• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.4 Spiritualitas

2.4.2 Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual telah memberikan kesegaran baru di tengah-tengah pendekatan sains yang selama ini cenderung memisahkan diri dari perspektif iman dan agama. Bukti saintifik dan kajian-kajian kemanusian versi agama-agama timur menjadikan konsep kecerdasan spiritual ini dapat mengharmoniskan perseteruan agama versus sains, yang hingga saat ini masih berlangsung di dunia barat.

Kecerdasan spiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup serta yang memungkinkan manusia secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupannya. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggung jawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan diciptakannya secara kreatif karya-karya baru.

53

Dalam keceredasan spiritual, makna (meaning) adalah unsur terpenting, karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan makna dan nilai, kecerdasan yang akan membantu manusia meraih makna hidup dan menjadikan hidupnya lebih bermakna (Zohar dan Marshall, 2000:4).

Kebutuhan manusia terhadap makna hidup adalah kebutuhan yang sangat mendasar dan penting. Manusia merasa dirinya bermakna ketika dia memiliki kejujuran, merasa hidupnya dibutuhkan, bermanfaat dan mampu melakukan sesuatu yang bermakna bagi dirinya dan sesama. Pencarian akan makna adalah sumber motivasi. Memberi makna hidup merupakan proses pembentukan kualitas hidup. Keinginan untuk menjadikan hidup lebih bermakna adalah hal yang mengarahkan dan mewarnai sikap dan tindakan manusia.

Zohar dan Marshall melihat spiritualitas sebagai sesuatu yang menghidupkan organisme yang tidak harus selalu dikaitkan dengan dimensi ketuhanan dan keagamaan. Pemikiran kecerdasan spiritual mereka lebih menekankan pada wilayah proses pemaknaan hidup. Karena itu, konsep kecerdasan spiritual mereka dapat dipandang sebatas upaya terapis terhadap kompleksitas permasalahan eksistensial manusia. Mereka tidak menafikkan bahwa kecerdasan spiritual dapat digunakan untuk meningkatkan religiositas seseorang dan bahwa kecerdasan spiritual dapat diperoleh dengan dan melalui keberagamaan. Mereka juga mengakui adannya “Titik Tuhan” (God Spot) dalam diri manusia, bahkan mereka menganggap Titik Tuhan tersebut sebagai unsur terpenting dan landasan keberadaan kecerdasan spiritual. God Spot sebagai bagian dari lobus temporal berkaitan erat dengan pengalaman religius

54

atau pengalaman spiritual seseorang, sehingga tidak dapat dipisahkan dari dimensi keagamaan (Pasiak, 2003:127).

Otak spiritual menempati bagian yang sentral dalam diri manusia. Ada beberapa bukti yang memperkuat pendirian ini: 1. Isolasi 40 Hz yang ditemukan oleh Denis Pare dan Rudholpo Llinas yang kemudian dikembangkan menjadi Spiritual Intelligence oleh Danah Zohar dan Ian Marshall; 2. Alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph de Laux yang dikembangkan menjadi Emotional Intelligence

oleh Daniel Golemen dan Robert Cooper dengan suara hati; 3. God Spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Micheal Pasinger dan V.S Ramanchandran (Pasiak, 2003:27). Bukti-bukti itu memberikan informasi tentang adanya hati nurani atau intuisi dalam otak manusia yang memperkuat dugaan bahwa dalam diri manusia tersimpan otak spiritual atau kecerdasan spiritual.

Stephen R. Covey (2005:79) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual adalah pusat paling mendasar dan menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna terdalam dan hubungan dengan yang tak terbatas. Kecerdasan spiritual adalah fasilitas yang berkembang sedemikian sehingga memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan, terutama yang menyangkut masalah eksistensial. Dengan dimilikinya SQ, seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya dan berdamai dengan masalah tersebut. SQ memberi sesuatu “rasa yang dalam" pada diri seseorang menyangkut keberadaannya.

Ciri –Ciri Orang Yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi

Ari Ginanjar Agustian (2010) menyebut beberapa ciri orang yang memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi, antara lain :

55

1) Memiliki prinsip hidup dan visi yang kuat. Semakin banyak pengetahuan mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi untuk bertindak dengan bijaksana.

2) Kesatuan dalam keragaman. Kita berbeda karena memang kita diciptakan demikian, namun sebagai manusia kita sama dan bersaudara, saling mengisi dan memperkaya, bukan untuk membedakan dan saling menghancurkan.

