• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

1.1.Latar Belakang

Perbedaan yang paling mendasar antara keberhasilan suatu lembaga Negara sangat ditentukan oleh manusia sebagai salah satu sumber daya yang dimilikinya. Di bidang ekonomi, manusia berhubungan dengan kemampuan suatu lembaga untuk mengikuti laju perkembangan dan kepekaan lembaga tersebut terhadap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, faktor manusia harus dikelola dengan baik untuk menunjang produktivitas lembaga negara, agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri serta dipercaya untuk dapat mewujudkan good corporate & good governance dengan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara. Dalam Rencana Strategis BPK, memiliki tujuan (goals) yaitu mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan profesional, memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan, mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dan mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

(2)

dengan tujuan tertentu adalah  pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan maupun kinerja, misalnya pemeriksaan investigasi atau kepatuhan. Standar atau tolok ukur yang digunakan oleh pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

BPK memeriksa seluruh unsur keuangan negara, baik pusat maupun daerah, yang mencakup: anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), Bank Indonesia (BI), badan hukum milik negara (BHMN), badan layanan umum (BLU), dan badan lain yang ada kepentingan keuangan negara di dalamnya.

Dimulainya era pelaporan keuangan yang lebih transparan oleh pemerintah, porsi kegiatan pemeriksaan BPK lebih banyak ditujukan pada pemeriksaan keuangan. Seiring dengan bergulirnya reformasi keuangan negara, masyarakat semakin menuntut terwujudnya pemerintahan yang bersih, akuntabel, transparan, dan bebas korupsi. Apabila pengelolaan negara dapat berjalan efektif serta efesien dan dikelola dengan baik, maka kesejahteraan rakyat dapat segera tercapai. Akan tetapi, bilamana pengelolaan negara hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan terlebih tidak dikelola dengan profesional, maka sudah pasti kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terhambat, juga tanggung jawab negara terhadap warga negara dapat terbengkalai. Sangat urgen peran serta BPK dalam melaksanakan fungsinya yakni sebagai lembaga pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

(3)

Tabel 1. Indeks Persepsi Korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2001-2009 Tahun Survei Nilai IPK Indonesia Sumber TI

2001 1.9 CPI 2001

2002 1.9 CPI 2002

2003 1.9 CPI 2003

2004 2.0 CPI 2004

2005 2.2 CPI 2005

2006 2.4 CPI 2006

2007 2.3 CPI 2007

2008 2.6 CPI 2008

2009 2.8 CPI 2009

Sumber: www.nusantaranews.com (2009)

Dalam melaksanakan komitmen tersebut, BPK harus memiliki sumber daya manusia (SDM) - terutama auditor – yang profesional. Auditor sebagai ujung tombak pemeriksaan harus didukung dengan independensi, kemampuan, kemauan dan pengalaman kerja yang memadai, serta ditunjang dengan sensitivitas etika profesi auditor. Kemampuan, kemauan dan pengalaman kerja mencerminkan kompetensi auditor.

BPK telah melakukan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas organisasi, seperti penambahan jumlah pemeriksa, modernisasi fasilitas pemeriksaan (perangkat lunak pemeriksaan, sarana dan prasarana telekomunikasi dan bangunan), restrukturisasi organisasi, pengembangan kompetensi pegawai, remunerasi yang lebih kompetitif, dan sistim penilaian kinerja berbasis balanced scorecard yang dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini telah membuat BPK saat ini berbeda dengan BPK lima tahun yang lalu.

(4)

Tabel 2. Perubahan Signifikan di BPK

No Perubahan Dulu

(2004)

1. Pemeriksaan keuangan 2. Pemeriksaan kinerja 3. Pemeriksaan dengan tujuan

tertentu (lingkungan dan investigatif)

4. Ekspektasi masyarakat

Mulai ada perhatian Peningkatan perhatian masyarakat

5. Diklat Sudah ada sesuai Kondisi

Peningkatan kapasitas kelembagaan, materi dan volume pelatihan serta telah terstruktur

6. Anggaran BPK Rp400 miliar Rp1,8 triliun 7. Remunerasi Remunerasi Relatif

kecil (seperti PNS pada umumnya)

Relatif besar (standar 5 lembaga pilot Reformasi Birokrasi)

Sumber: Sekjen BPK RI (2009)

1.2.Rumusan Masalah

Kompetensi yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam suatu organisasi menggambarkan suatu kualitas, yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Oleh karena itu, kompetensi memiliki peranan penting terhadap kesuksesan suatu lembaga negara dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Peran BPK sangat membantu dalam menanggulangi kerugian negara akibat pengelolaan keuangan oleh lembaga-lembaga negara kurang baik, untuk itu,BPK perlu mengetahui sejauh mana kompetensi yang dimiliki oleh para auditor untuk melaksanakan tugas audit. Kompetensi yang dimiliki oleh auditor, diharapkan mampu meningkatkan kinerja mereka. Meningkatnya kinerja dari para auditor tersebut, salah satunya adalah untuk mewujudkan keadaan perekonomian yang baik di indonesia contohnya dengan berkurangnya tingkat korupsi yang terjadi.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kompetensi yang dimiliki oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan?

(5)

3. Bagaimana hubungan kompetensi dengan kinerja yang dimiliki auditor Badan Pemeriksa Keuangan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

2. Menganalisis kinerja auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

3. Menganalisis hubungan kompetensi dengan kinerja Auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat bagi lembaga adalah agar BPK dapat mengetahui standar kompetensi yang dimiliki auditor untuk dapat dapat melaksanakan audit, serta mendapatkan masukan apa saja yang masih harus lebih diperhatikan berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki untuk melakukan audit.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini dibatasi untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dengan kompetensi, usia dengan kinerja, jenis kelamin dengan kompetensi, jenis kelamin dengan kinerja, pendidikan dengan kompetensi, pendidikan dengan kinerja, kompetensi, laka kerja dengan kinerja, lama kerja dengan kompetensi kinerja dan hubungan kompetensi dengan kinerja auditor dalam melaksanakan fungsinya sebagai audit keuangan.

(6)

2.1. Manajemen Sumberdaya Manusia

Manajemen adalah proses sistematis untuk mencapai tujuan melalui fungsi perencanaan – pelaksanaan – pemeriksaan dan pengendalian/tindak lanjut (Susilo, 2002). Konsep manajemen ini dikenal dengan istilah PDCA singkatan dari Plan – Do – Check – Act atau lebih dikenal dengan sebutan

Deming Cycle.

Manajemen merupakan suatu proses yang dilaksanakan dalam empat tahapan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling). Ukuran keberhasilan pelaksanaan manajemen dapat dilihat dari efektivitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi dengan memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien (Suwatno, 2003).

Manajemen adalah ilmu dan seni untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan. Manajemen sebagai suatu ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasi. Manajemen sebagai suatu ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan (approach) terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh indera manusia (Siswanto, 2005).

Pengertian berikut dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (1988) dikutip oleh Nawawi (2006) yang mengatakan: manajemen adalah proses bekerja dengan individu-individu dan kelompok-kelompok serta berbagai sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.

