• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pribadi Unggul pada mahasiswa BK FIP Undiksha memang ditempa dalam mata kuliah pengembangan pribadi konselor sehingga mencapai standar-standar konselor yang diharapkan (Dharsana, 2015); Lestari, 2015). Pribadi Unggul seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus

dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan

keprofesionalitasnya(Sastrawan, 2016). Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor(Hidayat, 2017). Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik(Dariyo, 2004; Rakhmawati, 2015). Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu mahasiswa untuk tumbuh(Dharsana, 1997;Sutjiato, 2015; Arifin & Zaini, 2014). Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya adalah sebagai berikut (Dharsana, 2016):

Pribadi Unggul seorang konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif(Dharsana, 2016; Hidayati, 2014; Simbolon, 2014). Konselor menunjukkan minat kerjasama dengan orang lain, disamping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social(Dharsana, 2016; Tampubolon, 2007; Moleong, 1999).

Pribadi Unggul seorang konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya(Dharma, 2014; DI ERA, n.d.; Sriwati, 2014; Ginting, 2003).

Pribadi Unggul seorang konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum(Gunawan, 2012; Gainau, 2009; Muarifah, 2012).

Pribadi Unggul seorang konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah- masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya(Wahyudi, 2017; Munir, 2012; Yandri, 2016).

Pribadi Unggul seorang konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa konseli menyesuaikan dirinya(Yandri, 2016; Hidayati, 2014; Lubis, 2014). Komunikasi. Situasi konseling menuntut reaksi yang kuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli(Adi, 2013; Surya, 2009). Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri(Abu, Mahmud, & Amat, 2008).

Pribadi Unggul seorang konselor berupaya meningkatkan kopetensi akademik dan profesional diri atas dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dimaksud, sosok utuh kompetensi

konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi profesional sebagai satu

keutuhan(Redjeki, 2014; Abubakar, 2010). Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basic) (Wardani, 2014)dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling(BK & HAFID, 2007). Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling competencies)(Ambarwati, Muis, & Susanti, 2013) untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis, psikologis, antropologis, dan sosiologis. Landasan-landasan tersebut dipergunakan untuk mengembangkan berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling(Wibowo & Tadjri, 2013), baik yang berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan konseling termasuk di Indonesia, sepanjang perkembangannya sebagai bidang pelayanan profesional(Pramesti Ayuningtyas, 2015).

Menurut Dharsana, (2015) Pribadi Unggul adalah diri seseorang yang mampu mengerjakan tugas- tugas dengan baik, mampu menyelesaikan sesuatu dengan baik dan berhasil, mampu menyelesaikan masalah yang sulit, dan mampu melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain. Dalam hal ini Pribadi Unggul mengandung tiga indicator yakni: 1) mampu mengerjakan tugas-tugas dengan baik, 2) mampu menyelesaikan sesuatu dengan baik dan berhasil, 3) mampu menyelesaikan masalah yang sulit, dan 3) mampu melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain(Edwards, 1959).

Pribadi Unggul seorang konselor mengandung arti yaitu berprilaku yang mencerminkan dirinya dan berbeda dari orang lain, kuat pendiriannya, tidak mudah goyah dan tidak mudah berpengaruh oleh orang lain(Harun, Ibrahim, & Iskandar, n.d.). Menampilkan diri sesuai adat, budaya dan kebiasaan leluhur atau bangsanya. Unggul mengandung arti yaitu berbeda dengan yang lain, dan menjadi yang nomer satu (Dharsana, 2015).

Pribadi Unggul sangat diharapkan dapat tercipta pada diri masing-masing mahasiswa, maka dari itu seorang pendidik dalam hal ini dosen dapat menjadi faktor dalam menentukan Pribadi Unggul(H. Surya, 2010). Dengan menerapkan nilai-nilai filosofis konseling kognitif dengan teknik modeling Basudewa Krisna pada setiap proses perkuliahan, diharapkan dapat memupuk dan membentuk kepribadian yang unggul pada diri masing-masing mahasiswa (Dharsana, 2017).

