• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Metaphorical Thinking

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Metaphorical Thinking"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Muthmainnah

NIM. 109017000057

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Metaphorical Thinking.

Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Oktober 2014.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan metaphorical thinknig dan siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu MTs Negeri di Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2013/2014 dengan metode penelitian kuasi eksperimen dengan

posttest only control group design. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, indikator kemampuan representasi matematis tertinggi yang diperoleh pada kelas eksperimen adalah kemampuan visual. Rata-rata kemampuan visual kelas eksperimen adalah 8,56 sedangkan pada kelas kontrol adalah 8,24. Pada hasil pengujian hipotesis diperoleh thitung = 2,026 dan ttabel = 2,0048 sehingga thitung >

ttabel. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking lebih tinggi dibandingkan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional.

(6)

ii

by Metaphorical Thinking Approach. Paper of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. October 2014..

The purpose of this research is to analize the difference of students’ mathematical representation skills which taught by metaphorical thinking instruction approach and conventional instruction approach. This research was conducted in MTsN Tangerang II Pamulang on grade VII of academic year 2013/2014 with quasi experimental research method and posttest only control group design. Based on result of this research obtained that the highest mathematical representation indicator in the experiment class is visual skill. Visual skill average on experiment class is 8,56 and the visual skill average on control class is 8,24. Based on result of hypothesis testing, it obtained tcount = 2,026 dan ttable = 2,0048, it means that

tcount > ttable. It can be concluded that students’ mathematical representation skills

which taught by metaphorical thinking instruction approach is higher than

students’ mathematical representation skills tought by conventional instruction

approach.

(7)

iii

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi karunia kenikmatan yang luar biasa, baik nikmat iman, nikmat islam, maupun nikmat kesehatan, dan juga telah memberikan kelancaran dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada sang penerang umat di seluruh zaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyaknya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Namun berkat kerja keras, do’a dan dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semuanya dapat teratasi dan berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Nurlena Rifa’i, MA, Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S. Si, M. Pd, Sekertaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, arahan-arahan positif, nasihat, dan semangat dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini.

4. Ibu Gusni Satriawati M. Pd, selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, arahan-arahan positif, nasihat, dan semangat dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini.

(8)

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.

7. Bapak Drs. Suhardi, M. Ag, selaku kepala MTsN Tangerang II Pamulang, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Dra. Eka Munawarah, M.Pd, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

9. Siswa-siswi MTsN Tangerang II Pamulang, khususnya kelas VII-1 dan VII-3 tahun ajaran 2013/2014 yang telah bersedia bekerja sama dengan penulis selama penelitian berlangsung.

10.Keluarga tercinta Ayahanda Dra. Masran, M.Ag, Ibunda Dra. Entu Tuningrat yang tak pernah terhenti untuk mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, memberikan dukungan moril dan materil. Adik-adik tercinta, Ida Mursyidah dan Hidayat Nur Wahid yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, inspirasi dan motivasi kepada penulis untuk dapat mencapai cita-cita yang diharapkan. 11.Sahabat-sahabat tercinta, Lina, Nurma, Putri ‘Janul’, Via, Erna, dan Yenni

tempat penulis berbagi cerita, dan selalu memberikan dukungan serta semangat untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12.Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’09 kelas A, C, dan khususnya teman-teman di kelas B, Erdy, Yusuf, Ayik, Arif, Angga, Ilham, Hajroni, Benni, Rifan, Bunga, Ummu, Nda, Rina, Dilla, Ria, Anis, Indah, Syifa, Zia, Ega, Evinka, Ayu, Cici, Puji, Thoy, dan Sisi. Terima kasih atas kerja sama dan kebersamaannya selama duduk di bangku perkuliahan.

13.Kakak dan adik kelas Jurusan Pendidikan Matematika yang sudah membantu dan mempermudah penulis dalam menyusun skripsi.

(9)

masukan dan do’a yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima sebagai amalan kebaikan yang menjadi pintu pembuka bagi keridhoan Allah SWT. Aamiin yaa robbal’alamin.

Penulis menyadari bahwa meskipun telah berusaha untuk memberikan yang terbaik, namun skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan penulis di masa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Oktober 2014

(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Kajian Teoritik ... 8

1. Kemampuan Representasi Matematis ... 8

2. Pendekatan Pembelajaran Metaphorical Thinking... 13

3. Pembelajaran Konvensional ... 18

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 19

C. Kerangka Berpikir ... 20

D. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

B. Metode dan Desain Penelitian ... 23

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 24

D. Teknik Pengumpulan Data ... 24

E. Instrumen Penelitian... 25

(11)

G. Hipotesis Statistik ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Deskripsi Data ... 36

1. Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 37

a. Kelompok Eksperimen ... 37

b. Kelompok Kontrol ... 38

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 39

2. Kemampuan Representasi Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Representasi Matematis ... 40

a. Kelompok Eksperimen ... 40

b. Kelompok Kontrol ... 41

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 42

3. Perbandingan Kemampuan Representasi Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 42

B. Pengujian Persyaratan Hipotesis ... 44

1. Uji Normalitas ... 44

2. Uji Homogenitas ... 45

C. Pengujian Hipotesis ... 45

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

1. Proses Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 47

2. Analisis Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 52

E. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

(12)
(13)

ix

Mudzakkir ... 12

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Konvensional ... 19

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 23

Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 26

Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Reliabilitas... 27

Tabel 3.4 Kategori Tingkat Kesukaran ... 28

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 28

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda ... 29

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 30

Tabel 3.8 Butir Instrumen yang Digunakan ... 30

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 37

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 38

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 39

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen Berdasarkan Indikator ... 41

Tabel 4.5 Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator ... 41

Tabel 4.6 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 42

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 44

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 45

(14)

x

Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 40 Gambar 4.2 Persentase Skor Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 43 Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 46 Gambar 4.4 Contoh Hasil Representasi Siswa Berupa Teks Tertulis ... 48 Gambar 4.5 Contoh Hasil Representasi Siswa Berupa Gambar (Visual) ... 49 Gambar 4.6 Contoh Hasil Representasi Siswa Berupa Ekspresi Matematis .... 50 Gambar 4.7 Contoh Hasil Metafora Siswa ... 51 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 3a