(7)

berbagai bidang fungsional dan satuan kerja lain di lingkungan organisasi benar-benar memungkinkan terwujudnya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas organisasi. Manajemen sumber daya manusia adalah proses sistematis untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumber daya manusia dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi (Susilo, 2002).

Manajemen sumber daya manusia merupakan ilmu dan seni yang mengatur peran dan hubungan tenaga kerja dalam perusahaan sehingga dapat membantu mewujudkan tujuan perusahaan secara efektif dan efisien (Suwanto, 2003). Manajemen sumber daya manusia adalah penerapan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh sumber daya manusia yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagaimana sumber daya manusia yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah (Erni dan Kurniawan, 2005)

(8)

2.2. Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2002). Kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja atau perilaku di tempat kerja. Kinerja di pekerjaan dipengaruhi oleh: (a) pengetahuan, kemampuan dan sikap; (b) gaya kerja, kepribadian, kepentingan/minat, dasar-dasar, nilai sikap, kepercayaan dan gaya kepemimpinan.

Kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibuat seseorang (Palan, 2007). Menurut definisi tersebut, kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenal orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan, bukan apa yang mungkin mereka lakukan. Kompetensi ditemukan pada orang-orang yang diklasifikasikan sebagai berkinerja unggul atau efektif. Yang dimaksud berkinerja unggul adalah kinerja di atas rata-rata.

Sekjen BPK RI (2009) mengatakan kompetensi adalah kemampuan, keterampilan, pengetahuan, motivasi dan sikap yang diperlihatkan SDM dalam melakukan pekerjaan. Kompetensi tersebut dimanifestasikan ke dalam perilaku dan diberi skala yang mengidentifikasikan tingkat keahlian/kemampuan yang dibutuhkan suatu pekerjaan tertentu yang berperan dalam menentukan kesuksesan individu di dalam melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi ditunjukkan pula dengan keharusan bagi setiap auditor untuk memiliki keterampilan atau kemahiran profesi auditor yang diakui umum untuk melakukan audit (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2009).

(9)

Menurut Mangkuprawira (2008) yang mengutip R. Palan (2007), kita dapat mengenali 5 istilah dalam definisi kompetensi sebagai berikut:

1. Karakter Dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam dan berlangsung lama. Dalam definisi ini, karakter dasar mengarah pada motif, karakter pribadi, konsep diri dan nilai-nilai seseorang.

2. Kriteria Referensi berarti bahwa kompentensi dapat diukur berdasarkan standar atau kriteria tertentu. Dapat diukur faktor-faktor pembentuk terjadinya kinerja karyawan yang beragam (unggul, biasa dan rendah). Dari faktor-faktor tersebut kemudian dapat diprediksi kinerja seseorang.

3. Hubungan Kausal mengindikasikan bahwa keberadaan suatu kompetensi dan pendemonstrasiannya memprediksi atau menyebabkan suatu kinerja unggul. Kompetensi-kompetensi seperti motif, sifat dan konsep diri dapat memprediksikan keterampilan dan tindakan. Kemudian keterampilan dan tindakan memprediksi hsail kinerja pekerjaan.

4. Kinerja Unggul mengindikasikan tingkat pencapaian.

5. Kinerja Efektif adalah batas minimum tingkat hasil kerja yang dapat diterima.

Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik (Syafei, 2007). Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menerjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.

Suatu kompetensi adalah apa yang seorang karyawan mampu kerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu pekerjaan. Kinerja atau hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku ditempat kerja yang didasarkan pada KSAs. ditunjukkan dengan kerangka berikut:

Gambar 1. Kerangka Kerja (Syafei, 2007)

(10)

Berdasarkan kerangka di atas dapat diketahui bahwa secara teoritis KSAs adalah sebagai dasar perilaku di tempat kerja, sedangkan perilaku di tempat kerja yang mengandung unsur-unsur KSAs menghasilkan kinerja. Untuk praktik, suatu pekerjaan spesifik harus diidentifikasi kriteria-kriteria utamanya yang kemudian dijabarkan ke dalam dimensi-dimensi dan indikator-indikator kinerja kunci yang harus dicapai berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan. KSAs di sini adalah merupakan dasar kompetensi kerja yang merupakan kemampuan, kemauan, dan sikap untuk mencapai standar kinerja yang telah ditetapkan dalam setiap pekerjaan spesifik. Kemampuan, kemauan, dan sikap ini dapat diamati dalam perilaku di tempat kerja dalam seseorang melaksanakan pekerjaannya.

Kompetensi kerja secara teoritis dipengruhi oleh faktor-faktor seperti pelatihan, pengembangan karir, imbalan berdasarkan kompetensi, seleksi, petunjuk strategik, yang dapat dilihat dari Gambar 2.

Gambar 2. Job Competency Database Model (Syafei, 2007) 2.2.1 Standar Kompetensi

Standar Kompetensi adalah standar minimum untuk menduduki suatu jabatan atau peran dalam suatu jabatan sehinggan dapat berdaya guna dan berhasil guna (Sekjen BPK RI, 2006).

1. Kompetensi Perilaku

Kompetensi Perilaku adalah seperangkat pola perilaku yang diperlukan oleh pegawai BPK untuk dipraktekkan pada suatu posisi tertentu dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, efektif, dan efisien.

Job

Competencies Pengukuran kinerja

Pembayaran competensi Evaluasi Pekerjaan

Penilaian Modal Manusia

Pelatihan Pengembangan Karir Evaluasi

(11)

Tabel 3. Lima Kelompok Kompetensi Perilaku

Kelompok 1: Intelektual Individu

1. Information Seeking (INF) 2. Analytical Thinking (AT) 3. Conceptual Thinking (CT) 4. Strategic Thinking (ST) 5. Creativity and Innovation (CI) Kelompok 2:

Efektivitas Individu

1. Achievement Orientation (ACH) 2. Managing Change (MCH) 3. Integrity (ING)

4. Independent (IND)

5. Initiative (INT)6. Organizational Awareness (OA)

Bekerja Dengan Orang Lain

1. Interpersonal Understanding (IU) 2. Relationship Building (RB) 3. Teamwork and Cooperation (TW) 4. Customer Service Orientation

(CSO) Kelompok 5:

Bekerja Melalui Orang Lain

1. Impact and Influence (IMP) 2. Team Leadership (TL) 3. Developing Others (DEV) Sumber: Standar Kompetensi Perilaku Pegawai (2009)

a. Information Seeking (INF)

INF atau Pencarian Informasi adalah kemampuan untuk mengetahui lebih banyak tentang hal-hal yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi, baik yang terkait dengan orang lain maupun tugas dengan cara mencari informasi dari sumber-sumber yang sudah ada, baik dengan menggunakan metode yang sederhana maupun metode komprehensif seperti survei atau melakukan investigasi terstruktur.

b. Analytical Thinking (AT)

(12)

c. Conceptual Thinking (CT)

