• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTER BUNGA YANG MENDUKUNG KEMAMPUAN MENYERBUK SILANG GALUR MANDUL JANTAN

Abstrak

Galur mandul jantan selain memiliki sterilitas tinggi dan stabil harus mempunyai karakter dan perilaku bunga yang baik untuk mendukung laju persilangannya. Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari karakter dan perilaku bunga calon GMJ baru serta keragaman genetiknya. Lima galur mandul jantan baru digunakan dalam percobaan ini dan ditata di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur mandul jantan baru dengan tiga sitoplasma berbeda yaitu Wild Abortive, Kalinga dan Gambiaca, memiliki umur berbunga dengan kategori genjah. Galur-galur mandul jantan tersebut memiliki karakter bunga yang lebih baik dibandingkan IR58025A, seperti stigma besar, persentase eksersi stigma yang tinggi, sudut pembukaan bunga yang lebar dan durasi pembukaan bunga yang lama. Akumulasi perilaku bunga yang baik dan mendukung kemampuan menyerbuk silang mampu meningkatkan kisaran seed set GMJ baru, yaitu antara 4,75 – 25,90%, sedangkan IR58025A hanya mencapai 2,98%. Karakter eksersi malai, eksersi stigma, panjang stigma, panjang stilus, sudut pembukaan bunga dan durasi pembukaan bunga GMJ memiliki nilai heritabilitas arti luas moderat hingga tinggi. Nilai koefisien variasi genotipik karakter eksersi stigma, lebar stigma dan panjang stilus termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan panjang stigma tergolong cukup tinggi. Karakter lebar stigma memiliki nilai koefisien variasi fenotipik tinggi, sedangkan eksersi stigma, panjang stigma dan panjang stilus termasuk dalam kategori cukup tinggi. Seleksi terhadap karakter-karakter tersebut efisien dilakukan secara fenotipik. Nilai korelasi yang positif dan nyata ditunjukkan antara seed set dengan lebar stigma (r = 0,44*), eksersi stigma (r = 0,54*) dan sudut membuka lemma dan palea galur mandul jantan (r = 0,42*), serta dengan panjang filamen (r = 0,47*) dan sudut pembukaan bunga galur pelestari (r = 0,57**). Karakter-karakter tersebut sangat mendukung jumlah biji yang terbentuk pada galur mandul jantan.

Abstract

Good male sterile lines should have high and stable sterility as well as good characters and behaviour of flowering that supporting outcrossing ability. The research was conducted to study character and flowering behaviour of new CMS and their genetic variability. Five new CMS lines were testing in the field using three replicated of randomized complete block design. The results showed that Wild Abortive, Kalinga and Gambiaca male sterile lines were early maturity. The lines have better flowering characters than IR58025A, such as big stigma, high stigma exsertion percentage, wider degree of opening glume, longest duration of opening glume. The accumulation of better flowering behavior were supporting the ability of outcrossing, therefore increase average of seed set on CMS lines about 4.75 to 25.90%, while IR58025A only 2.98%. The panicle exsertion, stigma exsertion, stigma length, style length, degree and duration of opening glume have moderate to high broad sense heritability. Coefficient variation of genotype of stigma exsertion, stigma width and style length were high, while stigma length were moderate. The stigma width has high coefficient variation of phenotype, while stigma exsertion, stigma leght and style length were moderate of phenotype coefficient of variance (PCV). Selection of characters could be done through phenotypic selection. The positive and significant correlation were showed between seed set with stigma width (r = 0.44*), stigma exsertion (r = 0.54*) and degree of opening glume of male sterile lines (r = 0.42*), also with filament length (r = 0.47*) and degree of opening glume of maintainer lines (r = 0.57**). The characters were needed to support development of the seed of CMS lines.

