• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KALIMAT, STRUKTUR PARAGRAF, DAN POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF DALAM WACANA PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENDIDIKAN TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR KALIMAT, STRUKTUR PARAGRAF, DAN POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF DALAM WACANA PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENDIDIKAN TAHUN 2014"

Copied!
346
0
0

Teks penuh

(1)

i

STRUKTUR KALIMAT, STRUKTUR PARAGRAF,

DAN POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF

DALAM WACANA PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG

PENDIDIKAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Novie Lita Istiqomah 121224025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan sebagai tanda syukur dan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberi kesehatan, kelancaran dan kehendak-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak dan Ibuku tercinta dan tersayang, Samiyo dan Lilis Eni Rokhimah yang selama ini selalu memberikan doa, restu, kasih sayang, motivasi, dan kepercayaan.

3. Adik tersayang, Maylisa Audry Istiqomah yang selama ini selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan.

4. Teman-teman PBSI kelas A, B, dan C yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, motivasi, dan semangat yang diberikan selama ini.

(5)

v

MOTTO

“Sabar dan Ikhlas.”

-G.A.-

“Kunci utama untuk meraih kesuksesan adalah kerja keras, pantang menyerah, dan doa.”

-Bapak-

“Berbahagialah orang yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri.”

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Istiqomah, Novie Lita. 2016. Struktur Kalimat, Struktur Paragraf, dan Pola

Pengembangan Paragraf dalam Wacana Perundang-Undangan Tentang Pendidikan Tahun 2014. Skripsi. Yogyakarta: Program

Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini struktur kalimat, struktur paragraf, dan pola pengembangan wacana perundang-undangan bidang Pendidikan tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan struktur kalimat, struktur paragraf, dan pola pengembangan paragraf yang digunakan dalam wacana perundang-undangan bidang pendidikan tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan menggunakan teknik dasar sadap, teknik lanjutan catat, dan teknik lanjutan rekam. Metode analisis data yang digunakan adalah metode agih dengan teknik bagi unsur langsung (BUL), teknik triangulasi, dan teknik analisis deskriptif.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 12 struktur kalimat, K-S-O, P-O1-O2-O3-O4-O5-O6-O7, P; P-O, S-P-K, K-P-O-K, P-K-Pel., K-S-P, S-P-Pel., S-P, K-P-Pel.-P-K-K, K-S-P-O, S-P-O, S-P-O-P-K, dan S-P-Pel.-K. Struktur paragrafnya adalah P1= kalimat topik, P2= kalimat topik+kalimat pengembang, dan P3= kalimat pengembang. Pola pengembangan paragraf yang digunakan adalah pola pengembangan paragraf definisi dan pola pengembangan paragraf pemerincian.

Kata Kunci: Peraturan menteri, struktur kalimat, struktur paragraf, pola

(9)

ix

ABSTRACT

Istiqomah, Novie Lita. 2016. Sentence Structure, Paragraph Structure and

Pattern Development of The Legislation Discourse on Education year 2014. Sanata Dharma University. Yogyakarta: Indonesian

Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Art, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

The problems raised in this research are sentence structure, paragraph structure, and pattern development of legislation discourse on Education year 2014. The aims of this research are to explain sentence structure, paragraph structure, and paragraph pattern development applied in legislation discourse on Education year 2014.

This research is a type of qualitative in the form of descriptive research. Data gathering are listening method used were the basic technique of tapping, advanced techniques log, and advanced techniques record. The data analysis is agih methods with bagi unsur langsung techniques (BUL), triangulation technique, and descriptive analysis techniques.

The result of the research showed 12 sentence structures, which were K-S-P-O, P-O1-O2-O3-O4-O5-O6-O7, P; P-O, K, K-P-O-K, P-K-Pel., K-S-P,

S-P-Pel., S-P, K-P-Pel.-P-K-K, K-S-P-O, S-P-O, S-P-O-P-K, dan S-P-Pel.-K. The paragraph structures were P1= topic sentence, P2= sentence topic+ sentence developer, and P3= sentence developer. The paragraph pattern development used were paragraph definition development pattern and paragraph detailed development pattern.

Keywords: minister policy, sentence structure, paragraph structure, paragraph pattern development

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rohmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan yang berjudul “Struktur Kalimat, Struktur Paragraf, dan Pola Pengembangan Paragraf Dalam Wacana Perundang-Undangan Tentang Pendidikan Tahun 2014” dengan tepat waktu. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai tepat waktu atas bantuan dari berbagai pihak yang selalu memberikan dukungan dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabaran dan ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan

(11)

xi

berbagai saran dan kritikan yang sangat berharga bagi penulis dari proses awal hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Galih Kusumo, S. Pd., M.Pd., selaku triangulator data pertama yang dengan sabar dan sangat teliti dalam melakukan triangulasi data.

5. Dr. Y. Karmin. M.Pd., selaku triangulator data kedua yang dengan sabar dan sangat teliti dalam melakukan triangulasi data.

6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan, ilmu dan pengalaman selama proses perkuliahan yang sangat bermanfaat bagi penulis. 7. R. Marsidiq, selaku karyawan di Sekretariat Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan berbagai bantuan layanan administrasi.

8. Heri Sabto Widodo, S.H., yang telah bersedia melakukan wawancara dengan peneliti.

9. Bapak dan Ibuku tercinta dan tersayang, Samiyo dan Lilis Eni Rokhimah yang selama ini selalu memberikan doa, restu, kasih sayang, motivasi, dan kepercayaan.

10. Adik tersayang, Maylisa Audry Istiqomah yang selama ini selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan.

11. Almarhumah Simbah Sadinem yang telah di Surga, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

(12)

xii

12. Teman-teman seperjuangan tersayang, Adven Desi, Cicik, Lena, Neti, Herning, Iwed, Tyas, Indah, Tito, Didi, Jibon, Mbak Ira, Anita, Ayu, Reni, Vidam, Viyanto, Resti, Sikot, dan Winda.

13. Teman-teman PBSI kelas A, B, dan C yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, motivasi, dan semangat yang diberikan selama ini.

14. Seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan skripsi dalam penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Yogyakarta, 21 Mei 2016

Penulis

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

MOTTO...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii

ABSTRAK...viii ABSTRACT...ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI...xiii DAFTAR LAMPIRAN...xv DAFTAR BAGAN...xvi BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...3

C. Tujuan Penulisan...4

D. Manfaat Penulisan...4

E. Batasan Istilah...5

F. Sistematika Penyajian...6

(14)

xiv

A. Peneltian yang relevan...9

B. Kalimat...11

C. Paragraf...25

D. Variasi Bahasa...49

E. Diksi...57

F. Bahasa Hukum Indonesia...60

G. Kerangka Berpikir...66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...70

A. Jenis Penelitian...70

B. Sumber Data...71

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data...72

D. Metode dan Teknik Analisis Data...73

E. Triangulasi...75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...76

A. Deskripsi Data...76 B. Analisis Data...79 C. Pembahasan...91 BAB V PENUTUP...116 A. Kesimpulan...116 B. Saran...117 DAFTAR PUSTAKA...119 LAMPIRAN……...………..120 BIOGRAFI PENULIS...332

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 10 PERATURAN MENTERI TENTANG PENDIDIKAN TAHUN 2014...120

LAMPIRAN TRIANGULASI DATA...148

LAMPIRAN TRANSKRIP DAN CODING HASIL WAWANCARA DENGAN PRAKTISI HUKUM...322

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam, yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate) (Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, 2004: 70). Bahasa yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah bahasa hukum Indonesia. Bahasa hukum Indonesia adalah bagian dari bahasa Indonesia sehingga dalam penulisannya tetap tunduk pada kaidah-kaidah penulisan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Bahasa hukum Indonesia termasuk gaya atau ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh berubah. Susunan kalimat dalam bahasa hukum Indonesia biasanya panjang-panjang dan bersifat kaku.