CT atau Pemikiran Konseptual adalah kemampuan untuk memahami situasi atau masalah dimulai dari mengidentifikasi pola atau hubungan dan permasalahan utama yang mendasar, mengelola bagian-bagian dari suatu masalah atau situasi dengan cara yang sistematis, dan dapat menggabungkannya menjadi satu kesatuan sehingga terbentuk satu cara pandang baru dalam melihat masalah.

d. Strategic Thinking (ST)

ST atau Pemikiran Strategis adalah kemampuan untuk memahami, berpikir dan mengambil tindakan strategi jangka pendek, menengah maupun panjang, dan implikasinya pada kinerja BPK

e. Creativity and Innovation (CI)

CI atau Pemikiran Kreatif dan Innovatif adalah kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang baru (di luar metode konvensional). Melakukan perubahan-perubahan untuk pengembangan satuan kerjanya dan atau BPK, termasuk memperkenalkan cara/teknik/metode baru yang kreatif dan inovatif (thinking out-of-the box).

f. Achievement Orientation (ACH)

ACH atau Orientasi Pada Prestasi adalah keinginan/tekad untuk bekerja dengan lebih baik atau melebihi standar kinerja. Melebihi standar dapat diartikan melebihi prestasi sebelumnya (improvement); melebihi ukuran yang sudah ditetapkan (result orientation); melebihi orang lain (competitiveness); penetapan sasaran yang menantang; atau sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain. Hal ini menunjukkan dorongan untuk bertindak lebih baik, lebih efektif, dan lebih efisien.

g. Managing Change (MCH)

(13)

dapat mempertahankan efektifitas kinerja dalam situasi perubahan, serta membantu orang lain agar mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Managing Change membutuhkan kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan pandangan mengenai suatu isu, menyesuaikan dan menerima perubahan, serta mendukungnya dengan cara membantu orang lain agar mampu beradaptasi dengan perubahan demi kebaikan BPK.

h. Integrity (ING)

ING atau Integritas adalah kemampuan untuk bertindak secara terbuka dan transparan dengan tetap memegang rahasia sesuai dengan nilai-nilai dan etika kerja yang berlaku di lingkungan BPK, tegas dalam menerapkan prinsip dan nilai yang berlaku sebagai bentuk menjunjung tinggi standar etika kerja yang berlaku dengan menjadikan dirinya sebagai panutan (role model) melalui tindakan nyata (walk the talk).

i. Independent (IND)

IND atau Independent adalah kemampuan untuk bersikap netral dan tidak berpihak serta menghindari benturan kepentingan dalam rangka mengindari hal-hal yang dapat mempengaruhi obyektivitas hasil pemeriksaan sebagaimana yang ditugaskan BPK.

j. Initiative (INT)

INT atau Inisiatif adalah berpikir dan mengambil tindakan atas kesempatan/masalah saat ini dan masa depan secara proaktif tanpa harus menunggu instruksi atau perintah dari atasan/orang lain.

k. Organizational Awareness (OA)

(14)

dari proses kerja yang terjadi, sehingga mampu mengimplementasikan peran dan kinerja individual sesuai dengan pemahaman tersebut, dan mengerti orang kunci yang memiliki peran dan pengaruh kuat didalam pengambilan keputusan atau untuk dapat mempengaruhi orang lain.

l. Planning and Execution (PE)

Kemampuan menyusun rencana kerja jangka pendek maupun jangka panjang dengan target yang spesifik, realistis, dan terukur, yang diselaraskan dengan visi/misi BPK. Rencana tersebut mencakup prioritas tindakan, pengorganisasian sumber daya alam. material, keuangan, manusia dsb. secara integratif dan mengantisipasi kendala yang diperkirakan akan muncul.

m. Concern for Order (CO)

CO atau Peduli Pada Keteraturan adalah kemampuan untuk peduli dan melaksanakan pekerjaan secara teratur dalam rangka mencapai sasaran kerja, dengan cara mengawasi dan meninjau ulang pekerjaan atau informasi, dan membuat suatu sistem pemeriksaan sendiri untuk memudahkan proses serta meningkatkan kualitas pemeriksaan.

n. Interpersonal Understanding (IU)

IU atau Pemahaman Antar Individu adalah kemampuan untuk mendengar dan memahami secara akurat pikiran, perasaan, dan masalah orang lain yang tidak terucapkan secara langsung atau tidak sepenuhnya disampaikan. Kompetensi ini mengukur kedalaman pemahaman terhadap orang lain, juga termasuk sensitivitas antar budaya.

o. Relationship Building (RB)

(15)

tujuan satuan kerjanya/BPK saat ini dan masa mendatang dengan menciptakan peluang bisnis dan meminimalisir kendala.

p. Teamwork and Cooperation (TW)

TW atau Kerjasama dan Kolaborasi adalah keinginan dan kemampuan untuk bekerjasama dalam tim/kelompok kerja/unit lain di BPK untuk mencapai tujuan kelompok dan BPK. Umumnya diterapkan pada anggota-anggota tim/kelompok/unit lain di BPK dan bukan pada pemimpin formal tim/kelompok/unit lain tersebut.

q. Customer Service Orientation (CSO)

CSO atau Fokus Pada Pelanggan adalah keinginan untuk membantu atau melayani orang lain. Artinya, fokus terhadap pelayanan dalam upaya untuk menemukan dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Yang dimaksud dengan pelanggan disini adalah pelanggan internal (seperti dari fungsi/satuan kerja lain) dan eksternal.

r. Impact and Influence (IMP)

IMP atau Mempengaruhi Orang Lain adalah bertindak untuk mempengaruhi atau membuat orang lain percaya melalui penggunaan argumentasi yang meyakinkan, presentasi, dan melalui pihak lain untuk dapat memberikan efek atau dampak yang spesifik.

s. Team Leadership (TL)

(16)

t. Developing Others (DEV)

DEV atau Pengembangan Orang Lain dan membimbing (Coaching) adalah keinginan untuk mendorong proses belajar dan pengembangan kapabilitas orang lain sehingga memenuhi persyaratan keahlian saat ini dan yang akan datang, baik untuk orang tersebut maupun untuk kelompoknya. Kompetensi ini menekankan pada intensi dasar seseorang untuk meningkatkan kapabilitas orang lain, bukan semata karena ingin mencapai sasaran kerjanya.

2. Kompetensi Teknis

Kompetensi teknis pemeriksa adalah seperangkat pengetahuan serta keterampilan pemeriksaan yang diperlukan oleh pemeriksa BPK dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi pemeriksaan secara profesional, efektif dan efisien (Sekjen BPK RI, 2006). Standar kompetensi pemeriksa BPK adalah persyaratan

kompetensi tekni minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemeriksa

BPK, sesuai dengan peran tertentu yang dijalankan dalam jabatan

fungsional pemeriksa (Sekjen BPK RI, 2006).

BPK telah menyusun sembilan (9) kompetensi teknis pemeriksa yang dapat dikelompokkan ke dalam empat (4) cluster

kompetensi teknis pemeriksa. Berikut adalah tabel yang menggambarkan cluster dan kompetensi teknis pemeriksa BPK.

