• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. KARAKTERISTIK TELUK KOTANIA

4.3 Karakteristik ekosistem dan sumberdaya pesisir

Habitat pesisir memiliki peran penting bagi perlindungan wilayah pesisir dan keberlanjutan aktifitas di wilayah pesisir. Semakin luas dan beragamnya ekosistem di wilayah pesisir semakin besar pula peranannya terhadap resiliensi wilayah pesisir. Habitat pesisir yang terdapat di Teluk Kotania terdiri dari

ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Ketiga habitat pesisir ini memiliki peran serta fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat pesisir di sekitar Teluk Kotania. Keberadaan ketiga ekosistem utama pesisir ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi sumberdaya di Teluk Kotania, seperti sumberdaya ikan, moluska dan sumberdaya lainnya.

Mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta memiliki daya dukung yang cukup besar terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya. Ekosistem mangrove terdapat hampir di sepanjang kawasan Teluk Kotania. Komunitas mangrove tumbuh dan berkembang sangat baik di dalam kawasan Teluk Kotania, terdiri dari 19 jenis pohon bakau yang tergolong dalam 10 famili, disamping beberapa jenis yang tergolong dalam tanaman pantai ataupun shrubs/ferm. Sebaran mangrove di Teluk Kotania sangat beragam, ada yang menyebar di wilayah pantai daratan sepanjang Dusun Pohon Batu sampai Dusun Taman Jaya dan ada kelompok mangrove yang tumbuh dan menyebar di wilayah pantai dari pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Kotania. Dari pengamatan yang dilakukan, jenis Rhizophora stylosa yang umumnya tumbuh di pantai dengan substrat berpasir dan sedikit berlumpur tampak mendominasi komunitas mangrove di kawasan ini.

Pada umumnya di wilayah pantai dari pulau-pulau kecil di Teluk Kotania, komunitas mangrove yang tumbuh merupakan tipe asosiasi Rhizophora- Brugueira. Dari genus Rhizophora hanya terdapat jenis Rhizophora stylosa yang secara umum kerapatannya berimbang dengan jenis Bruguiera gynmorrhiza. Formasi ini banyak dijumpai terutama di lokasi-lokasi yang langsung berhadapan dengan laut. Sedangkan untuk wilayah pantai dari daratan sepanjang Dusun Pohon Batu, bagian utara Dusun Pelita Jaya sampai Dusun Kotania , komunitas mangrove didominasi oleh jenis R. stylosa yang tumbuh di lokasi yang langsung berhadapan dengan laut. Formasi jenis mangrove lainnya, seperti Brugueira- Avicennia-Ceriops yang bercampur dengan R. Apiculata di jumpai di belakang zonasi Rhizophora. FormasiBrugueira-Ceriops-Avicenniadengan Aegiceras atau Acrstichum yang tumbuh secara sporadis di beberapa tempat, pada umumnya tumbuh berdekatan dengan formasi hutan pantai.

Masyarakat pesisir Teluk Kotania belum terlalu memiliki kepedulian yang tinggi terhadap eksositem mangrove walaupun mereka menyadari keberadaan mangrove sangat penting dalam mendukung aktifitas masyarakat dan sumberdaya perikanan di sekitar kawasan. Manfaat ekosistem mangrove bagi masyarakat adalah (1) sebagai daerah penangkapan ikan (fishing ground); (2) sebagai bahan bakar/kayu bakar; (3) sebagai bahan pembuat tambatan perahu; dan (4) sebagai pelindung dari terpaan angin; serta (5) sebagai bahan pembuatan rumah panggung dan tempat penjemuran hasil-hasil laut seperti rumput laut, ikan dan biota laut lainnya.

Lamun dan rumput laut pada umumnya ditemukan di daerah perairan dangkal, terdapat di sepanjang garis pantai dari sebelah utara hingga ke sebelah selatan. Lebar hamparan flora laut bervariasi, mulai dari 10-30 meter di perairan Pohon Batu, 10-50 meter di perairan Pelita Jaya, 100-300 meter di perairan sekitar Pulau Osi, dan 50-150 meter di di beberapa perairan di Teluk Kotania. Dari pengamatan ditemukan 2 jenis flora laut, yaitu rumput laut (seaweed) dan Lamun (seagrass). Dilihat dari substrat, lamun lebih menyukai substrat yang lembut dibandingkan dengan rumput laut, namun demikian tidak jarang rumput laut dan lamun ditemukan hidup bersama.

