BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoritik
1. Kemampuan Representasi Matematis
NCTM menetapkan lima standar proses yang harus dimiliki siswa, yaitu pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan representasi. Representasi merupakan salah satu dari lima standar proses yang tercakup dalam NCTM. Kelima standar proses tersebut tidak bisa dipisahkan dari pembelajaran matematika, karena kelimanya saling terkait satu sama lain dalam proses belajar dan mengajar matematika. Standar representasi menekankan pada penggunaan simbol, bagan, grafik dan tabel dalam menghubungkan dan mengekspresikan ide-ide matematika. Penggunaan hal-hal tersebut harus dipahami siswa sebagai cara untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika kepada orang lain.1 Hal tersebut menunjukkan bahwa representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam pembelajaran matematika.
Standar kemampuan representasi matematis yang ditetapkan NCTM adalah sebagai berikut:
1. Create and use representations to organize, record, and communicate mathematical ideas
2. Select, apply and translate among mathematical representations to solve problems
3. Use representations to model and interpret physical, social, and mathematical phenomena.2
Menurut NCTM, standar kemampuan representasi yang pertama yaitu membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika. Standar kedua yaitu memilih, menggunakan dan menerjemahkan antar representasi untuk menyelesaikan
1
John A Van de Walle, Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally Seventh Edition, (Boston: Pearson, 2010), h. 3 – 4
2
masalah, dan standar yang ketiga yaitu menggunakan representasi untuk membuat model dan menginterpretasi fenomena matematis, fisik, dan sosial.
Sejalan dengan itu, Kartini menyatakan bahwa representasi matematis merupakan ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil kerjanya dengan cara tertentu (cara konvensional atau tidak konvensional) sebagai hasil interpretasi dari pikirannya.3
Menurut Goldin, representasi merupakan suatu konfigurasi yang bisa merepresentasikan sesuatu yang lain dalam beberapa cara.4 Misalnya saja suatu kata bisa merepresentasikan objek kehidupan nyata, sebuah angka bisa merepresentasikan ukuran berat badan seseorang, atau angka yang sama bisa merepresentasikan posisi pada garis bilangan.
Menurut Vegnaud, representasi merupakan elemen yang sangat penting dalam teori pengajaran dan pembelajaran matematika, tidak hanya karena penggunaan dari sistem-sistem simbolik yang sangat penting dalam matematik, sintaks dan semantik yang kaya, bervariasi, dan universal, tetapi juga untuk dua alasan episitimologi yang kuat: (1) matematika memainkan bagian yang esensial dalam mengkonseptualisasikan dunia nyata; (2) matematika memberikan kegunaan yang sangat luas dari homomorpisma dimana reduksi struktur satu sama lain merupakan hal yang esensial.5 Representasi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran matematika. Meskipun tidak tercantum secara tersurat dalam tujuan pembelajaran matematika di Indonesia, namun secara tersirat pentingnya representasi tampak pada tujuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika, karena untuk menyelesaikan masalah matematis, diperlukan kemampuan membuat model matematika dan menafsirkan solusinya yang merupakan indikator representasi.
3
Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 5 Desember 2009, h. 364 – 365
4
Gerald Goldin, Representation in Mathematical Learning and Problem Solving, dalam Lyn D. English, Handbook of International Research In Mathematics Education, (London: Lawrence Erlbaum Associates, 2002) h. 208
5
Representasi merupakan suatu model atau bentuk yang digunakan untuk mewakili suatu situasi atau masalah agar dapat mempermudah pencarian solusi.6 Sejalan dengan itu, Berner menyatakan bahwa keberhasilan pemecahan masalah bergantung kepada kemampuan merepresentasikan masalah termasuk membuat dan menggunakan representasi matematis berupa kata-kata, grafik, tabel, dan persamaan, penyelesaian, dan manipulasi simbol.7 Dari kedua pernyataan tersebut tampak bahwa representasi merupakan alat untuk memecahkan masalah.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa representasi matematis merupakan pengungkapan ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) dalam berbagai cara.