Key words: cytoplasmic male sterile lines, flowering biology, flowering behaviour, rice

55

Pendahuluan

Galur mandul jantan potensial tidak cukup memiliki sterilitas yang sempurna dan stabil saja, tetapi juga harus memiliki karakter bunga, perilaku pembungaan dan kemampuan menyerbuk silang yang baik. Keberhasilan perakitan padi hibrida tergantung pada ketersediaan galur mandul jantan yang memiliki laju serbuk silang alami tinggi. Tanaman padi menghasilkan bunga (spikelet) yang sempurna, terkumpul pada rangkaian malai. Setiap bunga terdiri atas enam antera yang didukung oleh tangkai sari (filament) dan stigma yang terdiri atas satu ovule dan memiliki dua permukaan kepala stigma (Virmani 1994). Berdasarkan struktur organ reproduksi, padi termasuk dalam kategori tanaman autogami, sehingga tidak mendukung terjadinya serbuk silang yang tinggi (Sheeba et al. 2006). Oleh karena itu, morfologi dan perilaku pembungaan galur mandul jantan dan tetua jantannya (pelestari dan pemulih kesuburan) akan menentukan tingkat terjadinya serbuk silang saat produksi benih GMJ atau hibridanya.

Persentase pembentukan biji pada produksi benih GMJ dan hibrida ditentukan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal utama yaitu pengaturan ketepatan waktu berbunga antara GMJ dan pelestari atau GMJ dan pemulih kesuburan, sedangkan faktor internal yang utama adalah karakter- karakter bunga dari GMJ (Widyastuti et al. 2007). Tingkat laju persilangan yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa karakter bunga antara lain persentase eksersi malai, eksersi stigma (Shebaa et al. 2006), permukaan stigma yang besar, waktu antesis yang panjang, dan besarnya sudut membuka lemma-palea saat antesis (Singh & Shirisha 2003).

Hasil penelitian sebelumnya telah berhasil memperoleh sepuluh galur mandul jantan baru dengan tiga latar belakang sitoplasma yang berbeda, yaitu Wild Abortive (WA), Kalinga dan Gambiaca. Secara morfologi, baik pada tahap vegetatif maupun generatif, ketiga tipe mandul jantan ini bervariasi. Singh et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat ragam genetik perilaku pembungaan pada sejumlah varietas padi indica dan japonica. Ragam genetik ditemukan pada karakter waktu terjadinya dan lama anthesis, eksersi malai dan jumlah bunga per malai. Hal ini menunjukkan adanya tingkat keragaman genetik untuk karakter morfologi bunga dan perilaku pembungaan.

Karena itu, informasi mengenai ragam genetik karakter dan perilaku pembungaan galur mandul jantan baru ini sangat diperlukan dalam rangkaian

perakitan padi hibrida baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari morfologi dan perilaku bunga calon GMJ baru yang mempengaruhi laju persilangan alami, serta keragaman genotip kedua karakter.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2009 hingga April 2010 di Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Sukamandi,

Jawa Barat. Bahan dan Alat

Dari 10 GMJ baru yang teridentifikasi pada kegiatan transfer sifat mandul jantan dan silang balik berkelanjutan, dipilih GMJ dari tipe yang berbeda untuk dipelajari karakter dan perilaku bunganya. Bahan yang digunakan adalah 5 GMJ (BI485A, BI599A, BI855A, BI639A dan BI665A) dan pelestari pasangannya (BI485B, BI599B, BI855B, BI639B dan BI665B). Pembanding yang digunakan adalah IR58025A dan IR58025B. Alat yang digunakan berupa busur derajat, kaca pembesar, mikroskop, counter, caliper digital dan alat tulis.

Prosedur Pelaksanaan

Percobaan dilakukan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. GMJ dan pelestari pasangannya ditanam secara berdampingan. Masing-masing galur ditanam sebanyak 2 baris dan setiap baris ditanam 12 rumpun dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, dan satu bibit per lubang tanam. Penanaman dilakukan setelah umur bibit mencapai 21 hari setelah sebar. Guna memperoleh kesesuaian waktu berbunga antara F1 dengan tetua jantannya, maka tetua jantan ditanam sebanyak tiga kali waktu tanam, yaitu lima hari lebih dahulu, bersamaan dan lima hari lebih lambat dari tetua betinanya. Pengamatan dilakukan terhadap 10 sampel tanaman per galur.

Peubah yang diamati meliputi karakter agronomis dan bunga, baik GMJ maupun pelestari. Pengamatan karakter agronomis dilakukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif. Pengamatan juga dilakukan terhadap umur berbunga 50%. Pengamatan terhadap karakter bunga dan perilaku pembungaan galur mandul jantan dan pelestari, antara lain :

57

A. Karakter bunga dan perilaku pembungaan galur mandul jantan, meliputi: 1. Panjang stigma, diukur dari pangkal stigma hingga ujung terjauh stigma

(mm).