Dari pengamatan yang dilakukan ditemukan 22 jenis flora laut yang terdiri dari 5 jenis lamun dan 17 jenis rumput laut. Flora laut berturut-turut didominasi olehThalasia hemprichii,Enhalus sp., Halodule sp., Cymodoceae sp., danPadina sp. Dominasi Thalassia hemprichii yang tampak jelas terlihat di Pulau Osi. Kelimpahan Thalassia hemprichii di Pulau Osi 4 kali lebih besar dibandingkan dengan Enhalus accoroides. Pulau Marsegu merupakan daerah yang termasuk miskin akan flora laut, karena selain hamparan flat yang sempit juga substrat yang tidak mendukung kehidupan flora laut yaitu bersubstrat pasir kasar dan pecahan karang. Hamparan ini didominasi oleh kehidupan terumbu karang, namun demikian ditemukan juga jenisEnhalus acaroidesmendominasi jenis flora laut di lokasi ini.

Pulau Buntal terletak di sebelah selatan Pulau Osi, konsentrasi lamun terletak di sebelah timur Pulau Buntal, dimana sedimenya berupa pasir putih bercampur remahan karang dan sedikit kandungan lumpur. Padang lamun yang

terdapat di pulaui, sangat luas di bagian utara pulau hampir seluruh areal pasang surut merupakan padang lamun.

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting dalam menunjang keberlanjutan sumberdaya di wilayah pesisir. Di Teluk Kotania terumbu karang masih dapat tumbuh dengan baik sampai pada kedalaman 26 meter. Pengamatan yang dilakukan di Pulau Burung dan Pulau Buntal serta stasiun Pelita Jaya, terumbu karang masih dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman 18 meter, sedangkan di Pulau Tatumbu terumbu karang tumbuh baik hanya sampai pada kedalaman 12 meter, Pulau Osi dan Pulau Marsegu sampai pada kedalaman 23 meter. Tanjung kawa merupakan stasiun yang memiliki terumbu karang dengan kedalaman 34 meter. Perbedaan pertumbuhan terumbu karang ini diduga karena pengaruh bentuk topografi dasar laut beberapa stasiun yang memiliki flat curam, serta beberapa stasiun dipengaruhi oleh sedimentasi yang terjadi dari daratan seperti pada Pulau Tatumbu. Di Perairan Teluk Kotania memiliki 141 jenis karang dari 53 marga dan 22 suku, termasuk diantaranya 12 jenis karang lunak dari 11 marga dan 8 suku.

Sangaji (2003) menyatakan panjangreef flat di lokasi utara dan timur laut Pulau Osi lebih kurang 300 meter, namun pada pengamatan yang dilakukan saat ini luasan reef flatdi utara Pulau Osi kondisinya cukup baik namun di timur laut telah berbentuk spot-spot dalam kondisi memprihatinkan. Hal ini diduga kuat karena aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom) dan penangkapan ikan hias dengan potasium serta terdapat aktifitas pengambilan karang untuk bahan bangunan yang dilakukan secara kontinyu sehingga menyebabkan degradasi terumbu karang dengan skala yang sangat tinggi. Kondisi ini terlihat nyata dari topografi dasar laut memiliki kolam-kolam dari ukuran kecil sampai besar akibat dari aktifitas pengeboman ikan dan penambangan karang. Hal yang sama juga ditunjukan dengan bentuk substrat yang didominasi oleh remahan/patahan karang mati bercampur pasir kasar. Analisa citra satelit Landsat tahun 1988 tercatat terumbu karang di Teluk Kotania seluas 1059,442 ha, namun di tahun 2010 tercatat 251,905 ha, dengan demikian dalam kurun waktu 1988- 2010 terjadi degradasi terumbu karang seluas 807,753.

Komuitas yang terdapat di reef flat di Pulau Osi selain karang dari arah pantai adalah rumput laut diselingi dengan komunitas sponge dari jenis Xestospongia sp., selain itu pada daerah ini banyak dijumpai bintang laut dari jenis Pentagonaster sp., Pentaceraster sp., Ophiocomina sp., dan Achantaster plancii. Profil dasar lokasi ini memiliki dataran yang panjang sampai pada tubir dan langsung membentuk dinding yang curam sampai kedalaman 25 meter. Keunikan dari lokasi ini adalah ditemukannya sejumlah besarAcidiandari marga Polycarpa dan Rhopalaceae, sejumlah besar sponge dan hydrozoa, kelinci laut (Nudibranch), dan karang dari suku Caryophyllidae yakni Plerogyra sinnosa, Euphyllia ancora, dan Physogyra lichtenstenii. Karang lunak (soft coral) yang ditemukan di Pulau Osi di dominasi oleh jenisSinularia sp., Sarcophyton sp.,dan Labophyton sp.

