang kelas pertama yang kami lewati tadi. Pak Zainal masuki keruang 1-2 atau kelas satu ruang kedua, bekas kelasku dulu. Kulihat bu Mutia masih menuliskan sesuatu di papan tulis berkapur melihat kehadiaran kami, bu Mutia menghentikan pekerjaanya, ia berusaha ramah kepada pak kepala sekolah yang dating mendadak. (OMDS: 92).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel Orang Miskin Dilarang Sekolah mempunyai tema pendidikan. Sedangkan tema lain yang inti adalah sosial yakni masalah kemiskinan. Kemiskinan yang senantiasa menggelayuti tokoh utama dan mewarnai setiap kisah dalam novel ini. Kemiskinan yang mengiringi perjuangan dalam meraih pendidikan. Seperti dalam kutipan berikut ini.

sekolah, sampai sebesar ini mereka belum pernah sekalipun. Orang tua mereka tak sanggup menyekolahkan karena .tak ada biaya. Sekolah bagi mereka tidak penting dan membuang-buang waktu, tubuh-tubuh kecil mereka kadang diperas untuk membantu orang tua mereka, entah mengangkut kotoran, memeras susu sapi, bahkan sampai mengangkat rumput-rumput di depan moncong sapi. (OMDS: 23)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa kemiskinan menjadi masalah yang pelik bagi ketiga Anak Alam. Di satu sisi Anak Alam ingin sekolah tetapi di sisi lain orang tua mereka tidak mampu membiayai

karena memang gaji mereka yang menjadi buruh di peternakan hanya cukup untuk makan. Begitu juga dalam kutipan berikut.

kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, tetapi mereka sama sekali tak mengeluh dengan nasib mereka yang selalu di bawah. Kebodohannya membuat pola pikirnya begitu pendek, setiap kali mereka menemui kesusahan, dianggapnya itu sebagai takdir dari yang di atas. Kebodohannya pula yang menyebabkan ia menganggap rejekinya sudah di atur hanya segitu-gitunya, tak pernah nambah. (OMDS: 135).

Kemiskinan yang sudah melekat erat di tubuh ketiga Anak Alam. Kemiskinan yang berakibat pada kebodohan dan kebodohan yang membuat pola pikir menjadi pendek. Selain kemiskinan dalam novel tersebut juga terdapat kisah percintaan. Diceritakan bahwa tokoh Pambudi mempunyai cinta pertama dengan tokoh Kania. Seperti kutipan berikut ini:

-tiba nama itu yang selalu berdengung-dengung di telinga Yudi, Pambudi, dan Pepeng. Dimanapun tempat dan keadaan nama Kania begitu enak disebut, renyah ditelinga, dan nyaman dihati. Bahkan, baying-bayang Kania hadir dimanapun menggebu saat ia membayangkan bagaimana dengan tangkasnya Kania membela mereka. Hari pertama mereka sekolah, mereka langsung terkesan kepada Kania, mereka langsung jatuh hati kepada murid berlesung pipit dan suka mengepang rambutnya itu. (OMDS: 109)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa perasaan cinta Pambudi berawal ketika Kania membela Pambudi yang sedang dicela oleh teman-teman sekelasnya. Di mana sejak kejadian itu tumbuhlah perasaan cinta itu.

Perasaan cinta di antara Pambudi dan Kania memaknai Kania sebagai penyemangat Pambudi untuk semakin meningkatkan prestasinya dalam belajar. Hal ini membuktikan bahwa dalam novel ini percintaan tidak terlepas dari tema pokok yaitu mengenai pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Panuti Sudjiman (198: 55)

menyang . Seperti kutipan percakapan antara Pambudi dan Kania di bawah ini:

semuanya memungkinkan, kita bisa

ita tumbuhkan hal-hal positif aja dalam hal ini, seperti yang pernah aku minta padamu dulu, kalau boleh berhubungan denganku asalkan kau bisa mengimbangiku, kau juga harus pintar, harus rajin belajar, dan nilai-nilai ulangan juga harus baik, dan yang penti

jadi tak terkendali, kau jadi mabuk kepayang. Aku ingin kenal Pam yang sekarang,

-216). Dari kutipan di atas terlihat sikap Kania kepada Pambudi. Kania memacu semangat Pambudi untuk belajar giat. Perasaan cinta di antara keduanya dimaknai positif oleh Kania untuk menumbuhkan hal-hal positif dari hubungan tersebut. Selain percintaan dan masalah kemiskinan. Novel ini juga bertemakan persahabatan yaitu persahabatan Faisal dengan ketiga anak alam (Pambudi, Yudi, Pepeng). Meskipun mempunyai status sosial ekonomi yang berbeda tetapi mereka tetap bersahabat dengan baik. Mereka rela berkorban satu sama lain dan setia kawan. Faisal yang berasal dari keluarga cukup mampu selalu memikirkan nasib teman-temannya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tema mayor dalam novel ini adalah pendidikan. Sedangkan tema minornya yaitu kemiskinan, percintaan, dan persahabatan.