Tabel 4. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa Cluster Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara

1. Mekanisme pengelolaan keuangan negara.

2. Aspek hukum dalam pemeriksaan.

Cluster Entitas Pemeriksa

1. Proses bisnis entitas pemeriksa. 2. Sistem pengendalian internal.

Cluster Teknik Pemeriksaan

1. Pengumpulan data pemeriksaan. 2. Pengolahan data pemeriksaan. 3. Dokumentasi pemeriksaan.

Cluster Komunikasi dalam Pemeriksaan

1. Presentasi.

2. Penulisan laporan hasil pemeriksaan.

(17)

1. Mekanisme Pengelolaan Keuangan

Kompetensi mekanisme pengelolaan keuangan negara adalah kemampuan yang diperlukan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta memberikan rekomendasi atas tata kelola keuangan negara (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban).

2. Aspek Hukum dalam Pemeriksaan

Kompetensi aspek hukum dalam pemeriksaan adalah kemampuan yang diperlukan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta memberikan rekomendasi atas bukti-bukti/temuan/simpulan pemeriksaan, berdasarkan produk-produk hukum terkait pemeriksaan.

3. Proses Bisnis Entitas Pemeriksaan

Kompetensi proses bisnis entitas pemeriksaan kemampuan yang diperlukan untuk memahami, menganalisis, serta mengevaluasi proses bisnis suatu entitas pemeriksaan.

4. Sistem Pengendalian Internal

Kompetensi sistem pengendalian internal adalah kemampuan yang diperlukan untuk memahami, menganalisis , mengevaluasi, serta merekomendasikan perbaikan atas sistem pengendalian internal entitas pemeriksaan.

5. Pengumpulan Data Pemeriksaan

Kompetensi pengumpulan data pemeriksaan adalah kemampuan yang diperlukan untuk menyiapkan dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam pemeriksaan.

6. Pengolahan Data Pemeriksaan

(18)

7. Dokumentasi Pemeriksaan

Kompetensi dokumentasi pemeriksaan adalah kemampuan untuk mendokumentasikan catatan-catatan mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan simpulan yang dibuat sehubungan dengan pemeriksaan.

8. Presentasi

Kompetensi presentasi adalah adalah kemampuan yang diperlukan untuk menyampaikan dan menjelaskan informasi terkait pemeriksaan secara ringkas, jelas, dan fokus, dengan didukung oleh alat bantu serta mendapat perhatian penuh dari audiens.

9. Penulisan Laporan

Kompetensi penulisan laporan hasil pemeriksaan adalah kemampuan untuk menyajikan hasil pemeriksaan dalam bentuk laporan tertulis yang disampaikan secara objektif, lengkap, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh pihak yang dituju.

2.2.2 Tipe Kompetensi

Tipe kompetensi yang berbeda menurut Wibowo (2007) dikaitkan dengan aspek perilaku manusia dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut. Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan, menialai risiko dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.

(19)

manusia. Kompetensi secara tradisional dikaitkan dengan kinerja yang sukses.

3. Communication competency, dalam bentuk kemampuan

berbicara mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal.

4. Interpersonal competency, meliputi: empati, membangun konsensus, networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain dan menjadi team player.

5. Thinking competency, berkenaan dengan: berfikir strategis, berfikir analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan kognitif, mengindetifikasi mata rantai an membangkitkan gagasan kreatif.

6. Oganizational competency, meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasisumber daya, mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemajuan dan mengambil risiko yang diperhitungkan.

7. Human resources management competency, merupakan kemampuan dalam bidang: team building, mendorong partisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja dan menghargai keberagaman.

8. Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan mempelopori kesehatan tempat kerja.

(20)

10.Business competency, merupakan kompetensi yang meliputi: manajemen finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan. 11.Self manajement competency, kompetensi berkaitan dengan

menjadi motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemontrasikan flexibilitas dan berinisiatif.

12.Technical/operational competency, kompetensi berkaitan dengan teknologi komputer, menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan profesional dan angka.

2.2.3 Karakteristik Kompetensi

Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang yang menunjukan cara berperilaku atau berpikir dalam situasi dan tugas kerja tertentu yang bertahan dalam waktu lama pada diri orang tersebut.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu :

1. Motives (Motivasi)

Motivasi adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Motivasi berprestasi secara konsisten akan mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan "feedback"

untuk memperbaiki dirinya. 2. Traits (Ciri)

(21)

fisik (seperti postur atletis, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang lebih kompleks yang dimiliki seseorang sebagai karakter, seperti kemampuan mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail, dan sebagainya.

3. Self-Concept (Konsep Diri)

Konsep Diri adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap dan nilai-nilai yang diyakininya. Misalnya, seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi menggambarkan dirinya sendiri sebagai orang yang dapat mencapai sesuatu yang diharapkan, yang menurutnya, baik dalam berbagai situasi, baik situasi sulit maupun mudah.

4. Knowledge (Pengetahuan)

Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu. Contohnya pengetahuan ahli bedah tentang syaraf otot dalam tubuh manusia. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis seringkali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksikan apa yang mampu dilakukan seseorang, apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan pengukuran pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan adalah kemampuan untuk mencari informasi.

5. Skills (Keahlian)

(22)

atau tidak, bila dibandingkan dengan standar atau kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh suatu organisasi (Spencer, 1993).

 

Gambar 3. Model Iceberg yang menggambarkan kompetensi (Palan, 2008)

Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran. 2. Keterampilan (skills)

Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan.

3. Konsep diri dan nilai-nilai (self concept and value)

Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang.

4. Karaakteristik pribadi (traits)

Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi.

5. Motif (motives)

Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Berdasarkan rumpun referensi kemampuan, Spencer mengelompokkan kompetensi menjadi enam kelompok, yaitu:

(23)

a. Achievement orientation (Semangat untuk Berprestasi)

b. Concern for order, quality, and accuracy (Perhatian terhadap Kejelasan Tugas, Kualitas dan Ketelitian Kerja)

c. Initiative (Proaktif)

d. Information Seeking (Mencari Informasi) 2. Kemampuan Melayani

a. Interpersonal Understanding (Empati)

b. Customer Service Orientation (Berorientasi Kepada Kepuasan Pelanggan)

3. Kemampuan Memimpin

a. Impact and Influence (Mempengaruhi)

b. Organizational Awareness (Kesadaran Berorganisasi) c. Relationship Building (Membangun Hubungan) 4. Kemampuan Mengelola

a. Developing Others (Mengembangkan Orang Lain) b. Directiveness (Kemampuan Mengarahkan)

c. Team Leadership (Memimpin Kelompok)

d. Teamwork and Cooperation (Kerjasama Kelompok) 5. Kemampuan Berpikir

a. Analytical Thinking (Berpikir Analitis) b. Conceptual Thinking (Berpikir Konseptual)

c. Expertise (Keahlian Teknikal / Profesional / Manajerial) 6. Kemampuan Bersikap Dewasa

a. Self control (Pengendalian Diri) b. Self confidence (Percaya Diri) c. Flexibility (Fleksibilitas)

(24)

kompetensi auditor kinerja, yaitu mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus.

