BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Karakteristik Demografi Responden
Profil responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah : umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, lama masa kerja, pekerjaan lain, dan penghasilan per
bulan.
Pada tabel IV diketahui bahwa umur responden masih berada pada umur
produktif, kebanyakan responden adalah perempuan dengan pendidikan terakhir
profesi apoteker, tergolong berpengalaman dalam bekerja (3 – 11 tahun), 3 dari 4 responden tidak memiliki pekerjaan lain, dan besar penghasilan yang didapat
sudah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR).
Tabel IV. Karakteristik Demografi Responden No Nama Apotek Umur (tahun) Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Lama Masa Kerja Adanya Pekerjaan Lain Besar Penghasilan Per Bulan
1. A 35 P Strata – 2 11 tahun Ada Standar UMR
2. B 37 P Profesi Apoteker 11 tahun Tidak ada Standar UMR
3. C 27 L Profesi Apoteker 3 tahun Tidak ada 2,5 juta – 2,8 juta
4. D 30 P Profesi Apoteker 6 tahun Tidak ada Standar UMR
Penjelasan mengenai karakteristik demografi responden secara lengkap
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Umur
Umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kemampuan kerja
dan produktivitas seseorang. Seseorang akan mengalami peningkatan kemampuan
kerja seiring dengan meningkatnya umur, akan tetapi selanjutnya akan mengalami
penurunan kemampuan kerja pada titik umur tertentu. Berdasarkan hal tersebut
umur dimana seseorang dapat berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya, kehidupannya akan ditanggung oleh kelompok umur produktif.
Widjajanta dan Widyaningsih (2012)mengemukakan bahwa usia produktif adalah
antara 15 - 64 tahun, pada rentang usia ini seseorang masih memiliki semangat
yang tinggi dan mudah mengadopsi hal – hal baru.
Berdasarkan hasil penelitian umur responden berkisar antara 27 – 37 tahun. Hal ini menandakan bahwa responden yang bekerja di Apotek di Desa
Catur Tunggal berada pada umur produktif sehingga memungkinkan bagi para
responden tersebut bekerja lebih baik, bersemangat, dan mempunyai motivasi
yang tinggi. Selain itu, pada umur tersebut responden masih mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan inteligensia sehingga mampu berpikir kritis
dalam menghadapi masalah yang dihadapi terkhusus masalah dalam hal
pelayanan kefarmasian kepada konsumen. Pada umur produktif, responden
diharapkan dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik kepada
konsumen (Azwar, 2003).
2. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi pemilihan jenis
pekerjaan. Jenis kelamin seorang apoteker juga berpengaruh terhadap
produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan kekuatan fisik yang berbeda antara
apoteker pria dengan apoteker wanita. Perbedaan kekuatan fisik ini berpengaruh
Semakin tinggi hasil kerja yang diperoleh maka tingkat produktivitas pun akan
semakin tinggi (Azwar,2004).
Komposisi angkatan kerja mengalami berbagai perubahan terutama yang
terkait dengar gender, ras, usia, nilai, dan norma budaya. Dengan berkembangnya
kesetaraan gender maka semakin banyak pekerja perempuan yang memasuki
lapangan kerja dalam berbagai profesi dalam hal ini profesi apoteker dan posisi
baik pada lini bawah, menengah, maupun atas (Azwar, 2004).
3. Pendidikan terakhir
Pendidikan merupakan dasar seseorang untuk memiliki kemampuan
dalam melakukan sesuatu. Pendidikan yang lebih tinggi walaupun sifatnya tidak
mutlak diasumsikan dapat mempengaruhi inteligensi atau pola pikir seseorang
mengenai masalah kesehatan (Notoadmodjo, 2003).
Seseorang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung akan
mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah. Pengetahuan akan
mempengaruhi pola pikir seseorang, selain itu kemampuan kognitif akan
membentuk cara berpikir sesorang, meliputi kemampuan untuk mengerti dan
menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi dalam kehidupannya (Notoadmodjo,
2003).
Di kalangan apoteker dikenal istilah nine star pharmacist, yang salah
satunya adalah tentang life long learner. Life long learner artinya seorang
informasi atau ilmu kesehatan mengenai obat, dan penyakit terus berkembang
pesat dari waktu ke waktu, sehingga apoteker perlu meng – update pengetahuan dan kemampuan agar tidak ketinggalan.
Kemampuan yang dimiliki apoteker nantinya yang akan digunakan untuk
menunjang praktek pelayanan kefarmasian dalam hal ini pelayanan informasi obat
yang berkualitas kepada konsumen. Selain, berguna dalam pelayanan informasi
obat, kemampuan yang ada juga berguna untuk membantu konsumen dalam
memecahkan masalah – masalah terkait pengobatan dan penyakit dan juga membantu dalam memutuskan terapi yang tepat sesuai kondisi konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, basic pendidikan semua responden sudah
terpenuhi, dan diantara 4 responden terdapat 1 responden yang memiliki tingkat
pendidikan akhir Strata-2. Walau terdapat seorang responden yang memiliki
tingkat pendidikan akhir strata-2 tetapi tidak terdapat informasi tambahan yang
diberikan oleh responden tersebut karena jenis informasi yang harus disampaikan
sudah diatur dalam standar, jenis informasi obat yang diberikan oleh semua
responden sama tetapi kelengkapan informasinya yang berbeda. Perbedaannya
adalah karena responden tersebut memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
maka diasumsikan ia memiliki pengetahuan yang lebih luas dan lebih mampu
untuk menyelesaikan persoalan kefarmasian yang ada.