b. Sudut pandang

Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sastra fiksi diartikan sebagai strategi, teknik, dan siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan pengarang untuk

menyampaikan makna karya artistiknya untuk sampai dan berhubungan dengan pembaca. Burhan Nurgiantoro membagi sudut pandang menjadi tiga yakni sudut pandang persona pertama udut pandang campuran (2005:256-271).

Dalam novel ini gaya penceritaanya menggunakan sudut pandang campuran yaitu a ketiga

pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menjelaskan peristiwa yang di alami, dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Seperti kutipan berikut ini:

Aku terus meraut batang lidi hingga batangnya terlihat mengecil dan kurus, aku diam-diam geli mendengar perkataan mereka, ternyata kebodohan membuat kita gampang tertipu, gampang naik pitam, dan mudah sekali diombang-ambingkan (OMDS:45).

apa yang dipikirkannya terhadap tokoh lain terhadap pemabaca. Ia memberikan penilaian bahwa kebodohan membuat orang mudah tertipu, mudah naik pitam, dan mudah terombang-ambing.

Wiwid Prasetyo merupakan pengisah seluruh kejadian yang a Perhatika kutipan berikut ini:

Napas kelegaan mengahampiri kami. Aku yang berada di belakang bisa menyusul di antara mereka, terengah-engah, dan saling melepaskan lelah di sebuah reruntuhan gedung yang tak terpakai.

engambil layangan saja tidak bisa kita pulang dengan membawa layang-layang itu dan besuk kita Pepeng ikut- (OMDS: 8).

Selain menggunakan sudut pandang persona pertama, pengarang menambahkan lagi dengan teknik sudut pandang persona k

Mahatahu. Dengan teknik ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Narator bersifat mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan. Perhatikan kutipan berikut:

Aneh, mendengar perintah Mat Karmin, bocah itu seperti robot Jepang yang dikendalikan oleh remot control, selanjutnya ia melangkah menghampiri pintu dengan rasa perih di duburnya. Berjalan tertatih-tatih seperti orang habis sunat, kemudian meninggalkan teman-temannya tanpa ekspresi. Panji hanya diam, ia membayangkan seisi langit runtuh menimpanya, masa depannya jelas suram, kesedihannya menggelegak, seluruh air di dalam tubuhnya seakan-akan menghempaskannya ke dalam jurang yang teramat dalam (OMDS: 232).

Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa pengarang menggunakan sudut pandang campuran yakni menggunakan sudut

Hal ini sejalan dengan pernyataan Herman J Waluyo (2002: 184-185) yang menyatakan bahwa ketiga jenis metode ini (akuan, diaan, dan pengarang serbatahu) dapat dikombinasikan oleh pengarang dalam suatu cerita agar tidak membosankan.

c. Penokohan

Dalam penelitian ini peneliti membedakan tokoh menjadi dua macam, yaitu (a) tokoh utama dan (b) tokoh tambahan. Penggunaan pembagian tokoh ini bertujuan untuk memudahkan dan membedakan mana tokoh yang perlu mendapat perhatian khusus dan mana yang tidak didasarkan pada seberapa jauh keterlibatan seorang tokoh dalam jalinan cerita.

Novel ini memiliki penokohan yang relatif banyak yang berpengaruh terhadap jalannya cerita serta amanat yang hendak disampaikan. Adapun tokoh utama dalam novel ini adalah Faisal, ketiga Anak Alam (Pambudi, Yudi, Pepeng), Kania, Bu Mutia, Rena, Pak Cokro, Mat Karmin, Yok Bek, dan Karisma. Sedangkan tokoh

tambahan dalam novel ini adalah Pak Yadi, Ki Hajar Ladunni, Ayah Pambudi (Samijan), ayah Yudi (Giatno), ayah Pepeng (Sukisno), Ibu Yudi, Pak Zainal, Candil, A Kiong, Sinyo Dandi, Ustadz Muhsin, Kiai Khadis, Bang Anan, Denok, Warti, Guruh, Fajar, Anton, dan masih banyak lagi. Karena banyak tokoh, paparan hasil penelitian mengenai watak tokoh peneliti batasi hanya pada tokoh-tokoh utama saja tidak dipaparkannya karakter tokoh pendamping tidak akan mengurangi keutuhan isi laporan. Berikut deskripsi tokoh beserta wataknya.

