• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Hipotesis

Berdasarkan pemikiran yang terkandung dalam masalah pokok dan tujuan yang hendak dicapai maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

1. Diduga bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

2. Diduga bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Diduga bahwa desentralisasi fiskal dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, yaitu metode penelitian yang merupakan pendekatan ilmiah terhadap keputusan ekonomi. Pendekatan metode ini berangkat dari data lalu diproses menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan. Metode ini juga harus menggunakan alat bantu kuantitatif berupa data runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder.

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan Ekonomi diukur dengan rumus Pertumbuhan Ekonomi =(PDRBt−PDRBt−1)

PDRBt−1  100%

Dimana:

PDRBt = Produk domestik regional bruto pada tahun t

PDRBt-1 = Produk domestik regional bruto satu tahun sebelum tahun t Satuan dari variabel pertumbuhan ekonomi adalah persen.

Menurut Ebel dan Yilmaz (2002) mengenai pengukuran derajat desentralisasi fiskal dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan derajat desentralisasi fiskal share penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Memilih sumber pendapatan sebagai indikator

35

desentralisasi fiskal dikarenakan keterbatasan data yang tersedia dari sisi pengeluaran. Satuan dari variabel desentralisasi fiskal adalah rupiah.

DFit =PADit

TPDit× 100%

Dimana:

DFit = Derajat desentralisasi fiskal, pada tahun t PADit = Pendapatan asli daerah, pada tahun t TPDit = Total penerimaan daerah, pada tahun t

Dalam mengukur Pengeluaran pemerintah variabel ini diproksi dengan belanja daerah dalam satuan rupiah dalam APBD Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengeluaran/belanja diukur dengan rumus:

Efektivitas Belanja  belanja daerah

Pendapatan × 100%

B. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara dan diperoleh dari BPS dan BPKAD Provinsi Sulawesi Selatan.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, antara lain :

1. Data pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan pada kurun waktu 2011–2020 bersumber dari BPS Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Data realisasi penerimaan pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011-2020 bersumber dari DJPK kemenkeu Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Data realisasi belanja pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011-2020 bersumber dari DJPK kemenkeu Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Metode Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka dan teknik dokumentasi. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan,literatur,dokumentasi dan lain–lain yang masih relevan dan teknik dokumentasi dilakukan dengan menelusuri dan mendokumentasikan data – data dan informasi yang berkaitan dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi dari Badan Pusat Statistika (BPS) dan DJPK Kemenkeu Provinsi Sulawesi Selatan.

Data yang diperoleh adalah data dalam bentuk tahunan untuk masing–masing variabel.

D. Metode Analisis

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan data runtut waktu (time series). Untuk menguji bisa tidak regresi tersebut digunakan dan untuk menguji hipotesis yang dilakukan, maka diperlukan pengujian pengaruh variabel independen dan dependen di persamaan berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e Dimana:

Y = Pertumbuhan ekonomi β0 = Konstanta

X1 = Desentralisasi fiskal X2 = Pengeluaran pemerintah

β12 = Koefisien regresi variabel independent e = Error

37

2. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda. Uji asumsi klasik terbagi menjadi empat yaitu:

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Salah satu metode untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan metode analisis grafik baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara normal probability plot. Normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik normal P-plot atau dengan melihat histogram dari residualnya.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen. Toleransi mengukur variabilitas independen yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan aturan variance inflation factor (VIF) dan tolerance, maka apabila VIF melebihi angka 10 atau tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinieritas. Sebaliknya jika nilai VIF kurang dari dari 10 atau tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinieritas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu metode analisis untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan pengujian nilai Lagrange Multiplier Test atau LM Test. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas

dari autokorelasi.

Kriteria penilaian dengan uji Lagrange Multiplier Test atau LM Test. adalah sebagai berikut.

1) Jika X2 hitung < X2 tabel maka tidak terjadi gejala autokorelasi 2) Jika X2 hitung > X2tabel maka terjadi gejala autokorelasi

Rumus untuk mencari X2hitung sebagai berikut:

X2 = N  R square d. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah heteroksiditas atau tidak terjadi heteroksiditas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroksiditas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik.

Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dilakukan dengan melihat grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah distudentized.

Dasar analisis yang digunakan dalam uji heterokedastisitas dijelaskan sebagai berikut :

39

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bentuk gelombang, melebar kemudian menyempit), menunjukkan telah terjadi heteroskedastiisitas.

2) Jika tidak ada pola tertentu dan titik-titik menyebar di atasnya dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas, yang menunjukkan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas.

3. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah dalam penelitian, di mana rumusan masalah dalam penelitian yang ada di bab 1 telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dalam penelitian ini menggunakan hipotesis asosiatif untuk melihat hubungan variabel desentraliisasi fiskal dan pengeluatan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah provinsi sulawesi selatan. Uji hipotesis terbagi menjadi:

a. Koefisien korelasi (R)

Koefisien korelasi pada dasarnya merupakan nilai yang menunjukkan tentang adanya hubungan antara dua variabel atau lebih serta besarnya hubungan tersebut.

b. Koefisien Determinasi R-Square(𝐑𝟐 )

Analisis ini digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen.

c. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara signifikan terhadap variabel dependen dengan melihat pengaruh terhadap variabel dependen, dengan kata lain perubahan yang terjadi pada variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh perubuahan variabel independen, di mana tingkat signifikansi yang dignakan yaitu 5%.

d. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing – masing variabel independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing- masing variabel independen dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen secara nyata. Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, di mana tingkat signifikan yang digunakan yaitu 5%.

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di jazira selatan Pulau Sulawesi. Ibu kotanya adalah makassar, dahulu disebut ujung pandang. Provinsi Sulawesi Selatan terletak 012’- 8 lintang selatan dan 11648- 12236’ bujur timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km2 (42% dari luas seluruh Pulau Sulawesi Selatan dan 4,1 % dari luas seluruh Indonesia). Provinsi ini memiliki posisi yang strategis di kawasan timur Indonesia, yang menjadikan provinsi ini sebagai pusat pelayanan di kawasan timur Indonesia maupun skala internasional.

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki batas–batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat 2. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar

3. Sebelah timur berbatasan dengan teluk bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores

Gambaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependent sedangkan desentralisasi fiskal, pengeluaran pemerintah sebagai variabel independent.

B. Deskripsi Data Penelitian

1. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan

Dalam pertumbuhan ekonomi indikator penting untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah (wilayah) adalah dengan melihat data PDRB-nya. Pendapatan nasional yang dapat diwujudkan dalam bentuk produk domestik

regional bruto merupakan gambaran kegiatan perekonomian suatu daerah.

Pengukuran PDRB sangat penting dalam kebijakan makroekonomi. Pengukuran ini dapat digunakan untuk memproses berbagai isu inti yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, siklus usaha, hubungan antara aktivitas ekonomi dan pengangguran, serta ukuran faktor penentu inflasi.

Tabel 4. 1

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2020

Tahun PDRB (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%)

2011 185.708,47 8,13 dipengaruhi oleh perekonomian global maupun lokal yang masih mengalami tekanan akibat krisis menghadapi perekonomian di sulawesi selatan. Kondisi ini mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan masih mengalami tekanan berat, sehingga pertumbuhan ekonomi masih dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam. Laju pertumbuhan ekonomi yang dilihat

43

dari perkembangan PDRB harga konstan tahun 2010 secara umum meningkat, namun beberapa tahun pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2010 mengalami penurunan. Penurunan pertumbuhan yang paling nyata terjadi pada tahun 2020, dimana laju pertumbuhan ekonomi hanya -0,70%. Hal ini disebabkan karena adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada hampir semua sektor disulawesi selatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran COVID-19 yang semula merupakan krisis kesehatan berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan. Tekanan ekonomi aktibat COVID-19 ditingkat global maupun lokal yang cenderung turun memberikan harapan bagi kinerja investasi.

Namun, pemberlakuan kembali pembatasan aktivitas masyarakat untuk menekan penyebaran COVID-19 menjelang hari libur akhir tahun menahan perbaikan kinerja ekonomi untuk dapat tumbuh positif. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan ekonomi dari sisi lapangan usaha ditopang oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan kontruksi. Perbaikan terjadi ditengah lapangan usaha perdagangan dan industri pengolaan yang kembali terkontruksi lebih dalam dipengaruhi oleh terbatasnya konsumsi masyarakat. Dengan prasyarat terkendalinya penyebaran COVID-19 serta perkembangan positif vaksinasi, ekonomi sulawesi selatan pada tahun selanjutnya diperkirakan melanjutkan perbaikan secara bertahap.

2. Desentralisasi Fiskal Di Provinsi Sulawesi Selatan

Desentralisasi fiskal sulawesi selatan merupakan perwujudan dari visi pemerintah daerah, yang bertujuan untuk mewujudkan sulawesi selatan, dengan

pemerintahan yang baik dan cakap (good governance) dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik dan sebesar-besarnya kepada masyarakat sulawesi selatan.

Perkembangan desentralisasi fiskal dilihat dari rasio pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah, seperti terlihat pada tabel 4.2 sebagai representasi kemandirian daerah.