3) Mampu menemukan makna terdalam dari setiap sisi kehidupan dan pengalamannya, dengan selalu bertanya kepada diri sendiri: apa yang dituntut situasi hidup saya saat ini dan langkah bijaksana apa yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya saat ini? Pribadi yang memiliki SQ tinggi akan mendengarkan dan mentaati hati nuraninya yang berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

4) Memiliki kekuatan untuk bertahan dalam kesulitan dan penderitaan bahkan mampu menjadikan kesulitan dan tantangan tersebut menjadi peluang untuk semakin maju.

Faktor – Faktor Yang Menpengaruhi Kecerdasan Spiritual

Zohar dan Marshall (2000:41-50) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual, yaitu :

=Faktor Internal :

a) Pembawaan. Setiap manusia yang lahir dari latar belakang apa saja, mempunyai potensi untuk percaya akan adanya kekuatan di luar dirinya yang mengontrol hidupnya dan alam semesta.

56

b) Sel saraf otak. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan lahiriah kita. Penelitian yang dlakukan pada era 1990-an membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

c) Titik Tuhan. Penelitian Rama Chandran menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal, yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung.

=Faktor Eksternal :

a) Lingkungan keluarga. Keluarga adalah sekolah kehidupan dan dapur suara hati pertama dan utama bagi anak. Segala kecerdasan bermula dan kuat dipengaruhi oleh keluarga.

b) Lingkungan sekolah. Di sekolah anak banyak memperoleh pengetahuan dan nilai. Jika guru memberi nilai kehiduan yang baik, akan membuat kecerdasan spiritual anak akan baik, yang pada gilirannya anak mampu memaknai hidupnya dengan baik pula.

c) Lingkungan masyarakat. Lingkungan masayarakat yang mempunyai budaya atau kebiasaan yang baik maka anak akan terbiasa juga melakukan hal-hal yang baik, sehingga secara tak langsung kecerdasan spiritual anak juga tumbuh dan berkembang.

Cara Mengembangkan Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual bukan sesuatu yang diberi begitu saja tetapi yang harus selalu disadari dan dikembangkan. Kecerdasan spiritual berlandaskan kesadaran transenden, bukan hanya pada tataran biologis-psikologis. Dalam rangka

57

mengembangkan kecerdasan spiritual, Ary Ginanjar Agustian (2010) menganjurkan perlunya diupayakan empat langkah pokok yaitu :

1) Penjernihan emosi; merupakan titik tolak dari kecerdasan emosi, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas dari segala tekanan. 2) Pembangunan mental; yaitu pembentukan alam berpikir dan emosi secara

sistematis berdasarkan norma moral dan ajaran iman yang dianut, sehingga diharapkan akan tercipta format berpikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri serta sesuai dengan hati nurani. Maka akan terbentuk karakter manusia yang memiliki tingkat kecerdasan emosi-spiritual sesuai dengan citra manusia, yang mencakup enam prinsip:

a) Star Principle (prinsip bintang); terkait dengan rasa aman, kepercayaan diri, intuisi, integritas, kebijaksanaan dan motivasi yang tinggi, yang berlandaskan nilai iman.

b) Angel Principle (prinsip malaikat); yang mencakup loyalitas, integritas, komitmen, kebiasaan memberi dan mengawali, suka menolong dan saling percaya.

c) Leadership Principle (prinsip kepemimpinan); pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, memiliki integritas yang kuat sehingga dapat dipercaya, selalu membimbing dan mengajarkan pengikutnya, dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan suara hati yang benar.

d) Learning Principle (prinsip pembelajaran); mencakup kebiasaan untuk terus belajar dan menggali informasi yang penting untuk kehidupan, kejernihan

58

membaca situasi, kebiasaan berpikir kritis dan mengevaluasi diri dan semua yang dilakukannya.

e) Vision Principle (prinsip masa depan); selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang ditempuh, memiliki pengendalian diri dan sosial, memiliki kepastian akan masa depan dan punya ketenangan batin yang tinggi. f) Well Organized Principle (prinsip keteraturan); selalu berorientasi pada

manajemen yang teratur, disiplin, sistematis, dan integratif.

3) Ketangguhan pribadi (Personal Strength); merupakan langkah pengasahan hati yang telah terbentuk, yang dilakukan secara berurutan dan sistematis berdasarkan nilai-nilai hidup yang dianutnya (umumnya sumbangan dari nilai-nilai iman), yang terdiri atas:

a) Mission Statement; penetapan misi kehidupan, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, transformasi visi, dan komitmen total.

b) Character Building; pembangunan karakter melalui ketaatan menjalankan panggilan imannya dan nilai-nilai kemanusiaan universal.

c) Self Controlling; pengendalian diri, melalui ketaatan terhadap keyakinan/imannya, guna meraih kemerdekaan sejati, memelihara martabat kemanusiaan.

d) Social Strength; ketangguhan sosial, merupakan pembentukan dan pelatihan untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain serta lingkungan sosialnya.

Dokumen terkait