• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setiap anak memiliki karakteristiknya masing-masing, begitu pula dengan anak tunarungu. Ada beberapa perbedaan yang terlihat antara anak normal dengan anak tunarungu dikarenakan kondisi yang membuat anak tunarungu mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka memerlukan perhatian khusus dalam masyarakat. Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:

1. Fisik

Jika dilihat secara sekilas, anak tunarungu tidak memiliki kelainan yang jelas dalam hal fisik, tetapi jika diperhatikan lebih detail, terdapat beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk bagi anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.

b. Gerakan mata cepat yang menunjukkan bahwa anak ingin menguasai lingkungan sekitarnya.

c. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.

d. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan ini terjadi karena anak tidak terlatih, terutama pada masa meraban yang merupakan masa perkembangan bahasa. 2. Bahasa dan Bicara

Perkembangan bahasa berkaitan erat dengan pendengaran karena anak mempelajari bahasa dengan mendengarkan hal-hal di sekitar anak. Gangguan pendengaran yang dialami anak tunarungu tentu menghambat perkembangan bahasa dan bicaranya. Kondisi tersebut tidak memungkinkan anak tunarungu untuk mengembangkan bahasa melalui pendengaran. Dengan kondisinya tersebut, anak tunarungu memiliki ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut:

a. Fase motorik yang tidak teratur

Pada fase ini, anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya gerakan tangan dan menangis. Menangis permulaan merupakan gerak refleks bayi yang baru lahir, yang sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Sebab dengan menangis, secara tidak sengaja juga melatih otot-otot bicara, pita suara, dan paru-paru. b. Fase meraban

Pada awal fase meraban, tidak terjadi hambatan karena fase ini merupakan kegiatan ilmiah dari pernapasan dan pita suara. Awalnya bayi babbling, lalu ibu menirukannya. Tiruan tersebut terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi

proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Namun, bagi anak tunarungu proses ini tidak terjadi karena anak tidak bisa mendengar tiruan ibunya, sehingga proses selanjutnya menjadi terhambat. c. Fase penyesuaian diri

Suara-suara yang diucapkan orang tua, lalu ditiru oleh bayi, kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus-menerus. Pada anak tunarungu, proses ini terbatas pada peniruan penglihatan (visual), yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat. Sementara itu, peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak tidak dapat mendengar suara.

Antara bicara dan bahasa serta mendengar ada hal yang berkaitan. Menurut Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman dalam Dwijosumarto (1990), tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman mendengar adalah sebagai berikut:

a. Penerima auditori tidak cukup sebagai umpan balik ketika ia membuat suara.

b. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.

c. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar. Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan kemampuan bahasanya adalah miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, dan sulit mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan.

Sementara, ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan kemampuan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus karena penguasaan kosakata yang terbatas, dan dalam berbicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh dan sulit menguasai warna serta gaya bahasa.

3. Intelegensi

Secara garis besar, intelegensi anak tunarungu diklasifikasikan menjadi tiga sebagai berikut:

a. Anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal.

b. Intelegensi anak tunarungu dianggap lebih rendah daripada anak normal.

c. Anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi nonverbal.

4. Kepribadian dan Emosi

Perhatian dan penerimaan oleh lingkungan sangat penting bagi perkembangan anak secara positif. Tidak hanya anak normal, anak tunarungu pun juga memiliki hak atas perhatian dan penerimaan oleh lingkungan tempatnya berada. Keterbatasan anak tunarungu membuat mereka hanya dapat menerima ungkapan perhatian, kasih sayang, dan penerimaan melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat menerima melalui nada suara juga.

Kondisi ini dapat membuat anak tunarungu terganggu dalam perkembangan emosi anak tunarungu yang membuat anak merasa

terasing dan terisolasi. Ketidakmampuan anak dalam berkomunikasi mengakibatkan kekurangan dalam keseluruhan pengalaman yang sebenarnya merupakan dasar bagi perkembangan, sikap, dan kepribadiannya.

Sifat-sifat anak tunarungu yang terbentuk akibat dari kekurangannya adalah sebagai berikut:

a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada anak normal. Dunia penghayatan anak tunarungu lebih sempit sehingga terarah kepada dirinya sendiri. Bentuk-bentuk sifat egosentris tersebut antara lain: - Anak sulit menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan

orang lain.

- Dalam berperilaku, anak sulit menyesuaikan diri. b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.

c. Sikap ketergantungan kepada orang lain. d. Perhatian yang sulit untuk dialihkan. e. Miskin fantasi

f. Sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak problem. g. Dalam keadaan ekstrem, tanpa banyak nuansa.

h. Mudah marah dan cepat tersinggung.

i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan. 5. Sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan mendasar untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk berinteraksi dengan

lingkungannya, dibutuhkan kematangan sosial. Menurut Yuke R Siregar dalam Esthy Wikasanti (2014: 18), kematangan sosial dapat dicapai dengan hal-hal berikut:

a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.

b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.

c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial. d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.

e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik. Kondisi yang dialami anak tunarungu terkadang membuat mereka diperlakukan berbeda dalam lingkungannya. Hal ini menyebabkan anak tunarungu cenderung merasakan curiga pada lingkungan, tidak aman, dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri, dan cenderung mementingkan diri sendiri.

Dokumen terkait