2. Lebar stigma, dilakukan dengan mengukur diameter permukaan terlebar stigma (mm).

3. Panjang stilus, diukur dari pangkal stigma hingga bagian yang berbatasan dengan ovari (mm).

4. Warna stigma, diamati secara visual pada saat bunga mekar.

5. Umur berbunga 50%, diamati jumlah hari saat 50% populasi tanaman telah berbunga (hari)

6. Persentase eksersi malai, diukur berdasarkan posisi kedudukan leher malai terhadap daun bendera; yang diamati pada stadia masak susu atau menjelang panen.

7. Persentase eksersi stigma, diukur berdasarkan jumlah bunga yang memiliki stigma keluar pada satu atau kedua sisi lemma palea saat bunga tersebut telah selesai anthesis.

8. Lama pembungaan, diamati durasi membukanya lemma dan palea selama anthesis (menit).

9. Sudut pembukaan bunga, diamati sudut maksimal yang dibentuk oleh lemma dan palea saat anthesis (o).

10. Persentase Seed set, diukur berdasarkan jumlah biji yang terbentuk akibat persilangan alami galur mandul jantan dengan galur pelestari pasangannya. B. Karakter bunga dan perilaku pembungaan galur pelestari, meliputi:

1. Panjang antera, diukur dari pangkal lokul antera hingga ujung antera (mm). 2. Panjang filamen, diukur dari pangkal antera hingga dasar lokul antera (mm). 3. Warna antera, diamati saat bunga mekar yaitu sekitar jam 9 – 10 pagi (udara

cerah)

4. Skor anthesis, diukur berdasarkan keserempakan bunga mengalami anthesis.

5. Umur berbunga 50%, diamati jumlah hari saat 50% populasi tanaman telah berbunga (hari)

6. Lama pembungaan, diamati durasi membukanya lemma dan palea selama anthesis (menit).

7. Sudut pembukaan bunga, diamati sudut maksimal yang dibentuk oleh lemma dan palea saat anthesis (o).

8. Persentase Seed set, diukur berdasarkan jumlah biji yang terbentuk akibat menyerbuk sendiri pada galur pelestari.

Analisis Data

Analisis statistik untuk karakter-karakter bunga menggunakan nilai rata- rata ulangan tiap galur. Data yang berupa persentase ditransformasi arcsin terlebih dahulu sebelum dianalisis. Ragam genotipe, ragam fenotipe dan heritabilitas dihitung berdasarkan komponen ragam (Singh & Chaudary 1979).

Hasil dan Pembahasan

Karakter Morfologi, Perilaku Bunga dan Keragaman Genetiknya pada Tiga Tipe Galur Mandul Jantan Baru

Guna mendukung proses produksi benih, galur mandul jantan harus mempunyai sterilitas polen yang stabil dan memiliki struktur serta perilaku bunga yang baik. GMJ harus mempunyai struktur bunga yang normal, putik sempurna dan keluar saat berbunga serta lemma dan palea yang mampu membuka lebih lama dengan sudut yang lebar (Yuan et al. 2003).

Eksersi Malai

Hasil pengamatan terhadap sejumlah karakter biologi dan perilaku bunga GMJ dan pembanding disajikan pada Tabel 21. Eksersi malai tiga tipe GMJ tidak berbeda nyata dengan galur pembanding (IR58025A), kecuali BI485A dan BI665A yang memiliki persentase eksersi malai lebih rendah. Namun demikian semua GMJ baru, termasuk kategori bereksersi malai baik karena >75% malai keluar dari pelepah daun bendera. Hal ini menunjukkan bahwa semua GMJ baru masih memiliki bagian malai yang tertutup daun bendera, walaupun galur pelestari pembentuknya tidak demikian (Gambar 8).