2.2.4 Kategori Kompetensi

Michael Zwell (2000) dalam Wilson (2007) memberikan lima kategori kompetensi yang terdiri atas:

1. Task achievement, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan dan keahlian teknis.

2. Relationship, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan

relationship meliputi: kerja sama, orientasi pada pelayanan, kepedulian antar pribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan, penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas budaya.

3. Personal attribute, merupakan kompetensi intrinsik individu dan menghubungkan bagaimana orang berfikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stres, berfikir analitis dan berfikir konseptual.

4. Managerial, merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi managerial berupa: memotivasi, memberdayakan da mengembangkan orang lain.

5. Leadership, merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi dan tujuan organisasi. Kempetensi yang berkenaan dengan leadership

(25)

kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun komitmen organisasional, membangun fokus dan maksud, dasar-dasar, dan nilai-nilai.

2.3. Kinerja

Menurut Fattah (1999) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Mangkunegara (2001) mengungkapkan kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama ( Rival dan Basri, 2005).

Menurut Armstrong dan Baron (1998) dalam buku Wilson (2002), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kupuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai, dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi. Kesesuaian antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan kinerja yang baik.

(26)

baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu menigkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, mentoring dan counselling.

2.3.1 Sasaran Kinerja

Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan (Wibowo, 2007). Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan harapan.

Sasaran kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya:

1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja.

2. The action atau performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer.

3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan. 4. An evaluation method, tentang tata cara penilaian bagaimana hasil

pekerjaan dapat dicapai.

5. The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan. Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan dan mendemontrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisasi, memahami, mempunyai penegetahuan atau apresiasi.

Sasaran yang efektif dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil dan dalam batasan waktu tertentu, yang dapat dinyatakan dalam akronim SMART yang berarti sebagai berikut:

(S) Spesific: artinya dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah mengerti.

(M) Measurable: artinya dapat diukur dan dikuantifikasi.

(A) Attainable: artinya bersifat menantang, tetapi masih dapat terjangkau.

(27)

(T) Time-bound: artinya ada batas waktu dan dapat dilacak, dapat dimonitor progressnya terhadap sasaran untuk dikoreksi.

2.3.2 Model Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang dijelaskan oleh Mangkuprawira (2007) adalah:

1. Faktor personal atau individu, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan.

3. Faktor tim, meliputi kualitas manajer yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakkan dan keeratan anggota tim.

4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Berdasarkan pendapat Hersey, Blanchard dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo (2002), terdapat tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE. A – Ability (knowledge dan skill)

C – Clarity (understanding atau role perception) H – Help (organisatinal support)

I – Incentive (motivation atau willingness)

E – Evaluation (coaching dan performance feedback) V – Validity (valid dan legal personal practices) E – Environment (Environmental fit)

(28)

menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk Satelite Model.

Menurut satelite model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan.

Gambar 4. Model Satelite Kinerja Organisasi (Hersey, 1996)

2.4.Kinerja Berbasis Kompetensi

Kebijakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), yang antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan pertimbangan penting dalam penataan pegawai negeri sipil (PNS) (Moeheriono, 2007). Manajemen sumber daya aparatur Negara harus berbasis kompetensi, yang mencakup pada semua aspek dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia, yang meliputi antara lain: rekrutmen, seleksi, pengangkatan, penempatan, pelatihan dan pengembangan pegawai.

Perkembangan pemikiran dan praktik manajemen sumber daya aparatur Negara berbasis kompetensi, dengan mengacu pada kebiakan tentang undang-undang kepegawaian telah mengarah pada berkembangnya konsep dan standar kompetensi jabatan.

Kemampuan atau kompetensi seseorang termasuk dalam kategori level tinggi atau baik, akan dibuktikan dan ditunjukkan apabila seseorang sudah melakukan pekerjaan. Dalam setiap individu seseorang terdapat karakteristik kompetensi dasar. Kompetensi individu, dapat dikatogorikan menjadi dua,

Integration

Strategic  Positioning Structure

Human Process

(29)

yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dan (2)

differentiating competence, yaitu kompetensi yang membedakan seseorang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah.

Kompetensi yang berupa konsep diri, watak dan motif dapat direferensikan sebagai keterampilan yang dapat menyesuaikan situasi atau

starting qualifications, yang isinya dalah keterampilan sosial, dan komunikasi, teknik umum dan situasi berubah-ubah, kualitas organisasi serta pendekatan dasar pekerjaan dan situasi. Apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di organisasi, karyawan yang kompeten adalah individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sesuai dengan syarat pekerjaan sehingga dapat berpartisipasi secara aktif di tempat kerja.

Menurut Spencer yang dikutip oleh Moeheriono (2007), kompetensi merupakan sebah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berfikir, bersikap dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu. Karakteristik dasar tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata. Oleh karena itu, penentuan ambang kompetensi sangat dibutuhkan dan penting karena dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi proses rekrutmen, seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumberdaya manusia lainnya.

2.5. Penelitian Terdahulu

(30)

Anita Naliebrata (2007), dalam penelitiannya mengenai Analisis Pengaruh Penempatan Pegawai Berbasis Kompetensi terhadap Kinerja Pegawai di Dinas Perhubungan Pemkab Bogor bahwa kompetensi kualifikasi dan motivasi berpengaruh nyata dan positif. Hal tersebut mengartikan jika Dishub Pemkab Bogor ingin meningkatkan kinerja pegawai, maka kompetensi, kualifikasi dan motivasi juga harus ditingkatkan sebagai implikasi terhadap aspek manajerial maka diperlukan adanya suatu standar kompetensi.

Aris Haryana (2010) melakukan Analisis Kompetensi SDM dan Kinerja Karyawan pada Departemen WEAVING PT UNITEX, Tbk. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kompetensi karyawan mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap peningkatan kinerja di setiap posisi karyawan.

(31)

31 

3.1. Kerangka Pemikiran

Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang penting

terhadap keberhasilan audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Program pengembangan SDM yang cermat dan terarah dapat dilakukan untuk

meningkatkan kinerja SDM, dalam hal ini adalah auditor BPK, sehingga

mampu melaksanakan seluruh tanggung jawabnya.

Peningkatan kinerja pegawai akan meningkatkan kinerja lembaga

secara keseluruhan. Kinerja itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi kerja

atau hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai pegawai

persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan. Auditor yang memiliki kualifikasi tinggi

serta kompetensi yang sesuai dengan penempatan pada pekerjaan atau

jabatannya, mampu menghasilkan tingkat keberhasilan kinerja yang tinggi.

Penelitian dikhususkan dalam melihat kompetensi dari auditor di BPK.

Auditor BPK harus memiliki kompetensi yang sesuai untuk melakukan

pekerjaannya agar mampu menghasilkan kinerja yang baik. Kompetensi yang

dimiliki oleh auditor harus dikelola dengan baik untuk menghasilkan kinerja

berbasis kompetensi sehingga BPK memiliki sumber daya manusia

khususnya auditor yang berkualitas. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), yang antara lain

menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan pertimbangan

penting dalam penataan pegawai negeri sipil (PNS) (Moeheriono, 2007).