Indikator visual... 53 Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 3a

Indikator Visual ... 53 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 4a

Indikator Visual ... 54 Gambar 4.11 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 4a

Indikator Visual ... 54 Gambar 4.12 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 5a

Indikator Visual ... 55 Gambar 4.13 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 5a

Indikator Visual ... 55 Gambar 4.14 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 1

Pada Indikator Ekspresi Matematis ... 56 Gambar 4.15 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 1 Pada

Indikator Ekspresi Matematis ... 57 Gambar 4.16 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 2

(15)

Gambar 4.17 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 2 Pada Indikator Ekspresi Matematis ... 58 Gambar 4.18 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 3b

Pada Indikator Teks Tertulis ... 59 Gambar 4.19 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 3b

Pada Indikator Teks Tertulis ... 60 Gambar 4.20 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 4b

Pada Indikator Teks Tertulis ... 60 Gambar 4.21 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 4b

Pada Indikator Teks Tertulis ... 61 Gambar 4.22 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen Soal Nomor 5b

Pada Indikator Teks Tertulis ... 61 Gambar 4.23 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol Soal Nomor 5b

(16)

xii

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 82

Lampiran 3 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... 100

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis . 128 Lampiran 5 Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Materi Segiempat ... 129

Lampiran 6 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Materi Segiempat ... 132

Lampiran 7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis . 135 Lampiran 8 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 137

Lampiran 9 Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 138

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen... 140

Lampiran 11 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran... 141

Lampiran 12 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 142

Lampiran 13 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 143

Lampiran 14 Hasil Uji Daya Pembeda ... 144

Lampiran 15 Perhitungan Uji Reliabilitas ... 145

Lampiran 16 Hasil Uji Reliabilitas ... 146

Lampiran 17 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 148

Lampiran 18 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 149

Lampiran 19 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku Kelompok Eksperimen ... 150

(17)

Lampiran 21 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen Berdasarkan Indikator Kemampuan

Representasi Matematis ... 158

Lampiran 22 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Representasi Matematis ... 159

Lampiran 23 Uji Normalitas Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 160

Lampiran 24 Uji Normalitas Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 161

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 163

Lampiran 26 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 164

Lampiran 27 Tabel “r” Product Moment ... 167

Lampiran 28 Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi-Square ... 168

Lampiran 29 Tabel Nilai Kritis Distribusi t ... 170

Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 171

Lampiran 31 Lembar Uji Referensi ... 172

Lampiran 32 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 178

(18)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kebanyakan di antara kita mempunyai pengalaman pahit sewaktu

mempelajari matematika di bangku sekolah. Salah satu penyebabnya

mungkin dikarenakan pembelajaran matematika yang masih konvensional.

Seperti pembelajaran konvensional pada umumnya, pembelajaran matematika secara konvensional berpusat pada guru, dimana guru memberikan informasi-informasi yang harus diserap siswa baik dengan cara menghafal atau pun menulis. Pengajaran seperti ini tidak menjadikan siswa sebagai pembelajar, melainkan hanya sebagai penerima informasi yang diharuskan menghafal informasi-informasi tersebut.

Menurut Burrowes, pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.1Dari ciri-ciri pembelajaran konvensional tersebut dapat dilihat bahwa siswa menjadi objek yang pasif dalam pembelajaran, padahal siswa merupakan pebelajar yang semestinya menjadi subjek dalam pembelajaran.

Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam pembelajaran matematika, yang semula konvensional beralih menjadi modern. Perubahan tersebut bisa dari segi kurikulum, pendekatan pembelajaran, metode, strategi, evaluasi, dan lain-lain yang masih terus dikembangkan oleh pemerintah, guru, dan akademisi pendidikan di Indonesia.

Pada hakikatnya, matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern, serta memiliki peranan penting

dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.

1

(19)

Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan

menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika

yang kuat sejak dini.2 Dapat dikatakan bahwa matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, perkembangan teknologi, dan

lain-lain.Maka pembelajaran matematika di sekolah merupakan salah satu sarana

dasar tercapainya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena itu, paradigma lama tentang pembelajaran matematika yang

membosankan dan menakutkan serta gaya pengajaran dan pembelajaran

yang konvensional harus diubah dengan mengikuti perkembangan zaman,

agar para siswa mampu memahami matematika dengan seksama.

Pemerintah menetapkan tujuan pembelajaran matematika sebagai

berikut:3

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

2

Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2006), h.139.

3

(20)

mempelajari metematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Sejalan dengan itu, NCTM menetapkan lima standar kemampuan

matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu (1) kemampuan pemecahan

masalah, (2) kemampuan komunikasi, (3) kemampuan koneksi, (4)

kemampuan penalaran, dan (5) kemampuan representasi.4

Berdasarkan uraian di atas, representasi merupakan hal penting dalam

pembelajaran matematika. Meskipun kemampuan representasi tidak

disebutkan secara tersurat dalam tujuan pembelajaran matematika yang

ditetapkan pemerintah, namun secara tersirat pentingnya representasi tampak pada tujuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika, karena untuk menyelesaikan masalah matematis, diperlukan kemampuan membuat model matematika dan menafsirkan solusinya yang merupakan indikator representasi. Karena representasi merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika, maka kemampuan representasi siswa yang masih rendah perlu ditingkatkan.

Meskipun kemampuan representasi matematis merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, namun pada kenyataannya masih banyak guru yang mengesampingkan kemampuan representasi matematis siswa. Padahal dengan kemampuan representasi matematis yang baik, siswa akan lebih mudah memahami konsep yang sedang dipelajarinya. Hal ini sejalan dengan hasil studi pendahuluan Hudiono yang menyatakan bahwa menurut guru, representasi matematis berupa grafik, tabel, dan gambar hanya merupakan pelengkap pembelajaran saja dan guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa.5

4 Leo Adhar Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Siswa SMP”, Jurnal Penelitian Pendidikan, 13, 2012, h. 2

5

(21)

Selain itu hasil penelitian yang telah dilakukan Lina Marlina di salah satu Madrasah Tsanawiyah Negeri di Tangerang Selatan menyatakan bahwa rata-rata kemampuan representasi matematis siswa kelas VII yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional adalah 45,84, sedangkan nilai rata-rata gabungan kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah 53,29.6 Ini berarti bahwa kemampuan representasi matematis siswa masih berada dibawah nilai rata-rata.