Menjadi pribadi yang unggul adalah jalan terbaik untuk menuju hidup yang sukses dan berhasil(Santoso, 2004). Karena dengan menjadi pribadi yang unggul berarti kita siap membayar sebuah harga dari banyak berbagai keberhasilan. Mereka yang berPribadi Unggul selalu memiliki kualitas dan kelas nomor satu dalam berbagai hal untuk menghasilkan karya-karya terbaik(Hendri, 2010). Mereka terbiasa untuk bersikap profesional, tenang, cakap dan memuaskan dalam hasil saat dituntut untuk bekerjasama. Pribadi yang unggul adalah pribadi yang sukses(Gulo, 2008).

I Ketut Dharsana

Pengembangan Pribadi Unggul Melalui Konseling Kognitif dengan Teknik Modeling Basudewa Krisna dan yang Mulia Bisma

180

PROCEEDINGS | International Conseling and Education Seminar 2017 © Fakultas Ilmu Pendidikan, UNP

Menurut Dharsana (2014:98) Konseling kognitif adalah sebuah proses pendekatan informasi pada konseli dengan tujuan untuk mengoreksi kebiasaan-kebiasaan berpikir yang keliru(Hartati, 2012; Suhariyanti & Pinilih, 2015). Konseling kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia(Ulwiyah, 2015). Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melihat proses mental yakni: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya(Kusumabangsa, 2016). Teori kognitif menekankan pada pentingnya apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita meyakini perkembangan kepribadian(Dewi, 2012).

Kognitif memandang konseli merupakan individu yang dapat membangun struktur kognitif secara aktif dalam interaksinya dengan lingkungan dan menentukan pilihan keputusannya sangat ditonjolkan. Kemudian, Burns (Dharsana, 1997: 17) mengemukakan bahwa: “Pengubahan kognitif mengacu kepada pengubahan pernyataan diri dan label-label yang dinyatakan individu terhadap situasi yang dihadapinya.”(Mukhid, 2009)

Cormier dan Cormier (Dharsana, 1997: 29), mendefinisikan perubahan kognitif sebagai berikut: “Cognitive modification is a strategy continues to be used frequently, often in conjuction with other techniques.” artinya sebagai suatu proses, pengubahan kognitif hendaknya digunakan secara terus- menerus dan penggunaan teknik bersama-sama (kombinasi) agar dapat mencapai perubahan kognitif dari berbagai sisi(Zimmerman & Risemberg, 1997; Hanif, Ibrohim, & Rohman, 2016).

Perubahan kognitif terjadi karena adanya pemaknaan yang muncul dalam pikiran konseli itu sendiri diantara sesi-sesi konseling(Suparno, 2001). Dalam hal ini, konseli berusaha menggunakan strategi pengubahan kognitif dengan mengarahkan perubahan persepsi, perhatian, diskriminasi, dan generalisasinya agar terjadi perubahan terhadap pernyataan terdahulunya(I. Gunawan & Palupi, 2016).

Dalam penelitian ini, peneliti berkesimpulan bahwa teori konseling kognitif merupakan pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan proses pendekatan informasi pada konseli dengan tujuan untuk mengoreksi kebiasaan- kebiasaan berpikir yang keliru.

Teknik Modeling

Dharsana, (2015) mendefinisikan modeling sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan(Widyastuti, 2009; Rahmi, 2015; Nurfidia, 2017; Suarni, Putri, & Ps, 2014).

Senada dengan itu, menurut Bandura teknik modeling merupakan observasi permodelan, mengobservasi seseorang lainnya sehingga seseorang tersebut membentuk ide dan tingkah laku, kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk bertindak(Adawiyah, 2012). Bandura juga menegaskan bahwa modeling merupakan konsekuensi perilaku meniru orang lain dari pengalaman baik pengalaman langsung maupun tidak langsung, sehingga reaksi-reaksi emosional dapat dimunculkan (Dharsana, 2013).

Berdasarkan definisi tersebut maka yang dimaksud dengan teknik modeling dalam penelitian ini adalah suatu cara yang diberikan dengan mengobservasi permodelan, mengobservasi seseorang lainnya sehingga seseorang tersebut membentuk ide dan tingkah laku, kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk bertindak.

