• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kalimat

1. Pengertian Kalimat

Menurut Alwi, dkk., (TBBBI Edisi ke-3 2010: 317), kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma(,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir atau turun (Ramlan, 2005: 23). Menurut Rahardi (2010: 4), sekurang-kurangnya kalimat dalam bahasa Indonesia terdiri atas dua buah unsur pokok, yakni subjek dan predikat. Dalam konstruksi yang lengkap, kedua unsur

pokok itu dapat dilengkapi lagi dengan objek, komplemen atau pelengkap, dan keterangan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut berkaitan dengan pengertian kalimat, peneliti menyimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan.

2. Bagian-bagian Kalimat

Menurut Alwi, dkk (2010: 318), dilihat dari segi bentuknya kalimat dapat dirumuskan sebagai kontruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Antara kalimat dan kata terdapat dua satuan sintaksis, yaitu klausa dan frasa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung predikasi (Alwi, dkk , 2010: 318). Menurut Ramlan (2005: 23), klausa terdiri dari S P (O) (P) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka.

Menurut Alwi (2010: 318), frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak mengandung predikasi. Sedangkan menurut Ramlan (2005: 138), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

Kalimat pada dasarnya terdiri dari unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur tersebut merupakan unsur yang bersifat wajib. Di samping kedua unsur tersebut, kadang-kadang ada kata atau kelompok kata yang dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi status bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi ada pula yang tidak (TBBBI, 2010: 321). Misalnya “Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.”

Berdasarkan contoh di atas, dapat dibedakan unsur kalimat atas unsur wajib dan unsur tak wajib (manasuka). Unsur wajib itu terdiri atas konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsur takwajib terdiri atas konstituen kalimat yang dapat dihilangkan. Dengan demikian, bentuk mereka menghadiri pertemuan itu pada contoh yang terdapat pada paragraf sebelumnya termasuk unsur wajib kalimat, sedangkan barangkali dan kemarin sore unsur takwajib. (TBBBI, 2010:322).

Menurut Ramlan (2005: 23), berdasarkan unsurnya kalimat terdiri dari kalimat berklausa dan kalimat tidak berklausa. Dalam hal ini, klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat disertai objek, pelengkap dan keterangan. Kalimat tidak berklausa adalah kalimat yang tidak terdapat satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat yang disertai objek, pelengkap dan keterangan. Contoh tentang kalimat tidak berklausa dapat dicermati dalam kalimat berikut.

a. Astaga! b. Selamat pagi. c. Bagaimana?

Judul suatu karangan merupakan sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Jika terdiri dari S P (O) (PEL) (KET) kalimat judul itu termasuk golongan kalimat berklausa. Contoh kalimat judul yang termasuk golongan kalimat berklausa adalah sebagai berikut.

b. Perjudian dan HO Sudah Tidak Ada Lagi

c. Seratus Orang Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan

Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, maka kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa yang semuanya berwujud satuan frase. Contoh kalimat judul yang termasuk golongan kalimat tak berklausa adalah sebagai berikut.

a. Tantangan Pembangunan Ekonomi Indonesia.

b. Dua Bidang Terlemah Dalam Pelaksanaan Transmigrasi.

c. Seorang Pendeta dari Gunung Wilis.

d. Polandia dan Doktrin Brezhnev.

3. Fungsi Sintaksis Unsur-Unsur Kalimat

Menurut Alwi, dkk (2010: 333), Untuk dapat mengetahui fungsi unsur kalimat, kita perlu mengenal ciri umum tiap-tiap fungsi sintaksis. Subjek merupakan fungsi sintaksis yang berupa nomina, frasa nominal, atau klausa seperti contoh berikut (Alwi, dkk, 2010: 334-335).

a. Harimau binatang liar. b. Anak itu belum makan.

c. Yang tidak ikut upacara akan ditindak.

Subjek sering juga berupa frasa verbal. Contoh kalimat yang mempunyai subjek berupa frasa verbal.

b. Berjalan kaki menyehatkan tubuh.

Pada umumnya, subjek terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Contoh kalimat yang mempunyai subjek di sebelah kanan predikat adalah sebagai berikut.

a. Manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian tidak banyak. Tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.

