• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.3 Karakter

Secara etimologis kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti mengukir, melukis, memahat atau menggoreskan. Pendapat lain mengatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani karasso yang berarti cetak biru, format dasar, sidik jari (Doni, 2007:90). Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi

44

pengertian karakter sebagai sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.

Thomas Lickona (1991) menjelaskan bahwa karakter mulia (good character) meliputi hal-hal dasar seperti pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Menurutnya, kualitas moral, ciri karakter yang membentuk pengetahuan moral, perasaan moral dan perbuatan moral, mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations),serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Doni Koesoema melihat karakter sebagai kondisi dinamis struktur antropologis individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, tetapi juga usaha untuk mengatasinya demi hidup yang makin integral dalam proses penyempurnaan diri terus menerus. Berdasarkan hal ini, karakter bukan sekedar hasil tindakan, melainkan secara simultan sekaligus merupakan hasil dan proses. Dinamika ini menjadi dialektika terus menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya. (Doni, Majalah Basis, 2007).

Dengan demikian karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal, dalam rangka dengan dirinya, sesamanya, lingkungan dan bahkan dengan Tuhan-nya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perilaku berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya/tradisi, dan adat-istiadatnya. Pengertian demikian ini jelas memungkinkan terbentuknya formulasi pendidikan karakter dalam lingkup sekolah, sehingga muncul gagasan tentang pendidikan

45

karakter (character education) dan konsep tentang pembentukan/pengembangan karakter (character building).

Memahami karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya, akan membuat kita tidak jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam ataupun terlalu tinggi optimisme seolah kodrat alamiah kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Tetapi melalui dua hal itu kita diajak untuk sungguh mengenali diri sendiri: keterbatasan-keterbatasan, potensi-potensi, dan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangannya. Karena itu, tentang karakter seseorang, kita hanya bisa menilai apakah seorang itu memiliki karakter kuat atau lemah, apakah ia lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari bawaannya atau ia menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima.

Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada dari bawaannya yang menghambat pertumbuhannya, tetapi berjuang membangun dan merancang masa depannya sendiri demi kesempurnaan kemanusiaannya. Mereka yang berkarakter lemah ibarat wayang di tangan sang dalang. Orang seperti ini, dalam tingkatan yang paling ekstrem bisa jatuh dalam fatalisme; hal yang tentu sangat kontraproduktif dengan cita-cita pendidikan yang merupakan sebuah intervensi sadar dan terstruktur agar manusia semakin dapat memiliki kebebasan sehingga mampu lebih bijak dalam menempa dan membentuk dirinya berhadapan dengan determinasi alam dalam dirinya, menuju sebuah cita-cita yang lebih mulia, menuju pribadi yang lebih manusiawi dan bermartabat.

46 2.3.2 Perbedaan Karakter dan Kepribadian

Orang sering mencampur-adukkan penggunaan kata karakter dan kepribadian secara tidak tepat, padahal keduanya berbeda. Sumadi Suryabrata (2000) dalam bukunya berjudul Psikologi Kepribadian mengutip Allport yang berkata,“Character

is personality evaluated, and personality is character devaluated”. Ketika

kepribadian seseorang diletakkan pada norma moral, maka kita sedang membahas tentang karakter. Sedangkan kepribadian adalah sejumlah karakteristik sifat yang muncul dalam perilaku tanpa adanya penilaian moral. Jadi sekedar deskripsi saja tentang seseorang, misalnya pemarah, penyabar, tahan uji, mudah iba, mudah tersinggung, dan sebagainya.

Kepribadian dan karakter seseorang adalah hasil interaksi antara diri orang itu, pengalaman hidup dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang bisa berubah, sedangkan karakter individu bisa dibentuk.

2.3.3 Pribadi Berkarakter

Berbicara tentang karakter tidak bisa terlepas dari masalah kepribadian seseorang, meskipun keduanya tidak sama. Karakter tidak dapat diwariskan, karena itu harus dibangun dan dikembangkan setiap insan secara terus menerus melalui proses pendidikan yang berkualitas. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, adab, atau ciri kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun dan mengembangkan kepribadian peserta didik untuk menjadi lebih baik, dewasa dan bermartabat.

47

Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan adaptasi dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis dan aspek fisik. Maka untuk memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidupnya, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu yang akhirnya membentuk kepribadiannya.

Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian proses pembelajaran, pelatihan dan peneladanan. Adapun kriteria karakter yang kuat adalah: a. Memberikan sumbangan terhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri sekaligus untuk orang lain dan lingkungannya, b. Kekuatan dari ciri-ciri yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, c. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, tidak membatasi atau menghambat orang-orang di sekitarnya, d. Kekuatan karakter tampil dalam tingkah laku individu yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-lemahnya, e. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya, f. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal, g. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi kebanyakan dari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu, dan h. Kekuatan karakter memiliki akar psiko-sosial; potensinya ada dalam diri sendiri, aktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Para ahli umumnya mengatakan bahwa keutamaan karakter bersumber dari dua kekuatan, yaitu: kekuatan kognitif; keutamaan karakter yang diharapkan muncul

48

adalah kebijaksanaan dan pengetahuan, kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai kegiatan belajar, perspektif yang utuh mengenai kehidupan, dan kekuatan interpersonal; dari kekuatan ini diharapkan tampil keutamaan-keutamaan karakter yaitu kemanusiaan, cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli, sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruistik).

Karakter selalu didasari oleh spirtualitas. Daya-daya spiritual menjadi kekuatan bagi manusia untuk bertahan dan setia menuju tujuan serta menghindarkan manusia dari godaan dan menguatkannya saat berada dalam situasi yang sulit. Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat mengatasi keadaan dirinya, berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya).

Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebahagiaan. Pada akhirnya, orang dengan karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri, dan memberi sumbangan positif kepada masyarakatnya. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang lebih besar dari diri sendiri.

Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter, merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan keutamaan.

49 2.3.4 Pendidikan Karakter

Kemerosotan moral pada hampir seluruh dimensi kehidupan dewasa ini, terutama yang menimpa generasi muda kita, telah menjadi keprihatinan mendalam dari semua kalangan. Kondisi ini membawa kesepakatan bahwa sudah saatnya pendidikan karakter dilaksanakan secara sistematis, strategis dan menyeluruh di sekolah sehingga menjadi efektif dalam pembentukan pribadi para peserta didik.

Dasar antropologis pemikiran tentang pendidikan karakter ialah keberadaan manusia sebagai penghayat nilai yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Dinamika struktur manusia yang seperti inilah yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi. Sebagai penghayat nilai, manusia juga menghayati transendensi dirinya dengan cara membaktikan diri pada nilai-nilai yang diyakininya sebagai berharga bagi dirinya serta komunitasnya. Maka berbicara tentang pendidikan karakter, berarti berbicara tentang usaha-usaha manusiawi dalam mengatasi keterbatasan dirinya, yang dilakukan melalui praksis nilai yang dihayatinya, yang pada gilirannya semakin mengukuhkan identitas dirinya sebagai manusia.

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an dan Thomas Lickona dianggap sebagai tokoh pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku The Return of Character Education dan Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui tulisannya tersebut Lickona ingin menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter, yang menurutnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good),dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona:1992) .

50

Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik itu. Pendidikan karakter merupakan pemberian pandangan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup. Hal ini sesuai dengan wacana kurikulum 2013 yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada semua mata pelajaran di sekolah. Setiap guru harus mampu memberikan pesan moral dari masing-masing materi yang disampaikan kepada peserta didiknya. Hal yang penting dalam rangka pendidikan sebagai upaya memahat karakter pada diri peserta didik adalah kesadaran bahwa pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik, tetapi utamanya adalah agar dapat membentuk karakter dan watak positif pada peserta didik.

Pendidikan merupakan proses membantu generasi muda untuk menjadi manusia yang utuh dan penuh pada semua aspek kehidupannya yaitu: aspek kognitif, afektif, social, moral, emosi, estetika, agama, kepribadian dan fisik. Namun, akhir-akhir ini sekolah formal agaknya terlalu menekankan segi kognitif saja sehingga mengesampingkan pendidikan nilai. Salah satu buktinya adalah dengan adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti peserta didik. Dalam banyak pengalaman, peserta didik dibimbing untuk terampil menyelesaikan soal-soal yang diberikan terutama saat ujian akhir agar mendapat nilai yang setinggi-tingginya dan boleh masuk dalam perguruan tinggi negeri atau swasta yang ternama. Sepintas, nampaknya pendidikan kita lebih menekankan hasil yang akan dicapai dan bukan pada proses mencapai hasil tersebut

51

dimana penalaran sangat diandaikan, yang secara tidak langsung, karakter anak turut dibentuk.

Dokumen terkait