• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Spektral untuk Mengungkap Kondisi Vegetasi

Dalam dokumen Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia 2012 (Halaman 100-106)

Model Analisis Citra Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Tanaman Industri

4. ANALISIS CITRA UNTUK MENGEKSTRAKSI INFORMASI VEGETASI

4.1. Kajian Spektral untuk Mengungkap Kondisi Vegetasi

Dengan makin berkembangnya perekaman Citra Penginderaan Jauh secara digital, makin berkembang pula teknik pengolahan citra secara digital. Respon spektral atau pantulan balik media energi setelah berinteraksi dengan obyek di permukaan bumi diterima oleh sensor, dikodifikasi dan disimpan secara digital sehingga

membuka peluang penggunaan teknologi komputer untuk membantu pengolahannya. Pendekatan statistik dan operasi matematika dapat diimplementasikan terhadap data digital untuk mendukung penyadapan informasi. Berikut ini beberapa kajian terhadap nilai spektral yang berkaitan dengan penyadapan informasi vegetasi dari Citra Penginderaan Jauh.

a. Penampilan citra sangat mendukung interpretasi baik secara visual maupun secara digital. Citra multispektral terdiri dari beberapa band yang masing-masing menggunakan spektrum tertentu, padahal untuk menampilkan citra di layar komputer hanya dibutuhkan tiga band spektral saja untuk membangun komposisi Red-Green-Blue (RGB). Kementerian Kehutanan membakukan tampilan Citra Landsat menggunakan band 5 pada layer Red, band 4 pada layer Green dan band 2 pada layer Blue atau dikenal dengan istilah komposit RGB band 542, sehingga menunjukkan warna natural. Namun sebetulnya, ada cara tersendiri untuk menilai kombinasi tiga band yang paling optimum memberikan informasi ketika ditampilkan yaitu dengan rumus yang dikembangkan oleh Chavez et al. (dalam Qaid dan Basavarajappa, 2008):

(1)

Keterangan:

OIF : Optimum Index Factor

StDi : Simpangan baku pada band spektral i Abs : Nilai Absolut

rij : Koefisien korelasi band spektral i dan band spektral j

Nilai tertinggi OIF menunjukkan kombinasi band dengan variasi warna yang paling banyak sehingga memberikan informasi yang beragam. Jika kombinasi band tersebut dipasang dengan urutan berbeda-beda pada layer RGB, maka jumlah variasi warna tidak akan berbeda meskipun tampilan warnanya berbeda. Perhitungan OIF Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra SPOT 5 yang mencakup areal bervegetasi khususnya hutan tanaman ditunjukkan pada Tabel 10. di bawah ini:

Tabel 10. Hasil perhitungan OIF Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra SPOT 5 di areal berhutan.

Citra Landsat 7 ETM+ Citra SPOT 5

Kombinasi Band

OIF Ranking Kombinasi Band OIF Ranking 1 4 5 51,045 1 1 2 4 65,354 1 3 4 5 44,392 2 1 3 4 58,592 2 4 5 7 42,356 3 1 2 3 41,278 3 1 4 7 41,594 4 2 3 4 24,059 4 2 4 5 40,463 5

Keterangan: Citra SPOT 5 format DIMAP: band1=HI3, band2=HI2, band3=HI1, band4=HI4

Pada Tabel 10. di atas, nampak bahwa kombinasi band 145 pada Citra Landsat memiliki nilai OIF yang paling tinggi, disusul dengan kombinasi band 345, sedangkan pada Citra SPOT 5, kombinasi 124 memiliki nilai OIF paling tinggi.