Subjek pada kalimat imperaktif adalah orang kedua atau orang pertama jamak dan biasanya tidak hadir. Contoh kalimat imperatif yang mempunyai subjek berbentuk orang kedua adalah sebagai berikut.

a. Tolong [kamu] bersihkan meja ini. b. Mari [kita] makan.

Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan seperti tampak pada contoh berikut.

a. Anak itu [S] menghabiskan kue saya. b. Kue saya dihabiskan (oleh) anak itu [Pel].

Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional. Contoh kalimat yang mempunyai predikat yang berupa frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeral, dan frasa preposisional adalah sebagai berikut.

a. Ayahnya guru bahasa Inggris. (P=FN) b. Adiknya dua. (P=FNum)

c. Ibu sedang ke pasar. (P=Fprep) d. Dia sedang tidur. (P=FV)

e. Gadis itu cantik sekali. (P= FAdj)

Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letak objek selalu setelah langsung predikatnya. Sufiks -kan- dan i serta prefiks meng- umumnya merupakan pembentuk verba transitif. Pada contoh (1) berikut Icuk merupakan objek yang dapat dikenal dengan mudah oleh kehadiran verba transitif bersufiks –kan: menundukkan.

a. Morten menundukkan Icuk.

Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Jika objek tergolong nomina, frasa nominal tak bernyawa, atau persona ketiga tunggal, nomina objek itu dapat diganti dengan pronomina –nya; dan jika berupa pronomina aku dan kamu (tunggal), bentuk –ku dan –mu dapat digunakan. Contoh kalimat yang mengandung nomina objek dapat diganti dengan pronomina adalah sebagai berikut.

a. Adi mengunjungi Pak Rustam. Adi mengunjunginya.

b. Beliau mengatakan (bahwa) Ali tidak akan datang. Beliau mengatakannya.

c. Saya ingin menemui kamu/-mu. d. Ina mencintai dia/-nya.

Selain satuan berupa nomina dan frasa nominal, objek dapat pula berupa klausa seperti pada contoh berikut.

a. Pemerintah mengumumkan (bahwa) harga BBM akan naik.

Objek pada kalimat aktif akan menjadi subjek jika kalimat itu dipasifkan seperti contoh berikut.

a. Pembantu membersihkan ruangan saya. [O]

b. Ruangan saya (S) dibersihkan (oleh) pembantu. [Pel]

Orang sering menggabungkan pengertian objek dan pelengkap. Hal tersebut dapat dimengerti karena antara kedua fungsi tersebut memang terdapat kesamaan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama, yakni di belakang verba.

Pada contoh di atas tampak bahwa ruangan saya adalah frasa nominal dan berdiri di belakang verba membersihkan, kemudian oleh pembantu juga berdiri di belakang verba dibersihkan. Akan tetapi, pada kalimat (a) frasa nominal tersebut dinamakan objek, sedangkan pada (b) disebut pelengkap, yang juga dinamakan komplemen. Objek pada kalimat (a) berubah menjadi subjek pada kalimat (b) karena kalimat (a) merupakan kalimat aktif yang diubah menjadi kalimat pasif yang terdapat pada kalimat (b).

Persamaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-ciri berikut.

Objek Pelengkap

Perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-ciri berikut.

Objek Pelengkap

1) Berwujud frasa nominal atau klausa.

1) Berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa preposisional, atau klausa.

2) Menjadi subjek akibat pemasifan kalimat.

2) Tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat.

3) Dapat diganti dengan pronominal -nya.

3)Tidak dapat diganti dengan –nya- kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya. Keterangan dapat berada di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. Pada umumnya, kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasuka. Keterangan biasanya berupa frasa nominal, frasa preposisional, atau frasa adverbial. Contoh kalimat yang mempunyai fungsi sintaksis keterangan adalah sebagai berikut.

a. Dia memotong rambutnya.

b. Dia memotong rambutnya di kamar. c. Dia memotong rambutnya dengan gunting. d. Dia memotong rambutnya kemarin.

Unsur di kamar, dengan gunting dan kemarin pada contoh di atas merupakan keterangan yang sifatnya manasuka. Selain berupa kata atau frasa, fungsi keterangan dapat pula diisi oleh klausa seperti contoh berikut.

a. Dia memotong rambutnya sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah. b. Dia memotong rambutnya segera setelah dia diterima bekerja di bank.