Goldin dan Steinghold membedakan representasi menjadi dua bagian, yaitu representasi eksternal dan representasi internal. Kaput memaparkan bahwa representasi internal merupakan sistem representasi psikologis dari individu-individu itu sendiri, seperti bahasa ibu yang digunakan, perbandingan visual dan spasial, dan seterusnya.8 Pada dasarnya, representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata, hanya bisa dipertanyakan pada individu-individu yang bersangkutan.Representasi eksternal merupakan representasi fisik dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis, simbol, gambar, atau objek fisik.9
Irene T. Miura membagi representasi menjadi dua macam, yaitu (1) representasi instruksional (yang bersifat pelajaran), seperti definisi, contoh, dan model, yang digunakan guru untuk menanamkan pengetahuan kepada siswa; (2) representasi kognitif yang dibangun oleh siswa itu sendiri sambil mereka mencoba membuat konsep matematika dapat dimengerti atau mencoba untuk menemukan
6
Atma Murni, Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif dan Pembelajaran Metakognitif Berbasis Soft Skill, Jurnal Pendidikan, 4, 2013, h. 97
7
Dorit Meria & Miriam Amit, Students Preference of Non-Algebraic Representations in Mathematical Communication, Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2004, h. 409
8
Gerald Goldin, Op.cit., h. 210 9
solusi dari suatu masalah.10 Mengacu kepada Goldin dan Shteingold, representasi yang pertama merupakan representasi eksternal yang biasa diungkapkan dan dibagikan siswa kepada siswa lain. Representasi yang kedua merupakan representasi internal yang mungkin tidak diungkapkan siswa kepada siswa lain.
Lesh Post dan Behr membagi representasi menjadi lima bagian, yaitu representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.11 Jika diperhatikan lebih lanjut, kelima representasi tersebut merupakan perluasan dari teori Brunner, dimana representasi dunia nyata dan representasi konkrit termasuk dalam kategori enaktif, representasi gambar dan grafik termasuk dalam kategori ikonik, dan representasi bahasa lisan atau verbal serta representasi simbol termasuk dalam kategori simbolik.
Alex Friedlander dan Michal Tabach membagi representasi menjadi empat macam, yaitu representasi verbal, representasi numerik, representasi grafik dan representasi aljabar.12 Menurutnya keempat representasi tersebut berpotensi menjadikan pembelajaran aljabar menjadi efektif dan bermakna.
Mudzakkir mengelompokkan representasi matematika kedalam tiga bentuk, yaitu (1) representasi berupa diagram, grafik, atau tabel, dan gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; (3) kata-kata atau teks tertulis.13 Selanjutnya ketiga bentuk representasi tersebut diuraikan ke dalam bentuk-bentuk operasional sebagai berikut:
10
Irene T. Miura, The Influence of Language on Mathematical Representations, dalam Albert A. Cuoco dan Frances R. Curcio, The Roles of Representation in School Mathematics, Year Book 2001, h. 53
11
Kartini, Op.cit., h. 366 12
Alex Friedlander dan Michal Tabach, Promoting Multiple Representations in Algebra, dalam Albert A. Cuoco dan Frances R. Curcio, The Roles of Representation in School Mathematics, Year Book 2001, h. 173
13Andri Suryana, “Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Lanjut (Advanced Mathematical Thinking) dalam Mata Kuliah Statistika Matematika 1”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 10 November 2012, h. 40 – 41
Tabel 2.1
Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis No. Representasi Bentuk-bentuk Operasional
1. Representasi visual: a. Diagram, grafik, atau
table
Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel
Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah
b. Gambar Membuat gambar pola-pola geometri Membuat gambar bangun geometri untuk
memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya
2. Persamaan atau ekspresi matematis
Membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan
Penyelesaian masalah yang melibatkan ekspresi matematis
3. Kata-kata atau teks tertulis Membuat situasi masalah berdasarkan data-data atau representasi yang diberikan
Menuliskan interpretasi dari suatu representasi
Menuliskan langkah-langkah
penyelesaian masalah matematis dengan kata-kata
Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan Menjawab soal dengan menggunakan
kata-kata atau teks tertulis
Berdasarkan seluruh uraian mengenai representasi matematis di atas, kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyatakan ide matematis dalam bentuk grafik, ekspresi matematis dan teks tertulis.
Adapun indikator-indikator representasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian in adalah:
a. Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya
2) Representasi berupa ekspresi matematis meliputi:
a. Membuat model matematis dari masalah yang diberikan.
b. Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis. 3) Representasi berupa teks tertulis meliputi:
a. Menjawab soal dengan menggunakan teks tertulis.
2. Pendekatan Metaphorical Thinking
Pendekatan merupakan cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.14 Dalam mengerjakan sesuatu agar tercapainya sasaran yang diinginkan perlu dipilih suatu pendekatan yang tepat agar memperoleh hasil yang optimal. Begitu pula dalam pembelajaran, untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan perlu menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat guna mendapatkan hasil yang optimal.
Metafora dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.15 Metafora biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari jika pembicara tidak merasakan adanya efek yang diinginkan dari penyampaian makna dalam bahasa baku.