Gambar 5. (i) Citra Landsat RGB 541, (ii) RGB 543 dan (iii) Citra SPOT 5 RGB 412

b. Interpretasi secara digital melibatkan pengkategorian nilai-nilai pixel untuk dipadankan dengan satu bentuk penutup lahan. Jika menggunakan citra multispektral, maka analisis statistik secara multivariat dapat dilakukan yaitu dengan memandang setiap band spektral sebagai suatu variabel. Untuk mengelola hutan tanaman industri, kebutuhan informasi yang utama ialah mengetahui umur tanaman dan spesies tanaman. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan Citra Penginderaan Jauh dalam membedakan kategori penutup lahan adalah dengan uji separabilitas menggunakan formula indeks divergence D dan Transformed Divergence TD (Swain and Davis, 1978) :

Dij = ½ tr (( Ci – Cj )( Ci-1 – Cj-1)) + ½ tr (( Ci-1 – Cj-1 )( μi – μj )( μi – μj)T) (2)

TDij = 2 x (1 – exp( -Dij / 8))

(3)

Keterangan:

i dan j = dua kelas penutup lahan yang dibandingkan Ci = matriks kovarians kelas i

μi = vektor rerata kelas i

tr = trace matriks yaitu penjumlahan diagonal utama T = tranposisi matriks

exp = exponen bilangan natural

Nilai Transformed Divergence TDij berkisar antara 0 sampai 2, dengan nilai 0 berarti kedua kelas penutup lahan tidak terpisah sama sekali dan nilai 2 berarti kedua kelas penutup lahan dapat dibedakan secara sempurna berdasarkan warnanya. Nilai TDij untuk tanaman Acacia crassicarpa yang berumur satu tahun hingga enam tahun pada empat band Citra SPOT 5 adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Hasil perhitungan TDij umur tanaman Acacia crassicarpa pada Citra SPOT 5

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 2 tahun 1,048372

3 tahun 1,234581 1,606488

4 tahun 1,262882 1,892219 0,520285

5 tahun 1,271929 1,611638 0,711986 1,893177

6 tahun 1,270920 1,885007 1,581844 0,965311 0,823878 Menurut Tabel 11. di atas, hampir semua kelas umur tanaman tidak terpisah sempurna jika dideteksi menggunakan Citra SPOT 5, artinya masih ada percampuran nilai spektral. Hanya tanaman umur 2 tahun dan umur 6 tahun serta umur 4 tahun dan 5 tahun yang dapat dibedakan cukup baik. Kesimpulannya, umur tanaman tidak dapat dideteksi secara memuaskan hanya dari warnanya saja, tapi juga harus dari unsur kunci interpretasi lain terutama tekstur dan bentuknya.

Uji separabilitas terhadap nilai spektral Citra SPOT 5 untuk mendeteksi spesies tanaman yaitu Eucalytus spp., Acacia mangium dan Acacia crassicarpa menghasilkan nilai TDij yang lebih rendah lagi. Akan tetapi jika menggunakan Citra Satelit IKONOS yang mempunyai resolusi spasial lebih baik yaitu 4 meter serta resolusi radiometrik 11 bit, tanaman Eucalyptus spp. dapat dideteksi dengan baik, terpisah dari tanaman A. mangium dan A. crassicarpa. Akan tetapi jenis tanaman A. mangium dan A. crassicarpa ternyata masih belum juga dapat dibedakan. Masih harus dikaji lebih jauh bagaimana kumpulan tajuk tanaman Eucalyptus spp. memberikan nilai spektral yang berbeda dengan tanaman Acacia. Hasil perhitungan TDij selengkapnya tercantum dalam Tabel 12. dan Tabel 13. di bawah ini.

Tabel 12. Hasil perhitungan TDij spesies tanaman pada Citra SPOT 5

Eucalyptus A. mangium A. crassicarpa Hutan Alam

A. mangium 0,310830

A. crassicarpa 0,528890 0,657693

Hutan Alam 0,9693781 0,609888 1,044744

Semak Belukar 1,576735 1,926445 1,877221 1,986601 Tabel 13. Hasil perhitungan TDij spesies tanaman pada Citra IKONOS