Pada penulisannya, bahasa hukum dan perundang-undangan masih ditemukan hal-hal yang menyimpang dari kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia. Menurut TBBBI (2010: 321), kalimat minimal terdiri atas unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur kalimat tersebut merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib. Berikut dipaparkan contoh kesalahannya.

(18)

“Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembar Negara Republik Indonesia”

(kalimat penutup pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah).

Struktur kalimat di atas belum memenuhi kaidah bahasa perundang-undangan yang mengacu kaidah bahasa tulis baku. Dilihat dari jumlah klausanya, kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk bertingkat dengan urutan, klausa bawahan diikuti klausa utama. Struktur tersebut tidak gramatikal karena tidak hadirnya unsur subjek pada klausa utama dan klausa bawahannya mengandung subjek, yaitu setiap orang.

Menurut Hadikusuma (2013: 3), bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan serta mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan untuk membuat peraturan perundang-undangankarena bahasa Indonesia termasuk bahasa nasional negara Indonesia dan bahasa resmi yang digunakan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Maka dari itu, bahasa yang digunakan untuk membuat peraturan perundang-undangandisebut Bahasa Hukum Indonesia.

Peneliti mengetahui bahwa terkadang bahasa hukum hanya dapat dimengerti oleh orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awam hanya mengikuti atau seolah-olah mengerti. Sementara itu, bahasa Indonesia merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi karena dengan

(19)

bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginan dan pikirannya. Penyebab lain dari kesulitan masyarakat pada umumnya untuk memahami bahasa hukum adalah adanya istilah-istilah hukum yang diambil atau disadur dari bahasa asing (Belanda). Terjadinya masukan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia sudah berlaku sejak masuknya agama Hindu dan Islam, kemudian masuknya orang-orang Eropa terutama Belanda yang menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk memahami dan mengerti bahasa hukum yang digunakan dalam perundang-undangan.

Setelah memaparkan permasalahan di atas, peneliti meneliti struktur kalimat dan struktur paragraf serta pola pengembangannya pada peraturan perundang-undangan. Penelitian ini secara khusus membahas 10 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Pendidikan Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah struktur kalimat yang digunakan dalam wacana perundang-undangan tentang pendidikan tahun 2014?

2. Apa sajakah struktur paragraf yang digunakan dalam wacana perundang-undangan tentang pendidikan tahun 2014?

3. Apa sajakah pola pengembangan paragraf yang digunakan dalam wacana perundang-undangan tentang pendidikan tahun 2014?

(20)

C. Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur kalimat yang digunakan dalam wacana perundang-undangan tentang pendidikan tahun 2014.

2. Mendeskripsikan struktur paragraf yang digunakan wacana dalam perundang-undangantentang pendidikan tahun 2014.

3. Mendeskripsikan pola pengembangan paragraf yang digunakan dalam wacana perundang-undangan tentang pendidikan tahun 2014.

D. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bahasa kepada perancang Perundang-undangan dalam merumuskan wacana perundang-undangan dan dapat memberikan masukan bagi peneliti lain yang tertarik mempelajari penggunaan bahasa hukum. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran khusus tentang penggunaan bahasa Indonesia pada bidang hukum dalam 10 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Pendidikan Tahun 2014 bagi mahasiswa Sanata Dharma khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

(21)

E. Batasan Istilah

Dalam penelitian ini ada beberapa istilah dalam pengertiannya perlu dibatasi. Pembatasan istilah ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan pengertian atau kesalahan penafsiran. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya adalah sebagai berikut.

1. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, dkk., 2010:317).

2. Paragraf

Paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan paragraf (Tarigan, 1987: 11).

3. Variasi bahasa

Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam (Chaer, 2004: 61). 4. Peraturan perundang-undangan dan peraturan menteri

Definisi peraturan perundang-undangan menurut Pasal 1 Ayat 2 UU No. 10 Tahun 2004 adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum (Kurnia, 2009: 48). Sedangkan menurut Syarif (1987:40), peraturan menteri (permen) adalah peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh Menteri departemen yang bersangkutan untuk mengatur masalah-masalah yang termasuk bidang

(22)

wewenangnya dengan berdasarkan dan bersumber kepada perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

5.Pola pengembangan paragraf

Menurut Chaer (2011: 88), yang dimaksud dengan pengembangan paragraf adalah pemberian keterangan-keterangan tambahan dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas atau kalimat pengembang terhadap ide pokok yang terdapat pada kalimat pokok.

F. Sistematika Penyajian

Penelitian ini dituangkan dalam laporan penelitian dengan sistematika yang terdiri dari lima bab. Bab I berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang memuat penelitian-penelitian lain sebelumnya yang relevan dengan penelitian-penelitian ini, yaitu landasan teori tentang kalimat, paragraf, variasi bahasa, diksi, dan bahasa Indonesia bidang hukum dan perundang-undangan. Bab III merupakan bab tentang metode penelitian yang berisi cara dan prosedur yang akan ditempuh peneliti. Bagian ini meliputi jenis penelitian sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV merupakan bab yang berisi pembahasan. Bab ini memuat deskripsi data, hasil analisis, dan pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini. Bab V merupakan bab penutup yang terdiri dari subbab kesimpulan terhadap analisis data dan subbab saran bagi perancang perundang-undangan dan penelitian selanjutnya.

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II ini diuraikan dengan ringkas penelitian terdahulu yang relevan, pembahasan tentang kalimat, paragraf, variasi bahasa dan bahasa perundang-undangan di Indonesia.

A. Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan tiga penelitian terdahulu. Penelitian pertama dilakukan oleh Melody Violine pada Desember 2008 dalam bentuk skripsi. Judul yang ia ambil adalah Bahasa Hukum Indonesia dalam Berita Acara Pemeriksaan, Sebuah Tinjauan Keefektifan Kalimat. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Melody Violine (2008) adalah ketidakefektifan bahasa hukum. Masalah yang ditemukan oleh peneliti adalah peneliti mengalami kesulitan dalam menganalisis Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena BAP terdapat beberapa kalimat yang tidak efektif secara gramatikal, kekeliruan ejaan, kesalahan penempatan tanda baca, penulisan kata serapan, dan hampir semua paragraf hanya terdiri dari satu kalimat.