Pulau Marsegu secara umum memiliki pantai yang sempit khususnya disebelah utara dan timur laut dengan kisaran 5-10 meter. Panjang reef flat sekitar 30 meter. Profil dasar lokasi ini memiliki reef flat yang padat dengan koloni karang keras dan lunak, antara lain jenis Montipora sp., Acropora sp., Sinularia sp., Sarcophyton sp., dan Lobophyton sp.. Kemudian pada daerah tubir jenis karang didominasi oleh Sinularia sp., setelah itu langsung membentuk dinding curam. Pada reef flat sebelah timur laut Pulau Marsegu, banyak ditemukan karang biru (Heliopora sp.) dan karang api (Millepora sp.), pada lokasi ini juga terdapat mamalia laut dari jenisStenella lorgiastris (lumba-lumba), juga ditemukan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Keunikan yang terdapat di lokasi utara Pulau Marsegu adalah bentuk dinding tubir yang dipenuhi oleh lubang-lubang tempat jenis ikan Odonus niger bersembunyi/berlindung sampai batas pangkal ekor, sehingga dinding tersebut tampak seperti hamparan ekor ikan yang berwarna biru. Selain itu, dinding tersebut juga ditemukan belut laut marga Gynmothorax, dan koloni akar bahar/cambuk laut jenis Junchella sp., dan kipas laut dari suku Plexauridae dan Subergorgiidae. Kondisi perairan lokasi tenang dengan jarak padang fertikal dan horisontal antara 15 meter sampai 20 meter.

Lokasi Stasiun Pelita Jaya merupakan salah satu lokasi yang dipengaruhi oleh daratan Pulau Seram. Profil dasar lokasi ini dari arah pantai ke laut ditumbuhi mangrove, lamun dan memiliki reef flat dengan lebar yang sempit dan

curam. Pada daerah tubir karang didominasi marga Acroporidae dan Poritidae serta beberapa jenis karang lunak (soft coral). Keunikan yang dimiliki lokasi adalah bentuk dinding tubir yang curam dan membentuk selokan-selokan kecil diantara dinding tubir, dan pada daerah ini ditemukan juga duyung (dugong- dugong) serta belut laut. Pada beberapa lokasi terumbu karang tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik khususnya pada perairan yang dangkal 3 sampai 5 meter dan mulai di dominasi oleh algae. Kondisi ini diduga disebakan oleh aktifitas pengeboman beberapa tahun lalu dan kegiatan bameti serta adanya pengaruh sedimentasi, yang menyebabkan degradasi terumbu karang, sehingga terumbu karang pada kedalaman ini ditemukan dalam bentuk koloni-koloni karang muda pada beberapa spot.

Pengamatan di Tanjung Kawa ditemukan reef flat yang didominasi oleh karang keras (hard coral) khususnya dari family Poritidae, yang menyebar hampir di semua perairan dangkal khususnya pada kedalaman sampai 3 meter, namun daerah tubir di dominasi oleh karang dari familyAcroporidae. Lokasi ini memiliki perairan yang cukup jernih dan seluruh perairan di dominasi oleh ekosistem terumbu karang karena di lokasi ini tidak terdapat ekosistem lamun maupun mangrove. Profil dasar perairan ini sangat curam, sekitar 3 sampai 5 meter dari tepi bibir pantai langsung tubir yang curam, namun kehidupan terumbu karang pada lokasi sangat baik karena rendahnya tekanan ekologis dan aktivitas penangkapan ikan karang. Kondisi perairan ini agak bergelombang dan pada musin-musim tertentu hampir dapat dipastikan tidak ada aktifitas penangkapan ikan di lokasi ini. Pada lokasi ini banyak dijumpai moluska dari jenis Tridacna gigas, juga ditemukan komunitas lobster dari jenis Panulirus versicolor yang mendiami beberapa koloni terumbu karang dengan jumlah 5 sampai 9 ekor lobster setiap koloni terumbu karang. Pada Tanjung Kawa, terumbu karang masih dapat tumbuh sampai pada kedalaman 34 meter.