Makna keterangan ditentukan oleh perpaduan makna unsur-unsurnya. Dengan demikian, keterangan di kamar mengandung makna tempat, dengan gunting mengandung makna alat, kemarin menyatakan makna waktu, dan sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah serta setelah dia diterima bekerja di bank juga mengandung makna waktu.

Sedangkan menurut Ramlan (2005: 82), berdasarkan strukturnya, S dan P dapat ditukarkan tempatnya. Maksudnya, S mungkin terletak di muka P atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. Kalimat (a) dan (b) di atas dapat diubah susunan unsur klausanya menjadi sebagai berikut.

a. Tidak berlari-lari ibu. b. Sangat lemah tubuhnya.

Unsur tidak berlari-lari (a) dan sangat lemah (b) menduduki fungsi P, sedangkan unsur ibu (a) dan tubuhnya (b) menduduki fungsi S. Objek selalu terletak di belakang predikat yang terdiri dari kata verbal transitif. Jika Predikat itu terdiri dari kata verbal transitif, maka klausa tersebut dapat diubah menjadi klausa pasif dan kata yang menduduki fungsi O akan menjadi fungsi S. Contoh kalimat yang mengandung kata verbal transitif yang kemudian dapat diubah menjadi klausa pasif adalah sebagai berikut.

a. Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.

S P O

b. Pesta seni akan diselenggarakan (oleh) pemerintah.

S P Keterangan Pelaku

Pelengkap mempunyai persamaan dengan objek, yaitu selalu terletak di belakang predikat. Perbedaan antara objek dan pelengkap adalah objek selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan pelengkap terdapat

dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif atau juga terdapat dalam klausa pasif. Contoh kalimat yang mengandung fungsi sintaksis pelengkap.

a. Anak itu dibelikan baju baru oleh Pak Sastro.

Frase baju baru pada kalimat (a) menduduki fungsi PEL karena frase itu selalu terletak di belakang predikat dalam klausa pasif. Sedangkan, frase oleh Pak Sastro pada kalimat di bawah ini menduduki fungsi KET karena unsur ini mempunyai letak yang bebas, dapat terletak di depan S P, bahkan dapat juga dipindahkan ke tempat antara S dan P seperti contoh berikut.

a. Oleh Pak Sastro anak itu dibelikan baju baru. b. Anak itu oleh Pak Sastro dibelikan baju baru.

Pada umumnya KET mempunyai letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S dan P, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di antara P dan O serta terletak di antara P dan PEL karena O dan PEL dapat dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P, setidak-tidaknya mempunyai kecenderungan demikian seperti contoh berikut.

a. Akibat taufan desa-desa itu musnah.

Dalam kalimat di atas unsur yang menduduki fungsi KET adalah unsur akibat taufan yang terletak di muka S dan P. Unsur KET itu dapat dipindahkan ke antara S dan P, dan dapat juga dipindahkan ke belakang S dan P, menjadi sebagai berikut.

a. Desa-desa itu akibat taufan musnah. b. Desa-desa itu musnah akibat taufan.

4. Struktur Kalimat Dasar

Menurut Kridalaksana (2008: 228), struktur adalah pengaturan pola-pola secara sintagmatis. Sedangkan kalimat adalah satuan gramatik yang mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan. Jadi, struktur kalimat adalah pengaturan pola satuan gramatik yang sintagmatis untuk mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan.

Alwi (dalam Alwi, dkk., 2010: 320) mengatakan bahwa kalimat merupakan konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Baik kalimat maupun kelompok kata yang menjadi unsur kalimat dapat dipandang sebagai suatu konstruksi. Satuan-satuan yang membentuk suatu konstruksi disebut konstituen. Menurut Alwi, dkk (2010: 326), kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa, unsur-unsurnya lengkap, susunan unsur-unsurnya menurut urutan paling umum, dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Setiap bentuk kata atau frasa yang menjadi konstituen kalimat termasuk dalam kategori kata atau frasa tertentu dan masing-masing mempunyai peran semantis pula. Hubungan antara bentuk, kategori, dan peran itu dapat menjadi lebih jelas jika diperhatikan gambar berikut.