1) Faisal (aku)

Faisal atau Faisal Ridowi nama lengkapnya merupakan pencerita kisah ini. Faisal mempunyai pandangan hidup yang progresif dan berkemauan keras. Hal ini tampak pada kutipan dibawah ini:

-banting demi cita-citaku sendiri yang terlalu kuat untuk terus sekolah, terus belajar dan terus mempelajari sesuatu, serta dibuat penasaran oleh buku. Itu semua demi satu keyakinan, aku akan bangkit dan meraih mimpi itu demi sebuah cita-cita yang akan kure

(OMDS:239-240).

Dari kutipan di atas tergambar tekad Faisal untuk dapat meraih cita. Ia rela melakukan apa saja untuk mewujudkan cita-citanya. Selain itu Faisal juga berjiwa pemberani. Terbukti ketika Gedong Sapi diamuk warga, ia berusaha menengahi. Ia tidak takut sedikitpun karena ia membela kebenaran. Ia membela mati-matian nasib ketiga Anak Alam. (OMDS: 154-155)

Secara sosiologis, sifat Faisal yang berjiwa sosial tinggi, peka dan peduli dengan keadaan di sekitarnya ditunjukkan dengan keprihatinannya terhadap Anak Alam yang hidupnya sangat melarat serta tidak sekolah. Ia tidak hanya simpati ia juga berempati dan berkeinginan keras dan berjuang untuk bisa membuat Anak Alam bias mengenyam pendidikan karena pendidikan adalah pondasi untuk menjalani masa yang akan datang. Ia juga memperhatikan

keadaan masyarakat disekililingnya di mana masih banyak warga yang buta huruf sehingga ia terjun langsung memberikan pelajaran membaca dan menulis gratis untuk warga yang buta huruf menjadi Kampung Genteng yang tadinya buta huruf menjadi Kampung Genteng yang melek huruf. (OMDS: 18)

Ayah dari ketiganya bekerja pada Yok Bek memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga mencarikan rumput segar. Kadang Yok Bek-perempuan Cina itu-berdiri dan berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, dibentak-bentaknya ayah ketiga temanku itu dengan kasar, bahkan kadang kata-kata makian pengalaman lagi. Orang kaya bisa seenaknya memperlakukan orang miskin sebab tubuh mereka telah dibeli untuk menuruti semua perintah (OMDS: 17).

Dalam novel ini Yok Bek sebagai orang kaya suka memperlakukan pekerjanya semena-mena. Yok Bek memperlakukan orang tua ketiga Anak Alam dengan semaunya.

2) Pambudi

Pambudi merupakan salah satu Anak Alam. Secara fisik digambarkan bergigi kelinci dan berambut jagung. Perhatikan kutipan berikut:

Si gigi kelinci alias Pambudi mencoba berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan Mat Karmin, tanpa seorangpun dari kami yang merasa terbebani (OMDS: 8)

Ya, nggak

apa-saja membuat keputusan, rambut jagungnya tersiram cahaya matahari, membuatnya semakin coklat (OMDS: 30). Gigi kelinci dan rambut inilah yang membedakan Pambudi dengan teman-teman yang lain. Pada semester ini tekad Pambudi terlihat kuat ditampilkan pada waktu ujian. Ia ingin belajar tapi catatannya kurang lengkap. Ia ingin meminjam Kania tapi ia sadar

selama ini sudah menyusahkan Kania. Ia kemudian berusaha meminjam Rena. Mendapat cacian seperti itu ia tidak marah ataupun patah arang. Ia kemudian berpikir untuk meminjam catatan pada Bu. Mutia. Oleh Bu. Mutia ia disambut baik dan dengan senang hati Bu Mutia meminjaminya catatan. Ia sangat senang karena sebentar lagi ia bisa belajar. Ia ingin membuktikan walaupun mereka miskin tetapi mereka tetap bisa berprestasi (OMDS: 340-354)

Secara sosiologis, tokoh Pambudi merupakan seorang yang mempunyai jiwa pemimpin. Ia menjadi pemimpin bagi teman-temannya (Anak Alam) dan ia juga rela berkorban untuk teman-temannya. Perhatikan kutipan berikut:

Si gigi kelinci alias Pambudi mencoba berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan Mat Karmin, tanpa seorang pun dari kami yang merasa terbebani. Memang, kami tak pernah merasa menganggap Pambudi sebagai pemimpin kami, tetapi secara tak sadar,aku merasa segan dengan Pambudi. Ia sering kali banyak berkorban, selalu memutuskan sesuatu, dan memecahkan persoalan-persoalan pelik (OMDS: 8).

