• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

B. Kajian Teori

Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara luas dan mendalam dapat semakin memperdalam wawasan penelitian dalam mengkaji tujuan penelitian. Adapun teori-teori yang akan dibahas yakni:

1. Pengertian Pembelajaran Tradisional di Pesantren

Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti

menyampaikan pikiran, dengan begitu arti dari instruksional adalah menyampaikan sebuah pikiran atau ide yang telah diolah sehingga memiliki makna melalui pembelajaran.13

Pembelajaran menurut kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari kata belajar yang artinya berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, atau berubah tingkah laku atau tanggapan yang sdisebabkan oleh pengalaman.

Sedangkan pembelajaran adalah proses tahu cara menjadikan seseorang belajar.14 Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses timbal balik antara seorang guru dengan peserta didik, dimana itu untuk mencapai sebuah tujuan dalam sebuah pembelajaran. Yang tadinya tidak tahu mengenai suatu hal menjadi tahu.

Pembelajaran tradisional lebih mementingkan sisi kognitif dari pada afektif dan psikomotor.15 Pembelajaran tradisional sendiri merupakan sebuah pembelajaran yang pusat utamanya berada pada seorang guru.

Pembelajaran yang ada di pondok pesantren dikatakan juga sebagai pembelajaran tradisional, dimana pada pondok pesantren menerapkan pembelajaran kitab baik itu kitab kuning atau kitab lainnya.

2. Pembelajaran Tradisional Di Pondok Pesantren

Pembelajaran tradisional di Pondok Pesantren memiliki sistem pembelajaran yang khas, dimana terdapat beberapa metode yang

13 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2008), 265.

14 Buna’I, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Surabaya: CV.

Jakad Media Publishing, 2021), 4.

15 S. Widanarto Prijowuntato, Evaluasi Pembelajaran (Yogyakarta: Sanata Dharma University Press, 2016), 51.

digunankan untuk mengajarkan kitab-kitab yang tengah di pelajari di Pondok Pesantren. Pembelajaran itu dilakukan dengan cara sorogan, bandongan atau weton.

a. Sorogan

Sorogan berasal dari Bahasa Jawa yang berarti “Sodoran atau disodorkan”. Sorogan dalam pembelajaran kitab disebut juga dengan sistem individual, dimana seorang murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa baris Al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya, kemudian seorang murid mengulanginya persis dengan perkataan gurunya.16 Hal ini dilakukan agar para murid mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat serta para murid dapat belajar tata bahasa Arab langsung dari kitab-kitab yang sedang dipelajari.

Metode sorogan ini memerlukan kesabaran, kerajinan, ketaatan dan kedisiplinan pribadi dari seorang guru pembimbing dan juga murid. Sebab sorogan merupakan bagian yang paling sulit apalagi bagi para murid atau santri yang baru saja mempelajarinya.

Pada awalnya sistem tradisional ini banyak dilakuan di masjid, langgar, atau rumah kiai.17 Metode ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan

16 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 53.

17 Darul Abror, Kurikulum Pesantren ( Model Integrasi Pembelajaran Salaf dan Khalaf) (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2020), 29.

seorang murid atau santri dalam menguasai bahasa Arab.18 Sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang santri untuk mulai mengenal pembelajaran kitab disebuah pondok pesantren.

Pembelajaran kitab dengan menggunakan metode sorogan sendiri juga memiliki kelebihan serta kekurangan didalamnya seperti halnya metode-metode yang lainnya. Adapun kelebihan dari metode sorogan sendiri, meliputi:

1) Adanya hubungan yang erat antara santri dengan guru/ustad.

2) Guru/ustad mampu mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan dari seorang santri.

3) Santri mendapatkan penjelasan yang pasti karena pembelajaran dilakukan secara langsung dengan guru/ustad jadi memungkinkan adanya tanya jawab.

4) Guru/ustad dapat mengetahui secara langsung kualitas dari santri.19 Selain memiliki kelebihan, metode sorogan juga memiliki kelemahan. Adapun kekurangan dari metode sorogan diantaranya:

a) Pengetahuan yang diterima hanyalah bersumber dari guru/ustad.

b) Membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan pemahaman yang baik, membutuhkan ketelitian, kesabaran, ketekunan yang tinggi dalam mempelajari kitab dengan metode sorogan.20

18 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 55.