Bentuk Ibu saya Tidak Membeli baju baru untuk kami Minggu lalu

Kategori Kata N Pron Adv V N Adj Prep N N V

Frasa FN FV FV FPrep FN

Fungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

Peran Pelaku Perbuatan Sasaran Peruntung Waktu

Pada gambar 2.1 di atas tampak lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis itu terisi, tetapi paling tidak, ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat (Alwi, dkk 2010: 328). Contoh kehadiran konstituen lain yang ditentukan oleh konstituen pengisi predikat adalah sebagai berikut.

a. Dia (S) tidur (P) di kamar depan (KET) .

b. Mereka (S) sedang belajar (P) bahasa Inggris (Pel) sekarang (Ket). c. Mahasiswa (S) mengadakan (P) seminar (O) di kampus (Ket). d. Buku itu (S) terletak (P) di meja (Ket) kemarin (Ket).

e. Ayah (S) membeli (P) baju (O) untuk adik (Pel) tadi siang (Ket). f. Dia (S) meletakkan (P) uang (O) di atas meja itu (Ket) kemarin (Ket).

Pada contoh di atas konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat, artinya bahwa makna kalimat tetap dapat dipahami. Dari contoh itu hanya kalimat (6) yang memiliki konstituen pengisi kelima fungsi sintaksis, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Pada umumnya banyak dari kalimat yang urutan unsurnya berbeda dengan urutan kelima fungsi sintaksis tersebut, terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan memiliki banyak jenis dan letaknya dapat berpindah-pindah di dalam kalimat, baik di awal, tengah, maupun akhir kalimat.

Contoh keterangan yang letaknya tidak tetap dan dapat berpindah-pindah adalah sebagai berikut.

a. Dita kemarin membeli buku. b. Kemarin Dita membeli buku c. Dita membeli buku kemarin.

Selain itu, ada banyak kalimat yang letak predikatnya mendahului subjek kalimat. Kalimat-kalimat demikian pada umumnya dapat diubah susunannya sehingga berpola S-P. Contoh : Tidak banyak (P) manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian (S) dapat diubah menjadi Manusia hidup dalam kesendirian (S) tidak banyak (P). Pola umum kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah S + P + (O) + (PEL) + (KET). Tanda kurung menyatakan ketiga unsur tersebut tidak selalu harus hadir dalam kalimat dan jumlah keterangan dapat lebih dari satu (Alwi, dkk, 2010: 329).

Dari pola umum kalimat dasar tersebut dapat diturunkan pola dasar kalimat. Menurut Alwi, dkk (2010: 329), ada enam pola dasar kalimat. Keenam pola dasar kalimat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Pola dasar S – P (subjek – predikat)

b. Pola dasar S – P – O (subjek –predikat – objek)

c. Pola dasar S – P – Pel (subjek – predikat – pelengkap)

d. Pola dasar S –P – Ket (subjek – predikat – keterangan)

e. Pola dasar S – P – O – Ket (subjek – predikat – objek – keterangan)

Perluasan pola kalimat dimaksudkan agar informasi yang akan disampaikan dalam kalimat menjadi lebih jelas dan memiliki struktur yang jelas. Contoh kalimat yang mengandung perluasan pola kalimat adalah sebagai berikut.

a. Pada kesempatan itu bupati menyerahkan sejumlah penghargaan kepada warga masyarakat yang telah berjasa kepada daerahnya.

b. Menurut rencana, pertemuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan itu akan diperpanjang sampai minggu depan

Jika dilihat dari jumlah kosakata, kalimat di atas cukup panjang. Walaupun demikian, pola dasar dari kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat yang cukup cukup singkat, seperti:

a. Bupati / menyerahkan / penghargaan.

S P O

b. Pertemuan itu/ akan diperpanjang.

S P

Perluasan tersebut timbul karena keperluan informasi yang disampaikan belum lengkap. Suatu kalimat yang panjang merupakan perluasan dari pola dasar kalimat.

Dengan mengetahui pola dasar kalimat bahasa lisan, diharapkan pemakai bahasa mampu untuk memahami dan memperluas kalimat secara sistematis dan logis sehingga informasi akan jelas dan mudah dipahami. Begitu juga dengan teks tertulis, dengan mengetahui pola-pola dasar kalimat, pembaca dapat memahami setiap kalimat dan unsur-unsur yang ada di dalamnya.

Dokumen terkait