• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas masyarakat di lokasi penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Geomorfologi lokasi penelitian

5.4. Kapasitas masyarakat di lokasi penelitian

Pada saat ini paradigma kebencanaan adalah paradigma pengurangan resiko dimana pendekatan ini memandang masyarakat merupakan subjek penanggulangan bencana dalam proses pembangunan.

Kapasitas masyarakat pada penelitian ini mengacu pada Bollin (2003) bahwa kapasitas merupakan kemampuan dan pengetahuan stakeholder dalam mengambil tindakan mitigasi, persiapan, respon, rehabilitasi dan rekonsruksi terhadap bencana. Pentingnya menilai kapasitas, menurut Sunarti et al (2009) bahwa besarnya resiko dan dampak bencana selain dipengaruhi oleh besarnya bahaya, juga dipengaruhi oleh kapasitas manusia dalam meminimalkan resiko sebelum bencana, mengelola resiko pada saat bencana, dan mengelola resiko setelah terjadinya bencana. Hal tersebut ditunjang oleh pembelajaran penanggulangan bencana dimana ketangguhan masyarakat menentukan efektfitas penanggulangan bencana.

Pada penelitian ini, penilaian kapasitas hanya pada kapasitas masyarakat karena masyarakat sebagai penerima manfaat dari realisasi program pemerintah

dan lembaga sosial, serta subjek atau pelaku dalam pengurangan resiko bencana. Hal ini sejalan dengan Bollin dan Hidajat (2006) bahwa penilaian kapasitas masyarakat sangat penting dalam strategi pengurangan resiko bencana, bahkan menurut Sutrisno (2007) dalam Sunarti et al (2009) bahwa penanggulangan bencana harus berorientasi kepada manusianya.

Selanjutnya, penilaian kapasitas masyarakat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Penentuan responden dilakukan secara random purposif sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak pada wilayah tertentu berdasarkan tujuan. Pada penelitian ini, diperoleh responden sebanyak 19 orang yang berada di sekitar area yang terdapat titik longsor. Responden yang tersebar pada kelas bahaya longsor aman sebanyak 4 orang, rendah 9 orang dan sedang 6 orang. Responden tersebut terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, umur dan pekerjaan. Adapun sebaran responden disajikan pada Gambar 20.

Indikator yang digunakan dalam penilaian kapasitas masyarakat yaitu mengenai pengetahuan kebencanaan, pengalaman kebencanaan dan sosialisasi/penyuluhan kebencanaan yang pernah diikuti. Pengetahuan masyarakat mengenai kebencanaan dinilai dari beberapa variabel yaitu pengetahuan mengenai bahaya tanah longsor, penyebab longsor, kesiapan dalam menghadapi bencana, seperti jalur evakuasi dan tempat pengungsian. Pengalaman masyarakat mengenai kebencanaan berdasarkan beberapa variabel yaitu pernah mengalami bencana alam, pernah mengalami bencana alam berupa tanah longsor dan mengetahui lokasi bencana terutama tanah longsor. Variabel pelatihan kebencanaan yaitu mengikuti sosialisasi/penyuluhan kebencanaan, pelaksana sosialisasi/penyuluhan, upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi bencana dan upaya pencegahan bencana terutama longsor. Adapun tanggapan responden terhadap variabel yang digunakan dalam menilai kapasitas masyarakat tersebut disajikan pada Tabel 37.

Gambar 20. Sebaran responden di lokasi penelitian

Tabel 37. Parameter dan variabel kapasitas masyarakat, tanggapan responden dan persentasenya di lokasi penelitian

No Parameter kapasitas masyarakat Tanggapan

responden

Persentase (%)