Manajemen sumber daya aparatur Negara harus berbasis kompetensi, yang

mencakup pada semua aspek dalam pengelolaan manajemen sumber daya

manusia, yang meliputi antara lain: rekrutmen, seleksi, pengangkatan,

penempatan, pelatihan dan pengembangan pegawai.

BPK sejak 2007 telah menyusun standar kompetensi. Salah satunya

adalah Standar Kompetensi Perilaku Pegawai BPK yang telah ditetapkan

(32)

Standar Kompetensi Perilaku ini berlaku umum bagi seluruh pegawai BPK

sesuai dengan posisi dalam Keluarga Jabatannya masing-masing.

Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan

diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas

pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di

BPK. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan

diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas

pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di

BPK. Dasar hukum yang melandasi Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa

BPK adalah Surat Keputusan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Nomor

7/K/I-XIII/12/2010 tanggal 17 Desember 2010 tentang Rencana Strategis

BPK 2011-201, Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor

456/K/X-XIII.2/12/2009 tanggal 14 Desember 2009 tentang Human Resources

Management Plan dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 2 September

2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) Pasal 9 ayat (1) huruf h, BPK berwenang

membina Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP). Untuk melaksanakan amanat

UU tersebut terutama dalam Pasal 12 dan Pasal 34, BPK telah menetapkan

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 4 Tahun 2010 tentang JFP

yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 136 Tahun 2010 pada

tanggal 17 Desember. Sebelum diundangkan, peraturan tersebut telah

dikonsultasikan dengan Pemerintah. Pemerintah juga telah menetapkan JFP di

lingkungan BPK dengan menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) No. 17 Tahun 2010

tentang JFP dan Angka Kreditnya. Selanjutnya, Sekretaris Jenderal BPK

bersama dengan Kepala BKN menetapkan Petunjuk Pelaksanaan JFP sebagai

pedoman pelaksanaan kedua peraturan tersebut dalam Peraturan Bersama

Sekretaris Jenderal BPK dan Kepala BKN Nomor 1/PB/X-XIII.2/12/2010 dan

Nomor 24 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan JFP dan Angka

(33)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Sumber asli disini

diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut diperoleh meliputi

wawancara langsung dengan auditor mengenai kompetensi, keahlian teknik

kerja, kinerja dan masalah-masalah yang sering terjadi pada saat proses audit

Peningkatan Kinerja Berbasis Kompetensi Auditor di BPK Hubungan Kompetensi dengan

Kinerja

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Visi, Misi dan Tujuan

Kinerja:

1. Pemeriksaan 2. Pengembangan

Profesi 3. Penunjang Kompetensi Perilaku:

2. Intelektual Individu 3. Efektifitas Individu 4. Pengelolaan Tugas

5. Bekerja dengan Orang Lain 6. Bekerja Melalui Orang Lain Kompetensi Teknis:

1. Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 2. Entitas Pemeriksaan 3. Teknik Pemeriksa 4. Komunikasi dalam

Pemeriksaan

Sumber Daya Manusia Berkualitas

(34)

dan kuisioner penilaian keahlian kerja berisi daftar pertanyaan kepada

pihak-pihak terkait yang berkaitan dengan kompetensi.

Data Sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari

objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang

dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara

komersial maupun non komersial. Peneliti menggunakan data statistik hasil

riset dari data dan informasi internal BPK.

3.3.Pengambilan Sampel dan Analisis Data

Ukuran minimum sampel yang diambil sebagai responden untuk

kuesioner, ditentukan berdasarkan pendapat Slovin yang dikutip oleh Umar

(2004) didapat menggunakan rumus:   

        n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

E = persen kelonggaran katidak telitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir

Setiap jawaban yang didapat dari para responden selanjutnya akan

dihitung dan ditentukan skornya dengan Skala Likert pada 5 (lima) tingkat. Kelima penilaian tersebut masing-masing diberikan skor, penjelasan dapat

dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Skala Pengukuran Likert untuk Kompetensi

Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan

1 Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Baik

2 Tidak Setuju Tidak Baik

3 Cukup Setuju Cukup Baik

4 Setuju Baik

5 Sangat Setuju Sangat Baik

Tabel 6 . Skala Pengukuran Likert untuk Kinerja

Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan

1 Tidak Pernah Sangat Tidak Baik

2 Pernah Tidak Baik

3 Kadang Cukup Baik

4 Sering Baik

(35)

Setelah jumlah sampel ditentukan, selanjutnya pengambilan sampel

akan dilakukan secara non-probabilitas. Menggunakan cara ini, semua elemen

populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi

anggota sampel karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak

dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi. Cara

pengambilan sampel yang digunakan dengan cara ini adalah

Convinience Sampling (Umar, 2005). Convinience Sampling adalah teknik penentuan sampel yang dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk

memilih auditor yang mereka temui.

3.3.1 Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan agar kuisioner mampu memperoleh

informasi yang relevan dengan cukup tinggi kesahihannya. Uji

tersebut berfungsi untuk menunjukkan sampai dimana ketepatan dan

kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya.dimana

ketepatan dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi

pengukurannya.

Kuesioner yang telah diisi oleh responden selanjutnya harus

melalui uji validitas untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam

suatu daftar (konstruk) pertanyaan atau pertanyaan dalam

mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan tersebut berupa

pernyataan yang pada umumnya mendukung suatu kelompok dalam

variabel tertentu.

Nilai validitas terhadap suatu butir pertanyaan atau pernyataan

dapat diketahui dengan melihat dari output SPSS (Statistic Program

adn Solution Services) yang terdapat dalam tabel dengan judul Item-Total Statistics. Masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan dapat dinilai kevalidannya dengan melihat nilai yang dihasilkan

dalam kolom Corrected Item-Total Correlation. Pertanyaan atau

pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pertanyaan atau

pernyataan yang memiliki nilai r-hitung yang terdapat pada kolom

(36)

Langkah-langkah untuk mengukur validitas kuesioner adalah

sebagai berikut (Umar, 2003):

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan

diukur

2. Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah

responden.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing

pertanyaan/pernyataan dengan skor total. Nilai korelasi dapat

diketahui dengan menggunakan korelasi product moment. Rumus dari korelasi product moment yang digunakan yaitu:

 

R = Angka korelasi

Xi = Skor masing – masing pernyataan ke-i Y = Skor total

n = Jumlah responden

Kesahihan uji validitas apabila nilai r hitung > r tabel yaitu

lebih besar dari 0,361. Pengujian ini dapat dilakukan melalui

Software Microsoft Excell. 3.3.2 Hasil Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan

dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan

dengan konstruk-konstruk pertanyaan atau pernyataan yang

merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk

kuisioner. Menurut Nasution (2003), reliabilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Keterandalan ditentukan dengan menggunakan

rumus alpha cronchbach dengan instrumen yang skornya merupakan

rentangan beberapa nilai, seperti 0 – 10 atau 0 – 1000 atau bentuk

(37)

  r11 = Reliabilitas instrumen 

k = Banyak butir pernyataan

σt² = Varian total

∑σb² = Jumlah varian pernyataan

Rumus varian dapat diperoleh dari rumus :

 

n = Jumlah responden

Xi = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor – nomor butir pernyataan.

