• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan

2.3.7 Kandungan Nutrien (N dan P)

Unsur hara (nutrien) adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh organisme produsen (fitoplankton) dan berada dalam bentuk material anorganik. Elemen-elemen nutrien (unsur hara) yang utama dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium. Sedangkan elemen nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit adalah: besi, copper, dan vanadium. Diantara unsur hara tersebut, keberadaan nitrogen dan fospor merupakan nutrien yang sangat penting dalam mendukung kehidupan organisme suatu perairan seperti fitoplankton, sehingga keberadaanya sering menjadi faktor pembatas dan akan menjadi penentu terjadinya blooming apabila konsentrasinya dalam air berlebihan (Sellers dan Markland, 1987). Selanjutnya, Nybakken (1992) menyatakan bahwa fitoplankton akan dapat menghasilkan energi dan molekul-molekul yang kompleks jika di dalam air tersedia nutrien dengan jumlah yang cukup, terutama nutrien dari senyawa nitrat dan fosfat.

Pada suatu ekosistem danau, pemasokan nutrien dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu :1) melalui jalur hasil dekomposisi terhadap senyawa organik oleh organisme dekomposer sehingga menghasilkan senyawa anorganik sebagai nutrien. 2) melalui jalur masukan dari aliran sungai yang bermuara ke danau.

Pada umumnya perairan danau di daerah tropis mempunyai konsentrasi nutrien terlarut yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena suhu air danau di daerah tropis cukup tinggi, sehingga dapat memacu laju proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik oleh mikroorganisme akuatik (Folkowski dan Raven, 1997).

a. Fosfor (P)

Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang keberadaanya sangat penting bagi semua mahluk hidup, terutama dalam pembentukan protein dan transfer energi didalam sel seperti ATP dan ADP. Pada ekosistem perairan, fosfor terdapat dalam bentuk senyawa fosfor, yaitu : 1) fosfor anorganik; 2) fosfor organik dalam protoplasma tumbuhan dan hewan dan 3) fosfor organik terlarut dalam air, yang terbentuk dari proses penguraian sisa-sisa organisme (Barus, 2004).

Secara alami, senyawa fosfat yang terdapat pada perairan bersumber dari hasil pelapukan batuan mineral seperti Fluorapatite (Ca5-(PO4)3F),

Hydroxylapatite (Ca5(PO4)3 OH) dan Whytlockite (Ca3(PO4)2) dan dari hasil dekomposisi sisa-sisa organisme di dalam air. Selain sumber alami, senyawa fosfot juga dapat bersumber dari faktor antropogenik yang antara lain berasal dari limbah rumah tangga seperti deterjen, limbah pertanian (pupuk), limbah perikanan dan limbah industri. Sawyer dan Mc.Carty (1978) menyatakan bahwa senyawa fosfor anorganik yang terdapat pada perairan berada dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : 1) dalam bentuk ortofosfat, yang terdiri dari trinatrium fosfat (Na3PO4), dinatrium fosfat (Na2HPO4), mononatrium fosfat (NaH2HPO4) dan diamonium fosfat ((NH3)2HPO4); 2) dalam bentuk polyfosfat, yang yang terdiri dari natrium hexametafosfat (Na3(PO3)6) dan natrium tripolifosfat (Na5P3O10).

Ortofosfat merupakan bentuk senyawa fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik secara langsung sebagai sumber fosfor, sedangkan polyfosfat merupakan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan tumbuhan secara langsung, oleh sebab itu agar senyawa polyfosfat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik sebagai sumber fosfor, maka senyawa polyfosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis menjadi senyawa ortofosfat.

Oleh karena senyawa orthofosfat merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman termasuk fitoplankton dan alga pada perairan, maka kesuburan suatu perairan dapat ditentukan berdasarkan kandungan orthofosfatnya. Vollenweider dalam Wetzel (1975) mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan berdasarkan tinggi rendahnya kandungan orthofosfat pada perairan tersebut (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO4

No Klasifikasi Orthofosfat (PO4)

(mg/liter)

1 Oligotrofik 0,003 – 0,01

2 Mesotrofik 0,011 – 0,03

3 Eutrofik 0,031 – 0,1

(Sumber: Vollenweider dalam Wetzel, 1975).

Selain berdasarkan kandungan fosfat, tingkat kesuburan suatu perairan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan kandungan fosfor totalnya. Yoshimura dalam

Liaw (1969) mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfor totalnya menjadi 3 golongan,yaitu : 1) Perairan dengan tingkat kesuburan yang rendah yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0 – 0,02 mg/l; 2) Perairan dengan tingkat kesuburan yang sedang yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0,021 – 0,05 mg/l; 3) Perairan dengan tingkat kesuburan yang tinggi yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0,051 – 0,1 mg/l.