Jika dilihat lebih lanjut, salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi matematis siswa terletak pada pendekatan pembelajaran atau penggunaan strategi, metode, teknik mengajar yang belum tepat. Pembelajaran yang sering digunakan guru pada umumnya masih konvensional dan belum efektif dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Hal ini sejalan dengan kesimpulan hasil penelitian hudiono yang menyatakan bahwa pembelajaran konvensional belum cukup efektif dalam mengembangkan kemampuan representasi matematis secara optimal.7

Berdasarkan kondisi di atas, peneliti tertarik untuk menerapkan suatu

pendekatan pembelajaran yang diperkirakan mampu mendukung upaya

peningkatan kemampuan representasi matematis siswa, yaitu pendekatan

metaphorical thinking. Metaphorical thinking menggunakan metafora

sebagai konsep dasar dalam berpikir. Dalam metaphorical thinking

konsep-konsep abstrak dimetaforakan menjadi objek-objek nyata yang ada dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam pendekatan pembelajaran metaphorical thinking guru memberikan siswa masalah kontekstual yang berupa metafora dari suatu konsep, kemudian siswa mengidentifikasi konsep yang terdapat pada masalah tersebut dan membuat metafora lain dari konsep tersebut. Dalam mengidentifikasi konsep, siswa harus mampu menghubungkan ide-ide

6 Lina Marlina, “Pengaruh Model Collaborative Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, h. 67, tidak dipublikasikan.

7

(22)

matematis yang mereka miliki. Untuk menghubungkan ide-ide matematis tersebut siswa dapat merepresentasikannya melalui gambar, tabel, grafik, ekspresi matematis, maupun teks tertulis. Dengan demikian siswa menjadi terbiasa dengan metaphorical thinking yang merepresentasikan ide-ide matematis mereka.

Aktifitas-aktifitas dalam pendekatan pembelajaran metaphorical thinking ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide matemtisnya secara terbuka. Kemampuan siswa dalam menyajikan ide-ide matematis yang mereka bangun sendiri maupun dari hasil diskusi dalam kelompok inilah yang dimaksud dengan kemampuan representasi matematis.

Dari uraian di atas tampak bahwa kemampuan representasi matematis

siswa erat kaitannya dengan metafora-metafora yang dapat

mengkonseptualisasikan konsep yang abstrak. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui apakah kemampuan representasi matematis siswa yang melakukan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking lebih tinggi? Untuk menjawab

permasalahan tersebut penulis memberi judul: “Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Metaphorical Thinking”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Guru masih menganggap bahwa representasi matematis hanya sekedar pelengkap pembelajaran

b. Kemampuan representasi matematis siswa relatif rendah

(23)

C. Pembatasan Masalah

1. Pendekatan pembelajaran metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan, dan merepresentasikan konsep-konsep abstrak menjadi lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan atau yang tidak berhubungan.

2. Penelitian ini terbatas pada kemampuan representasi matematis siswa dalam tiga bentuk, yaitu (1) representasi berupa gambar; (2) ekspresi matematis; (3) teks tertulis.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dibatasi diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking? 2. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

3. Apakah kemampuan representasi siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking.

2. Mengetahui kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

(24)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa dalam proses pembelajaran.

b. Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang relevan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam meningkatkan prestasi belajar melalui pendekatan pembelajaran

metaphorical thinking.

b. Bagi guru, sebagai masukan atau informasi untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan pendekatan metaphorical thinking

dalam pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran matematika dikelas.

c. Bagi sekolah, sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

(25)

A. Kajian Teoritik

1. Kemampuan Representasi Matematis

NCTM menetapkan lima standar proses yang harus dimiliki siswa, yaitu pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan representasi. Representasi merupakan salah satu dari lima standar proses yang tercakup dalam NCTM. Kelima standar proses tersebut tidak bisa dipisahkan dari pembelajaran matematika, karena kelimanya saling terkait satu sama lain dalam proses belajar dan mengajar matematika. Standar representasi menekankan pada penggunaan simbol, bagan, grafik dan tabel dalam menghubungkan dan mengekspresikan ide-ide matematika. Penggunaan hal-hal tersebut harus dipahami siswa sebagai cara untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika kepada orang lain.1 Hal tersebut menunjukkan bahwa representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam pembelajaran matematika.

Standar kemampuan representasi matematis yang ditetapkan NCTM adalah sebagai berikut:

1. Create and use representations to organize, record, and communicate mathematical ideas

2. Select, apply and translate among mathematical representations to solve problems

3. Use representations to model and interpret physical, social, and mathematical phenomena.2

Menurut NCTM, standar kemampuan representasi yang pertama yaitu membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika. Standar kedua yaitu memilih, menggunakan dan menerjemahkan antar representasi untuk menyelesaikan

1

John A Van de Walle, Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally Seventh Edition, (Boston: Pearson, 2010), h. 3 – 4

2

(26)

masalah, dan standar yang ketiga yaitu menggunakan representasi untuk membuat model dan menginterpretasi fenomena matematis, fisik, dan sosial.

Sejalan dengan itu, Kartini menyatakan bahwa representasi matematis merupakan ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil kerjanya dengan cara tertentu (cara konvensional atau tidak konvensional) sebagai hasil interpretasi dari pikirannya.3

Menurut Goldin, representasi merupakan suatu konfigurasi yang bisa merepresentasikan sesuatu yang lain dalam beberapa cara.4 Misalnya saja suatu kata bisa merepresentasikan objek kehidupan nyata, sebuah angka bisa merepresentasikan ukuran berat badan seseorang, atau angka yang sama bisa merepresentasikan posisi pada garis bilangan.

Menurut Vegnaud, representasi merupakan elemen yang sangat penting dalam teori pengajaran dan pembelajaran matematika, tidak hanya karena penggunaan dari sistem-sistem simbolik yang sangat penting dalam matematik, sintaks dan semantik yang kaya, bervariasi, dan universal, tetapi juga untuk dua alasan episitimologi yang kuat: (1) matematika memainkan bagian yang esensial dalam mengkonseptualisasikan dunia nyata; (2) matematika memberikan kegunaan yang sangat luas dari homomorpisma dimana reduksi struktur satu sama lain merupakan hal yang esensial.5 Representasi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran matematika. Meskipun tidak tercantum secara tersurat dalam tujuan pembelajaran matematika di Indonesia, namun secara tersirat pentingnya representasi tampak pada tujuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika, karena untuk menyelesaikan masalah matematis, diperlukan kemampuan membuat model matematika dan menafsirkan solusinya yang merupakan indikator representasi.