Jiwa pemimpin Pambudi selalu muncul ketika sekumpulan anak miskin ini mengalami masalah. Pambudi adalah pemimpin yang tak pernah diangkat secara langsung. Teman-temannya segan dengan kedewasaan Pambudi dalam menghadapi masalah. Pambudilah yang selalu berkorban untuk teman-teman yang lain. 3) Yudi

Wahyudi atau sering di sapa dengan sebutan Yudi secara fisik digambarkan sebagai seorang anak laki-laki yang berwajah lucu. Yudi seorang pribadi yang ramah, pandai bergaul, tempat berkeluh kesah, dan idenya cemerlang. Seperti kutipan dibawah ini:

Seandainya tidak ada Pambudi yang berjiwa leader, Pepeng yang lucu, pendiam, dan sok aksi, dan Yudi yang selain enak kalau di ajak ngobrol dan kadang idenya cemerlang ini, aku tidak bakal me

Yudi merupakan anak yang penurut. Ia sangat menghormati orang tuanya dan selalu menuruti apa yang menjadi perintah orang tuanya. Seperti saat ia disuruh berhenti sekolah oleh ayahnya. Ia pun menurut meskipun hatinya hancur. Selain itu Yudi juga merupakan anak yang rajin belajar dan rajin membantu orang tuanya. Ayah Yudi bekerja sebagai buruh di peternakan sapi sedangkan ibunya bekerja membuat pisang goreng dan menjualnya keliling kampung. Bahkan ia juga menjual pisang goreng itu ke sekolah untuk dijual pada teman-temannya. Ia tidak malu sedikitpun. Semua yang ia lakukan semata-mata untuk kebahagiaan kedua orang tuanya. 4) Pepeng

Secara fisik, Pepeng digambarkan sebagai seorang anak yang ceking, berambut ikal, berhidung pesek, dan bermata besar. Keanehan itu tergambar jelas di wajah Pepeng sehingga teman-temannya menjulukinya seperti ikan mas koki. Perhatikan kutipan berikut:

Pepeng tersipu malu, seperti gadis kecil yang disanjung puji hingga pipinya berwarna merah, tetapi Pepeng jelas bukan gadis kecil berwajah cantik, ia adalah lelaki ceking berwajah aneh, paduan dari ikan mas koki di matanya dan jambu mete dihidungnya yang nongkrong tetapi tulang hidungnya melesak ke bawah alias pesek (OMDS: 337). Marpepeng yang biasa dipanggil Pepeng digambarkan secara sosiologis merupakan sosok pemalu. Sifat pemalunya terlihat pada saat perkenalan memasuki sekolah baru.perhatikan kutipan berikut:

Pepeng yang pemalu ini terlihat paling gugup, tubuhnya menggigil hingga keluar keringat dingin semua. Ia benar-benar seperti sesosok artis amatiran yang mengalami demam panggung, dalam hati ia bersumpah lebih memilih memandikan sapi, menyabiti rumput di pematang, dan membersihkan kandangnya dari kotoran daripada disuruh memperkenalkan dirinya di depan kelasnya yang baru. Untuk beberapa lamanya ia hanya terdiam, semua mata tertuju pada dirinya.

membujuk Pepeng.

Hai jangan gitu lho, jelek-jelek namamu itu kan pemberian orang tuamu, harus kau hargai itu, orang tuamu pasti punya

-94).

Dari kutipan diatas terlihat sifat pemalu Pepeng. Ia malu untuk memperkenalkan diri. Ia malu dan tidak percaya dengan nama Marpepeng yang disandangnya.