Menurut Bruno et al (1979) dalam Sumardianto, (1995) bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 - 5,51 mg/L, dimana apabila konsentrasinya kurang dari 0,02 mg/L, maka fosfat akan menjadi faktor pembatas. Selanjutnya, Moyle (1946) dalam Ardiwijaya (2002) menyatakan bahwa perairan dengan konsentrasi fosfat yang rendah (0,00-0,02 mg/l) akan didominasi oleh fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom), pada konsentrasi fosfat yang sedang (0,02-0,05 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae, sedangkan pada konsentrasi fosfat yang tinggi (>0,10 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae.

b. Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang esensial dalam tubuh semua mahluk hidup, yang berperan sebagai komponen dasar penyusun molekul asam amino dan protein. Selnjutnya, protein mempunyai bermacam-macam fungsi, yang antara lain adalah sebagai penyusun enzym dan hormon.

Secara alami senyawa nitrogen di perairan berasal dari hasil metabolisme organisme air dan dari hasil proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya masukan limbah seperti limbah domestik, perikanan, pertanian, peternakan dan limbah industri ke perairan tersebut. Pada perairan, senyawa nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk gas nitrogen (N2), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), amonia (NH3), dan amonium (NH4+) serta beberapa senyawa nitrogen organik kompleks (Haryadi, 2003). Biasanya pada perairan yang alami, senyawa nitrit (NO2) ditemukan dalam konsentrasi yang sangat rendah, dimana kadarnya lebih rendah dari pada senyawa nitrat (NO3-). Hal ini disebabkan karena nitrit bersifat tidak stabil, sehingga jika terdapat oksigen yang cukup akan teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Senyawa nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen (N2) yang biasa dikenal dengan proses

nitrifikasi dan denitrifikasi (Effendi, 2003).

Proses nitrifiksasi terjadi melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi oksidasi amonia (NH3) menjadi nitrit (N2) dan selanjutnya reaksi oksidasi nitrit (N2) menjadi nitrat. Reaksi tersebut melibatkan bakteri-bakteri aerob seperti

Nitrosomonas dan Nitrobacter. Proses nitrifikasi dapat berlangsung optimal apabila berada pada lingkungan dengan pH 8 dan akan berkurang secara nyata apabila pada pH < 7. Selain dipengaruhi oleh pH, proses nitrifikasi juga dipengaruhi oleh suhu perairan, dimana proses nitrifikasi dapat berlangsung dengan baik apabila pada kondisi suhu 30 – 36 °C (Jenie dan Rahayu, 1993). Hal ini disebabkan karena mikroba yang terlibat dalam proses nitrifikasi tergolong pada mikroba mesofilik. Namun, menurut Henriksen dan Kemp (1988) bahwa kisaran suhu optimal untuk berlangsungnya nitrifikasi bisa pada kisaran suhu yang lebih luas, yaitu pada kisaran 25 – 35 °C.

Proses nitrifikasi:

Nitrosomonas NH4+ + 3/2 O2 2 H+ + NO2- + H2O (Amonium) (Nitrit) Nitrobacter NO2- + ½ O2 NO3- (Nitrit) (Nitrat)

Senyawa nitrat (NO3-) sebagai hasil oksidasi mikroba adalah senyawa yang bersifat sangat reaktif dan sangat mudah larut dalam air, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987). Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang utama pada perairan alami sebagai salah satu nutrien yang penting untuk pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainya, sehingga konsentrasi nitrat yang melimpah dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan bagi organisme perairan khususnya algae (fitoplankton) bila didukung oleh ketersediaan nutrien lainya (Alaerst dan Sartika, 1987). Selanjutnya, Mackentum (1969) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan yang optimal fitoplankton, memerlukan kandungan nitrat perairan pada kisaran 0,9 - 3,5 mg/l.

Menurut Seller dan Markland (1987) bahwa pada konsentrasi kritis, nitrogen dan fosfor potensial menyebabkan blooming fitoplankton (algae) apabila kandungan posfor pada perairan melebihi 0,01 ppm dan kandungan nitrogen melebihi 0,3 ppm. Pertumbuhan algae yang berlimpah dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang menghambat penetrasi cahaya matahari untuk proses fotosintesis sehingga dipandang merugikan bagi ekosistem perairan.

Pada umumya perairan alami di daerah tropis mempunyai konsentrasi nitrogen dan posfor sangat rendah, bahkan kadang tidak terdeteksi, sehingga keberadaan senyawa fosfor dan nitrogen merupakan unsur pembatas terhadap pertumbuhan fitoplankton (eutrofikasi). Bila rasio N dan P > 12, maka yang berperan sebagai faktor pembatas adalah P. Bila rasio N dan P < 7 maka sebagai faktor pembatas adalah N, dan bila rasio N dan P berada diantara 7 sampai 12 menandakan bahwa N dan P bukanlah sebagai faktor pembatas (non-limiting factor) bagi proses eutrofikasi (Goldman dan Horne, 1983).

Dokumen terkait