Tabel 4. 2

Derajat Desentralisasi Fiskal Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2020

Tahun Pendapatan Asli Daerah (Rp)

Total Penerimaan Daerah (Rp)

Derajat Desentralisasi Fiskal (%) 2011 1.959.515.902.110 3.110.566.841.413 63,00 2012 2.198.776.396.285 4.433.963.019.651 49,59 2013 2.560.045.632.512 4.867.592.611.713 52,59 2014 3.029.122.238.496 5.503.150.075.066 55,04 2015 3.270.828.511.467 6.105.815.095.558 53,57 2016 3.449.561.308.105 7.162.588.691.183 48,16 2017 3.679.083.943.914 9.055.278.907.514 40,63 2018 3.948.349.252.423 9.252.221.942.175 42,67 2019 4.138.631.215.915 9.573.910.861.961 43,23 2020 1.799.440.836.893 4.924.335.300.013 36,54

45

Sumber : DJPK kemenkeu

Tabel 4.2 menujukkan bahwa derajat desentralisasi fiskal sasaran yang dicapai oleh setiap tahunnya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Derajat desentralisasi fiskal tahun 2012-2016 meningkat (dapat dilihat dari proporsi derajat desentralisasi fiskal tahun 2012-2016 dari 49,59% sampai 48,16%. Data menunjukkan bahwa efektif belanja pemerintah daerah dalam menunjang aktifitas perekonomian masyarakat seperti pembangunan sarana umum, selain itu dengan pengalokasian yang tepat pada belanja pemerintah maka pendapatan daerah meningkat.

Pada tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa yang memiliki derajat desentralisasi fiskal tertinggi adalah pada tahun 2011 yaitu sebesar 63,00%, sedangkan derajat desentralisasi fiskal terendah adalah pada tahun 2020 yaitu sebesar 36,54%. Data tersebut mendeskripsikan bahwa desentralisasi fiskal dicapai oleh setiap tahunnya berfluktuasi dari tahun ke tahun dan pada tahun 2020 angka derajat desentralisasi fiskal merupakan angka yang terendah bagi sulawesi selatan.

Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kemampuan keuangan daerah yang dimiliki sulawesi selatan.

Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal adalah bagaimana daerah dapat mengatasi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dalam hak ketergantungan fiskal untuk kebutuhan segala kegiatan pembangunan daerah (Kuncoro,2004). Keberhasilan desentralisasi fiskal tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi desentralisasi fiskal. Dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien

untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatnya pemeraraan dan keadilan.

Untuk melihat ketergantungan fiskal pemerintah daerah dapat dilakukan dengan mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dan mengukur kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi desentralisasi fiskal khususnya dibidang keuangan, dapat diukr dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan bisa didanai sepenuhnya oleh pendapatan asli daerah dan dana penerimaan. Mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan menggunakan indikator derajat desentralisasi fiskal (Musgrave & Musgrave, 1980). Sedangkan untuk melihat kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi desentralisasi fiskal daerah khususnya dibidang keuangan, dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh pendapatan asli daerah dan dana penerimaan (sumarsono, 2009).

3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah harus dilakukan guna membiayai berbagai aktivitas atau fungsi yang menjadi tanggung jawabnya (Muluk,2005). Dalam mengalokasikan belanja terkait pengeluaran pemerintah setiap tahunnya dituangkan dalam APBD. APBD pada dasarnya mencakup rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan oleh pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran untuk menjalankan kewenangannya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan publik. Belanja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah total belanja tidak langsung terhadap total belanja dan belanja langsung terhadap total

47

belanja, sebagai tolak ukur untuk melihat sejauh mana pengeluaran/belanja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4. 3

Belanja Pemerintah Daerah Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2020

Tahun Pendapatan Belanja Daerah Belanja (%)

2011 3.110.566.841.413 3.177.043.309.756 102,14 2012 4.433.963.019.651 4.603.648.280.427 103,83 2013 4.867.592.611.713 4.924.217.349.190 101,26 2014 5.503.150.075.066 5.599.423.492.338 101,75 2015 6.149.604.542.113 6.105.815.095.558 99,29 2016 7.162.588.691.183 6.930.978.668.388 96,77 2017 9.055.278.907.514 8.892.158.631.536 98,20 2018 9.252.221.942.175 9.322.152.987.945 100,76 2019 9.573.910.861.961 9.491.447.901.636 99,14 2020 4.924.335.300.013 3.553.369.805.163 72,16 Sumber : DJPK kemenkeu (diolah)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami fluktuasi pada beberapa tahun tertentu dan cenderung menurun. Tingkat belanja di sulawesi selatan mencapai angka tertinggi pada tahun 2012-2016 dan 2011 yaitu pada tahun 2012 sebesar 103,83 sedangkan pada tahun 2016 sebesar 96,77%. Hal ini disebabkan karena pengelolaan keuangan daerah belum efektif, karena di dalamnya masih ada program/kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dan sedikit yang terlaksana pada tahun anggaran yang bersangkutan.