Galur mandul jantan maupun galur pelestari memiliki empat bagian internode, setelah fase perpanjangan internode, yaitu ruas II, III, IV dan UI (upper internode). Internode IV merupakan bagian terbawah pada perpanjangan batang, yang terjadi pada fase pembentukan primordia malai utama (fase 1). Diikuti oleh perpanjangan internode III pada fase primordial rachis-branch (fase 3). Internode IV dan III berhenti memanjang berturut-turut pada fase meiosis (fase 7) dan pematangan polen (fase 8). Pemanjangan internode II dimulai pada fase 7. Pada

59

fase tersebut, polen galur mandul jantan tipe WA mengalami aborsi, setelah itu laju pemanjangan internode II galur mandul jantan menjadi lebih rendah dibandingkan galur pelestari. Hal ini mengakibatkan ketika internode teratas atau pangkal malai mulai memanjang pada fase 8 maka eksersi malai GMJ menjadi tidak sempurna (Gambar 8). Menurut Yin et al. (2007), penurunan laju pemanjangan internode pada galur mandul jantan tipe wild abortive terkait dengan terjadinya mandul jantan sitoplasmik. Gagalnya pemanjangan pangkal malai pada GMJ tipe Wild Abortive karena terhambatnya biosintesis asam giberelat, yang disebabkan oleh kandungan asam indol asetat (IAA) yang rendah pada malai galur mandul jantan. Namun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ternyata sifat ini juga berasosiasi dengan GMJ tipe Gambiaca maupun Kalinga.

Gambar 8 Eksersi malai galur pelestari (kiri) dan galur mandul jantan (kanan) Beberapa galur mandul jantan tipe lain seperti Honglian (HL) dan Boro type (BT) dilaporka mengalami permasalahan yang sama yaitu tertutupnya sebagian pangkal malai GMJ. Yin et al. 2007 menyebutkan bahwa dibandingkan dengan GMJ tipe WA, galur tipe HL dan BT mengalami pengguguran polen lebih lambat yaitu saat fase binukleat dan trinukleat. Hal ini ternyata berasosiasi dengan persentase eksersi malai GMJ tipe HL dan BT yang lebih besar dibandingkan dengan GMJ tipe WA. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa panjang akhir

ruas teratas sangat dipengaruhi oleh fase pengguguran polen pada GMJ padi. Semakin awal terjadinya pengguguran polen pada GMJ, maka semakin pendek persentase pemanjangan ruas teratasnya, sehingga eksersi malainya akan sangat rendah.

Pada penelitian ini galur mandul jantan BI855A (tipe Gambiaca) dan BI639A (tipe Kalinga) memiliki persentase eksersi malai yang lebih baik dibanding BI485A dan BI599A (tipe Wild Abortive), sehingga ada kemungkinan bahwa terjadinya hambatan terhadap pemanjangan ruas teratas GMJ tipe Gambiaca dan Kalinga terjadi pada fase yang lebih lambat. Namun untuk mengetahui dengan jelas penyebab fenomena ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fase aborsi polen pada GMJ tipe Gambiaca dan Kalinga tersebut.

Tabel 21 Eksersi malai, eksersi stigma, panjang dan lebar stigma, panjang stilus dan warna putik dari tiga tipe galur mandul jantan baru

Keterangan: BI485A: IR58025A/H36-3-Ma, BI599A/B: IR58025A/B4-1-Da, BI639A: IR80156A/H36- 3-Mc, BI665A: IR80156A/H36-4-M, dan BI855A: IR80154A/B2-1-Db; σ2g= ragam genotipe; σ2p= ragam fenotipe; h(bs) = heritabilitas arti luas; KVG= koefisien keragaman genotipik; KVP= koefisien keragaman fenotipik

Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda secara statistika

Nilai koefisien ragam genotipik (KVG) relatif ditentukan dari nilai KVG absolut, yaitu 0-17,91%, sehingga diperoleh empat kategori yaitu rendah (0 < x < 4,48), agak rendah (4,48 < x < 8,95), cukup tinggi (8,95 < x < 13,43) dan tinggi (x > 13,43). Kategori nilai koefisien variasi fenotipik (KVP) ditetapkan bahwa rendah (0 < x < 6,47), agak rendah (6,47 < x < 12,94), cukup tinggi (12,94 < x < 19,40)

61

dan tinggi (x > 19,40). Nilai KVG dan KVP dari eksersi malai termasuk dalam kategori rendah dengan nilai heritabilitas yang termasuk kategori tinggi (Tabel 21). Hal ini menunjukkan bahwa selain genetis, karakter eksersi malai juga masih dipengaruhi oleh lingkungan. Eksersi malai sangat dipengaruhi oleh biosintesis asam giberelat. Rendahnya eksersi malai dapat diatasi dengan melakukan perbaikan terhadap fisiologi dan genetik terhadap galur-galur ini sehingga mampu mensintesis GA dengan baik atau menambahkan bahan kimia yang mengandung asam giberelat secara eksogen. Beberapa peneliti telah memasukkan gen eui ke dalam galur mandul jantan padi untuk mengatasi tertutupnya malai pada pelepah daun bendera. Terdapat dua gen resesif, yaitu eui dan eui2 yang bertanggung jawab terhadap pemanjangan ruas teratas pada padi. Dua gen tersebut merupakan gen yang non allelic, masing-masing berada di kromosom 5 dan di tengah lengan panjang dari kromosom 10 (Qiao et al. 2008).

