• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nama : Nadia Willia Gusman NIM : H2407

Kelompok 3: Pengelolaan Tugas

2.2.3 Karakteristik Kompetens

Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang yang menunjukan cara berperilaku atau berpikir dalam situasi dan tugas kerja tertentu yang bertahan dalam waktu lama pada diri orang tersebut.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu :

1. Motives (Motivasi)

Motivasi adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Motivasi berprestasi secara konsisten akan mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan "feedback"

untuk memperbaiki dirinya. 2. Traits (Ciri)

Ciri adalah watak yang membuat orang berperilaku atau merespon sesuatu dengan cara tertentu, seperti percaya diri (self confidence), kontrol diri (self control) dan ketabahan (stress resistance). Karakter dan bawaan seseorang dapat mempengaruhi prestasi di tempat kerja. Karakter dan unsur bawaan ini dapat berupa bawaan

fisik (seperti postur atletis, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang lebih kompleks yang dimiliki seseorang sebagai karakter, seperti kemampuan mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail, dan sebagainya.

3. Self-Concept (Konsep Diri)

Konsep Diri adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap dan nilai-nilai yang diyakininya. Misalnya, seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi menggambarkan dirinya sendiri sebagai orang yang dapat mencapai sesuatu yang diharapkan, yang menurutnya, baik dalam berbagai situasi, baik situasi sulit maupun mudah.

4. Knowledge (Pengetahuan)

Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu. Contohnya pengetahuan ahli bedah tentang syaraf otot dalam tubuh manusia. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis seringkali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksikan apa yang mampu dilakukan seseorang, apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan pengukuran pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan adalah kemampuan untuk mencari informasi.

5. Skills (Keahlian)

Keahlian adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif meliputi pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, mengorganisasi data dan rencana) serta pemikiran konseptual (pengenalan pola data yang kompleks). Kompetensi dapat digunakan untuk menilai apakah seseorang itu bekerja dengan baik

atau tidak, bila dibandingkan dengan standar atau kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh suatu organisasi (Spencer, 1993).

 

Gambar 3. Model Iceberg yang menggambarkan kompetensi (Palan, 2008)

Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran. 2. Keterampilan (skills)

Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan.

3. Konsep diri dan nilai-nilai (self concept and value)

Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang.

4. Karaakteristik pribadi (traits)

Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi.

5. Motif (motives)

Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Berdasarkan rumpun referensi kemampuan, Spencer mengelompokkan kompetensi menjadi enam kelompok, yaitu:

1. Kemampuan Berprestasi (Melakukan perencanaan dan implementasi)

a. Achievement orientation (Semangat untuk Berprestasi)

b. Concern for order, quality, and accuracy (Perhatian terhadap Kejelasan Tugas, Kualitas dan Ketelitian Kerja)

c. Initiative (Proaktif)

d. Information Seeking (Mencari Informasi) 2. Kemampuan Melayani

a. Interpersonal Understanding (Empati)

b. Customer Service Orientation (Berorientasi Kepada Kepuasan Pelanggan)

3. Kemampuan Memimpin

a. Impact and Influence (Mempengaruhi)

b. Organizational Awareness (Kesadaran Berorganisasi) c. Relationship Building (Membangun Hubungan) 4. Kemampuan Mengelola

a. Developing Others (Mengembangkan Orang Lain) b. Directiveness (Kemampuan Mengarahkan)

c. Team Leadership (Memimpin Kelompok)

d. Teamwork and Cooperation (Kerjasama Kelompok) 5. Kemampuan Berpikir

a. Analytical Thinking (Berpikir Analitis) b. Conceptual Thinking (Berpikir Konseptual)

c. Expertise (Keahlian Teknikal / Profesional / Manajerial) 6. Kemampuan Bersikap Dewasa

a. Self control (Pengendalian Diri) b. Self confidence (Percaya Diri) c. Flexibility (Fleksibilitas)

d. Organizational Commitment (Komitmen terhadap Organisasi) Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit kinerja dengan benar (Agung Rai, 2008). Kompetensi yang dibutuhkan oleh seorang auditor kinerja berbeda dengan kompetensi auditor keuangan. Terdapat tiga macam

kompetensi auditor kinerja, yaitu mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus.

2.2.4 Kategori Kompetensi

Michael Zwell (2000) dalam Wilson (2007) memberikan lima kategori kompetensi yang terdiri atas:

1. Task achievement, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan dan keahlian teknis.

2. Relationship, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan

relationship meliputi: kerja sama, orientasi pada pelayanan, kepedulian antar pribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan, penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas budaya.