19 Ari Wibowo, “Implementasi Metode Sorogan untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an pada Peserta didik Madrasah Tsanawiyah Raudhatul Islamiyah di Pontianak,”

Iqro’Khatulistiwa 1, no.1 (2016): 46.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari penggunaan metode sorogan dalam pembelajaran kitab, dapat disimpulkan bahwasannya metode sorogan adalah metode yang paling efektif.

Metode sorogan ini memang metode yang paling ampuh untuk para santri yang baru saja mulai mempelajari kitab-kitab klasik. Tak terlepas dari hal tersebut, metode sorogan juga memiliki kelemahan yang tidak dapat di pungkiri.

b. Bandongan (Weton)

Bandongan atau weton merupakan metode klasik yang memiliki ciri khas tersendiri, sehingga masih tetap eksis diterapkan menjadi elemen penting dalam pesantren dan telah diakui bahwa sistem pembelajaran yang paling ssering diterapkan di pondok pesatren.21 Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500 murid) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, bahkan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid menyimak bukunya sendiri dan membuat catatan tentang kata-kata atau pikiran yang sulit.22

Bandongan sendiri juga sering disebut dengan halaqah, sistem bandongan ini diberikan kepada kelompok murid yang telah dulu menggunakan sistem sorogan sebelumnya. Karena sistem sorogan

20 Ardiman Fadhil dan Muhammad Nauval Alwan,”Pembelajaran Kitab Kuning dengan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak,” Multaqa Nasional Bahasa Arab 2, no. 1 (Desember, 2019): 223.

21 Darul Abror, Kurikulum Pesantren ( Model Integrasi Pembelajaran Salaf dan Khalaf) (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2020), 33.

22 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 54.

diberikan kepada santri-santri yang baru dan memerlukan bimbingan secara individu.

Pada sistem bandongan, seorang santri tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Pada dasarnya para Kiai membaca dan menerjemahkan kalimat-kalimat secara cepat dan tidak menerjemahkan kata-kata yang mudah.23 Hal itu dilakukan oleh Kiai karena memang pembelajaran dengan bandongan ditujukan untuk para murid atau para santri tingkat menengah hingga tingkat tinggi. pembelajaran dengan bandongan sendiri hanya efektif bagi para murid yang telah menempuh pembelajaran kitab secara sorogan secara intensif.

Metode bandongan atau weton sama seperti metode sorogan, dimana memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan yang dimiliki metode bandongan atau weton yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan pencapaian kajian kitab. Bukan hanya itu saja kelebihan dari metode bandongan atau weton ini yaitu memiliki tujuan untuk mendekatkan relasi antara santri dengan guru/ustad/Kiai.

Sedangkan kekurangan yang dimiliki metode bandongan atau weton ini yaitu santri memiliki sikap yang pasif, karena dalam proses pembelajaran guru/ustad/Kiai lebih mendominasi dibandingkan santri.

Dimana pada metode bandongan atau weton ini santri hanya

23 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 56.

mendengarkan dan memperhatikan guru/ustad yang sedang menerangkan mengenai materi pada kitab yang tengah di pelajari.24 3. Era 4.0

a. Pengertian Era 4.0

Era 4.0 adalah suatu zaman yang menggabungkan teknologi otomatis dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Istilah ini dikenal dengan nama Internet of Things (IoT).25 Pada era ini, semua mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data semua sudah ada dimana-mana.

b. Pembelajaran Era 4.0 Di Pesantren

Pembelajaran pada hakikatnya adalah sebuah usaha sadar dari seorang guru untuk memberikan pembelajaran terhadap peserta didik dan mengarahkan interaksi peserta didik dengan sumber belajar ataupun lainnya agar dapat mencapai sebuah tujuan pembelajaran.26 Dalam sebuah pembelajaran selain untuk mencapai tujuan tertentu juga membutuhkan strategi. Strategi dalam pembelajaran juga berpengaruh terhadap sebuah pola pikir peserta didik. Strategi pembelajaran memiliki peranan penting terhadap peserta didik kedepannya.27

24 Saiful Sagala, ”Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Pondok Pesantren,” Jurnal Tarbiyah 22, no. 2 (Juli-Desember, 2015): 212.