Penelitian kedua pernah dilakukan oleh Eka Dian Savitri pada tahun 2011 dalam bentuk tesis. Judul yang ia ambil adalah Bahasa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif

(24)

yang berfokus pada segi-segi bahasa dalam upaya menemukan pola-pola atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa dengan model kualitatif. Temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Eka Dian Savitri (2011) adalah mendeskripsikan istilah khusus, kalimat, dan fungsi penggunaan bahasa KUH Perdata. Masalah yang ditemukan oleh peneliti adalah peneliti mengalami kesulitan dalam menentukan karakteristik penggunaan istilah dan karakterisik penggunaan kalimat. KUH Perdata mencakup kosakata pinjaman dari bahasa Belanda, bahasa Perancis, bahasa Latin, bahasa Portugal, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Sansekerta, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Jawa Modern, serta bahasa Minangkabau. Isitlah-istilah khusus KUH Perdata sebagian besar merupakan bentuk paduan leksem dengan makna khusus yaitu makna yang terjadi akibat spesialisasi lingkungan penggunaan bahasa di bidang hukum perdata. Hal ini menyebabkan beberapa istilah mengalami kemiripan bentuk dan makna akibat adanya spesialisasi makna lingkungan. Peneliti juga menemukan kerancuan dan ketidakjelasan informasi hukum dalam KUH Perdata karena penggunaan kalimat yang panjang dengan banyak keterangan dan klausa dan penggunaan kata penghubung rangkap.

Penelitian ketiga pernah dilakukan oleh Galih Puji Haryanto pada Januari 2015 dalam bentuk skripsi. Judul yang ia ambil adalah Analisis Struktur Kalimat dan Struktur Paragraf serta Pola Pengembangannya Pada Wacana Undang-Undang Tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Galih Puji Haryanto (2015) adalah mendeskripsikan struktur kalimat dan struktur

(25)

paragraf serta pola pengembangannya yang terdapat pada lima Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013. Masalah yang ditemukan oleh peneliti adalah kesulitan dalam menentukan fungsi sintaksis dalam kalimat karena kalimat yang digunakan sangat bertele-tele dan strukturnya tidak jelas. Selain itu peneliti juga menjumpai masalah dalam menentukan struktur paragraf dan pola pengembangannya karena paragraf yang dikembangkan pada peraturan menteri berbeda dengan paragraf lazimnya dalam bahasa Indonesia.

B.Kalimat

1. Pengertian Kalimat

Menurut Alwi, dkk., (TBBBI Edisi ke-3 2010: 317), kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma(,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir atau turun (Ramlan, 2005: 23). Menurut Rahardi (2010: 4), sekurang-kurangnya kalimat dalam bahasa Indonesia terdiri atas dua buah unsur pokok, yakni subjek dan predikat. Dalam konstruksi yang lengkap, kedua unsur

(26)

pokok itu dapat dilengkapi lagi dengan objek, komplemen atau pelengkap, dan keterangan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut berkaitan dengan pengertian kalimat, peneliti menyimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan.

2. Bagian-bagian Kalimat

Menurut Alwi, dkk (2010: 318), dilihat dari segi bentuknya kalimat dapat dirumuskan sebagai kontruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Antara kalimat dan kata terdapat dua satuan sintaksis, yaitu klausa dan frasa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung predikasi (Alwi, dkk , 2010: 318). Menurut Ramlan (2005: 23), klausa terdiri dari S P (O) (P) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka.

Menurut Alwi (2010: 318), frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak mengandung predikasi. Sedangkan menurut Ramlan (2005: 138), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

Kalimat pada dasarnya terdiri dari unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur tersebut merupakan unsur yang bersifat wajib. Di samping kedua unsur tersebut, kadang-kadang ada kata atau kelompok kata yang dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi status bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi ada pula yang tidak (TBBBI, 2010: 321). Misalnya “Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.”

(27)

Berdasarkan contoh di atas, dapat dibedakan unsur kalimat atas unsur wajib dan unsur tak wajib (manasuka). Unsur wajib itu terdiri atas konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsur takwajib terdiri atas konstituen kalimat yang dapat dihilangkan. Dengan demikian, bentuk mereka menghadiri pertemuan itu pada contoh yang terdapat pada paragraf sebelumnya termasuk unsur wajib kalimat, sedangkan barangkali dan kemarin sore unsur takwajib. (TBBBI, 2010:322).

Menurut Ramlan (2005: 23), berdasarkan unsurnya kalimat terdiri dari kalimat berklausa dan kalimat tidak berklausa. Dalam hal ini, klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat disertai objek, pelengkap dan keterangan. Kalimat tidak berklausa adalah kalimat yang tidak terdapat satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat yang disertai objek, pelengkap dan keterangan. Contoh tentang kalimat tidak berklausa dapat dicermati dalam kalimat berikut.

a. Astaga! b. Selamat pagi. c. Bagaimana?

Judul suatu karangan merupakan sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Jika terdiri dari S P (O) (PEL) (KET) kalimat judul itu termasuk golongan kalimat berklausa. Contoh kalimat judul yang termasuk golongan kalimat berklausa adalah sebagai berikut.

(28)

b. Perjudian dan HO Sudah Tidak Ada Lagi

c. Seratus Orang Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan

Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, maka kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa yang semuanya berwujud satuan frase. Contoh kalimat judul yang termasuk golongan kalimat tak berklausa adalah sebagai berikut.

a. Tantangan Pembangunan Ekonomi Indonesia.

b. Dua Bidang Terlemah Dalam Pelaksanaan Transmigrasi.

c. Seorang Pendeta dari Gunung Wilis.

d. Polandia dan Doktrin Brezhnev.

3. Fungsi Sintaksis Unsur-Unsur Kalimat

Menurut Alwi, dkk (2010: 333), Untuk dapat mengetahui fungsi unsur kalimat, kita perlu mengenal ciri umum tiap-tiap fungsi sintaksis. Subjek merupakan fungsi sintaksis yang berupa nomina, frasa nominal, atau klausa seperti contoh berikut (Alwi, dkk, 2010: 334-335).

a. Harimau binatang liar. b. Anak itu belum makan.

c. Yang tidak ikut upacara akan ditindak.

Subjek sering juga berupa frasa verbal. Contoh kalimat yang mempunyai subjek berupa frasa verbal.

(29)

b. Berjalan kaki menyehatkan tubuh.

Pada umumnya, subjek terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Contoh kalimat yang mempunyai subjek di sebelah kanan predikat adalah sebagai berikut.

a. Manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian tidak banyak. Tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.

Subjek pada kalimat imperaktif adalah orang kedua atau orang pertama jamak dan biasanya tidak hadir. Contoh kalimat imperatif yang mempunyai subjek berbentuk orang kedua adalah sebagai berikut.

a. Tolong [kamu] bersihkan meja ini. b. Mari [kita] makan.

Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan seperti tampak pada contoh berikut.

a. Anak itu [S] menghabiskan kue saya. b. Kue saya dihabiskan (oleh) anak itu [Pel].

Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional. Contoh kalimat yang mempunyai predikat yang berupa frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeral, dan frasa preposisional adalah sebagai berikut.

a. Ayahnya guru bahasa Inggris. (P=FN) b. Adiknya dua. (P=FNum)

(30)

c. Ibu sedang ke pasar. (P=Fprep) d. Dia sedang tidur. (P=FV)

e. Gadis itu cantik sekali. (P= FAdj)

Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letak objek selalu setelah langsung predikatnya. Sufiks -kan- dan i serta prefiks meng- umumnya merupakan pembentuk verba transitif. Pada contoh (1) berikut Icuk merupakan objek yang dapat dikenal dengan mudah oleh kehadiran verba transitif bersufiks –kan: menundukkan.

a. Morten menundukkan Icuk.

Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Jika objek tergolong nomina, frasa nominal tak bernyawa, atau persona ketiga tunggal, nomina objek itu dapat diganti dengan pronomina –nya; dan jika berupa pronomina aku dan kamu (tunggal), bentuk –ku dan –mu dapat digunakan. Contoh kalimat yang mengandung nomina objek dapat diganti dengan pronomina adalah sebagai berikut.

a. Adi mengunjungi Pak Rustam. Adi mengunjunginya.

b. Beliau mengatakan (bahwa) Ali tidak akan datang. Beliau mengatakannya.

c. Saya ingin menemui kamu/-mu. d. Ina mencintai dia/-nya.