3. Personal attribute, merupakan kompetensi intrinsik individu dan menghubungkan bagaimana orang berfikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stres, berfikir analitis dan berfikir konseptual.

4. Managerial, merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi managerial berupa: memotivasi, memberdayakan da mengembangkan orang lain.

5. Leadership, merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi dan tujuan organisasi. Kempetensi yang berkenaan dengan leadership

kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun komitmen organisasional, membangun fokus dan maksud, dasar-dasar, dan nilai-nilai.

2.3. Kinerja

Menurut Fattah (1999) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Mangkunegara (2001) mengungkapkan kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama ( Rival dan Basri, 2005).

Menurut Armstrong dan Baron (1998) dalam buku Wilson (2002), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kupuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai, dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi. Kesesuaian antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan kinerja yang baik.

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi (Wibowo, 2002). Pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa

baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu menigkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, mentoring dan counselling.

2.3.1 Sasaran Kinerja

Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan (Wibowo, 2007). Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan harapan.

Sasaran kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya:

1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja.

2. The action atau performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer.

3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan. 4. An evaluation method, tentang tata cara penilaian bagaimana hasil

pekerjaan dapat dicapai.

5. The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan. Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan dan mendemontrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisasi, memahami, mempunyai penegetahuan atau apresiasi.

Sasaran yang efektif dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil dan dalam batasan waktu tertentu, yang dapat dinyatakan dalam akronim SMART yang berarti sebagai berikut:

(S) Spesific: artinya dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah mengerti.

(M) Measurable: artinya dapat diukur dan dikuantifikasi.

(A) Attainable: artinya bersifat menantang, tetapi masih dapat terjangkau.

(T) Time-bound: artinya ada batas waktu dan dapat dilacak, dapat dimonitor progressnya terhadap sasaran untuk dikoreksi.

2.3.2 Model Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang dijelaskan oleh Mangkuprawira (2007) adalah:

1. Faktor personal atau individu, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan.

3. Faktor tim, meliputi kualitas manajer yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakkan dan keeratan anggota tim.

4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Berdasarkan pendapat Hersey, Blanchard dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo (2002), terdapat tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE. A – Ability (knowledge dan skill)

C – Clarity (understanding atau role perception) H – Help (organisatinal support)

I – Incentive (motivation atau willingness)

E – Evaluation (coaching dan performance feedback) V – Validity (valid dan legal personal practices) E – Environment (Environmental fit)

Proses kinerja organisasional dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey, Blanchard dan Jason yang dikutip oleh Wibowo (2007)

menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk Satelite Model.

Menurut satelite model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan.

Gambar 4. Model Satelite Kinerja Organisasi (Hersey, 1996) 2.4.Kinerja Berbasis Kompetensi

Kebijakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), yang antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan pertimbangan penting dalam penataan pegawai negeri sipil (PNS) (Moeheriono, 2007). Manajemen sumber daya aparatur Negara harus berbasis kompetensi, yang mencakup pada semua aspek dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia, yang meliputi antara lain: rekrutmen, seleksi, pengangkatan, penempatan, pelatihan dan pengembangan pegawai.

Perkembangan pemikiran dan praktik manajemen sumber daya aparatur Negara berbasis kompetensi, dengan mengacu pada kebiakan tentang undang- undang kepegawaian telah mengarah pada berkembangnya konsep dan standar kompetensi jabatan.

Kemampuan atau kompetensi seseorang termasuk dalam kategori level tinggi atau baik, akan dibuktikan dan ditunjukkan apabila seseorang sudah melakukan pekerjaan. Dalam setiap individu seseorang terdapat karakteristik kompetensi dasar. Kompetensi individu, dapat dikatogorikan menjadi dua,

Integration

Strategic  Positioning Structure

Human Process

Process Integration Nonhuman Process Process Integration Knowledge Performance

yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dan (2)

differentiating competence, yaitu kompetensi yang membedakan seseorang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah.

Kompetensi yang berupa konsep diri, watak dan motif dapat direferensikan sebagai keterampilan yang dapat menyesuaikan situasi atau

starting qualifications, yang isinya dalah keterampilan sosial, dan komunikasi, teknik umum dan situasi berubah-ubah, kualitas organisasi serta pendekatan dasar pekerjaan dan situasi. Apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di organisasi, karyawan yang kompeten adalah individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sesuai dengan syarat pekerjaan sehingga dapat berpartisipasi secara aktif di tempat kerja.