Bruce Joyce, Emily Calhoun, dan David Hopkins mendefinisikan
metaphorical thinking sebagai suatu model yang dirancang untuk membawa kita ke dunia yang sedikit tidak logis –untuk memberikan kita kesempatan untuk menciptakan cara-cara baru dalam melihat sekeliling, cara-cara baru mengekspresikan diri, dan cara-cara baru dalam pendekatan masalah.16 Dalam
14
TIM MKPBM, Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia) h. 70
15
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet. I, h. 739
16
Bruce Joyce, Emily Calhoun, dan David Hopkins, Models of Learning – Tools for Teaching, (Buckingham: Open University Press, 1997) h. 23
berpikir metaforis, kita diajak untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang yang berbeda.
Menurut NAB (New Art Basics) metaphoric thinking merupakan proses substitusi mental di mana perbandingan implisit dibuat antara kualitas benda yang biasanya dipertimbangkan dalam klasifikasi terpisah.17 Sejalan dengan NAB Pugh mendefinisikan bahwa metaphorical thinking menggambarkan persamaan antar fenomena-fenomena yang tampaknya tidak berhubungan untuk memperoleh wawasan dan menciptakan penemuan.18 Perbandingan atau persamaan yang digunakan dalam berpikir metaforis merupakan perbandingan antara dua hal atau lebih yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.
Menurut Heris Hendriana, metaphorical thinking (berpikir metaforik) merupakan suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal yang berbeda makna.19
Carriera dalam penelitiannya mengatakan bahwa:
“Focusing on the mechanisms involved in metaphorical thinking,
a first assumption must be made: the possibility of identifying two distinguishable topics, the primary topic (target) and the subsidiary topic (origin). Which works as a conceptual system rather then just a number of disconnected elements.
A second postulate expresses the feasibility of developing connections and relations between two systems. The presence of the primary topic in a metaphorical statement induces the selection of particular attributes of the secondary topic, which shape and generate a complex of implications appears within the primary topic. The fundamental result of metaphor is the selecting, emphasizing, suppressing, and organizing of characteristics of the target topic by
17
NAB, Definition of Metaphoric, 2013,
(http://www.design.iastate.edu/NAB/about/thinkingskills/metaphoric/metaphoric.html) 18
Paatrick Aievoli, Supporting the Aesthetic Through Metaphorical Thinking, Journal of the National Collegiate Honors Council, 2013, h. 89, (http://digitalcommons.unl.edu/nchcjournal/126)
19 Heris Hendriana, “Pembelajaran dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik, dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama”, Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2009, h. 49, tidak dipublikasikan.
suggesting and stressing ideas about it that would be normally be
applicable to the origin topic.”20
Artinya, dalam berfokus pada mekanisme yang terlibat dalam metaphorical thinking, ada asumsi-asumsi yang harus dibuat, yaitu: (1) kemungkinan mengidentifikasi dua topik yang berbeda, topik utama (target) dan sub-topik (asal). Setiap topik bekerja sebagai sistem konseptual ketimbang sebagai elemen yang terputus, dan (2) kemungkinan mengembangkan koneksi dan hubungan antara kedua sistem. Adanya topik utama dalam pernyataan metafora menginduksi atribut khusus dari topik sekunder, yang membentuk dan menghasilkan kompleks implikasi yang muncul dalam topik utama. Hasil yang mendasar dari metafora adalah memilih, menekankan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik target dengan menyarankan dan menekankan ide mengenai hal-hal yang biasanya berlaku pada topik asal.
Lakoff dan Núñez menjelaskan bahwa ide-ide abstrak dalam otak diorganisir melalui metaphorical thinking yang dikonseptualisasikan dalam bentuk konkret melalui susunan kesimpulan yang tepat dan cara bernalar yang didasari oleh sistem sensori motor yang disebut metafora konseptual. Metafora konseptual merupakan mekanisme kognitif yang fundamental yang memungkinkan pemahaman konsep-konsep abstrak dalam bentuk konsep-konsep konkret.21 Lakoff dan Núñez membagi macam-macam metafora konseptual menjadi grounding metaphors, linking metaphors, dan redefinitional metaphors.
Sejalan dengan itu, Heris Hendriana menyatakan bahwa metafora konseptual merupakan konsep-konsep abstrak yang diorganisasikan melalui berpikir metaforik, dinyatakan dalam hal-hal konkrit berdasarkan struktur dan cara-cara bernalar yang didasarkan sistem sensori-motor. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bentuk metafora konseptual meliputi:22
20 Susana Carreira, “Where There’s A Model, There’s A Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understanding of A Mathematical Model” in Mathematical Thinking and Learning, (Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001), h. 265
21
Francesca Ferrara, Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and Imagery Play, European Research In Mathematics Education III, h. 2
22
1. Grounding metaphors: dasar untuk memahami ide-ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman sehari-hari.
2. Linking metaphors: membangun keterkaitan antara dua hal yaitu memilih, menegaskan, memberi kebebasan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik utama dengan didukung oleh topik tambahan dalam bentuk pernyataan-pernyataan metaforik.