Teknik Modeling Basudewa Krisna dan teknik modeling Yang Mulia Bhisma memiliki nilai filosofis sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari model Basudewa Krisna, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku yang menunjukkan Pribadi Unggul diri sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan (Dharsana, 2016).

Basudewa Krisna adalah tokoh yang termasuk figur sentral dan banyak memberikan teladan moral.” Basudewa Krisna Yang Agung” demikian julukan untuk Basudewa Krisna. Basudewa Krisna adalah sosok yang cerdas, arif, juga komitmen terhadap kebenaran serta memiliki pribadi yang unggul. Basudewa Krisna berada di pihak Pandawa yang terdiri dari lima pangeran keturunan Pandu adalah sosok yang moralis dan komitmen terhadap kebenaran. Untuk alasan inilah Basudewa Krisna yang merupakan tokoh sakti mandraguna nan kharismatik ini berada di pihak Pandawa Lima. Basudewa Krisna adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umatHindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani. Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.

Sedangkan Bisma adalah sosok berwibawa yang sangat idealis, taat tradisi, loyal dan komitmen terhadap kebenaran. Demi menjaga Dinasti Kuru, ia bersumpah untuk membujang seumur hidupnya dan mengabdikan diri untuk menjaga dinasti ini. Ketika Dinasti Kuru melahirkan Pandawa dan Kurawa, Bisma berada di pihak Pandawa. Bisma berharap Pandawalah yang nantinya akan memimpin tahta Hastinapura, memimpin Dinasti Kuru.

Lesson Study

Lesson study adalah suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang.Kata atau istilah Jepang untuk ini adalah “Jugyokenkyu” (Yoshida, 1999). Lesson Study ini mulai dipelajari di Amerika sejak dilaporkan hasil Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1996.Dalam laporan TIMSS itu siswa Jepang, punya rangking tinggi dalam matematika dan diduga salah satu faktor pendukungnya adalah jugyokenkyu tersebut (Wang-Iverson, 2002).Orang Amerika menyebutkan sebagai Lesson Study.Sampai saat ini istilah indonesianya belum lazim dipakai karena sudah terlanjur lebih disukai penyebutan dengan istilah

bahasa inggrisnya. Menurut Wang-Iverson (2002) kata “lesson” ini meliputi tidak hanya berupa

deskripsi mengenai apa yang akan diajarkan selama satu jangka waktu tertentu, tetapi meliputi hal- hal yang jaul lebih banyak lagi.

Lesson Study adalah suatu bentuk utama peningkatan kualitas pembelajaran dan pengembangan keprofesionalan guru yang dipilih oleh guru-guru Jepang. Dalam melaksanakan Lesson Study, guru- guru secara kolaboratif 1) mempelajari kurikulum, dan merumuskan tujuan pembelajaran dan tujuan pengembangan siswanya (pengembangan kecakapan hidupnya), 2) merancang pembelajaran untuk

mencapai tujuan tersebut, 3) melaksanakan dan mengamati suatu research lesson (“pembelajaran

yang dikaji”) untuk kemudian 4) melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji dan menyempurnakannya, dan merencanakan pembelajaran berikutnya Lewis, Perry, dan Murata (2006) menggambarkan Daur Kaji Pembelajaran (Lesson Study Cycle) seperti Gambar 1 berikut.

I Ketut Dharsana

Pengembangan Pribadi Unggul Melalui Konseling Kognitif dengan Teknik Modeling Basudewa Krisna dan yang Mulia Bisma

182

PROCEEDINGS | International Conseling and Education Seminar 2017 © Fakultas Ilmu Pendidikan, UNP

Menurut Styler dan Hiebert (dalam Sparks, 1999) Lesson Study adalah suatu proses kolaboratif di mana sekelompok guru mengidentifikasi suatu masalah pembelajaran, merancang suatu scenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik yang akan dibelajarkan), membelajarkan siswa sesuai skenario (salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagi hasilnya dengan guru-guru lain (mendiseminasikannya).