3

Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 5 Desember 2009, h. 364 – 365

4

Gerald Goldin, Representation in Mathematical Learning and Problem Solving, dalam Lyn D. English, Handbook of International Research In Mathematics Education, (London: Lawrence Erlbaum Associates, 2002) h. 208

5

(27)

Representasi merupakan suatu model atau bentuk yang digunakan untuk mewakili suatu situasi atau masalah agar dapat mempermudah pencarian solusi.6 Sejalan dengan itu, Berner menyatakan bahwa keberhasilan pemecahan masalah bergantung kepada kemampuan merepresentasikan masalah termasuk membuat dan menggunakan representasi matematis berupa kata-kata, grafik, tabel, dan persamaan, penyelesaian, dan manipulasi simbol.7 Dari kedua pernyataan tersebut tampak bahwa representasi merupakan alat untuk memecahkan masalah.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa representasi matematis merupakan pengungkapan ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) dalam berbagai cara.

Goldin dan Steinghold membedakan representasi menjadi dua bagian, yaitu representasi eksternal dan representasi internal. Kaput memaparkan bahwa representasi internal merupakan sistem representasi psikologis dari individu-individu itu sendiri, seperti bahasa ibu yang digunakan, perbandingan visual dan spasial, dan seterusnya.8 Pada dasarnya, representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata, hanya bisa dipertanyakan pada individu-individu yang bersangkutan.Representasi eksternal merupakan representasi fisik dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis, simbol, gambar, atau objek fisik.9

Irene T. Miura membagi representasi menjadi dua macam, yaitu (1) representasi instruksional (yang bersifat pelajaran), seperti definisi, contoh, dan model, yang digunakan guru untuk menanamkan pengetahuan kepada siswa; (2) representasi kognitif yang dibangun oleh siswa itu sendiri sambil mereka mencoba membuat konsep matematika dapat dimengerti atau mencoba untuk menemukan

6

Atma Murni, Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif dan Pembelajaran Metakognitif Berbasis Soft Skill, Jurnal Pendidikan, 4, 2013, h. 97

7

Dorit Meria & Miriam Amit, Students Preference of Non-Algebraic Representations in Mathematical Communication, Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2004, h. 409

8

Gerald Goldin, Op.cit., h. 210 9

(28)

solusi dari suatu masalah.10 Mengacu kepada Goldin dan Shteingold, representasi yang pertama merupakan representasi eksternal yang biasa diungkapkan dan dibagikan siswa kepada siswa lain. Representasi yang kedua merupakan representasi internal yang mungkin tidak diungkapkan siswa kepada siswa lain.

Lesh Post dan Behr membagi representasi menjadi lima bagian, yaitu representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.11 Jika diperhatikan lebih lanjut, kelima representasi tersebut merupakan perluasan dari teori Brunner, dimana representasi dunia nyata dan representasi konkrit termasuk dalam kategori enaktif, representasi gambar dan grafik termasuk dalam kategori ikonik, dan representasi bahasa lisan atau verbal serta representasi simbol termasuk dalam kategori simbolik.

Alex Friedlander dan Michal Tabach membagi representasi menjadi empat macam, yaitu representasi verbal, representasi numerik, representasi grafik dan representasi aljabar.12 Menurutnya keempat representasi tersebut berpotensi menjadikan pembelajaran aljabar menjadi efektif dan bermakna.

Mudzakkir mengelompokkan representasi matematika kedalam tiga bentuk, yaitu (1) representasi berupa diagram, grafik, atau tabel, dan gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; (3) kata-kata atau teks tertulis.13 Selanjutnya ketiga bentuk representasi tersebut diuraikan ke dalam bentuk-bentuk operasional sebagai berikut:

10

Irene T. Miura, The Influence of Language on Mathematical Representations, dalam Albert A. Cuoco dan Frances R. Curcio, The Roles of Representation in School Mathematics, Year Book 2001, h. 53

11

Kartini, Op.cit., h. 366 12

Alex Friedlander dan Michal Tabach, Promoting Multiple Representations in Algebra, dalam Albert A. Cuoco dan Frances R. Curcio, The Roles of Representation in School Mathematics, Year Book 2001, h. 173

13Andri Suryana, “Kemampuan Berpikir Matematis Tingk

(29)

Tabel 2.1

Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis No. Representasi Bentuk-bentuk Operasional

1. Representasi visual: a. Diagram, grafik, atau

table

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri  Membuat gambar bangun geometri untuk

memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2. Persamaan atau ekspresi matematis

Membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan

Penyelesaian masalah yang melibatkan ekspresi matematis

3. Kata-kata atau teks tertulis  Membuat situasi masalah berdasarkan data-data atau representasi yang diberikan

 Menuliskan interpretasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah-langkah

penyelesaian masalah matematis dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan  Menjawab soal dengan menggunakan

kata-kata atau teks tertulis

Berdasarkan seluruh uraian mengenai representasi matematis di atas, kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyatakan ide matematis dalam bentuk grafik, ekspresi matematis dan teks tertulis.

Adapun indikator-indikator representasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian in adalah:

(30)

a. Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2) Representasi berupa ekspresi matematis meliputi:

a. Membuat model matematis dari masalah yang diberikan.

b. Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis. 3) Representasi berupa teks tertulis meliputi:

a. Menjawab soal dengan menggunakan teks tertulis.

2. Pendekatan Metaphorical Thinking

Pendekatan merupakan cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.14 Dalam mengerjakan sesuatu agar tercapainya sasaran yang diinginkan perlu dipilih suatu pendekatan yang tepat agar memperoleh hasil yang optimal. Begitu pula dalam pembelajaran, untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan perlu menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat guna mendapatkan hasil yang optimal.