(31)

Selain satuan berupa nomina dan frasa nominal, objek dapat pula berupa klausa seperti pada contoh berikut.

a. Pemerintah mengumumkan (bahwa) harga BBM akan naik.

Objek pada kalimat aktif akan menjadi subjek jika kalimat itu dipasifkan seperti contoh berikut.

a. Pembantu membersihkan ruangan saya. [O]

b. Ruangan saya (S) dibersihkan (oleh) pembantu. [Pel]

Orang sering menggabungkan pengertian objek dan pelengkap. Hal tersebut dapat dimengerti karena antara kedua fungsi tersebut memang terdapat kesamaan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama, yakni di belakang verba.

Pada contoh di atas tampak bahwa ruangan saya adalah frasa nominal dan berdiri di belakang verba membersihkan, kemudian oleh pembantu juga berdiri di belakang verba dibersihkan. Akan tetapi, pada kalimat (a) frasa nominal tersebut dinamakan objek, sedangkan pada (b) disebut pelengkap, yang juga dinamakan komplemen. Objek pada kalimat (a) berubah menjadi subjek pada kalimat (b) karena kalimat (a) merupakan kalimat aktif yang diubah menjadi kalimat pasif yang terdapat pada kalimat (b).

Persamaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-ciri berikut.

Objek Pelengkap

(32)

Perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-ciri berikut.

Objek Pelengkap

1) Berwujud frasa nominal atau klausa.

1) Berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa preposisional, atau klausa.

2) Menjadi subjek akibat pemasifan kalimat.

2) Tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat.

3) Dapat diganti dengan pronominal -nya.

3)Tidak dapat diganti dengan –nya- kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya. Keterangan dapat berada di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. Pada umumnya, kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasuka. Keterangan biasanya berupa frasa nominal, frasa preposisional, atau frasa adverbial. Contoh kalimat yang mempunyai fungsi sintaksis keterangan adalah sebagai berikut.

a. Dia memotong rambutnya.

b. Dia memotong rambutnya di kamar. c. Dia memotong rambutnya dengan gunting. d. Dia memotong rambutnya kemarin.

Unsur di kamar, dengan gunting dan kemarin pada contoh di atas merupakan keterangan yang sifatnya manasuka. Selain berupa kata atau frasa, fungsi keterangan dapat pula diisi oleh klausa seperti contoh berikut.

a. Dia memotong rambutnya sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah. b. Dia memotong rambutnya segera setelah dia diterima bekerja di bank.

(33)

Makna keterangan ditentukan oleh perpaduan makna unsur-unsurnya. Dengan demikian, keterangan di kamar mengandung makna tempat, dengan gunting mengandung makna alat, kemarin menyatakan makna waktu, dan sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah serta setelah dia diterima bekerja di bank juga mengandung makna waktu.

Sedangkan menurut Ramlan (2005: 82), berdasarkan strukturnya, S dan P dapat ditukarkan tempatnya. Maksudnya, S mungkin terletak di muka P atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. Kalimat (a) dan (b) di atas dapat diubah susunan unsur klausanya menjadi sebagai berikut.

a. Tidak berlari-lari ibu. b. Sangat lemah tubuhnya.

Unsur tidak berlari-lari (a) dan sangat lemah (b) menduduki fungsi P, sedangkan unsur ibu (a) dan tubuhnya (b) menduduki fungsi S. Objek selalu terletak di belakang predikat yang terdiri dari kata verbal transitif. Jika Predikat itu terdiri dari kata verbal transitif, maka klausa tersebut dapat diubah menjadi klausa pasif dan kata yang menduduki fungsi O akan menjadi fungsi S. Contoh kalimat yang mengandung kata verbal transitif yang kemudian dapat diubah menjadi klausa pasif adalah sebagai berikut.

a. Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.

S P O

b. Pesta seni akan diselenggarakan (oleh) pemerintah.

S P Keterangan Pelaku

Pelengkap mempunyai persamaan dengan objek, yaitu selalu terletak di belakang predikat. Perbedaan antara objek dan pelengkap adalah objek selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan pelengkap terdapat

(34)

dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif atau juga terdapat dalam klausa pasif. Contoh kalimat yang mengandung fungsi sintaksis pelengkap.

a. Anak itu dibelikan baju baru oleh Pak Sastro.

Frase baju baru pada kalimat (a) menduduki fungsi PEL karena frase itu selalu terletak di belakang predikat dalam klausa pasif. Sedangkan, frase oleh Pak Sastro pada kalimat di bawah ini menduduki fungsi KET karena unsur ini mempunyai letak yang bebas, dapat terletak di depan S P, bahkan dapat juga dipindahkan ke tempat antara S dan P seperti contoh berikut.

a. Oleh Pak Sastro anak itu dibelikan baju baru. b. Anak itu oleh Pak Sastro dibelikan baju baru.

Pada umumnya KET mempunyai letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S dan P, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di antara P dan O serta terletak di antara P dan PEL karena O dan PEL dapat dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P, setidak-tidaknya mempunyai kecenderungan demikian seperti contoh berikut.

a. Akibat taufan desa-desa itu musnah.

Dalam kalimat di atas unsur yang menduduki fungsi KET adalah unsur akibat taufan yang terletak di muka S dan P. Unsur KET itu dapat dipindahkan ke antara S dan P, dan dapat juga dipindahkan ke belakang S dan P, menjadi sebagai berikut.

a. Desa-desa itu akibat taufan musnah. b. Desa-desa itu musnah akibat taufan.

(35)

4. Struktur Kalimat Dasar

Menurut Kridalaksana (2008: 228), struktur adalah pengaturan pola-pola secara sintagmatis. Sedangkan kalimat adalah satuan gramatik yang mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan. Jadi, struktur kalimat adalah pengaturan pola satuan gramatik yang sintagmatis untuk mengungkapkan pikiran yang utuh baik dalam wujud lisan maupun tulisan.

Alwi (dalam Alwi, dkk., 2010: 320) mengatakan bahwa kalimat merupakan konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Baik kalimat maupun kelompok kata yang menjadi unsur kalimat dapat dipandang sebagai suatu konstruksi. Satuan-satuan yang membentuk suatu konstruksi disebut konstituen. Menurut Alwi, dkk (2010: 326), kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa, unsur-unsurnya lengkap, susunan unsur-unsurnya menurut urutan paling umum, dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Setiap bentuk kata atau frasa yang menjadi konstituen kalimat termasuk dalam kategori kata atau frasa tertentu dan masing-masing mempunyai peran semantis pula. Hubungan antara bentuk, kategori, dan peran itu dapat menjadi lebih jelas jika diperhatikan gambar berikut.