Tidak realisasinya anggaran ini disebabkan oleh beberapa faktor penyebab diantaranya lemahnya perencanaa yang sering memakan waktu lama dan menyebabkan keterlambatan pada pengesahannya menjadikan target realisasi anggaran tidak tercapai, perancanaan anggaran yang kurang tepat akan menyulikan dalam hal pembahasan anggaran, pelaksanaan anggaran tidak dipahami dengan

baik. Semua itu dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mengingat pentingnya terhadap laporan keuangan sebagai alat informasi dalam menilai kondisi keuangan yang telah diuraikan serta beberapa faktor yang menyebabkan teralisasinya anggaran suatu lembaga.

C. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan uji statistk yang digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu model regresi dapat disebut sebagai model yang baik. model regresi disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi-asumsi klasik yaitu normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Proses pengujian asumsi klasik menggunakan SPPS dilakukan bersamaan denga proses uji regresi sehingga langkah-langkah menggunakan langkah kerja yang sama dengan uji regresi.

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik.

Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan dengan melihat histogram dari residualnya:

49

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regrsi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 4. 1 Grafik Histogram

Sumber : Output SPSS (diolah)

Gambar 4. 2 Grafik Uji Normalitas

Sumber : Output SPSS (diolah)

Berdasarkan gambar 4.1 gambar histogram terlihat bahwa pola distribusi mendekati normal, karena data mengikuti arah garis grafik histogramnya dapat diketahui bahwa uji normalitas terpenuhi. Dari gambar 4.2 Normal Probability Plot menunjukkan bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan menunjukkan pola distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi dan layak dipakai untuk memprediksi variabel pertumbuhan ekonomi berdasarkan variabel bebas.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi variabel bebas (independen). Model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Tolerance mengukur variabilitas independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel lainnya.

Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance, maka apabila VIF melebihi angka 10 atau tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinieritas. Sebaliknya jika nilai VIF kurang dari 10 atau tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejalah multikolinieritas.

Tabel 4. 4 Uji Multikolinearitas Coefficients

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

Desentralisasi Fiskal .631 1.585

Pengeluaran Pemerintah .631 1.585

51

Sumber : Output SPSS (diolah)

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka dapat diketahui nilai VIF untuk masing-masing variabel penelitian sebagai berikut:

1) Nilai VIF untuk variabel desentralisasi fiskal sebesar 1,585 < 10 dan nilai toleransi sebesar 0,631 > 0,10 sehingga variabel desentralisasi fiskal dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinieritas.

2) Nilai VIF untuk pengeluaran pemerintah sebesar 1,585 < 10 dan nilai toleransi sebesar 0,631 > 0,10 sehingga variabel pengeluaran pemerintah dinyatakan tidak terjadi multikolonieritas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Dalam penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier Test atau LM Test untuk mendeteksi ada atau tidaknya

korelasi. Kriteria penilaian dengan uji Lagrange Multiplier Test atau LM Test adalah sebagai berikut.

1) Jika X2hitung < X2 tabel maka tidak terjadi gejala autokorelasi 2) Jika X2 hitung > X2 tabel maka terjadi gejala autokorelasi

Rumus untuk mencari X2hitung sebagai berikut:

X2hitung = N  R square

Tabel 4. 5 Uji Autokorelasi Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 ,864a ,747 ,409 ,41040462

a. Predictors: (Constant), UT_2, Pengeluaran Pemerintah, UT_1, Desentralisasi Fiskal

Sumber : Output SPSS (diolah)

Berdasarkan klasifikasi nilai LM Test yaitu α = 0,05, df= 2, n = 10.

X2hitung = N  R square ( 10  0, 747 = 7,47) X2tabel = 5,991

Berdasarkan hasl diatas, menunjukkan bahwa X2hitung < X2tabel (7,47 < 5,991) maka disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi.

e. Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik, yaitu lihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID, Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

53

Gambar 4. 3 Grafik Scatterplot

Sumber : Output SPSS (diolah)

Berdasarkan gambar 4.5 tersebut, terlihat titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroksiditas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan masukan variabel independennya.

2. Analisis Hasil Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Pada analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis data di lakukan dengan menggunakan sofware SPSS versi 26. Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients tabel 4.6 berikut.

Tabel 4. 6 Hasil Penelitian

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -17,856 1,956 -9,127 ,000

Desentralisasi Fiskal ,015 ,028 ,053 ,543 ,604

Pengeluaran

Pemerintah ,242 ,025 ,945 9,605 ,000

Sumber : Output SPSS (diolah)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas maka dapat pengaruh desentralisasi fiskal dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat di buat kedalam

Berdasarkan tabel 4.6 di atas maka dapat pengaruh desentralisasi fiskal dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat di buat kedalam

Dokumen terkait