3. Redefinitional metaphors: mendefinisikan kembali metafora-metafora tersebut dan memilih yang paling cocok dengan topik.
Metaphorical thinking dalam matematika diawali dengan memodelkan suatu situasi secara matematis, kemudian model tersebut dimaknai dalam pendekatan dari sudut pandang semantik. Di dalam pembelajaran matematika, penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsep-konsep yang telah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika tersebut dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahamannya terhadap konsep tersebut.23 Hendriana pun mengatakan bahwa dalam menggunakan metaphorical thinkingdiperlukan strategi tertentu untuk membantu siswa memahami suatu topik, strategi tersebut diantaranya:24
1. Menggunakan metafora-metafora untuk mengilustrasikan suatu konsep a. Identifikasi terlebih dahulu konsep-konsep utama yang akan diajarkan. b. Pikirkan metafora-metafora yang mungkin untu mengilustrasikan
konsep-konsep tersebut.
c. Pilihlah salah satu metafora yang paling cocok.
d. Rencanakanlah cara-cara untuk mendiskusikan metafora atau analogi tersebut supaya siswa tidak bingung. Dalam hal ini kita harus yakin bahwa para siswa memiliki pengetahuan yang cukup untuk berpikir metaforis.
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan metafora-metafora mereka sendiri 23 Ibid., h. 47 – 48 24 Ibid., h. 48 – 49
a. Perbedaan kultur dan adat istiadat menyebabkan berbeda pula sarana dan landasan pemahaman siswa dalam menganalogikan suatu topik.
b. Berilah kesempatan kepada siswa untuk bertukar analogi sehingga mereka berdiskusi satu sama lain.
3. Mendiskusikan landasan pemahaman berpikir metaforis dengan menganalisis alasan-alasan yang melatarbelakangi analogi (metafora-metafora) yang dipilih.
4. Membandingkan keberartian metafora-metafora tersebut dari berbagai kultur. Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir metaforis merupakan suatu proses berpikir menggunakan metafora-metafora yang tepat dalam mengilustrasikan suatu konsep utnuk mengoptimalkan pemahaman mengenai konsep itu sendiri. Pendekatan pembelajaran metaphorical thinking
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan merepresentasikan konsep-konsep matematis ke dalam konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.
Tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pertama: pemberian masalah kontekstual
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
2. Tahap kedua: identifikasi konsep-konsep utama
a. Siswa diminta untuk mengilustrasikan konsep-konsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan.
b. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengumpulkan data dan informasi dari masalah kontekstual yang diberikan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dalam lembar kerja siswa.
a. Pada tahap ini guru memberikan contoh metafora untuk mengilustrasikan model dari masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
b. Siswa menyampaikan metafora-metafora mereka sendiri dalam mengilustrasikan konsep.
c. Siswa bertukar metafora dengan teman sekelompok sehingga mereka berdiskusi.
4. Tahap keempat: penyimpulan
a. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep inti masalah yang berhubungan dengan materi pokok yang sedang dipelajari.
b. Guru dan siswa berdiskusi landasan pemahaman berpikir metaforis dengan menganalisis alasan-alasan yang melatarbelakangi metafora yang dipilih.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran yang masih banyak digunakan di sekolah adalah pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional antar sekolah bisa saja berbeda, tergantung pada strategi pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tersebut. Pembelajaran konvensional yang biasa digunakan di sekolah yang akan diteliti menggunakan strategi ekspositori.
Wina Sanjaya menjelaskan bahwa strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang menekankan proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada siswa agar siswa dapat menguasai materi secara optimal.25 Strategi ekspositori merupakan strategi yang berpusat pada guru (teacher centered), dimana guru menjelaskan materi ajar dan siswa mendengarkan serta mencatat apa yang dijelaskan guru.
Tahapan-tahapan strategi ekspositori yang biasa dilakukan guru tersaji dalam tabel 2.2 berikut:26
25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. VII, h. 179.
26
Tabel 2.2
Tahapan Pembelajaran Konvensional
Tahapan Kegiatan
1. Persiapan (Preparation) Memberikan sugesti yang positif dan menghindari sugesti negatif
Mengemukakan tujuan pembelajaran Melakukan review
2. Penyajian (Presentation) Menyampaikan materi pelajaran yang sudah dipersiapkan
3. Menghubungkan (Correlation)
Menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memahami keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya
4. Menyimpulkan (Generalization)
Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan
Memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang disajikan
Membuat mapping keterkaitan antarmateri pokok-pokok materi
5. Penerapan (Aplication) Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan
Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang disajikan