Bentuk Ibu saya Tidak Membeli baju baru untuk kami Minggu lalu

Kategori Kata N Pron Adv V N Adj Prep N N V

Frasa FN FV FV FPrep FN

Fungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

Peran Pelaku Perbuatan Sasaran Peruntung Waktu

(36)

Pada gambar 2.1 di atas tampak lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis itu terisi, tetapi paling tidak, ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat (Alwi, dkk 2010: 328). Contoh kehadiran konstituen lain yang ditentukan oleh konstituen pengisi predikat adalah sebagai berikut.

a. Dia (S) tidur (P) di kamar depan (KET) .

b. Mereka (S) sedang belajar (P) bahasa Inggris (Pel) sekarang (Ket). c. Mahasiswa (S) mengadakan (P) seminar (O) di kampus (Ket). d. Buku itu (S) terletak (P) di meja (Ket) kemarin (Ket).

e. Ayah (S) membeli (P) baju (O) untuk adik (Pel) tadi siang (Ket). f. Dia (S) meletakkan (P) uang (O) di atas meja itu (Ket) kemarin (Ket).

Pada contoh di atas konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat, artinya bahwa makna kalimat tetap dapat dipahami. Dari contoh itu hanya kalimat (6) yang memiliki konstituen pengisi kelima fungsi sintaksis, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Pada umumnya banyak dari kalimat yang urutan unsurnya berbeda dengan urutan kelima fungsi sintaksis tersebut, terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan memiliki banyak jenis dan letaknya dapat berpindah-pindah di dalam kalimat, baik di awal, tengah, maupun akhir kalimat.

Contoh keterangan yang letaknya tidak tetap dan dapat berpindah-pindah adalah sebagai berikut.

(37)

a. Dita kemarin membeli buku. b. Kemarin Dita membeli buku c. Dita membeli buku kemarin.

Selain itu, ada banyak kalimat yang letak predikatnya mendahului subjek kalimat. Kalimat-kalimat demikian pada umumnya dapat diubah susunannya sehingga berpola S-P. Contoh : Tidak banyak (P) manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian (S) dapat diubah menjadi Manusia hidup dalam kesendirian (S) tidak banyak (P). Pola umum kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah S + P + (O) + (PEL) + (KET). Tanda kurung menyatakan ketiga unsur tersebut tidak selalu harus hadir dalam kalimat dan jumlah keterangan dapat lebih dari satu (Alwi, dkk, 2010: 329).

Dari pola umum kalimat dasar tersebut dapat diturunkan pola dasar kalimat. Menurut Alwi, dkk (2010: 329), ada enam pola dasar kalimat. Keenam pola dasar kalimat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Pola dasar S – P (subjek – predikat)

b. Pola dasar S – P – O (subjek –predikat – objek)

c. Pola dasar S – P – Pel (subjek – predikat – pelengkap)

d. Pola dasar S –P – Ket (subjek – predikat – keterangan)

e. Pola dasar S – P – O – Ket (subjek – predikat – objek – keterangan)

(38)

Perluasan pola kalimat dimaksudkan agar informasi yang akan disampaikan dalam kalimat menjadi lebih jelas dan memiliki struktur yang jelas. Contoh kalimat yang mengandung perluasan pola kalimat adalah sebagai berikut.

a. Pada kesempatan itu bupati menyerahkan sejumlah penghargaan kepada warga masyarakat yang telah berjasa kepada daerahnya.

b. Menurut rencana, pertemuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan itu akan diperpanjang sampai minggu depan

Jika dilihat dari jumlah kosakata, kalimat di atas cukup panjang. Walaupun demikian, pola dasar dari kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat yang cukup cukup singkat, seperti:

a. Bupati / menyerahkan / penghargaan.

S P O

b. Pertemuan itu/ akan diperpanjang.

S P

Perluasan tersebut timbul karena keperluan informasi yang disampaikan belum lengkap. Suatu kalimat yang panjang merupakan perluasan dari pola dasar kalimat.

Dengan mengetahui pola dasar kalimat bahasa lisan, diharapkan pemakai bahasa mampu untuk memahami dan memperluas kalimat secara sistematis dan logis sehingga informasi akan jelas dan mudah dipahami. Begitu juga dengan teks tertulis, dengan mengetahui pola-pola dasar kalimat, pembaca dapat memahami setiap kalimat dan unsur-unsur yang ada di dalamnya.

(39)

C. Paragraf

Gorys Keraf (1980: 62) berpendapat bahwa paragraf atau alinea adalah suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Menurut Asul Wiyanto (2004: 15), paragraf adalah sekelompok kalimat yang saling berhubungan dan bersama-sama menjelaskan satu unit buah pikiran untuk mendukung buah pikiran yang lebih besar, yaitu buah pikiran yang diungkapkan dalam seluruh tulisan. Sedangkan menurut Djago Tarigan (1987: 11), paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan. Menurut Rahardi (2009: 158), paragraf merupakan bagian karangan atau tulisan yang membentuk satu kesatuan pikiran, ide atau gagasan. Setiap paragraf dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok paragraf harus dikemas dalam sebuah kalimat yang disebut kalimat utama. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah sekelompok kalimat yang membentuk satu kesatuan pikiran, ide atau gagasan.

Tujuan sebuah alinea atau paragraf menurut Gorys Keraf (1980: 63) yang pertama, memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu, tiap paragraf hanya boleh mengandung satu tema. Bila terdapat dua tema maka paragraf atau alinea tersebut harus dipecah menjadi dua tema. Kedua, memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada perhentian pada akhir kalimat.

(40)

Walaupun pada prinsipnya sebuah paragraf atau alinea harus terdiri dari rangkaian kalimat, tetapi ada juga alinea yang hanya terdiri dari satu kalimat. Ada beberapa alasan mengapa terdapat paragraf semacam ini. Pertama, alinea itu kurang baik dikembangkan penulisnya dan penulis kurang memahami hakikat alinea. Kedua, memang sengaja dibuat oleh pengarang karena ia sekadar mengemukakan gagasan itu bukan untuk dikembangkan, atau pengembangannya terdapat pada paragraf-paragraf berikutnya. Begitu pula sebuah paragraf yang hanya terdiri dari sebuah kalimat dapat bertindak sebagai peralihan antara bagian-bagian dalam sebuah karangan (Gorys Keraf, 1980: 63).

1. Komponen Paragraf

Menurut Tarigan (dalam Tarigan, 1987:13), Alat bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu disebut komponen paragraf, seperti:

a. Transisi (Transition),

Menurut Tarigan (1987: 15-16), transisi adalah mata rantai penghubung antar paragraf. Sering dikatakan bahwa transisi berfungsi sebagai penunjang koherensi dan kepaduan antarbab, antaranak-bab, dan antarparagraf dalam suatu karangan. Transisi tidak selalu harus ada dalam setiap paragraf. Kehadiran transisi dalam paragraf bergantung kepada pertimbangan pengarang. Bila pengarang merasa perlu ada transisi demi kejelasan informasi, maka transisi wajar ada. Sebaliknya, bila pengarang dapat mengekspresikan ide pokoknya dengan jernih tanpa transisi, maka transisi tidak perlu hadir dalam paragraf tersebut.

(41)

1) Transisi berupa kata

Alat penanda transisi berupa kata dan kelompok kata sangat banyak dan berjenis-jenis. Pada garis besarnya alat penanda transisi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Penanda hubungan kelanjutan, seperti kata dan, lagi, serta, lagi pula, dan tambahan lagi.

b) Penanda hubungan urutan waktu, seperti kata dahulu, kini, sekarang, sebelum, setelah, sesudah, kemudian, sementara itu, sehari kemudian, dan dan seterusnya.

c) Penanda klimaks, seperti kata paling…, se…nya, dan ter…

d) Penanda perbandingan, seperti kata sama, seperti, ibarat, bak, dan bagaikan.

e) Penanda kontras, seperti kata tetapi, biarpun, walaupun, dan sebaliknya.

f) Penanda urutan jarak, seperti kata di sini, di situ, di sana, dekat, jauh, dan sebelah.

g) Penanda ilustrasi, seperti kata umpama, contoh, dan misalnya.

h) Penanda sebab-akibat, seperti kata karena, sebab, oleh karena, dan akibatnya.