Reliabilitas dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,6, jika alat ukur atau kuesioner terbukti lebih dari 0,6 maka kuesioner dapat diandalkan sebagai alat ukur penelitian.

Menurut George (2003) nilai alpha yang dihasilkan dari pengujian

reliabilitas suatu instrumen penelitian dapat dibagi berdasarkan

beberapa klasifikasi (Tabel 4).

Tabel 7. Hasil Uji Klasifikasi nilai alpha

Klasifikaasi Nilai Alpha

Kesimpulan

α > 0,9 Sempurna (excellent)

α > 0,8 Baik (good)

α > 0,7 Dapat diterima (acceptable)

α > 0,6 Diragukan (questionable)

α > 0,5 Lemah (poor)

α > 0,5 Tidak dapat diterima

(unacceptable) Sumber: George (2003)

3.3.3 Analisis Persepsi/Skor Modus

Skor Rataan digunakan untuk mengelompokkan jawaban

responden terhadap masing-masing kriteria pada skala likert (skala 1

s/d 5). Kemudian jumlah responden dikelompokkan didalam setiap

kriteria lalu dikalikan dengan bobotnya, dan hasil perkalian di dalam

(38)

respondennya, sehingga diperoleh suatu nilai skor rataan yang berada

pada skala 1 s/d 5 (Umar, 2003). Cara menghitung Skor Rataan

adalah sebagai berikut:

Keterangan:

x = Skor rataan terbobot

ƒi = Frekuensi pada kategori ke – i

wi = Bobot untuk kategori ke – i (1, 2,3,4, dan 5)

Hasil dari nilai skor rataan kemudian ditentukan rentang skala (1 s/d

5), yaitu sebagai berikut:

  Keterangan:

m = Jumlah alternatif jawaban tiap item

0,8 = Nilai maksimum dalam rentang Skala Likert yang digunakan

Dimana : 1 x 1,8 = Sangat Tidak baik (STS)

1,8 x 2,6 = Tidak baik (TS)

2,6 x 3,4 = Cukup baik (CS)

3,4 x 4,2 = Baik (S)

4,2 x 5 = Sangat baik (SS)

3.3.4 Asosiasi Chi-Square

Uji Chi-Square merupakan salah satu uji statistik non

parametrik. Uji Chi-Square digunakan untuk menguji apakah ada

hubungan antara beberapa variabel. Dalam penelitian ini, dilakukan

Uji Chi-Square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kompetensi dan kinerja karyawan dengan karakteristik karyawan

seperti lama bekerja, tingkat pendidikan, dan lama bekerja. Prosedur

Uji Chi-Square ( ) adalah sebagai berikut:

1. Rumuskan Hipotesa:

(39)

H1 = kedua variabel saling berhubungan 2. Tentukan kategori yang akan diuji

3. Tentukan level signifikansi

Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 (0,5%) karena

angka ini dinilai cukup ketat untuk mewakili hubungan antara

dua variabel dan merupakan tingkat signifikansi yang sudah

sering digunakan dalam penelitian ilmu sosial.

4. Buat tabel kontingensi dari alternatif atau kategori populasi.

5. Hitung harga Chi-Square ( ) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: = Chi-Square

= frekuensi hasil observasi

= frekuensi yang diharapkan

6. Tentukan daerah-daerah penolakan hipotesis dengan mencari

harga Chi-Square pada tabel distribusi Chi-Square, pada level signifikansi yang telah ditentukan dengan degree of freedom.

df = (r-1) (k-1), yaitu: tabel, df = (r-1) (k-1).

7. Terima H0 jika: < tabel, df = (r-1) (k-1)

Tolak H0, tolak H1 jika: > tabel, df = (r-1) (k-1)

8. Rumusan kesimpulan.

3.3.5 Korelasi Rank Spearman

Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan suatu variable dengan variable lain (Umar,

2003). Berikut langkah proses penggunaan korelasi Rank Spearman

menurut:

1. Menentukan hipotesis

H0 : tidak ada hubungan antar kedua komponen

H1 : ada hubungan yang berarti antara kedua komponen

Dimana : H0 = Hipotesis observasi

(40)

Ttabel α = 0,05

Menguji hubungan hipotesis nol (H0) menggunakan kriteria:

Tolak H0 : Jika nilai peluang < tingkat signifikansi

Tolak H1 : Jika nilai peluang > tingkat signifikansi

2. Lakukan statistik hitung

Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:

  Keterangan:

rs = koefisien korelasi Rank Spearman

n = Jumlah pasangan pengamatan antara satu peubah

terhadap peubah lainya

di2 = selisih antara Rank bagi X dan Y

Besarnya nilai terletak antara -1 < rs < 1 , yang artinya : rs = 1, hubungan X dan Y sempurna positif, mendekati 1 :

hubungan sangat kaut dan positif

rs = -1, hubungan X dan Y sempurna negatif

rs = 0, hubungan X dan Y sangat lemah dan tidak ada

hubungan

3. Lakukan statistik tabel

Tentukan statistik hitung dengan menggunakan tabel Rank Spearman, kemudian bandingkan antara nilai rhitung dengan rtabel

4. Simpulkan

Jika nilaihitung < nilaitabel, maka tolak H0 dan simpulkan bahwa ada hubungan yang berarti dari dua variabel tersebut di atas.

Nilai Rank Spearman akan berada pada selang -1

hingga +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah

pengaruh. Skala hubungan kedua peubah berdasarkan pada

batasan champion dapat dijelaskan sebagai berikut:

0,00 – 0,20 : berarti korelasi memiliki keeratan sangat lemah

(41)

0,21 – 0,40 : berarti korelasi memiliki keeratan lemah antara

peubah X dengan peubah Y

0,41 – 0,70 : berarti korelasi memiliki keeratan kuat antara

peubah X dengan peubah Y

0,71 – 0,90 : berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat

antara peubah X dengan peubah Y

0,91 – 0,99 : berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat

sekali antara peubah X dengan peubah Y

1 : korelasi sempurna

(42)

42 

4.1. Gambaran Umum Lembaga

4.1.1 Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan

Sejarah terbentuknya BPK diawali dengan UUD 1945 pasal 23

ayat (5) yang menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab

tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan

yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Memenuhi

amanat konstitusi tersebut, BPK dibentuk pada tanggal 1 Januari

1947, dengan kedudukan sementara di kota Magelang. Selanjutnya,

berdasarkan Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember

1948, tempat kedudukan BPK dipindahkan ke Yogyakarta.

Seiring dengan perkembangan sistem politik dan ketatanegaraan

di Indonesia, BPK juga mengalami beberapa perubahan, baik dalam

hal administrasi maupun sistem legislasi. Dalam era reformasi saat ini,

BPK telah mendapatkan dukungan konstitusional yang sangat kuat

sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara,

yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara

lain menegaskan kembali kedudukan BPK sebagai satu-satunya

lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara.