25 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2020), 5.

26 Toto Sugiarto, Contextual Teaching and Learning (CTL) Tingkatkan Hasil Belajar Peserta Didik (Jakarta: VC Mine, 2020), 2.

27 Astuti, S. B. Waluyo dan M. Asikin, “Strategi Pembelajaran dalam Menghadapi Tantangan Era Revolusi Industri 4.0”, Seminar Nasional Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, ISSN:

2686-6404 (2019): 471.

Strategi pembelajaran ini sangat penting terutamanya dalam menghadapi era 4.0 kedepannya. Dimana tantangan dalam dunia Pendidikan akan semakin berkembang pesat dan canggih.

Perkembangan informasi dan teknologi yang kian pesat tidak bisa untuk dihindari lagi. Terutamanya dalam urusan Pendidikan. Di era 4.0 telah banyak membawa perubahan mulai dari pola pikir masyarakat hingga aktivitas yang dilakukan. Di era 4.0 ini persaingan semakin memuncak, terutamanya di dalam dunia Pendidikan.

Bagaimana tidak, pembelajaran saat ini tidak lagi terbatas akan ruang kelas saja. Guru sebagai garda terdepan dalam dunia Pendidikan tentu harus melek akan kecanggihan dari sebuah teknologi untuk mengikuti perkembangan terbaru. Guru juga harus bisa menyesuaikan serta memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam pembelajaran.28 Sarana dan prasarana yang terbatas bukan lagi hambatan untuk peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya.

Era 4.0 bukanlah sebuah nama untuk sebuah aplikasi ataupun sebuah program untuk perangkat lunak. Era 4.0 merupakan sebuah konsep untuk mengembangkan sebuah dunia yang mengalami perkembangan atau pembaharuan sesuai dengan kondisi perkembangan zaman.29

Perubahan yang saat ini di era 4.0 juga berdampak terhadap pembelajaran yang ada di pondok pesantren. Dimana kiai sebagai

28 Abdul Muis Joenaidy, Konsep dan Strategi Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0 (Yogyakarta: Laksana, 2019), 12.

29 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2020), 2.

patokan untuk membuat sebuah perubahan dalam sebuah pesantren agar lebih maju dengan adanya perubahan zaman akan tetapi tetap mempertahankan tradisi atau ciri khas dari pesantren. Perubahan bukan hanya dari teknologi saja, akan tetapi perubahan bisa dari sebuah pola pikir seseorang untuk lebih baik kedepannya. Hal itu sudah termasuk dalam sebuah perubahan atau perkembangan zaman.

Revolusi era 4.0 ini ditandai dengan terbukanya ruang public menjadi semakin luas serta ruang lingkup interaksi antar manusia juga luas, oleh karena itu sumber yang perlu digunakan untuk menambah wawasan serta pengetahuan para santri juga perlu di perkaya dengan berbagai macam informasi terbaru.30 Berikut adalah beberapa bentuk metode pembelajaran yang biasanya dilaksanakan dalam kurikulum Pendidikan nasional untuk membentuk pribadi peserta didik yakni dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik.

1) Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Sanjaya dalam Samriani (2005) mengungkapkan bahwa, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan materi yang tengah dipelajari dan mereka bisa mengaitkannya dengan situasi yang ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sehingga dengan begitu

30 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2020), 143.

dapat mendorong siswa agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.31

Model pembelajaran ini memiliki kelebihan dan juga kekurangan, yakni:

a) Kelebihan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL):

(1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Maksudnya peserta didik diajak untuk bisa mengaitkan antara pengalaman di masyarakat dengan yang ada di sekolah atau pesantren.

(2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada peserta didik.

(3) Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

b) Kekurangan model Contextual Teaching and Learning (CTL):

(1) Diperlukan waktu yang lama saat proses pembelajaran berlangsung.

(2) Guru lebih intensif dalam membimbing.