(42)

j) Penanda kesimpulan, seperti kata kesimpulan, ringkasnya, garis besarnya, dan rangkuman.

2) Transisi berupa kalimat

Menurut Tarigan (1987: 18), transisi berupa kalimat lebih dikenal dengan istilah kalimat penuntun. Kalimat penuntun berfungsi sebagai transisi dan sebagai pengantar topik utama yang akan diperbincangkan.

Kalimat penuntun tidak berfungsi sebagai pengganti kalimat topik. Letaknya selalu mendahului kalimat topik. Bila dalam suatu paragraf terdapat kalimat penuntun sebagai transisi, maka kalimat topik terdapat setelah kalimat penuntun selesai. Contoh kalimat penuntun adalah sebagai berikut.

Ringkasnya tata bahasa meliputi tiga hal, yakni (1) fonologi, (2) morfologi dan (3) sintaksis. Fonologi berhubungan dengan studi tata bunyi, morfologi mengenai studi tata kata dan sintaksis membicarakan tata kalimat.

b. Kalimat Topik (Topik Sentence),

Menurut Tarigan (1987: 18-19), kalimat topik adalah perwujudan pernyataan ide pokok paragraf dalam bentuk umum. Ada tiga kemungkinan letak kalimat topik dalam suatu paragraf. Kemungkinan pertama, pada bagian awal paragraf, setelah transisi kalau ada transisi pada paragraf tersebut. Kemungkinan kedua, terdapat pada bagian akhir paragraf. Kemungkinan ketiga, berada di tengah-tengah paragraf, tapi hal ini jarang ditemui.

c. Kalimat Pengembang

Sebagian besar kalimat-kalimat yang terdapat dalam suatu paragraf termasuk kalimat pengembang. Urutan kalimat pengembang sebagai perluasan

(43)

pemaparan kalimat topik. Pengembangan kalimat topik yang bersifat kronologis biasanya berkaitan dengan benda atau kejadian dengan waktu. Urutannya, masa lalu-kini-masa yang akan datang. Bila pengembangan kalimat topik berkaitan dengan jarak, biasanya berkaitan dengan benda, peristiwa, atau hal dengan ukuran jarak. Urutannya, dimulai dari jarak yang paling dekat-lebih jauh-paling jauh. Bila pengembangan kalimat topik berkaitan dengan sebab-akibat maka kemungkinan urutannya sebab dinyatakan lebih dahulu, kemudian diikuti akibatnya, atau sebaliknya, akibatnya dinyatakan terlebih dahulu baru kemudian dipaparkan sebabnya. Penyusunan urutan kalimat pengembang yang berdasarkan urutan nomornya dimulai dari kejadian pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya (Tarigan, 1987: 19).

d. Kalimat Penegas

Menurut Tarigan (1987: 20), kalimat penegas adalah elemen paragraf yang keempat dan terakhir. Elemen pertama transisi, elemen kedua kalimat topik, dan elemen ketiga kalimat pengembang. Fungsi kalimat penegas ada dua. Pertama, sebagai pengulang atau penegas kembali kalimat topik. Kedua, sebagai daya penarik bagi pembaca atau sebagai selingan untuk menghilangkan kejemuan. Kedudukan kalimat penegas dalam suatu paragraf tidak bersifat mutlak. Berbeda dengan kalimat topik dan kalimat pengembang yang bersifat mutlak. Kalimat penegas ada bila pengarang merasa memerlukannya untuk menunjang kejelasan informasi.

(44)

2. Syarat-syarat Paragraf yang Baik

Menurut Keraf (1980: 67), adanya syarat-syarat paragraf yang baik merupakan suatu perangkat agar paragraf yang ditulis menjadi paragraf yang berkualitas. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar paragraf termasuk kategori baik adalah sebagai berikut.

a. Kesatuan

Isi paragraf harus jelas dan terperinci serta hanya membahas satu hal saja. Isi paragraf yang berganda akan mengurangi kejelasan informasi.

b. Koherensi (kepaduan)

Hubungan antar kalimat dalam paragraf harus berkaitan erat satu sama lain. Lebih-lebih antara kalimat topik dan kalimat pengembangnya serta kalimat penegas (bila ada). Tidak boleh terselip kalimat yang tidak ada hubungannya dengan isi paragraf.

c. Pengembangan Paragraf

Paragraf dianggap selesai bila kalimat topik sudah dikembangkan. Kalimat topik yang menyatakan isi paragraf dalam pengertian umum dikembangkan atau dijelaskan dengan cara menjabarkannya dalam bentuk-bentuk konkrit. Penjabaran dalam bentuk konkrit tersebut dapat dengan cara pemaparan, pemberian contoh, dan penganalisisan. Bila pengembangan kalimat topik sudah sampai kepada semua aspek artinya tidak ada bagian-bagian yang terlewati, maka paragrafnya sudah selesai.

(45)

3. Struktur Paragraf

Berdasarkan berbagai kelengkapan unsur dan posisinya dalam paragraf, maka dapat ditentukan beberapa struktur paragraf sebagai berikut.

a. Kemungkinan Pertama

Unsur paragraf lengkap, dengan susunan: transisi berupa kalimat-kalimat topik-kalimat pengembang-kalimat penegas. Diagram kerangka paragraf sebagai berikut. TEKS UNSUR ____________________ Transisi ________________________________ ________________________________ Kalimat Topik ________________________________ ________________________________ Kalimat Pengembang ________________________________ Kalimat Penegas

Contoh paragraf yang mempunyai unsur paragraf lengkap adalah sebagai berikut.

(1) Suatu karangan biasanya mengandung tiga bagian utama, yakni bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. (2) Setiap bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. (3) Bagian pendahuluan mempunyai fungsi salah satu atau sebagian dari fungsi untuk menarik minat pembaca, mengarahkan perhatian pembaca, menjelaskan secara singkat

(46)

tema karangan, menjelaskan bila dan di bagian mana suatu hal akan dibicarakan. (4) Fungsi bagian isi antara lain, merupakan penghubung antara bagian pendahuluan dengan bagian penutup atau merupakan penjelasan terperinci terhadap apa yang diutarakan di bagian pendahuluan. (5) Fungsi bagian penutup ialah salah satu atau kombinasi dari fungsi untuk memberikan kesimpulan, penekanan bagian-bagian tertentu, klimaks, melengkapi, dan merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dijelaskan atau diceritakan. (6) Setiap bagian utama karangan mempunyai fungsi tertentu.

Unsur-unsur paragraf tersebut di atas dapat diperinci sebagai berikut.

(1) = transisi (berupa kalimat)

(2) = kalimat topik

(3), (4), dan (5) = kalimat pengembang

(6) = kalimat penegas

b. Kemungkinan Kedua

Sama dengan (a), tetapi transisi berupa kata. Diagram kerangka paragrafnya sebagai berikut.

TEKS UNSUR

____________________ Transisi dan kalimat

________________________________ topik

________________________________

________________________________ Kalimat pengembang

(47)

________________________________ Kalimat penegas

________________________________

Contoh paragraf yang mempunyai unsur paragraf lengkap, tetapi transisi berupa kata adalah sebagai berikut.

