• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

E. Anak Usia Dini

2. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak Taman Kanak-kanak berusia antara empat sampai enam tahun, dan setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda, yang harus dipahami oleh para guru, sehingga kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan minat, kebutuhan dan tingkat pemahaman anak. Hal itu sesuai dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Raudhatul Athfal 2005, Departemen Agama RI. Pengertian karakteristik anak itu sendiri menurut Oemar Hamalik (2002) adalah perilaku awal sebagai tingkah laku yang

harus diperoleh anak sebelum memperoleh tingkah laku terminal yang baru. Perilaku awal tersebut meliputi kesiapan, kematangan, perbedaan individual, dan kepribadian. Menurut Sunarto & Hartono (2002), setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga muncul perbedaan individu yang meliputi berbagai bidang yaitu:

a. Perbedaan kognitif.

b. Perbedaan dalam kecakapan bahasa. c. Perbedaan dalam kecakapan motorik. d. Perbedaan latar belakang.

e. Perbedaan bakat.

f. Perbedaan kesiapan belajar.

Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa karakteristik anak usia dini meliputi kesiapan, kematangan, perbedaan individual, dan kepribadian yang yang dilihat dari aspek fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional.

1) Fisik Motorik

Perkembangan motorik dibagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti: berjalan, melompat, berlari, melempar dan memanjat, dan lain sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot halus, seperti: menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain

sebagainya. Menurut Hurlock (1978) perkembangan motorik tergantung pada:

a) Perkembangan syaraf dan otot. b) Kematangan fisik.

c) Mengikuti pola yang dapat diramalkan.

d) Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik. e) Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik.

Mempelajari keterampilan motorik perlu di perhatikan pula kesiapan dan kesempatan belajar, kesempatan berpraktek, bimbingan, model yang baik serta motivasi (Hurlock, 1978) dengan cara trial and

error, meniru dan pelatihan. Anak usia TK memiliki sejumlah ciri

fisik sebagai berikut:

a) Sangat aktif. Anak usia ini sangat menyukai kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri.

b) Memerlukan istirahat yang cukup. Setelah melakukan banyak aktivitas, meskipun sering tidak disadari anak memerlukan istirahat.

c) Otot-otot besar besar lebih berkembang daripada kontrol terhadap jari dan tangan. Sehingga anak belum dapat melakukan aktivitas yang rumit.

d) Koordinasi tangan dan matanya kurang sempurna karena anak sulit mengalami kesulitan dalam memfokuskan pandangannya pada objekobjek yang kecil ukurannya.

e) Tulang tengkorak masih lunak, sehingga berbahaya jika terjadi benturan.

f) Motorik halus anak perempuan lebih terampil daripada anak laki-laki. Snowman (Patmonodewo, 2003).

2) Kognitif

Piaget (Santrock, 2007) mendiskripsikan perkembangan kognitif anak dalam beberapa tahapan, dan anak usia TK berada pada tahap pra operasioanal yaitu: anak mulai menggunakan gambaran gambaran mental untuk memahami dunianya. Pemikiran-pemikiran simbolik, yang direfleksikan dalam penggunaan kata-kata dan gambargambar mulai digunakan dalam penggambaran mental, yang melampaui hubungan informasi sensorik dengan tindakan fisik. Akan tetapi, ada beberapa hambatan dalam pemikiran anak pada tahapan ini seperti egosentrisme dan sentralisasi. Hal yang berperan penting dalam perkembangan kognitif menurut Vygotsky (Santrock, 2007) adalah orang lain dan bahasa. Vygotsky berpendapat bahwa anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional dengan cara berinteraksi. Perkembangan kognitif berhubungan dengan konteks sosial. Menurut Bandura (Crain, 2007:), sosialisasi merupakan proses inklusif yang mempengaruhi hampir tiap jenis perilaku, termasuk kemampuan-kemampuan yang bersifat teknis.

3) Bahasa

Anak usia tiga sampai lima tahun oleh Seefeldt & Wasik (2008) merupakan masa dahsyat di bidang bahasa. Anak usia empat tahun terjadi peledakan perbendaharaan kata mencapai 4000 sampai 6000 kata. Akan tetapi sering terjadi pemakaian salah kata dan salah nama benda karena begitu banyak kata-kata baru yang dipelajari. Bercakap-cakap merupakan kegiatan favorit pada usia ini. Perbendaharaan kata anak meluas sampai 5000 ke 8000 kata pada usia lima tahun. Pada usia ini struktur kalimat yang digunakan anak menjadi lebih rumit. Anak prasekolah menurut Santrock (2007) mengalami kemajuan dalam pragmatik. Mereka lebih pandai dalam bercakap-cakap dan muncul pendekatan analitis. Pendekatan analitis ini muncul jika anak diminta mengatakan sesuatu yang pertama kali muncul dalam benak mereka ketika mereka mendengar suatu kata. Hal penting dalam belajar bicara menurut Hurlock (1978) adalah sebagai berikut:

a) Persiapan fisik untuk berbicara. Kematangan mekanisme bicara merupakan kematangan syaraf dan otot mekanisme suara yang meliputi saluran suara kecil, langit-langit mulut datar, dan lidah. b) Kesiapan mental untuk berbicara. Kesiapan mental berhubungan

dengan kematangan otak khususnya pada bagian-bagian asosiasi otak. Kesiapan ini berkembang pada usia 12 dan 18 bulan.

c) Model yang baik untuk ditiru. Model ini diperlukan anak untuk mengucapkan kata dengan benar, dan menggabungkan kata menjadi kalimat yang benar. Jika model yang baik ini kurang maka anak sulit belajar bicara dan hasilnya berada di bawah kemampuan mereka.

d) Kesempatan untuk berpraktek. Motivasi anak untuk berbicara menjadi berkurang tatkala kesempatan berbicara dihilangkan, dan orang lain tidak mengerti, sehingga anak akan merasa marah dan putus asa.

e) Motivasi. Jika isyarat dan tangis bisa menjadi pengganti bicara untuk memperoleh keinginannya, maka dorongan untuk belajar akan melemah.

f) Bimbingan. Bimbingan yang baik adalah dengan cara: menyediakan model yang baik, mengatakan kata-kata dengan perlahan dan jelas sehingga bisa dipahami, dan memberikan bantuan mengikuti model tersebut dengan membetulkan setiap kesalahan yang mungkin dibuat anak dalam meniru model tersebut.