Kedudukan, peran, dan fungsi BPK diperkuat juga dengan

amandemen ketiga UUD 1945, bab VIII A, pasal 23E, 23F, dan 23G

yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 23 E

Ayat (1): Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan

yang bebas dan mandiri.

Ayat (2): Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan

(43)

Ayat (3): Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23 F

Ayat (1): Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

Ayat (2): Pimpinan Badan Perneriksa Keuangan dipilih dari dan oleh

anggota.

Pasal 23G

Ayat (1): Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota

negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

Ayat (2): Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeniksa

Keuangan diatur dengan undang-undang.

4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Strategis

Visi BPK RI yaitu menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara

yang bebas, mandiri dan profesional serta berperan aktif dalam

mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan

transparan. Misi dari BPK yaitu memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara dalam rangka mendorong

terwujudnya akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, serta

berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan

transparan.

Badan pemeriksa Keuangan yang bertugas memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memiliki beberapa

tujuan strategis antara lain:

1. Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara

yang independen dan profesional.

BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan

profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju

terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan

(44)

2. Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan.

BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik

kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan

informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik

kepentingan atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan dan

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.

3. Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan

atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang

berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi BPK sebagaimana

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

4. Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara.

BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan

keuangan negara dengan menetakan standar yang efektif,

mengidentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem

pengendalian intern, menyampaikan temuan dan rekomendasi

kepada pemilik kepentingan dan menilai efektivitas tindak lanjut

hasil pemeriksaan.

4.1.3 Kedudukan dan Organisasi Pelaksanaan BPK RI

BPK RI menurut UU nomor 15 tahun 2006, pasal 3 adalah BPK

adalah (1) BPK berkedudukan di Ibukota Negara; (2) BPK memiliki

perwakilan di setiap provinsi; (3) pembentukan perwakilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan

BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. BPK

RI menurut UUD 1945, Pasal 23 G, ayat (1) berkedudukan di ibu kota

(45)

Organisasi pelaksanaan BPK RI ditetapkan dalam Surat

Keputusan Ketua BPK RI Nomor 23/S/I-VIII.3/6/2006 Tanggal 07

Juni 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksanaan Badan

Pemeriksa Keuangan. Organisasi Pelaksanaan BPK RI terdiri atas

Sekretariat Jendral, Inspektorat Utama Perencanaan Analisa, Evaluasi

dan Pelaporan (Irutama Renalev), Inspektorat Utama Pengawasan

Intern dan Khusus (Irutama Wasinsus), Auditama Keuangan Negara I

s.d VII dan Perwakilan BPK Daerah. Kantor perwakilan yang

ditetapkan untuk dibentuk sesuai dengan SK tersebut berjumlah 33.

4.2. Karakteristik Responden

Bagian ini akan memberikan gambaran umum mengenai responden

dalam penelitian ini yaitu pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia yang berlokasi di Jakarta dengan jabatan Auditor. Jabatan sebagai

auditor BPK merupakan suatu jabatan fungsional. Jabatan Fungsional

Pemeriksa adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung

jawab, dan wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara yang diduduki oleh Pemeriksa Negeri Sipil (PNS) di

lingkungan BPK.

Karakterisitik yang dimiliki oleh auditor BPK mampu mempengaruhi

hasil dari persepsi kompetensi dan kinerja mereka masing-masing, namun

pada penelitian ini, hanya dibatasi dalam mengetahui hubungan antara

karakteristik auditor BPK dengan hasil dari kompetensi dan kinerja yang

telah mereka hasilkan. Total keseluruhan pegawai yang diteliti adalah

sebanyak 90 pegawai. Jumlah tersebut merupakan jumlah total pegawai

yang diberikan kuesioner untuk penelitian sebagai perwakilan dari

popuplasi auditor yang ada di BPK pusat. Dalam penelitian ini, karakteristik

responden yang akan dianalisa secara deskriptif meliputi usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan formal, lama pengalaman kerja di bidang audit

(46)

Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat disimpulkan bahwa usia responden

dengan usia di bawah 25 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 11 persen,

usia 25 – 30 sebanyak 33 atau sebesar 36,7 persen, usia 30 – 35 sebanyak

35 atau sebesar 38,9 persen dan usia di atas 35 tahun sebanyak 12 orang

atau sebesar 13,3 persen. Simpulan dari data karakteristik berdasarkan usia

auditor BPK, sebagian besar adalah berusia 30 – 35 tahun. Hal tersebut

dikarenakan dalam melakukan tugas audit, harus memiliki pengalaman audit

yang tinggi dan hasil yang baik yang biasanya diposisikan sebagai ketua tim

dalam melaksanakan audit suatu entitas tertentu.

Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin seperti yang dapat dilihat

dalam Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa responden

dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 62 orang atau sebesar 68,9 persen

dan perempuan sebanyak 28 atau sebesar 31,1 persen. Tabel perhitungan

mengenai jumlah responden sesuai dengan jenis kelamin dapat dilihat pada

Lampiran 4. Jumlah auditor laki–laki lebih banyak dibandingkan dengan

auditor perempuan, hal tersebut dikarenakan mobilitas tinggi yang

diperlukan oleh seorang anggota auditor dalam melakukan tugas audit.

Tugas audit tersebut sering kali membutuhkan waktu berhari-hari yang

dilakukan menyebar di seluruh Indonesia, sehingga lebih diperlukan laki–

laki untuk dapat melakukan tugas–tugas jauh dalam waktu yang relatif lama.

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Pendidian Formal Jumlah (orang) %

Pendidikan PraSarjana (setingkat D3) 0 0

Pendidikan Sarjana (S1) 52 57,8

Diploma IV 8 8,9

Pendidikan S2 30 33,3

Pendidikan doktor (S3) 0 0

Total 90 100

Data dari Tabel 10 menyajikan informasi mengenai pendidikan

Gambar

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 7. Hasil Uji Klasifikasi nilai alpha
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 15. Persepsi Terhadap Pengelolaan Tugas
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Metode yang menentukan jumlah petty cash tidak selalu konstan.  Pada sistem ini akun kas kecil dipakai untuk mencatat transaksi yang mempengaruhi jumlah kas

Jika data tabel merupakan kumpulan dari berbagai sumber, maka setiap sumber ditandai dengan huruf a, b, c dan seterusnya, diketik ½ spasi di atas data (super script) dan

4.2 Mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam esai pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar, dan berterima untuk

Dalam proses produksi CPO dan kernel akan dihasilkan limbah. Limbah tersebut terdiri dari: 1) Limbah padat yang berupa jajang kosong, serabut, dan cangkang buah kelapa sawit

Persoalan penting tentang pelajar secara epistemologis pragmatisme adalah manusia yang memiliki segala bentuk aspek (kognitif, afektif, psikomotor) yang tidak

pembangunan sektor bidang PU/Cipta Karya dengan rencana pengembangan.. wilayah/kawasan yang sesuai dengan pendanaan

[r]