(1) Dimana-mana, (2) anggota masyarakat membicarakan kenaikan

harga. (3) Ibu-ibu, sambil belanja di pasar, menggerutu tentang belanja dapur yang semakin meningkat. (4) Bapak-bapak di kantor asyik memperbincangkan efek kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran sehari-hari. (5) Pengusaha bis sibuk mengkalkulasi harga penyesuaian karcis penumpang bis. (6) Abang becak secara diam-diam sepakat menaikkan tarif becak menjadi dua kali lipat. (7) Para mahasiswa menggerutu karena tarif oplet bertambah dari biasanya. (8) Pegawai kecil asyik membicarakan kenaikan harga bahan pokok. (9) Pendek kata semua orang membicarakan akibat kenaikan harga BBM.

Unsur paragraf tersebut di atas dapat diklarifikasikan sebagai berikut.

(1) = transisi

(2) = kalimat topik

(3), (4), (5), (6), (7), dan (8) = kalimat pengembang

(9) = kalimat penegas

c. Kemungkinan Ketiga

Paragraf yang mempunyai tiga unsur dengan susunan: kalimat topik-kalimat pengembang-topik-kalimat penegas.

TEKS UNSUR

(48)

________________________________

________________________________ Kalimat pengembang

________________________________

________________________________ Kalimat penegas

________________________________

Contoh paragraf yang mempunyai tiga unsur paragraf dengan susunan: kalimat topik-kalimat pengembang-kalimat penegas adalah sebagai berikut.

(1) Nasib pegawai negeri berangsur-angsur akan diperbaiki. (2) Penghasilan mereka sejak tahun 1968 sudah beberapa kali dinaikkan. Bagi dosen, kepala SD, SMP, dan SMA, tenaga peneliti bahkan sudah diberikan tunjangan fungsional. (3) Perumahan bagi pegawai negeri berangsur-angsur ditambah dengan bantuan BTN. (4) Jaminan kesehatan, walaupun belum sempurna, sudah dilaksanakan melalui penggunaan kartu biru (HI). (5) Jaminan hari tua ditanggulangi dengan Taspen. (6) Kenaikan pangkat lebih pengadministrasiannya disbanding dengan masa lalu. (7) Pegawai yang bekerja dengan baik diberi penghargaan. (8) Banyak usaha oleh pemerintah yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan, yang mengarah kepada perbaikan nasib pegawai negeri.

Unsur-unsur paragraf tersebut di atas adalah sebagai berikut.

(1) = kalimat topik

(2), (3), (4), (5), (6), dan (7) = kalimat pengembang

(8) = kalimat penegas

d. Kemungkinan Keempat

Paragraf yang mempunyai tiga unsur dengan susunan: transisi (berupa kata)-kalimat topik-kalimat pengembang.

(49)

TEKS UNSUR

_________________________ Transisi

________________________________ dan kalimat topik

________________________________

________________________________

________________________________ Kalimat pengembang

________________________________

Contoh paragraf yang mempunyai tiga unsur paragraf dengan susunan: transisi (berupa kata)-kalimat topik-kalimat pengembang adalah sebagai berikut.

(1) Umumnya (2) orang yang mau istirahat memilih tempat yang sejuk

dan jauh dari keramaian. (3) Pilihan pertama Puncak dan sekitarnya. (4) Atau di Lembang yang hawanya sejuk dan segar. (5) Orang-orang di sekitar Surabaya akan memilih Malang tempat istirahat. (6) Di daerah Medan boleh pilih Bandar Baru atau Berastagi. (7) Di daerah Ujung Pandang pilihan tempat istirahat tentulah Malino. (8) Di daerah Cirebon tentu saja orang akan beristirahat di Linggarjati.

Unsur-unsur paragraf tersebut adalah sebagai berikut.

(1) = transisi (berupa kata)

(2) = kalimat topik

(50)

e. Kemungkinan Kelima

Sama dengan (d) dengan susunan transisi (berupa kalimat)-kalimat topik-kalimat pengembang. Kerangka paragrafnya sebagai berikut.

TEKS UNSUR ____________________ Transisi ________________________________ Kalimat topik ________________________________ ________________________________ Kalimat pengembang ________________________________

Contoh paragraf yang mempunyai tiga unsur paragraf dengan susunan: transisi (berupa kalimat)-kalimat topik-kalimat pengembang adalah sebagai berikut.

(1) Tugas Universitas/Institut di Indonesia melaksanakan “Tri

Dharma Perguruan Tinggi”. (2) Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi bidang pengajaran dan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. (3) Bidang pengajaran dan pendidikan meliputi tugas melaksanakan perkuliahan, penataran ataupun Crash program. (4) Di bidang penelitian para staf pengajar diwajibkan mengadakan penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. (5) Di bidang pengabdian masyarakat, masyarakat, masyarakat perguruan tinggi harus mendarmabaktikan ilmunya bagi kepentingan masyarakat seperti memberikan penyuluhan, penataran, saran-saran, dan lain-lain.

Paragraf di atas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut.

(51)

(2) = kalimat topik

(3), (4), dan (5) = kalimat pengembang

f. Kemungkinan Keenam

Paragraf yang mempunyai dua unsur dengan susunan: kalimat topik-kalimat pengembang. Kerangka paragrafnya sebagai berikut.

TEKS UNSUR ____________________ ________________________________ Kalimat topik ________________________________ ________________________________ ________________________________ Kalimat pengembang ________________________________

Contoh paragraf yang yang mempunyai dua unsur dengan susunan: kalimat topik-kalimat pengembang adalah sebagai berikut.

(1) Pekerjaannya bertumpuk-tumpuk. (2) Draft peraturan akademik

baru setengah jadi. (3) Tugas menyusun proposal penelitian belum satu pun digarapnya. (4) Tiba-tiba datang tugas baru, menyusun tata tertib di kantornya. (5) Pekerjaan tersebut belum selesai muncul pula tugas tambahan menyediakan paper untuk bahan penataran minggu depan. (6) Paper baru setengah jadi pimpinan menugasinya untuk menyusun kerangka kerja seminar pengajaran bahasa. (8) Pekerjaan mengajar juga harus dilaksanakan enam jam seminggu. (9) Dari Institut muncul tugas lain mengikuti lokakarya penyusunan kurikulum.

(52)

Unsur-unsur paragraf di atas adalah sebagai berikut.

(1) = kalimat topik

(2), (3), (4), (5), (6), = kalimat pengembang

(7), (8), dan (9)

g. Kemungkinan Ketujuh

Paragraf yang mempunyai dua unsur dengan susunan: kalimat pengembang-kalimat topik. Diagram kerangka paragrafnya sebagai berikut.

TEKS UNSUR ____________________ ________________________________ Kalimat Pengembang ________________________________ ________________________________ ________________________________ Kalimat Topik

Contoh paragraf yang yang mempunyai dua unsur dengan susunan: kalimat pengembang-kalimat topik adalah sebagai berikut.

(1) Menstop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna. (2) Tembakan kaki kanan dan kanan kiri tepat arahnya lagi keras. (3) Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper lawan. (4) Bola seolah-olah menurut kehendaknya. (5) Larinya cepat bagaikan kijang. (6) Lawan sukar mengambil bola dari kakinya. (7) Operan bolanya tepat dan terarah. (8) Amin benar-benar pemain bola jempolan.