4) Sosio emosional

Menurut Seefeldt & Wasik (2008) anak usia tiga-lima tahun mengungkapkan sederetan emosi dan mampu menggunakan secara serasi ungkapan seperti sedih, marah, dan bahagia. Situasi emosi mereka cepat berubah dan sangat bergantung pada kegiatan. Mereka

juga sulit memisahkan perasaan dari tindakan. Bagi mereka mengendalikan perasaan hati sering merupakan tantangan. Mengajarkan anak tentang cara yang sesuai untuk mengungkapkan emosi mereka merupakan tonggak yang penting dalam perkembangan mereka. Anak usia empat tahun mulai memahami bahwa pengungkapan emosi secara ekstrim bisa mempengaruhi orang di sekitarnya. Mereka mulai memahami bahwa orang lain itu mempunyai perasaan juga. Sehingga pada saat anak menginjak usia lima tahun, mereka mulai mengatur emosi dan mengungkapkan perasaan dengan cara yang secara sosial lebih diterima. Yasin Musthofa (2007) mengungkapkan bahwa ciri-ciri perkembangan sosial masa kanak-kanak awal adalah:

a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan di lingkungan keluarga dan lingkungan bermain.

b) Anak sudah mulai mengikuti peraturan.

c) Anak mulai menyadari hak dan kepentingan orang lain, walaupun masih kecenderungan egosentris.

d) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain.

e) Anak mulai memiliki sikap simpati, empati dan altruisme, yaitu kepedulian terhadap orang lain.

Perilaku sosial anak usia empat tahun menurut Seefeldt & Wasik (2008) mulai membedakan antara anak-anak yang mereka sukai untuk bermain dan anak-anak yang mereka tidak sukai. Tetapi

mereka semakin tertarik untuk bermain dengan anak-anak yang lain dalam sebuah kelompok. Ketika menginjak usia lima tahun mereka menjadi sangat sosial dengan mengembangkan keterampilan kerjasama yang efektif. Pada usia tiga sampai lima tahun, menurut Seefeldt & Wasik (2008), hubungan sosial bisa mempengaruhi perkembangan kognitif dan emosi anak. Anak-anak yang ditolak secara sosial akan menjadi anak yang tidak bahagia di sekolah.

Pola perilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak awal (Hurlock, 1978) meliputi pola perilaku sosial dan pola perilaku asosial. Pola perilaku sosial meliputi:

a) Kerja sama. Sampai anak berumur 4 tahun mereka belajar bermain atau bekerjasama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan yang diberikan untuk melakukan sesuatu bersama, maka semakin cepat mereka belajar kerja sama.

b) Persaingan. Akan menambah sosialisasi anak jika persaingan dijadikan dorongan bagi anak untuk berusaha. Tetapi jika diekspresikan dalam bentuk pertengkaran atau kesombongan maka akan megakibatkan sosialisasi yang buruk.

c) Kemurahan hati. Anak belajar jika kemurahan hati dengan berbagai akan menghasilkan penerimaan sosial.

d) Hasrat akan penerimaan sosial. Keinginan untuk diterima oleh orang dewasa timbul lebih awal kemudian baru timbul diterima

oleh teman sebaya. Keinginan ini akan mendorong anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.

e) Simpati. Anak baru mulai berperilaku simpatik sampai mereka mengalami situasi yang mirip dengan duka. Anak mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong teman atau menghibur seseorang yang sedang sedih.

f) Empati. Empati hanya berkembang jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.

g) Ketergantungan. Ketergantungan akan mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial. Ketergantungan kepada orang lain ini dalam bentuk bantuan, perhatian, dan kasih sayang.

h) Sikap ramah. Anak bersedia bersama atau melakukan sesuatu untuk orang atau anak lain untuk mengekspresikan sikap ramah dan kasih sayang anak.

i) Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Sikap ini muncul jika anak diberi kesempatan dan dorongan untuk berbagi, belajar memikirkan orang lain, dan berbuat untuk orang lain.

j) Meniru. Anak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan sosial dari meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial.

k) Perilaku kelekatan (attachment behavior). Ketika bayi anak mengembangkan kelekatan pada ibu atau pengasuh, perilaku ini

kemudian pada saat menginjak masa kanak-kanak awal dialihkan kepada anak lain dan membina persahabatan dengan mereka.

Menurut Steinberg, Hughes, dan Piaget (Anggani Sudono, 2004) ciri-ciri perkembangan sosio-emosional anak usia 4 tahun antara lain yaitu: sangat antusias, lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga teman yang dipilih sendiri, dapat membereskan alat permainannya, tidak menyukai bila dipegang tangannya, ada kecenderungan berlari lepas di halaman sekolah, ada keinginan untuk membawa pulang barang-barang milik sekolah, dan menyukai hasil pekerjaannya dan selalu ingin membawanya pulang.

Dokumen terkait