• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa (Nurhadi, 2004; 103).

Dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen yang mendasarinya yaitu konstruktivisme, inquiry, questioning (Bertanya), learning community (Masyarakat Belajar), modeling (Pemodelan), reflection ( Refleksi), dan authentic assessment (Penilaian Yang Sebenarnya).

Berikut ini adalah penjelasan dari tujuh komponen yang mendasari pembelajaran kontekstual:

1. Konstruktivisme

Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry

Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

Learning Community adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Mereka saling bekerjasama bertukar pengalaman. dan berbagi ide.

5. Modeling (Pemodelan)

Modeling adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar. Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya 6. Reflection ( Refleksi)

Refleksi adalah cara menyimak kembali pengalaman masa lampau untuk memahami lebih mendalam, seperti menemukan makna atau hikmahnya. Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. Di dalamnya terdapat kegiatan mencatat apa yang telah dipelajari, membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

Authentic Assessment adalah suatu cara untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. Penilaian didasaran pada produk (kinerja), contohnya adalah tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Nurhadi, 2004).

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen yang saling terkait (Nurhadi, 2004; 113). sedangkan elemen-elemen tersebut adalah:

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan ini disebut ketergantungan positif.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Interaksi semacam ini sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sebayanya.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu

tiap anggota kelompok harus memberikan bantuan. Penilaian kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.

d. Ketrampilan menjalin hubungan antarpribadi

ketrampilan sosial seperti sikap tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.

Di bawah ini adalah tabel perbedaan antara antara pembelajaran kooperatif dan pembelajaran tradisional (Nurhadi, 2004; 114):

Tabel 2 : Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Tradisional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok Adanya akuntabilitas individual yang

mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Pimpinan kelompok dipilih secara

demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Ketrampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti

kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain,

dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.

Pada saat belajar kooperatif berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam sama antaranggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang betrlangsung.

Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi yang saling menghargai).

Penekanan seringkali hanya pada penyelesaian tugas

Berikut adalah keuntungan mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan (Nurhadi, 2004; 112):

1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

6. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

7. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

8. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.

9. Meningkatkan kesediaan mengguanakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

10.Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

Berikut adalah 3 (tiga) contoh tipe yang ada pada pembelajaran kooperatif (Ditjen Dikdasmen, 2002):

1. Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan. Tipe ini adalah salah satu tipe sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

Slavin (1990, 54) mengatakan

“ STAD is one of the simplest of all cooperative learning methods, and it’s good model to begin with for teachers who are new to the cooperative approach”.

Menurut Slavin, STAD mempunyai lima komponen utama

“STAD has five major components-class presentation, teams, quizzes, individual improvement scores, and team recognition”.

Slavin juga menguraikan lebih lanjut mengenai komponen-komponen tersebut. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a) Class presentations. Materi ajar disampaikan dalam bentuk penyajian verbal maupun tertulis yang dipimpin oleh guru. Presentasi ini menuntut perhatian siswa karena hanya dengan memperhatikan mereka akan bisa terbantu dalam mengerjakan kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim.

b) Teams. Para siswa di dalam kelas dibagi dalam kelompok atau tim, masing-masing terdiri dari 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui diskusi atau tanya jawab, dan mengkoreksi bila teman satu kelompok mengalami kesalahan atau miskonsepsi antar sesama anggota tim.

c) Quizzes. Secara individual atau tim, tiap minggu atau dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah mereka pelajari. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu selama kuis berlangsung.

d) Individual improvement scores. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. kadang-kadang beberapa atau semua tim

memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar terentu/melebihi skor dasar (base score) yang dia peroleh.

Burden (1994; 98) menyampaikan sebagai berikut:

If students want their team earn team rewards, they must help their teammates learn the material. Individual accountability is maintained since the quiz is taken without the help of teammates. Since team scores are based on each student’s improvement, there is an equal opportunity for success”.

Jika siswa menginginkan kelompok mereka berhasil, maka mereka harus membantu anggota tim untuk mempelajari materi. Kemampuan individu diukur dengan menggunakan kuis yang dikerjakan secara individu tanpa bantuan tim kelompok.

2. Tipe Jigsaw

Yusuf (http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf diakses tanggal 14 Februari jam 16.35 WIB) mengatakan tipe ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dkk dari Universitas Texas; dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk. Melalui tipe Jigsaw, kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik itu.

Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajarai suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home

teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

3. Tipe GI (Grup Investigation)

Tipe GI melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentuikan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Deskripsi langkah-langkah tipe GI adalah sebagai berikut;

1) Seleksi topik. Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah yang umum yang biasanya digambarkan terlebih dahulu oleh guru. Para siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas yang berangggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok bersifat heterogen baik dalam etnik, ras, jenis kelamin, maupun kemampuan akademik.

2) Merencanakan kerja sama. Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.

3) Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam

sekolah maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4) Analisis dan sintesis. para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan merencanakan peringkasan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5) Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa terlibat dan mencapai perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

6) Evaluasi. Selanjutnya, guru bersama siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok, atau keduanya.

Dokumen terkait