Metafora dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.15 Metafora biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari jika pembicara tidak merasakan adanya efek yang diinginkan dari penyampaian makna dalam bahasa baku.

Bruce Joyce, Emily Calhoun, dan David Hopkins mendefinisikan

metaphorical thinking sebagai suatu model yang dirancang untuk membawa kita ke dunia yang sedikit tidak logis –untuk memberikan kita kesempatan untuk menciptakan cara-cara baru dalam melihat sekeliling, cara-cara baru mengekspresikan diri, dan cara-cara baru dalam pendekatan masalah.16 Dalam

14

TIM MKPBM, Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA – Universitas Pendidikan Indonesia) h. 70

15

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet. I, h. 739

16

(31)

berpikir metaforis, kita diajak untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang yang berbeda.

Menurut NAB (New Art Basics) metaphoric thinking merupakan proses substitusi mental di mana perbandingan implisit dibuat antara kualitas benda yang biasanya dipertimbangkan dalam klasifikasi terpisah.17 Sejalan dengan NAB Pugh mendefinisikan bahwa metaphorical thinking menggambarkan persamaan antar fenomena-fenomena yang tampaknya tidak berhubungan untuk memperoleh wawasan dan menciptakan penemuan.18 Perbandingan atau persamaan yang digunakan dalam berpikir metaforis merupakan perbandingan antara dua hal atau lebih yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.

Menurut Heris Hendriana, metaphorical thinking (berpikir metaforik) merupakan suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal yang berbeda makna.19

Carriera dalam penelitiannya mengatakan bahwa:

“Focusing on the mechanisms involved in metaphorical thinking,

a first assumption must be made: the possibility of identifying two distinguishable topics, the primary topic (target) and the subsidiary topic (origin). Which works as a conceptual system rather then just a number of disconnected elements.

A second postulate expresses the feasibility of developing connections and relations between two systems. The presence of the primary topic in a metaphorical statement induces the selection of particular attributes of the secondary topic, which shape and generate a complex of implications appears within the primary topic. The fundamental result of metaphor is the selecting, emphasizing, suppressing, and organizing of characteristics of the target topic by

17

NAB, Definition of Metaphoric, 2013,

(http://www.design.iastate.edu/NAB/about/thinkingskills/metaphoric/metaphoric.html) 18

Paatrick Aievoli, Supporting the Aesthetic Through Metaphorical Thinking, Journal of the National Collegiate Honors Council, 2013, h. 89, (http://digitalcommons.unl.edu/nchcjournal/126)

(32)

suggesting and stressing ideas about it that would be normally be

applicable to the origin topic.”20

Artinya, dalam berfokus pada mekanisme yang terlibat dalam metaphorical thinking, ada asumsi-asumsi yang harus dibuat, yaitu: (1) kemungkinan mengidentifikasi dua topik yang berbeda, topik utama (target) dan sub-topik (asal). Setiap topik bekerja sebagai sistem konseptual ketimbang sebagai elemen yang terputus, dan (2) kemungkinan mengembangkan koneksi dan hubungan antara kedua sistem. Adanya topik utama dalam pernyataan metafora menginduksi atribut khusus dari topik sekunder, yang membentuk dan menghasilkan kompleks implikasi yang muncul dalam topik utama. Hasil yang mendasar dari metafora adalah memilih, menekankan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik target dengan menyarankan dan menekankan ide mengenai hal-hal yang biasanya berlaku pada topik asal.

Lakoff dan Núñez menjelaskan bahwa ide-ide abstrak dalam otak diorganisir melalui metaphorical thinking yang dikonseptualisasikan dalam bentuk konkret melalui susunan kesimpulan yang tepat dan cara bernalar yang didasari oleh sistem sensori motor yang disebut metafora konseptual. Metafora konseptual merupakan mekanisme kognitif yang fundamental yang memungkinkan pemahaman konsep-konsep abstrak dalam bentuk konsep-konsep konkret.21 Lakoff dan Núñez membagi macam-macam metafora konseptual menjadi grounding metaphors, linking metaphors, dan redefinitional metaphors.

Sejalan dengan itu, Heris Hendriana menyatakan bahwa metafora konseptual merupakan konsep-konsep abstrak yang diorganisasikan melalui berpikir metaforik, dinyatakan dalam hal-hal konkrit berdasarkan struktur dan cara-cara bernalar yang didasarkan sistem sensori-motor. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bentuk metafora konseptual meliputi:22

20 Susana Carreira, “Where There’s A Model, There’s A Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understanding of A Mathematical Model” in Mathematical Thinking and Learning, (Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001), h. 265

21

Francesca Ferrara, Bridging Perception and Theory: What Role Can Metaphors and Imagery Play, European Research In Mathematics Education III, h. 2

22

(33)

1. Grounding metaphors: dasar untuk memahami ide-ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman sehari-hari.

2. Linking metaphors: membangun keterkaitan antara dua hal yaitu memilih, menegaskan, memberi kebebasan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik utama dengan didukung oleh topik tambahan dalam bentuk pernyataan-pernyataan metaforik.

3. Redefinitional metaphors: mendefinisikan kembali metafora-metafora tersebut dan memilih yang paling cocok dengan topik.

Metaphorical thinking dalam matematika diawali dengan memodelkan suatu situasi secara matematis, kemudian model tersebut dimaknai dalam pendekatan dari sudut pandang semantik. Di dalam pembelajaran matematika, penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsep-konsep yang telah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika tersebut dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahamannya terhadap konsep tersebut.23 Hendriana pun mengatakan bahwa dalam menggunakan metaphorical thinkingdiperlukan strategi tertentu untuk membantu siswa memahami suatu topik, strategi tersebut diantaranya:24

1. Menggunakan metafora-metafora untuk mengilustrasikan suatu konsep a. Identifikasi terlebih dahulu konsep-konsep utama yang akan diajarkan. b. Pikirkan metafora-metafora yang mungkin untu mengilustrasikan

konsep-konsep tersebut.

c. Pilihlah salah satu metafora yang paling cocok.

d. Rencanakanlah cara-cara untuk mendiskusikan metafora atau analogi tersebut supaya siswa tidak bingung. Dalam hal ini kita harus yakin bahwa para siswa memiliki pengetahuan yang cukup untuk berpikir metaforis.