4. Lama masa kerja
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden sudah cukup
responden telah bekerja antara 3 – 11 tahun. Responden yang memiliki pengalaman kerja yang cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih
banyak dibandingkan dengan responden yang baru saja menekuni pekerjaan
kefarmasian, sehingga lama masa kerja menjadi salah satu ukuran kemampuan
responden dalam mengelola dan melakukan pekerjaan kefarmasian
(Notoadmodjo, 2003).
Lama masa kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan
kematangan seseorang dalam bekerja, artinya semakin lama seorang apoteker
bekerja dalam suatu apotek maka akan semakin banyak pula pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh. Semakin lama masa kerja maka responden akan
semakin mengenali pekerjaan yang digelutinya sehingga memudahkan responden
dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian
yang dilakukannya. Tingkat kepercayaan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
dengan sendirinya akan semakin tinggi pula (Notoadmodjo, 2003).
Di sisi lain, faktor pengalaman kerja bukanlah merupakan faktor yang
berdiri sendiri dalam menghasilkan suatu pelayanan kefarmasian yang berkualitas
kepada konsumen. Kualitas kerja juga dipengaruhi oleh dedikasi yang tinggi
terhadap pekerjaan tersebut (Notoadmodjo, 2003).
5. Pekerjaan lain
Status pekerjaan merupakan hal yang penting karena menentukan
besarnya curahan waktu seseorang terhadap pekerjaan yang dijalaninya.
sampingan. Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang secara rutin dilakukan dan
menjadi sumber penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan
pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang dikerjakan hanya jika ada waktu
senggang dan hasil yang didapatkan hanya sebagai tambahan penghasilan saja
(Widjajanta dan Widyaningsih,2012)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 1 diantara 4
responden yang memiliki pekerjaan lain, sebagai APA. Responden yang memiliki
pekerjaan lain, berpotensi mengalami kelelahan, penurunan konsentrasi karena
pikirannya terbagi, berkurangnya tenaga sehingga kemungkinan bisa terjadi
kekeliruan pada saat memberikan pelayanan informasi obat.
6. Penghasilan per bulan
Dengan adanya persaingan apotek, apoteker dituntut untuk mempunyai
motivasi dan kinerja yang baik, maka dari itu setiap pengelola apotek berusaha
memberikan kompensasi yang baik guna memicu kinerja yang baik sehingga
menghasilkan produktivitas dan kontribusi yang baik bagi apotek.
Menurut Mulyadi (2005), kompensasi merupakan faktor yang sangat
penting dalam sebuah perusahaan. Pemberian kompensasi tersebut digunakan
untuk memotivasi kerja di sebuah perusahaan.
Penelitian yang telah dilakukan pada 4 responden dalam hal ini apoteker
mendapatkan hasil bahwa 3 responden tidak memberitahu dengan pasti jumlah
penghasilan yang diterima selama 1 bulan karena menurut mereka jumlah
sedangkan 1 responden mengatakan bahwa jumlah penghasilan yang diterima
berkisar antara 2,5 juta rupiah – 2,8 juta rupiah, penghasilan ini belum ditambah dengan pekerjaan – pekerjaan lain yang dilakukan di luar, misalnya sebagai pembicara seminar dan pembimbing PKPA. Berdasarkan penelitian, besar
penghasilan yang diterima oleh ke-4 responden sudah sesuai dengan standar Upah
Minimum Regional (UMR).
Berikut adalah kutipan wawancara dengan responden apotek A:
“Kompensasi sangat penting dalam meningkatkan kinerja apoteker. Kompensasi menjadi motivasi apoteker melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik, sebaliknya apoteker yang tidak mempunyai motivasi yang tinggi dalam pekerjaannya akan sulit untuk bekerja dengan baik dan cenderung tidak bertanggung jawab sekalipun apoteker tersebut memiliki kemampuan operasional yang baik.”
Responden yang lain (apotek B) mengatakan bahwa: ”kami menyadari tugas kami sebagai penanggungjawab kesehatan masyarakat, sangatlah tidak baik ketika kami mempermasalahkan tentang besar penghasilan yang didapat tetapi besar penghasilan yang didapat sadar tidak sadar akan sangat berpengaruh terhadap semangat dan loyalitas kerja kami”.
Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
walaupun bukan faktor mutlak, besarnya penghasilan yang didapat berpengaruh
dalam semangat kerja responden dan disisi lain besarnya penghasilan yang
didapat membuka kesempatan responden untuk mengembangkan diri sehingga
memperoleh wawasan yang luas, contohnya : dengan penghasilan yang didapat
responden dapat membeli buku sebagai tambahan referensi dan membuka
C. Profil Responden dalam Memberikan Pelayanan Informasi Obat