Pengetahuan

1. Mengetahui arti bahaya 19 100

2. Mengetahui arti tanah longsor 16 84,2

3. Mengetahui faktor penyebab longsor 6,3 32,9

5. Mengetahui jalur evakuasi 11 57,9

6. Mengetahui tempat pengungsian 6 31,6

Pengalaman

1. Pernah mengalami bencana 19 100

2. Pernah mengalami kejadian longsor 2 10,5

3. Mengetahui lokasi longsor 13 68,4

Sosialisasi/penyuluhan kebencanaan

1. Pernah mendengar pencegahan bencana 10 52,6

2. Pernah mengikuti sosialisasi/penyuluhan kebencanaan

6 31,6

3. Mengetahui upaya untuk pengurangan resiko bencana

5 26,3

Sumber : Hasil analisis (2012)

Sebagaimana tersaji pada tabel di atas, seluruh responden mengetahui arti bahaya dan pernah mengalami bencana namun hanya sebagian yang pernah

mendengar sosialisasi pencegahan bencana. Dari aspek pengetahuan, sebanyak 84,2% responden mengetahui arti longsor namun hanya 32,9% responden yang mengetahui penyebab longsor. Sebanyak 57,9% responden mengetahui jalur evakuasi namun hanya 31,6% mengetahui tempat pengungsian.

Dari hasil wawancara lebih lanjut dengan responden, pengetahuan mengenai arti bahaya, longsor dan penyebabnya diketahui melalui media massa seperti TV, koran dan radio, namun untuk jalur evakuasi, masyarakat mengetahui dari persepsi sendiri mengenai jalur yang aman menuju tempat pengungsian. Untuk tempat pengungsian juga diketahui dari persepsi responden sendiri terhadap wilayah yang aman seperti di lapangan, masjid atau sekolah yang jauh dari tempat kejadian bencana.

Berdasarkan aspek pengalaman masyarakat, menunjukan bahwa seluruh responden pernah mengalami kejadian alam namun hanya sebanyak 10,5% responden yang pernah mengalami kejadian longsor, dan sebanyak 68,4% responden mengetahui lokasi longsor. Kejadian alam yang pernah dialami responden diantaranya yaitu gunung api dan abu vulkanik yang terjadi secara merata di lokasi penelitian. Ada 2 responden yang pernah hampir mengalami longsor karena rumahnya berada di pinggiran tebing sehingga tebing tersebut terkikis oleh banjir namun tidak ada korban jiwa dan kerusakan, sebab longsor hanya mengikis sedikit di bagian belakang rumah. Responden yang mengetahui lokasi titik longsor karena jarak rumahnya berdekatan dengan titik longsor. Hal ini sejalan dengan hasil pemetaan bahaya longsor di lokasi penelitian yang termasuk kelas bahaya rendah.

Berdasarkan aspek sosialisasi/penyuluhan kebencanaan menunjukan bahwa sebanyak 52,6% responden pernah mendengar mengenai pencegahan bencana, sumber informasi responden umumnya berasal dari radio dan pamflet yang disebarkan oleh pemerintah. Sebanyak 31,6% responden pernah mengikuti sosialisasi/penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan lembaga non pemerintah baik itu di Kelurahan dan Kota dan beberapa responden mengikuti kegiatan ini dalam bentuk simulasi Tsunami. Sebanyak 26,3% responden mengetahui upaya yang dilakukan untuk pengurangan resiko bencana. Berdasarkan wawancara lebih lanjut, responden mengusulkan upaya

penanggulangan resiko longsor di Kota Ternate berupa pembuatan tanggul penahan lereng yang berpotensi longsor, agar pemerintah tidak mengeluarkan ijin galian C yang dapat merusak, dan menyediakan lahan untuk permukiman sehingga masyarakat tidak merambah hutan untuk dijadikan permukiman.

Sebagaimana uraian di atas, terlihat bahwa kapasitas responden dari aspek pengetahuan lebih tinggi dibandingkan aspek lainnya. Parameter sosialisasi/penyuluhan kebencanaan terendah, hal ini menunjukan bahwa sosialisasi/penyuluhan/pelatihan kebencanaan harus menjadi program prioritas di Kota Ternate sebagai upaya peningkatan kapasitas (Gambar 21).

Gambar 21. Grafik tanggapan responden terhadap parameter kapasitas masyarakat di lokasi penelitian.