Stigma

Pengamatan pada GMJ dilakukan terhadap karakter-karakter persentase eksersi stigma, panjang dan lebar stigma serta panjang stylus atau tangkai stigma. GMJ yang baik harus memiliki kemampuan menyerbuk silang yang sangat tergantung pada kapasitas stigma dalam menerima polen asing. Pada galur pelestari (maintainer) harus diamati kemampuan antera menyediakan polen dalam jumlah cukup untuk menyerbuki tanaman GMJ di sekitarnya (Ramakrishna et al. 2006). Eksersi stigma diamati dari jumlah bunga dengan stigma tetap di luar saat bunga sudah menutup kembali setelah anthesis (Gambar 9). Kemampuan GMJ untuk mempertahankan stigmanya tetap di luar setelah anthesis didukung oleh panjang stilus (tangkai stigma) yang panjang. Persentase eksersi stigma tiga tipe GMJ baru nyata lebih tinggi dibandingkan IR58025A (Tabel 21). Panjang stilus galur-galur mandul jantan baru tersebut bervariasi. Panjang stilus GMJ baru tipe Wild Abortive tidak berbeda nyata dengan pembanding, karena pembanding yang digunakan merupakan GMJ tipe yang sama. GMJ baru tipe Gambiaca dan Kalinga nyata memiliki stilus yang lebih panjang dibandingkan IR58025A, sehingga potensi eksersi stigma kedua tipe galur ini juga lebih tinggi dibandingkan tipe WA.

Karakter panjang dan lebar stigma tidak menunjukkan variasi yang cukup besar dan tidak berbeda nyata dengan IR58025A. Hal ini karena IR58025A

merupakan salah satu GMJ yang telah dirakit dengan memperhatikan karakter panjang dan lebar stigma yang baik pula. Eksersi stigma merupakan karakter dengan heritabilitas yang tinggi, dengan nilai KVG tinggi dan KVP cukup tinggi. Karakter panjang stigma juga memiliki nilai KVG dan KVP relatif cukup tinggi, sedangkan panjang stilus memiliki nilai KVG tinggi dan nilai KVP yang cukup tinggi. Heritabilitas arti luas kedua karakter tersebut tergolong tinggi. Hal ini berarti bahwa seleksi terhadap karakter eksersi stigma, panjang stigma dan panjang stilus dapat dimulai sejak generasi awal, karena karakter tersebut tidak terlalu dipengaruhi oleh efek lingkungan (Sheeba et al. 2006). Karakter lebar stigma galur mandul jantan baru masih dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga variasi antar sampel cukup besar. Namun demikian, karakter ini memiliki nilai KVG yang cukup tinggi dan KVP cukup tinggi, walau nilai heritabilitas arti luasnya moderat. Karakter ini sebaiknya diseleksi dengan lebih hati-hati, yaitu dengan melakukannya pada generasi lanjut agar telah diperoleh fiksasi gen dengan baik dan semua galur hasil seleksi telah mendekati homozigos, serta dilakukan pengamatan terhadap lebih banyak sampel pada satu galur yang sama. Dengan demikian, apabila diperoleh galur-galur generasi lanjut yang memiliki lebar stigma yang baik, maka diharapkan sifat tersebut akan kembali dan terus diwariskan kepada zuriatnya. Karakter-karakter yang memiliki nilai KVG dan heritabilitas tinggi lebih efisien untuk diseleksi secara fenotipik atau visual (Singh & Sirisha 2003). Dalam penelitian ini, seleksi fenotipik terhadap karakter eksersi stigma yang dilakukan mulai dari generasi F1BC3 ternyata efektif dalam meningkatkan persentase eksersi stigma tiga tipe GMJ baru dibandingkan galur pembandingnya yaitu IR58025A. Seluruh GMJ baru memiliki warna stigma putih, dengan ukuran yang cukup besar. Pada awal perakitan GMJ baru, terdapat beberapa calon GMJ yang memiliki warna stigma hitam dengan persentase eksersi stigma yang tinggi. Akan tetapi, calon GMJ ini memiliki sterilitas polen yang tidak stabil, sehingga tidak dapat dilanjutkan sebagai calon GMJ baru.