Eucalyptus A. mangium A. crassicarpa Hutan Alam

A. mangium 1,999999

A. crassicarpa 1,999999 0,8190602

Hutan Alam 1,999999 1,408939 1,718923

Gambar 6. (i) Citra IKONOS dan (ii) Hasil klasifikasinya pada areal hutan tanaman

c. Salah satu pendekatan kuantitatif untuk memperoleh informasi keberadaan, kuantitas dan fenomena vegetasi adalah dengan menggunakan Indeks Vegetasi. Formula Indeks Vegetasi melibatkan band yang menggunakan spektrum infra merah dekat (NIR dengan panjang gelombang/λ = 0,7 – 1,2 μm ) dan spektrum merah (R dengan λ = 0,6 – 0,7 μm). Formula ini pertama kali dikembangkan oleh Rouse, Haas, Schell dan Deering pada tahun 1970-an karena ad1970-anya kenyata1970-an bahwa spektrum merah diserap deng1970-an kuat oleh klorofil a dan b pada dedaunan hijau, dengan maksimum penyerapan pada panjang gelombang 0,69 μm, sedangkan dinding sel daun memantulkan spektrum infra merah dekat secara kuat pada panjang gelombang 0,85 μm (Glenn, E.P., et al. 2008). Rumusan yang paling umum dari Indeks Vegetasi ialah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index): NDVI = (ρNIR – ρR) / (ρNIR + ρR) (4) ρNIR : nilai pantulan pada spektrum infra merah dekat

ρR : nilai pantulan pada spektrum merah

Formula turunan Indeks Vegetasi sudah cukup banyak dikembangkan, tetapi intinya ialah berkaitan dengan kegiatan fotosintesis pada skala kanopi atau ekosistem yaitu fenologi, produktivitas primer dan net carbon fixation, dan Indeks Vegetasi ini merepresentasikan sifat gabungan dari fraksi penutup vegetasi dan LAI (leaf area index/indeks penutupan tajuk) (Glenn, E.P., et al. 2008) serta digunakan untuk pemetaan kandungan biomass atas permukaan (AGB: Above Ground Biomass) (Murdiyarso, D., et al. 2004). Dalam tataran praktis pada pengelolaan hutan tanaman industri, misalnya untuk menduga produktivitas kayu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari

korelasi antara NDVI dengan atribut tajuk vegetasi yang dideteksi, kemudian mencari konversi antara atribut tersebut dengan volume atau tonase kayu. Untuk masing-masing jenis tanaman komersial pun akan mempunyai nilai korelasi yang berbeda-beda sebagai contoh struktur tajuk pohon Eucalyptus sangat berbeda dengan pohon Acacia. Akan tetapi jika hanya menggunakan Citra Landsat ETM+, obyek hutan dan tanaman industri seperti karet, Acacia dan kelapa sawit mempunyai rentang nilai yang tumpang tindih sehingga keempat liputan vegetasi tersebut sulit dibedakan secara langsung (Molidena, E. dan A.R. Asy-syakur, 2012). d. Jika untuk menduga produktivitas hutan tanaman masih memerlukan

penelitian lebih lanjut, maka Indeks Vegetasi sudah banyak digunakan untuk menaikkan nilai separabilitas pada klasifikasi digital, yaitu dengan menambahkan Indeks Vegetasi sebagai sebuah band artificial pada Citra Satelit. Hal praktis lain yang sudah banyak dilakukan dengan menggunakan Indeks Vegetasi ialah untuk memantau dan mendeteksi perubahan penutup vegetasi. Citra Satelit yang meliput areal yang sama secara periodik dikalibrasi terlebih dahulu sebelum dihitung nilai NDVI-nya kemudian nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan cara menghitung rasio atau selisih antara kedua nilai NDVI, maka akan didapatkan satu data digital yang berisi perubahan liputan vegetasi yang dengan mudah dapat dipetakan. Nilai rasio pada sekitar 1 berarti tak ada perubahan penutup vegetasi, perubahan liputan terjadi pada kaki-kaki histogram. Secara teoritis, histogram data rasio Indeks Vegetasi adalah seperti dalam Gambar 7. di bawah ini:

0 1 reforestasi clearing Frekuens i threshold Rasio NDVI (i)

Gambar 7. (i) Histogram rasio NDVI (ii), Citra Landsat 7 ETM+ rekaman tahun 2007, (iii) rekaman tahun 2009 dan (iv) Rasio NDVI setelah diiris pada nilai tertentu.

Dalam dokumen Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia 2012 (Halaman 100-106)