2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan metafora-metafora mereka sendiri

23

Ibid., h. 47 – 48 24

(34)

a. Perbedaan kultur dan adat istiadat menyebabkan berbeda pula sarana dan landasan pemahaman siswa dalam menganalogikan suatu topik.

b. Berilah kesempatan kepada siswa untuk bertukar analogi sehingga mereka berdiskusi satu sama lain.

3. Mendiskusikan landasan pemahaman berpikir metaforis dengan menganalisis alasan-alasan yang melatarbelakangi analogi (metafora-metafora) yang dipilih.

4. Membandingkan keberartian metafora-metafora tersebut dari berbagai kultur.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir metaforis merupakan suatu proses berpikir menggunakan metafora-metafora yang tepat dalam mengilustrasikan suatu konsep utnuk mengoptimalkan pemahaman mengenai konsep itu sendiri. Pendekatan pembelajaran metaphorical thinking

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan merepresentasikan konsep-konsep matematis ke dalam konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.

Tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pertama: pemberian masalah kontekstual

Guru memulai pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Tahap kedua: identifikasi konsep-konsep utama

a. Siswa diminta untuk mengilustrasikan konsep-konsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan.

b. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengumpulkan data dan informasi dari masalah kontekstual yang diberikan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dalam lembar kerja siswa.

(35)

a. Pada tahap ini guru memberikan contoh metafora untuk mengilustrasikan model dari masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.

b. Siswa menyampaikan metafora-metafora mereka sendiri dalam mengilustrasikan konsep.

c. Siswa bertukar metafora dengan teman sekelompok sehingga mereka berdiskusi.

4. Tahap keempat: penyimpulan

a. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep inti masalah yang berhubungan dengan materi pokok yang sedang dipelajari.

b. Guru dan siswa berdiskusi landasan pemahaman berpikir metaforis dengan menganalisis alasan-alasan yang melatarbelakangi metafora yang dipilih.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran yang masih banyak digunakan di sekolah adalah pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional antar sekolah bisa saja berbeda, tergantung pada strategi pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tersebut. Pembelajaran konvensional yang biasa digunakan di sekolah yang akan diteliti menggunakan strategi ekspositori.

Wina Sanjaya menjelaskan bahwa strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang menekankan proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada siswa agar siswa dapat menguasai materi secara optimal.25 Strategi ekspositori merupakan strategi yang berpusat pada guru (teacher centered), dimana guru menjelaskan materi ajar dan siswa mendengarkan serta mencatat apa yang dijelaskan guru.

Tahapan-tahapan strategi ekspositori yang biasa dilakukan guru tersaji dalam tabel 2.2 berikut:26

25

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. VII, h. 179.

26

(36)
[image:36.595.108.518.114.573.2]

Tabel 2.2

Tahapan Pembelajaran Konvensional

Tahapan Kegiatan

1. Persiapan (Preparation)  Memberikan sugesti yang positif dan menghindari sugesti negatif

 Mengemukakan tujuan pembelajaran  Melakukan review

2. Penyajian (Presentation)  Menyampaikan materi pelajaran yang sudah dipersiapkan

3. Menghubungkan (Correlation)

 Menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memahami keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya

4. Menyimpulkan (Generalization)

 Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan

 Memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang disajikan

 Membuat mapping keterkaitan antarmateri pokok-pokok materi

5. Penerapan (Aplication)  Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan

 Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang disajikan

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Heris Hendriana dengan judul penelitian “Pembelajaran Matematika Humanis dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa” menemukan bahwa kepercayaan diri siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.27

2. M. Afrilianto dengan judul penelitian “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan

Metaphorical Thinking” menemukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan kompetensi strategi matematis siswa

27

(37)

yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.28

3. Leo Adhar Effendi dengan judul penelitian “Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP” menemukan bahwa perbedaan pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan pada perbedaan kemampuan representasi matematis siswa, siswa yang diberikan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing memiliki kemampuan representasi matematis yang lebih baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.29

C. Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran matematika bukanlah hanya sekedar mentransfer ide/gagasan dan pengetahuan dari guru kepada siswa. Tetapi lebih dari itu, proses pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang dinamis, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memikirkan gagasan-gagasan yang diberikan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran matematika sebenarnya merupakan kegiatan interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa, dan siswa-guru untuk memperjelas pemikiran dan pemahaman terhadap suatu gagasan.

Kemampuan yang sekarang masih jarang diteliti adalah kemampuan representasi matematis siswa. Kemampuan representasi matematis siswa khususnya pada siswa menengah pertama masih rendah. Selain akibat dari kurang kondusifnya lingkungan belajar, juga disebabkan oleh kemampuan guru dalam memilih pendekatan dan model pembelajaran.

Gerald Goldin dan Nina Shteingold menyatakan bahwa beberapa keterkaitan yang penting bisa terjadi di antara representasi-representasi yang nyata atau antar

28

M. Afrilianto, Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking, Jurnal Infinity, 1, 2012, h. 201

29

Leo Adhar Effendi, Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP,

(38)

sistem representasi, termasuk penggunaan analogi, perumpamaan, dan metafora seperti kesamaan struktur dan perbedaan antar sistem representasi.30 Mayer mengatakan bahwa metafora dalam pembelajaran merupakan salah satu yang berhasil menginduksi representasi yang dapat membentuk dasar penalaran.31 Representasi memiliki keterkaitan yang penting dalam metafora. Representasi pun dapat diinduksi dengan metafora.

Pendekatan pembelajaran metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk memahami suatu konsep. Menurut Holyoak dan Thagard, metafora berasal dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa.32 Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, Hendriana mendefinisikan berpikir metaforis sebagai suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkret dengan membandingkan dua hal yang berbeda makna.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dimana proses pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking diawali dengan memberikan masalah kontekstual yang kemudian dimodelkan dengan mengilustrasikan konsep-konsep utama, hal ini tercakup dalam indikator representasi matematis “membuat situasi masalah berdasarkan data-data yang diberikan”. Selanjutnya siswa diminta untuk menyampaikan metafora-metafora mereka dalam mengilustrasikan konsep, hal ini tercakup dalam indikator representasi matematis “menuliskan/menyampaikan interpretasi dari suatu representasi”

Rendahnya kemampuan representasi matematis siswa disebabkan oleh faktor kurang terlatihnya siswa untuk menghadapi permasalahan dunia nyata padahal mereka sering menemukannya di kehidupan sehari-hari. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking di dalam kelas, siswa

30

Gerald Goldin dan Nina Shteingold, System of Representation and the Development of Mathematical Concepts, dalam Albert A. Cuoco dan Frances R. Curcio, The Roles of Representation in School Mathematics, Year Book 2001, h. 2

31

Andrew Orthony, Metaphor and Thought, (Cambridge: The Press Syndicate of the University of Cambridge, 1993), second edition, h. 15

32

(39)

dapat merasakan langsung belajar matematika sambil memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehar-hari. Mereka menjadi lebih merasakan manfaatnya belajar matematika.