Tiga tipe galur mandul jantan baru memperlihatkan karakteristik dan perilaku bunga yang mendukung terjadinya serbuk silang pada padi. Padi budidaya inbrida memiliki antera dan stigma yang lebih pendek serta persentase eksersi stigma yang lebih rendah, sedangkan padi liar memiliki stigma lebih besar dan persentase eksersi stigma yang tinggi sehingga persentase menyerbuk silang padi liar lebih besar dibandingkan padi budidaya (Uga et al. 2003). Karakteristik dan perilaku bunga galur mandul jantan yang mendukung persilangan alami di

63

atas diperoleh dari tetua-tetua asalnya (ancestor), karena galur mandul jantan tipe Wild Abortive dikembangkan dari O. rufipogon (Eckardt 2006), sedangkan Kalinga dan Gambiaca dikembangkan dari padi lokal indica dan tropical japonica. Galur-galur tersebut memiliki sejumlah karakter bunga yang ideal untuk digunakan sebagai tetua betina dalam produksi benih hibrida, seperti durasi antesis yang panjang dan eksersi stigma yang baik (Singh et al. 2006).

Gambar 9 Eksersi stigma yang tinggi pada galur mandul jantan baru (B) dibandingkan dengan eksersi stigma pada IR58025A (A)

Karakter Morfologi, Perilaku Bunga dan Keragaman Genetik Galur Pelestari Pasangan Galur Mandul Jantan Baru

Galur pelestari seringkali disebut sebagai saudara kembar galur mandul jantan, karena secara morfologi galur ini memiliki kesamaan, tetapi galur pelestari memiliki polen yang normal dan fertil. Galur pelestari berfungsi sebagai penyedia polen guna menyerbuki stigma galur mandul jantan dalam produksi benih galur mandul jantan. Perilaku bunga yang menjadi kriteria dalam perakitan galur pelestari tentu berbeda dengan kriteria untuk galur mandul jantan. Karakter bunga dan perilaku bunga lima galur pelestari ditampilkan pada Tabel 22.

Lima galur pelestari pasangan galur mandul jantan baru, memiliki antera yang nyata lebih panjang dibandingkan IR58025B, hanya satu yang sebanding dengan IR58025A, yaitu BI485B. Panjang antera berkisar antara 2,12 - 2,52 mm dan berwarna kuning serta gemuk, menunjukkan bahwa antera memiliki cukup banyak polen yang nantinya akan dilepaskan untuk menyerbuki galur mandul jantan pasangannya. Karakter ini memiliki nilai heritabilitas yang tinggi sehingga seleksi efektif dilakukan secara fenotipik pada generasi awal.

Tabel 22 Panjang antera, filamen, skor anthesis dan warna antera galur pelestari

Keterangan: BI485B: H36-3-Ma, BI599B: B4-1-Da, BI639B: H36-3-Mc, BI665B: H36-4-M, dan BI855B: B2-1-Db; Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda secara statistika

Kemampuan antera untuk melepaskan polen diamati visual. Proses pecahnya antera terjadi dengan tahapan sebagai berikut: (1) lemma dan palea membuka, (2) filamen (tangkai antera) memanjang keluar gluma, (3) antera membesar dan (4) antera melepaskan polen, yang disebut sebagai dehiscence (Gambar 10). Filamen yang panjang diperlukan untuk memastikan bahwa antera betul-betul berada di luar glume sehingga dapat menjatuhkan polen ke rumpun- rumpun padi di sekitarnya, dalam hal ini galur mandul jantan yang selalu ditanam

65

berdampingan dengan galur pelestarinya. Matsui et al. (1999) menyatakan bahwa pembengkakan antera secara cepat merupakan respon terhadap membukanya bunga pada padi dan meningkatnya tekanan polen pada bagian apikal antera. Terjadinya pembengkakan antera sangat diperlukan dalam proses pelepasan polen dari dalam antera. Proses ini membutuhkan air atau