Secara psikologis, Pepeng digambarkan sebagai sosok yang pendiam dibandingkan teman-temannya yaitu Pambudi, Yudi, dan Faisal. Perhatikan kutipan di bawah ini:

Yudi dan Pambudi tidak bias menahan tawa, mereka tak menyangka, Pepeng yang pendiam itu bisa juga marah, tadinya mereka pikir Pepeng tak memganggap aksi perkenalan di depan kelas bukan suatu pengalaman seru tak tahunya justru anak pendiam itu yang lebih banyak memendam kebencian di dalam dadanya (OMDS: 110). 5) Kania

Kania secara fisik digambarkan dengan sosok yang cantik, tubuhnya mungil, kulitnya bersih, rambutnya lurus, dan suka di kepang dua. Perhatikan kutipan berikut:

Tanpa sadar mereka menoleh kearah Kania. Wow, gadis yang canti

merah hati itu terukir manis di rambutnya yang hitam. Suatu kesempurnaan yang tiada bandingnya

cantik, tetapi juga berhati emas, dan satu lagi ia berani menantang arus di tengah dominasi suara-suara minor tentang anak-anak alam (OMDS:97).

Kania merupakan gadis yang berparas cantik, rajin, pintar, bahkan ia juga jenius. Meskipun ia jenius tapi ia merupakan sosok yang mudah bergaul, bijak, selalu membela kebenaran. Ia berani membela ketiga Anak Alam ketika diolok-olok oleh teman-teman sekelas karena kemiskinan mereka. Perhatikan kutipan berikut:

kaya, tiap orang punya kesempatan yang sama untuk Hei, Kania rupanya membela mereka ya, hingga berani menentang kam

Aku tak membela siapa-siapa, aku hanya membela kebenaran. Sudahlah, omongan anak-anak jangan dimasukkan hati ya, anak-anak kalau bercanda memang suka -anak alam, mengobati rasa ragu yang selalu menggelayuti dada-dada mereka untuk kembali ke kehidupan liar mereka (OMDS: 97).

Kutipan di atas memberikan gambaran tentang keberanian Kania dalam membela kebenaran. Ia membela ketiga anak alam yang sedang di olok-olok teman satu kelas. Sedikitpun ia tidak takut.

6) Bu. Mutia

Bu Mutia merupakan guru kelas 1-2 di SD Kartini. Ia mempunyai nama lengkap Mudzalifah Hatta Sandyani. Secara fisik ia digambarkan berwajah cantik, berbulu mata lentik di balik kaca mata minus, beralis mata tebal, dan rambutnya selalu tersanggul. Perhatikan kutipan berikut:

Sejenak aku bingung dengan kata-kata itu, tetapi setelah aku tanyakan pada Bu Mutia, Mudzalifah Hatta Sandyani lengkapnya, ibu guru dengan bulu mata lentik di balik kaca mata minus, beralis mata tebal, dan rambut yang tersanggul seperti Ibu Kartini itu hanya tersenyum penuh arti (OMDS:60:61).

Secara psikologis, Bu Mutia digambarkan memiliki pribadi yang sederhana, lemah lembut, dan penyayang. Namun ia juga tegas ketika menghadapi sesuatu hal yang memang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Perhatikan kutipan berikut:

Ibu guruku Bu Mutia. Di kelas satu adalah sosok ibu yang tak pernah tergantikan. Beliau adalah sosok penyayang dan lemah lembut. Selama empat puluh tahun mengabdi, sejak sekolah ini dibangun di masa awal kemerdekaan, sudah berapa murid yang di ajarkannya membaca. Aku bisa membaca karena Bu Mutia, aku benar-benar bangga Bu Mutia (OMDS: 89).

Sosok Bu Mutia secara sosiologis merupakan pribadi yang ramah dan menjadi teladan bagi murid-muridnya. Ia merupakan seorang pemandu bakat yang baik dan seorang pendidik sejati. Perhatikan kutipan berikut:

Bu Mutia benar-benar seorang pemandu bakat yang luar biasa. Kau bisa melihat dari sorot matanya, ia benar-benar menginginkan mereka menjadi murid-murid luar biasa, menyanjung-nyanjung mereka, mengibarkan dan mengunggulkan bakat-bakat terpendam mereka agar nampak berkilat. Mereka merasa senang sebab Bu Mutia benar-benar seorang pendidik sejati. Ia tak hanya mengajarkan mata pelajaran, tetapi sorot matanya yang meneduhkan itu

(OMDS: 115).

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana sosok Bu Mutia yang luar biasa. Seorang guru yang berdedikasi tinggi. Ia melakukan apa saja untuk bisa membuat murid-muridnya pandai. 7) Mat Karmin

Mat Karmin digambarkan sebagai seorang laki-laki yang berusia sekitar 30-an. Tubuhnya bongsor, jakun, dan bulu sudah tumbuh. Mat Karmin merupakan penjual mainan anak-anak di Kampung Genteng. Ia digambarkan sebagai seorang yang licik. Di samping sifat liciknya ia juga mempunyai sifat pedophilia, yakni

Dokumen terkait