Dalam metode pembelajaran ini kesuksesan peserta didik bergantung pada keaktifan dan usaha dari peserta didik itu sendiri. Sebab guru hanya berperan untuk membimbing dan mengarahkan.32

31 M. Nawa Syarif, Santriducation 4.0, 144.

32 Fitriani Nur, Masita, Pengembangan Pembelajaran Matematika (Yogyakarta: PT Nas Media Indonesia, 2022), 56.

2) Metode Inquiry

Menurut Sudjana (2004:154) metode inquiry merupakan metode pengajaran yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Penerapan metode inquiry menuntul siswa untuk belajar sendiri serta menumbuh kembangkan kreativitas dalam diri untuk menyelesaikan atau pengembangan masalah yang dihadapi oleh diri mereka.33

Pembelajaran sendiri tentu telah dirancang untuk mencapai sebuah tujuan dalam pembelajaran. Akan tetapi perlu diingat setiap metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan serta kelebihannya masing-masing. Begitu juga dengan metode inquiry ini, berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari metode inquiry.

a) Kelebihan metode inquiry

(1) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk dapat maju sesuai dengan kemampuan.

(2) Meningkatkan rasa percaya diri.

(3) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

b) Kekurangan metode inquiry

(1) Memerlukan kesiapan mental untuk melakukan cara belajar inquiry.

33 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2020), 149.

(2) Membutuhkan banyak waktu untuk membantu peserta didik untuk menemukan jawaban.34

Berdasarkan pemaparan dari kedua metode pembelajaran tersebut bisa dikolaborasikan. Dimana dari metode pembelajaran di pesantren yang mengambil sisi pengusaan dalam pembelajaran kitab yang dipelajari. Sehingga tidak melupakan nilai-nilai serta ciri khas dari pesantren.

Dari metode-metode yang ada pada era 4.0 ini dapat diambil sisi prioritasnya dalam membangun pola pikir peserta didik agar lebih aktif lagi serta tidak termakan modernisasi zaman.

a. Sorogan merupakan metode belajar individu dimana seorang murid atau santri berhadapan langsung dengan kiai atau uastad atau ustadzah. Sama halnya dengan metode inquiry dimana dalam metode tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dalam penemuan ilmiah.

Keduanya memiliki kesamaan dimana Ketika membaca kitab atau Al-Qur’an, kiai atau ustad atau ustadzah membimbing santri untuk bersikap kritis mengoreksi bacaan kitab atau bacaan Al-Qur’an dari santri lainnya.35

b. Bandongan atau weton merupakan metode pembelajaran kelompok yang bersifat klasik. Semua santri mencatat serta

34 Eko Sudarmanto. Siska Mayratih et al., Model Pembelajaran Era Society 5.0 (Cirebon: Insana, 2021), 122.

35 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2020), 155.

mendengarkan kiai dalam menjelaskan dan menterjemahkan kitab. Dalam metode Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah strategi yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi pembelajaran.

Ketika keduanya dipadukan maka akan ditemukan sebuah kesamaan, dimana perpaduan antara keduanya akan membuat pembelajaran yang tadinya monoton dengan pola interaksi satu arah dari kiai saja kepada santri menjadi pola hubungan dua arah sehingga dapat tercipta komunikasi interaktif antar keduanya.36

Teknologi yang maju dapat memungkinkan otomatisasi disegala bidang. Era 4.0 yang merupakan sebuah fase revolusi yang mengubah cara manusia dalam beraktifitas, adanya sebuah perubahan hidup dari pengalaman yang sebelumnya.37 Menurut Suharto (2016) peran pesantren untuk keberlangsungan hidup bangsa Indonesia yaitu tertuang dalam tridharma pondok pesantren:

a. Keimanan serta taqwa kepada Allah SWT.

b. Adanya sebuah pengembangan terhadap bidang keilmuan yang bermanfaat.

36 M. Nawa Syarif Fajar Sakti, Santriducation 4.0 (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2020), 156.

37 M. Yahya, Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia (Universitas Negeri Makassar, Maret 2018), 6.

c. Serta sebuah pengabdian kepada agama, masyarakat serta Negara.38

38 Erfan Gazali, “Pesantren Diantara Generasi Alfa dan Tantangan Dunia Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0”, Jurnal Ilmiah Kajian Islam, No. 2 (Februari 2018): 95.

Dokumen terkait