(53)

Paragraf di atas terdiri atas unsur sebagai berikut.

(1), (2), (3), (4), (5), (6) = kalimat pengembang (7), dan (8)

(9) = kalimat topik

h. Kemungkinan Kedelapan

Paragraf yang mempunyai dua unsur dengan tiga susunan: kalimat pengembang-kalimat topik-kembali lagi ke kalimat pengembang. Diagram kerangka paragrafnya sebagai berikut.

TEKS UNSUR ____________________ Kalimat pengembang ________________________________ ________________________________ ________________________________ Kalimat topik ________________________________ ________________________________ Kalimat pengembang

Contoh paragraf yang mempunyai dua unsur dengan tiga susunan: kalimat pengembang-kalimat topik-kembali lagi ke kalimat pengembang adalah sebagai berikut.

(1) Tingkah lakunya menawan. (2) Tutur katanya sopan. (3) Murah senyum, jarang marah. (4) Tidak pernah berbohong. (5) Tidak mau mempercakapkan orang lain. (6) Suka menolong sesama teman. (7) Pantas Esih gadis pujaan. (8) Tambahan lagi wajah cantik. (9) Pandai pula

(54)

berdandan. (10) Tidak sombong. (11) Otaknya cukup encer. (12) Mudah diri. (15) Ramah terhadap siapapun.

Unsur-unsur paragraf tersebut di atas adalah sebagai berikut. (1)-(6) = kalimat pengembang

(7) = kalimat topik

(8)-(15) = kalimat pengembang

4. Pola Pengembangan Paragraf

Menurut Chaer (2011: 88), pengembangan paragraf adalah pemberian keterangan-keterangan tambahan dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas atau kalimat pengembang terhadap ide pokok yang terdapat pada kalimat pokok. Menurut Gorys Keraf (1980:84), pengembangan alinea mencakup dua persoalan utama yaitu kemampuan memperinci gagasan utama paragraf ke dalam gagasan bawahan dan kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan bawahan ke dalam suatu urutan yang teratur.

Untuk menerangkan sebuah paragraf, baik untuk memperinci gagasan utama, maupun mengurutkan rincian-rincian itu dengan teratur. Oleh karena itu dikembangkanlah berbagai macam metode pengembangan paragraf. Menurut Keraf (1980: 84-99), terdapat beberapa metode pengembangan paragraf adalah sebagai berikut.

a. Klimaks dan antiklimaks

Perkembangan gagasan dalam sebuah paragraf dapat disusun dengan menggunakan dasar klimaks, yaitu suatu gagasan utama mula-mula diperinci

(55)

dengan sebuah gagasan bawahan yang dianggap paling rendah kedudukannya, berangsur-angsur dengan gagasan-gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi kedudukannya. Sedangkan pengembangan paragraf antiklimaks adalah penulis mulai dari suatu gagasan atau tema yang dianggap paling tinggi kedudukannya, kemudian perlahan-lahan menurun melalui gagasan-gagasan yang lebih rendah hingga yang paling rendah.

b. Sudut Pandangan

Sudut pandangan adalah tempat dari mana seorang pengarang melihat sesuatu.

c. Perbandingan dan Pertentangan

Pola pengembangan paragraf dengan perbandingan atau pertentangan adalah pengarang menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara dua orang, obyek atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu.

d. Analogi

Bila perbandingan dan pertentangan memberi sejumlah perbedaan, maka analogi merupakan perbandingan yang sistematis dari dua hal yang berbeda, tetapi dengan memperlihatkan kesamaan segi atau fungsi dari kedua hal tadi.

e. Contoh

Sebuah gagasan yang terlalu umum sifatnya atau generalisasi memerlukan ilustrasi-ilustrasi yang konkret sehingga dapat dengan mudah dipahami pembaca.

(56)

f. Proses

Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan untuk menciptakan dan menghasilkan sesuatu atau urutan dari suatu kejadian atau peristiwa.

g. Sebab-akibat

Perkembangan sebuah alinea dapat pula dinyatakan dengan menggunakan sebab-akibat sebagai dasar. Sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai rincian pengembangannya, tetapi dapat juga terbalik.

h. Umum-khusus, khusus-umum

Kedua cara ini merupakan cara yang paling umum dalam mengembangkan paragraf. Dalam hal pertama, gagasan ditempatkan pada awal paragraf. Sedangkan perinciannya terdapat pada kalimat selanjutnya. Demikian pula sebaliknya, variasi dalam kedua jenis paragraf tersebut adalah penggabungan, yaitu gagasan utama terdapat pada awal paragraf dan diakhir diulang lagi.

i. Klasifikasi

Klasifikasi bekerja ke dua arah yang berlawanan, yaitu pertama mempersatukan satuan-satuan ke dalam satu kelompok, dan kedua memisahkan satuan-satuan tadi dari kelompok yang lain.

j. Definisi luas

Definisi dalam pembentukan sebuah alinea adalah usaha pengarang untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau hal.

Sedangkan menurut Abdul Chaer (dalam Chaer, 2011:88-98), cara atau model pengembangan paragraf adalah sebagai berikut.

(57)

a. Pengembangan Paragraf dengan Contoh

Pengembangan paragraf dengan memberi contoh dapat dilakukan jika kalimat topiknya berisi pernyataan yang bersifat umum. Dalam hal ini, dapat menggunakan kata contohnya, misalnya, dan seperti. Contoh paragraf yang mengandung pengembangan paragraf dengan contoh adalah sebagai berikut.

Tingkat kerawanan pelecehan seksual pada perayaan malam tahun baru sangat mengkhawatirkan. Di Jakarta, misalnya, meskipun tidak diberitakan secara luas, tidak kurang dari 10 orang yang akan mengalami pelecehan seksual ketika perayaan malam tahun baru pada tahun yang lalu. Di Surabaya lebih banyak lagi. Tidak kurang dari lima belas orang yang mendapat perlakuan itu. Sementara di Bandung jumlah korban pelecehan memang kecil, tetapi intensitasnya lebih tinggi. Hanya lima orang yang dilaporkan mendapat perlakuan tersebut, tetapi dua orang di antaranya hampir akan diperkosa sekelompok pemuda sebelum akhirnya dipergoki petugas keamanan. Kejadian-kejadian tersebut adalah sekedar contoh bahwa tingkat kerawanan pelecehan seksual pada perayaan malam tahun baru sangat mengkhawatirkan.

Kalimat pokok pada paragraf di atas adalah tingkat kerawanan pelecehan seksual pada perayaan malam tahun baru sangat mengkhawatirkan. Lalu, kalimat pokok tersebut dijelaskan dengan contoh kejadian di Jakarta, di Surabaya, dan di Bandung.

b. Pengembangan Paragraf dengan Definisi

Pengembangan paragraf dengan definisi biasanya dibuat apabila kita ingin mengenalkan sebuah istilah yang dianggap baru dan belum dikenal. Kalimat pokoknya berupa definisi. Lalu, dilanjutkan dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa penjelasan lebih lanjut mengenai istilah yang didefinisikan tersebut. Berikut contoh paragraf yang mengandung pengembangan paragraf definisi.

Gambar

Gambar 2.1: hubungan bentuk, kategori, fungsi, dan peran unsur kalimat (TBBBI, 2010: 327)
Ilustrasi  Sudut Pandangan

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan Atas Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pelimpahan Sebagian

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Biaya Kuliah

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Sekretariat

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan KetigaAtas Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi,

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;..