Pengamatan ekosistem terumbu karang pada Pulau Tatumbu dilakukan di sebelah timur laut yang berhadapan dengan komunitas mangrove, hal ini disebabkan karena pada beberapa lokasi disekitar pulau ini sudah tidak memiliki komunitas terumbu karang akibat dari tingginya aktifitas penangkapan ikan dan budidaya rumput laut serta adanya kondisi lingkungan perairan dengan tingkat

sedimentasi dan kekeruhan yang sangat tinggi. Kondisi seperti ini tentu saja tidak disukai oleh terumbu karang. Pada lokasi pengamatan dijumpai terumbu karang dari family Poritidae yang mendominasi, dengan panjang reef flat sekitar 15 meter. Terumbu karang yang dijumpai di lokasi ini dapat tumbuh baik pada umumnya di daerah dengan kedalaman 5 sampai 8 meter namun pada kedalaman 12 meter masih ditemukan terumbu karang, makin dalam kepadatan pertumbuhan terumbu karang makin berkurang. Bentukan terumbu karang di lokasi ini umumnya didominasi oleh bentuk karang massive dan solitary. Di lokasi ini sering ditemukan penyu.

Pulau Buntal merupakan pulau kecil di Teluk Kotania yang berhadapan langsung dengan Dusun Wael. Lokasi ini memiliki hamparanreef flatyang sangat luas yang menyebar mengelilingi pulau, namun terumbu karang dengan pertumbuhan yang baik hanya dapat ditemukan di sebelah utara laut, sedangkan di barat laut dan bagian selatan lokasi ini yang menurut beberapa penelititan sebelumnya terumbu karang tumbuh dengan presentasi yang baik, ternyata saat pengamatan dilakukan ditemui presentase terumbu karang menurun drastis bahkan beberapa lokasi telah berubah menjadi gosong akibat dari degradasi yang tinggi, kalaupun ada koloni terumbu karang yang tumbuh dengan spot-spot dan umumnya koloni karang muda. Dari informasi yang diperoleh di lapangan bahwa lokasi Pulau Buntal beberapa tahun yang lalu merupakan daerah primadona bagi tempat penangkapan ikan hias dan ikan kerapu. Terumbu karang tumbuh dengan baik pada kedalaman 5 sampai 10 meter, namun terumbu karang ditemukan masih dapat tumbuh sampai kedalaman 18 meter. Bentuk koloni terumbu karang pada zona perairan yang dangkal dengan jarak 35 meter dari batas lamun di dominasi berturut-turut oleh bentukbranchingdanmassive yang berasosiasi dengan bentuk soft coral dan algae. Lokasi ini ditemukan moluska dari jenis kima raksasa (Tridacna gigas), kima kuning (T. squamosa), dan kerang dara (Anadara ganosa). Selain itu, lokasi ini sering dijumpai penyu sisik (Eretmochalys imbricate), penyu hijau (Chelonia mydas), sontong/sotong (Sepia spp), gurita (Octopus vulgaris) dan cumi-cumi (Loligo edulisdanLoligo spp).

Ekosistem terumbu karang di Pulau Burung memiliki sebaran yang mengelilingi pulau namun mengalami degradasi yang umumnya disebabkan oleh

aktivitas penangakapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun sianida. Di lokasi ini terumbu karang dapat ditemukan pada zona tepi tubir dengan kedalaman sekitar 5 meter dan umumnya didominasi oleh karang-karangmassive.

Luas habitat pesisir di Teluk Kotania dari setiap periode berbeda-beda karena terjadi degradasi. Saat ini, dari analisis citra satelit yang dikombinasikan dengan pengamatan lapangan dan citra google earth, luasan habitat ekosistem pesisir, komponen terumbu karang serta substrat perairan adalah sebesar 3.073,4 ha, dengan perincian mangrove seluas 1.483,3 ha, padang lamun seluas 887,9 ha, karang hidup seluas 251,9 ha, karang mati seluas 60,7 ha, campuran/mix (karang hidup, karang mati, pasir) seluas 197,9 ha dan pasir seluas 191,7 ha. Pada umumnya beberapa pulau kecil yang terdapat di Teluk Kotania memiliki luasan ekosistem perairan lebih besar dibandingkan dengan luasan daratan yang dimiliki. Gambaran komponen ekosistem pesisir di Teluk Kotania dapat dilihat pada Gambar 8.

Dokumen terkait