Menurut Spencer yang dikutip oleh Moeheriono (2007), kompetensi merupakan sebah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berfikir, bersikap dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu. Karakteristik dasar tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata. Oleh karena itu, penentuan ambang kompetensi sangat dibutuhkan dan penting karena dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi proses rekrutmen, seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumberdaya manusia lainnya.

2.5. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Fauzia (2005), yang berjudul Analisis Hubungan Penilaian Kinerja dengan Produktivitas Karyawan pada PT Bank Bukopin Jakarta di Sub Divisi Group Liabilities Consumer Banking, memiliki koefisien korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa penilaian kinerja dan produktivitas karyawan memiliki hubungan yang sangat kuat. Aspek penilaian kinerja yang paling kuat hubungannya dengan produktivitas karyawan adalah pengetahuan responden mengenai sistem penilaian kinerja yang diterapkan perusahaan.

Anita Naliebrata (2007), dalam penelitiannya mengenai Analisis Pengaruh Penempatan Pegawai Berbasis Kompetensi terhadap Kinerja Pegawai di Dinas Perhubungan Pemkab Bogor bahwa kompetensi kualifikasi dan motivasi berpengaruh nyata dan positif. Hal tersebut mengartikan jika Dishub Pemkab Bogor ingin meningkatkan kinerja pegawai, maka kompetensi, kualifikasi dan motivasi juga harus ditingkatkan sebagai implikasi terhadap aspek manajerial maka diperlukan adanya suatu standar kompetensi.

Aris Haryana (2010) melakukan Analisis Kompetensi SDM dan Kinerja Karyawan pada Departemen WEAVING PT UNITEX, Tbk. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kompetensi karyawan mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap peningkatan kinerja di setiap posisi karyawan.

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui kompetensi dan kinerja auditor, serta hubungan antara kompetensi dengan kinerja auditor BPK. Unsur kompetensi yang digunakan adalah kompetensi perilaku yang memiliki indikator antara lain intelektual individu, efektifitas individu, pengelolaan tugas, bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain. Kompetensi teknis yang memiliki indikator antara lain pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, entitas pemeriksaan, teknik pemeriksa dan komunikasi dalam pemeriksaan. Unsur kinerja dengan indikator antara lain pemeriksaan, pengembangan profesi dan penunjang.

31 

3.1. Kerangka Pemikiran

Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang penting terhadap keberhasilan audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Program pengembangan SDM yang cermat dan terarah dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja SDM, dalam hal ini adalah auditor BPK, sehingga mampu melaksanakan seluruh tanggung jawabnya.

Peningkatan kinerja pegawai akan meningkatkan kinerja lembaga secara keseluruhan. Kinerja itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Auditor yang memiliki kualifikasi tinggi serta kompetensi yang sesuai dengan penempatan pada pekerjaan atau jabatannya, mampu menghasilkan tingkat keberhasilan kinerja yang tinggi.

Penelitian dikhususkan dalam melihat kompetensi dari auditor di BPK. Auditor BPK harus memiliki kompetensi yang sesuai untuk melakukan pekerjaannya agar mampu menghasilkan kinerja yang baik. Kompetensi yang dimiliki oleh auditor harus dikelola dengan baik untuk menghasilkan kinerja berbasis kompetensi sehingga BPK memiliki sumber daya manusia khususnya auditor yang berkualitas. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), yang antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan pertimbangan penting dalam penataan pegawai negeri sipil (PNS) (Moeheriono, 2007). Manajemen sumber daya aparatur Negara harus berbasis kompetensi, yang mencakup pada semua aspek dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia, yang meliputi antara lain: rekrutmen, seleksi, pengangkatan, penempatan, pelatihan dan pengembangan pegawai.

BPK sejak 2007 telah menyusun standar kompetensi. Salah satunya adalah Standar Kompetensi Perilaku Pegawai BPK yang telah ditetapkan dalam Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor 380/K/X-XIII.2/10/2009.

Standar Kompetensi Perilaku ini berlaku umum bagi seluruh pegawai BPK sesuai dengan posisi dalam Keluarga Jabatannya masing-masing.

Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di BPK. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di BPK. Dasar hukum yang melandasi Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK adalah Surat Keputusan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 7/K/I-XIII/12/2010 tanggal 17 Desember 2010 tentang Rencana Strategis BPK 2011-201, Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor 456/K/X-

XIII.2/12/2009 tanggal 14 Desember 2009 tentang Human Resources

Management Plan dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 2 September 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pasal 9 ayat (1) huruf h, BPK berwenang membina Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP). Untuk melaksanakan amanat UU tersebut terutama dalam Pasal 12 dan Pasal 34, BPK telah menetapkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 4 Tahun 2010 tentang JFP yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 136 Tahun 2010 pada tanggal 17 Desember. Sebelum diundangkan, peraturan tersebut telah dikonsultasikan dengan Pemerintah. Pemerintah juga telah menetapkan JFP di lingkungan BPK dengan menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) No. 17 Tahun 2010 tentang JFP dan Angka Kreditnya. Selanjutnya, Sekretaris Jenderal BPK bersama dengan Kepala BKN menetapkan Petunjuk Pelaksanaan JFP sebagai pedoman pelaksanaan kedua peraturan tersebut dalam Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal BPK dan Kepala BKN Nomor 1/PB/X-XIII.2/12/2010 dan Nomor 24 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan JFP dan Angka Kreditnya. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Sumber asli disini diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut diperoleh meliputi wawancara langsung dengan auditor mengenai kompetensi, keahlian teknik kerja, kinerja dan masalah-masalah yang sering terjadi pada saat proses audit

Peningkatan Kinerja Berbasis Kompetensi Auditor di BPK Hubungan Kompetensi dengan

Kinerja

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Visi, Misi dan Tujuan

Kinerja: 1. Pemeriksaan 2. Pengembangan Profesi 3. Penunjang Kompetensi Perilaku: 2. Intelektual Individu 3. Efektifitas Individu 4. Pengelolaan Tugas

5. Bekerja dengan Orang Lain 6. Bekerja Melalui Orang Lain Kompetensi Teknis:

1. Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 2. Entitas Pemeriksaan 3. Teknik Pemeriksa 4. Komunikasi dalam

Pemeriksaan

Sumber Daya Manusia Berkualitas

dan kuisioner penilaian keahlian kerja berisi daftar pertanyaan kepada pihak- pihak terkait yang berkaitan dengan kompetensi.

Data Sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Peneliti menggunakan data statistik hasil riset dari data dan informasi internal BPK.

3.3.Pengambilan Sampel dan Analisis Data

Ukuran minimum sampel yang diambil sebagai responden untuk kuesioner, ditentukan berdasarkan pendapat Slovin yang dikutip oleh Umar

(2004) didapat menggunakan rumus:   

        n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = persen kelonggaran katidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir

Setiap jawaban yang didapat dari para responden selanjutnya akan dihitung dan ditentukan skornya dengan Skala Likert pada 5 (lima) tingkat. Kelima penilaian tersebut masing-masing diberikan skor, penjelasan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Skala Pengukuran Likert untuk Kompetensi

Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan

1 Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Baik

2 Tidak Setuju Tidak Baik

3 Cukup Setuju Cukup Baik

4 Setuju Baik

5 Sangat Setuju Sangat Baik

Tabel 6 . Skala Pengukuran Likert untuk Kinerja

Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan

1 Tidak Pernah Sangat Tidak Baik

2 Pernah Tidak Baik

3 Kadang Cukup Baik

4 Sering Baik

Setelah jumlah sampel ditentukan, selanjutnya pengambilan sampel akan dilakukan secara non-probabilitas. Menggunakan cara ini, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi. Cara pengambilan sampel yang digunakan dengan cara ini adalah

Convinience Sampling (Umar, 2005). Convinience Sampling adalah teknik penentuan sampel yang dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih auditor yang mereka temui.

3.3.1 Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan agar kuisioner mampu memperoleh informasi yang relevan dengan cukup tinggi kesahihannya. Uji

tersebut berfungsi untuk menunjukkan sampai dimana ketepatan dan

kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya.dimana ketepatan dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya.

Kuesioner yang telah diisi oleh responden selanjutnya harus melalui uji validitas untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan atau pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan tersebut berupa pernyataan yang pada umumnya mendukung suatu kelompok dalam variabel tertentu.

Nilai validitas terhadap suatu butir pertanyaan atau pernyataan dapat diketahui dengan melihat dari output SPSS (Statistic Program adn Solution Services) yang terdapat dalam tabel dengan judul Item- Total Statistics. Masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan dapat dinilai kevalidannya dengan melihat nilai yang dihasilkan

dalam kolom Corrected Item-Total Correlation. Pertanyaan atau

pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pertanyaan atau pernyataan yang memiliki nilai r-hitung yang terdapat pada kolom

Langkah-langkah untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut (Umar, 2003):

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan

diukur

2. Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah

responden.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing

pertanyaan/pernyataan dengan skor total. Nilai korelasi dapat diketahui dengan menggunakan korelasi product moment. Rumus

Dokumen terkait