Untuk itu melalui pendekatan metaphorical thinking, diharapkan kemampuan representasi matematis siswa dapat meningkat. Karena siswa dilatih untuk mengkonseptualisasikan konsep-konsep abstrak dan memecahkan berbagai macam permasalahan yang muncul di sekitarnya.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoretik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran

metaphorical thinking lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional.”

Kemampuan Representasi Matematis

Pendekatan Pembelajaran

Metaphorical Thinking

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Rendah

(40)

23 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTsN Tangerang II Pamulang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013/2014 di kelas VII selama bulan Mei sampai Juni.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen semu (quasi experimental), yaitu penelitian yang pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel.1 Penelitian ini mendekati eksperimen murni dimana tidak mungkin mengadakan kontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen

[image:40.595.119.512.301.701.2]

Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only design, dengan pola sebagai berikut:2

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

E XE O K XK O Keterangan:

E : Kelas eksperimen K : Kelas kontrol

XE : Perlakuan yang dilakukan di kelas eksperimen, yaitu pendekatan pembelajaran metaphorical thinking

XK : Perlakuan yang dilakukan di kelas kontrol, yaitu pendekatan pembelajaran konvensional

O : Post-test

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), cet.VII, h. 59

2

(41)

Rancangan ini terdiri atas dua kelompok, kelompok pertama merupakan kelompok eksperimen dan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol. Siswa pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dan siswa pada kelompok kontrol diajarkan dengan pendekatan konvensional.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditentukan populasi penelitian. Populasi merupakan kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian.3 Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa MTsN II Pamulang, sedangkan populasi terjangkau adalah siswa kelas VII MTsN II Pamulang.

Sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.4 Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan 2 unit kelas dari beberapa kelas yang ada, dari 2 kelas tersebut diundi kelas mana yang akan menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan pemberian tes representasi matematis yang sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut sebagai berikut:

1. Variabel yang diteliti

Variabel bebas : Pendekatan pembelajaran metaphorical thinking

Variabel terikat : Kemampuan representasi matematis siswa

3

Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., h. 250 4

(42)

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi sampel penelitian dan guru matematika.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan representasi matematis. Soal tes disusun dalam bentuk uraian (essay) untuk mengukur tingkat kemampuan representasi matematis siswa. Sebelum digunakan, soal tes tersebut diuji cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui ketepatan dan keandalan instrumen dalam mengukur aspek yang diinginkan.

Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas, reabilitas dan objektivitas. Maka sebelum soal tersebut diberikan kepada siswa, soal itu harus dianalisis validitas, reabilitas dan daya pembedanya serta indeks kesukaran soal. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Reabilitas berkaitan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Sehingga kedua hal tersebut sangat penting diuji terlebih dahulu agar hasil yang didapatkan dapat memenuhi standar penilaian.

1. Validitas

Validitas adalah keadaan yang menggambarkan sejauhmana suatu tes mampu mengukur apa yang akan diukur.5 Dengan kata lain suatu instrumen harus memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam mengungkap aspek yang hendak diukur.

Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product Moment:

∑ ∑ ∑ √ ∑ ∑ ∑ ∑

5

(43)

Keterangan:

: Koefisien antara variabel X dan variabel Y N : Banyaknya siswa

X : Skor item soal Y : Skor total

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus diketahui hasil perhitungan rhitung dibandingkan rtabel Product Moment pada α = 0,05. Jika hasil perhitungan rhitung ≥rtabel maka soal tersebut valid. Jika hasil peerhitungan

rhitung ≤rtabel maka soal tersebut dinyatakan tidak valid.

[image:43.595.121.507.294.616.2]

Dari sepuluh item soal yang diujicobakan dan dilakukan perhitungan validitasnya, terdapat dua soal yang tidak valid. Hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3. 2

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen No.

Butir

Indikator Representasi

Validitas

Keputusan r hitung Kriteria

1a Visual 0,185 Invalid Tidak digunakan

1b Teks tertulis 0,179 Invalid Tidak digunakan 2 Ekspresi matematis 0,493 Valid Digunakan 3 Ekspresi matematis 0,854 Valid Digunakan

4a Visual 0,834 Valid Digunakan

4b Teks tertulis 0,807 Valid Digunakan

5a Visual 0,433 Valid Digunakan

5b Teks tertulis 0,639 Valid Digunakan

6a Visual 0,791 Valid Digunakan

6b Teks tertulis 0,498 Valid Digunakan

2. Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui keandalan instrumen. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien alpha (alpha cronbach), yaitu:6

6

(44)

∑ Keterangan:

: Koefisien reliabilitas

: Banyaknya butir soal yang valid ∑ : Jumlah varians skor tiap-tiap item soal

[image:44.595.106.517.105.549.2]

: Varians skor total

Tabel 3. 3

Kriteria Koefisien Reliabilitas7

Koefisien Reliabilitas Kriteria

r11< 0, 20 Sangat rendah

0,20 ≤ r11≤ 0,40 Rendah

0,40 ≤ r11≤ 0,70 Sedang

0,70 ≤ r11≤ 0,90 Tinggi

0,90 ≤ r11≤ 1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas tersebut, nilai r11 = 0,81 berada pada interval 0,70 ≤ r11 ≤ 0,90, maka dari delapan soal yang valid memiliki

derajat reliabilitas tinggi.

3. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang memuat ketiga kriteria, yaitu: sukar, sedang, dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang, dan mudahnya suatu soal disebut tingkat kesukaran

Rumus untuk menghitung taraf kesukaran butir soal yaitu:8

Keterangan

: Tingkat kesukaran

∑ : Jumlah skor siswa pada tiap butir soal

7

Erman Suherman, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Bandung: JICA-UPI), h. 139 8

(45)

: Skor maksimum : Jumlah peserta tes

[image:45.595.120.499.195.617.2]

Tolak ukur untuk menginterpretasikn tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3. 4

Kategori Tingkat Kesukaran9

Nilai p Kategori

Soal sukar

Soal sedang

Soal mudah

Rekapitulasi tingkat perhitungan hasil tes disajikan pada tabel 3.5 berikut:

Tabel 3. 5

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran

No. Butir Indikator Representasi Tingkat Kesukaran

p Kriteria

1a Visual 0,82 Mudah

1b Teks tertulis 0,92 Mudah

2 Ekspresi matematis 0,38 Sedang

3 Ekspresi matematis 0,70 Sedang

4a Visual 0,55 Sedang

4b Teks tertulis 0,38 Sedang

5a Visual 0,53 Sedang

5b Teks tertulis 0,26 Sukar

6a Visual 0,68 Sedang

6b Teks tertulis 0,60 Sedang

4. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk mengelompokkan siswa kedalam kelompok atas (kelompok siswa

9

(46)

berkemampuan tinggi) dan kelompok bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus:10

∑ ∑

Keterangan:

: daya pembeda

: tingkat kesukaran kelompok atas : tingkat kesukaran kelompok bawah

∑ : jumlah skor siswa kelompok atas pada setiap butir soal ∑ : jumlah skor siswa kelompok bawah pada setiap butir soal

: skor maksimum

: jumlah peserta tes kelompok atas

: jumlah peserta tes kelompok bawah

[image:46.595.122.511.161.646.2]

Tolak ukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal digunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3. 6

Interpretasi Daya Pembeda11

Nilai Interpretasi

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

Rekapitulasi hasil perhitungan uji daya pembeda instrumen disajikan pada tabel 3.7 berikut:

10

Ibid., h. 32 11

(47)
[image:47.595.122.506.114.683.2]

Tabel 3. 7

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pembeda

No. Butir Indikator Representasi Daya Pembeda

D Kriteria

1a Visual 0,06 Jelek

1b Teks tertulis 0,06 Jelek

2 Ekspresi matematis 0,44 Baik

3 Ekspresi matematis 0,72 Sangat Baik

4a Visual 0,69 Baik

4b Teks tertulis 0,72 Sangat Baik

5a Visual 0,25 Cukup

5b Teks tertulis 0,61 Baik

6a Visual 0,28 Cukup

6b Teks tertulis 0,47 Baik

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen, maka dari 10 butir instrumen yang diujicobakan hanya 8 butir yang digunakan pada posttest di akhir pembelajaran. Secara rinci, data mengenai instrumen yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3. 8

Butir Instrumen yang Digunakan

No. Butir Indikator

Representasi Keterangan

1a Visual Tidak digunakan

1b Teks tertulis Tidak digunakan

2 Ekspresi matematis Digunakan

3 Ekspresi matematis Digunakan

4a Visual Digunakan

4b Teks tertulis Digunakan

5a Visual Digunakan

5b Teks tertulis Digunakan

6a Visual Digunakan

(48)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu suatu teknik analisis yang penganalisaannya dilakukan dengan perhitungan, karena berhubungan dengan angka, yaitu dari hasil tes kemampuan representasi matematis yang diberikan. Penganalisaannya dilakukan dengan membandingkan hasil tes kelas kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional dengan kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking.

Dari data yang telah didapat, kemudian dilakukan perhitungan statistik deskriptif dengan membuat distribusi frekuensi, hitungan mean, median, modus, varians, simpangan baku, ketajaman, dan kemiringan (kurtosis). Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji Chi-kuadrat dan uji Fisher. Setelah itu dilakukan uji statistik inferensia dengan melakukan analisis perbandingan antara kedua kelas tersebut untuk mengetahui kontribusi pendekatan pembelajaran metaphorical thinking terhadap kemampuan representasi matematis siswa. Perhitungan statistik yang digunakan yaitu:

1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

Untuk mengetahui distribusi dari suatu subjek, maka dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji kai-kuadrat (chi-square). Berikut langkah-langkahnya:12

1) Membuat tabel frekuensi data kelompok 2) Menentukan rata-rata ̅

3) Menentukan simpangan baku

12

(49)

4) Menentukan nilai z (suatu bilangan yang dibakukan) dengan rumus:

̅

Keterangan :

z : bilangan yang dibakukan

̅ : nilai rata-rata : simpangan baku

5) Menentukan nilai dengan rumus:

Keterangan:

: nilai chi-square hitung : frekuensi yang diamati : frekuensi yang diharapkan

6) Cari nilai pada tabel chi-square dengan taraf signifikansi

sebesar , dan derajat kebebasan (dk) = k-3 di

Gambar

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Konvensional
Tabel 3. 1 Desain Penelitian
Tabel 3. 2
Tabel 3. 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anda boleh mengulang sesering yang anda perlukan, berilah penilaian terhadap masing-masing sampel : Sangat Anda Tidak Sukai (=1), Tidak Anda Sukai (=2), Anda Sukai (=3), Sangat

2.1.4.5 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Alokasi Belanja Modal Hampir sama dengan PAD, DAU merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk belanja modal guna pengadaan sarana

Pejabat Pengadaan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi

Penelitian ini dilakukan guna menguji kembali faktor – faktor yang mempengaruhi audit report lag dengan menggunakan variabel opini audit, komite audit , dan umur perusahaan dari

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman padi pada umur 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 MST, dan jumlah anakan per rumpun,

BPRS Baiturrahman penulis menyarankan bank harus lebih berhati-hati dalam mengelola pembiayaan- pembiayaan yang diberikan kepada nasabah oleh pihak bank dan harus sesuai

Sumber-sumber lain yang juga dapat digunakan dalam penelitian yaitu arsip-arsip dari Sinode GMIBM dan arsip Gereja GMIBM Pusat Kotamobagu serta laporan-laporan

Jumlah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Adapun jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pratama Medan Polonia adalah berjumlah 96