• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Kajian tentang Pencurian

Sebagaimana kita ketahui pencurian dalam KUHP diatur dalam Bab XXII, Pasal 362-367. Pasal 362 KUHP berbunyi, “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Jadi, yang dimaksud dengan mencuri dalam Pasal 362 adalah perbuatan mengambil suatu barang, yang seluruh atau sebagian merupakan kepunyaan dari orang lain, dengan maksud untuk dimiliki sendiri dan dilakukan dengan cara melawan hukum.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mencuri berasal dari kata dasar “curi” yang artinya mengambil milik orang lain tanpa ijin atau dengan tidak sah, biasanya dengan

sembunyi-sembunyi. Sedangkan pencurian adalah proses dari perbuatannya, cara mencurinya.

Bagian inti delik (delicts bestanddelen) pencurian dalam Pasal 362 KUHP yang menjadi definisi semua jenis delik pencurian adalah:

1) Mengambil suatu barang (enig goed),

2) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, 3) Dengan maksud untuk memilikinya secara,

4) Melawan hukum.

Semua bagian inti ini harus disebut dan dijelaskan dalam dakwaan bagaimana dilakukan. Kata Koster Henke (Komentar W.v.S.), dengan mengambil saja belum merupakan pencurian, karena harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Lagi pula pengambilan itu harus dengan maksud untuk memilikinya bertentangan dengan pemilik. Menurut Cleiren, mengambil (wegnemen) berarti sengaja dengan maksud. Ada maksud untuk memiliki (Cleiren:907). Pada delik pencurian, barang yang dicuri itu pada saat pengambilan itulah terjadi delik, karena pada saat itulah barang berada di bawah kekuasaan si pembuat. Walaupun pengambilan itu hanya untuk dipergunakan sementara barang itu merupakan “memiliki” barang itu (Hoge Raad, 10 Desember 1957, NJ. 1958, 49). Dengan maksud untuk melawan hukum mengambil barang itu sebagai tuan dan penguasa memiliki barang itu (Hoge Raad, 14 Februari 1938, NJ. 1938, 731) (Andi Hamzah, 2009:101). b. Bentuk-bentuk pencurian

Bentuk-bentuk pencurian sebagaimana diatur dalam KUHP dapat dibedakan menjadi:

1) pencurian dalam bentuk pokok atau pencurian biasa (Pasal 362 KUHP)

2) pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP) 3) pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)

4) pencurian dalam lingkungan keluarga (Pasal 367 KUHP). Pencurian Dalam Bentuk Pokok atau Pencurian Biasa

Pencurian dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP, yang berbunyi : “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, diancam dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana pencurian merupakan delik formil, dimana yang dilarang dan diancam dengan pidana itu adalah perbuatannya. Perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana itu adalah perbuatan “mengambil”.

Pencurian dengan Pemberatan

Pencurian dengan pemberatan pertama diatur dalam Pasal 363. Yang dimaksud dengan pencurian pemberatan adalah pencurian yang mempunyai unsur-unsur dari bentuk pencurian pokok atau biasa, namun karena terdapat tambahan dari unsur-unsur yang lain, maka hukumannya diperberat.

Unsur-unsur Pasal 363 yang menyebabkan pencurian itu diancam dengan hukuman yang lebih berat adalah sebagai berikut: 1) Pencurian ternak

Yang disebut ternak dalam Pasal 101 adalah binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi. Alasan memperberat

hukuman terletak pada hal; bahwa ternak dianggap kekayan yang penting. Dan ini sesuai dengan istilah Jawa rojokoyo bagi ternak, yaitu istilah yang berarti kekayaan besar.

2) Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. Pemberian hukuman dikenakan lebih berat pada pencurian ini karena peristiwa atau kejadian seperti ini pasti menimbulkan keributan dan kekhawatiran pada khalayak ramai, hal ini justru memberikan kesempatan seorang yang jahat untuk melakukan pencurian dengan mudah, sedangkan seharusnya orang-orang harus sebaliknya memberi pertolongan kepada para korban.

3) Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh seorang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. Waktu malam adalah waktu dimana matahari terbenam menuju matahari terbit, “rumah kediaman” yaitu bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal atau tempat kediamannya, “pekarangan tertutup” yaitu adanya pagar yang seluruhnya mengelilingi pekarangan dari sekelilingnya. Yang dimaksud “tidak diketahui” yaitu pencuri telah masuk kedalam rumah atau pekarangan tanpa sepengetahuan dari yang berhak atas rumah atau pekaranagn tersebut. Sedangkan “yang tidak dikehendaki” yaitu pencuri yang telah berada di dalam rumah atau pekarangan tanpa meminta ijin dari yang berhak atas rumah atau pekarangan tersebut.

4) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, maksudnya adalah dua orang atau lebih yang melakukan tindak pidana pencurian secara bersama-sama. Untuk melakukan hal ini harus dilakukan dalam hubungannya sebagai mededaderschap (Pasal 55) dan medeplichtigheid (Pasal 56). 5) Pencurian dengan merusak, memanjat, atau dengan memakai anak

kunci palsu, perintah palsu dan pakaian jabatan palsu. Perusakan misalnya dilakukan dengan merusak kunci dari pintu dirusak, memanjat menurut Pasal 99 KUHP dapat diartikan juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada tetap bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja di gali, begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup. Kunci palsu menurut Pasal 100 KUHP dapat diartikan juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci seperti misalnya sepotong kawat. Pakaian jabatan adalah seragam yang dipakai orang yang tidak mempunyai hak untuk memakainya.

Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang berbunyi:

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, pencuri yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya

2) Diancam dengan pidana penjara peling lama dua belas tahun : Ke-1 jika perbuatan dilaksanakan pada waktu malam hari dalam

sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

Ke-2 jika perbuatan dilakukan dua orang atau lebih dengan bersekutu;

Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan bersekutu;

Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka berat.

3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau sampai mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Pencurian Ringan

Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP. Pencurian dapat dikatakan sebagai pencurian biasa yang disertai hal-hal tersebut dalam Pasal 363 butir 4 dan 363 butir 5, yang apabila tidak dilakukan di dalam suatu rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan apabila harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima

rupiah, dan diancam dengan pidana penjara maksimum tiga bulan penjara atau pidana denda enam puluh rupiah.

Pencurian Dalam Kalangan Keluarga

Pencurian ini diatur dalam Pasal 367 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (isteri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.

2) Jika dia adalah suami (isteri) yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan atau jika dia adalah saudara sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

3) Jika menurut lembaga matriarkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat di atas berlaku juga bagi orang itu.

Maksud dari Pasal 367 ayat (1) adalah jika seorang suami atau isteri melakukan sendiri pencurian atau membantu orang lain melakukan pencurian terhadap harta benda si isteri atau suaminya, sedangkan hubungan suami isteri belum diputuskan oleh suatu perceraian ataupun mereka masih bersama dalam tinggal satu rumah, dan tidak terpisah harta kekayaannya, maka pembuat atau pembantu tindak pidana pencurian tersebut tidak dapat diadakan tuntutan pidana.

Maksud dari Pasal 367 ayat (2) KUHP adalah jika pencurian dilakukan seorang suami terhadap harta benda si isteri atau sebaliknya si isteri melakukan pencurian terhadap harta benda si suami, sedangkan hubungan mereka telah terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan ataupun pencurian dilakukan oleh saudara sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang derajat kedua, maka tuntutan dapat dilakukan terhadap mereka jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

Dokumen terkait