• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK NELAYAN DENGAN STRATEGI NAFKAH SERTA TARAF HIDUP RUMAH TANGGA NELAYAN

Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan

Pengembangan wisata di Karimunjawa terdiri dari variabel pengembangan wilayah dan kegiatan wisata yang diselenggarakan. Aspek pengembangan wisata yang diujikan adalah pengatahuan responden terhadap pengembangan wisata yang terjadi di Desa Karimunjawa. Pengetahuan responden tentang pengembangan wisata diduga berhubungan dengan strategi nafkah yang diterapkan oleh nelayan, baik untuk bertahan hidup ataupun meningkatkan tarah hidup rumah tangga. Masing-masing variabel diukur secara ordinal. Kedua variabel tersebut akan diuji korelasinya dengan 5 macam strategi nafkah yang biasa diterapkan oleh nelayan, yaitu: migrasi, jejaring sosial, perubahan perilakau, perubahan alat tangkap, dan optimalisasi tenaga kerja anggota keluarga (Widodo 2011; Ardini 2014; Iqbal 2004; Prameswari 2004). Pengujian dilakukan dengan uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji hubungan pengembangan wisata dengan strategi nafkah dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara pengembangan wilayah dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman tersebut, variabel pengembangan wilayah dan kegiatan wisata tidak memiliki korelasi dan tidak

Pengembangan Wisata Strategi Nafkah Koefisien

Korelasi Signifikansi Pengembangan Wilayah Migrasi 0.284 0.075 Jejaring Sosial 0.273 0.089 Perubahan Aktivitas 0.160 0.323

Perubahan Alat Tangkap 0.187 0.240 Optimalisasi Tenaga Anggota Keluarga 0.167 0.303 Kegiatan Wisata Migrasi -0.054 0.742 Jejaring Sosial 0.000 1.000 Perubahan Aktivitas 0.150 0.355

Perubahan Alat Tangkap 0.254 0.114 Optimalisasi Tenaga

signifikan terhadap strategi nafkah yang diterapkan oleh keluarga nelayan di Desa Karimunjawa. Artinya, pengetahuan nelayan akan pengembangan wisata yang ada atau sedang dilakukan di Desa Karimunjawa tidak berhubungan dan tidak menentukan dilakukan atau tidak dilakukannya strategi nafkah rumah tangga nelayan di Desa Karimunjawa.

Menurut pengamatan penulis, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan pengetahuan nelayan akan pengembangan wisata tidak berhubungan sama sekali dengan strategi nafkah yang mereka terapkan. Pertama, pengetahuan yang dimiliki nelayan hanya sebatas pengetahuan, sedangkan pengambil keputusan yang berkaitan dengan pengembangan wisata tidak berada pada nelayan. Kedua, nelayan tidak punya kewenangan untuk menentukan arah pengembangan wisata sehingga nelayan tidak terlalu peduli dengan pengembangan wisata yang terjadi. Pada umumnya, pemanfaatan potensi pengembangan wisata yang dilakukan nelayan sebatas ikut dengan nelayan lain. Mereka tidak punya kontrol dan akses yang jelas terhadap sistem informasi yang berkembang. Padahal, sebagian besar wisatawan yang datang karena mereka melek sistem informasi.

Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan

Karakteristik Nelayan Desa Karimunjawa dapat dilihat dari banyak hal, beberapa diantaranya adalah Waktu Kerja, Kelas Sosial, dan Usaha (Ditjenkan 1999; Kinseng 2011; Satria 2002). Ketiga variabel dari karakteristik nelayan menggunakan pengukuran ordinal dan diolah menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan dari ketiga variabel tersebut dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan.

Hubungan Waktu Kerja dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan Banyaknya curahan waktu kerja nelayan akan memengaruhi strategi nafkah yang ia terapkan. Nelayan penuh akan mengalokasikan semua waktu kerjanya hanya untuk menangkap ikan tanpa memikirkan sumber nafkah lain. Nelayan sambilan utama menggunakan sebagian besar waktunya untuk menangkap ikan, meskipun demikian, mereka punya sebagian waktu lain untuk dialokasikan pada sektor-sektor sumber nafkah lain selain dari menangkap ikan di laut. Sedangkan nelayan sambilan tambahan tetap mencurahkan waktu kerjanya untuk menangkap ikan, akan tetapi, sebagian besar waktu kerjanya dicurahkan untuk sektor sumber nafkah selain dari menangkap ikan. Banyaknya curahan waktu kerja memiliki peranan dalam penerapan strategi nafkah rumah tangga, baik untuk bertahan hidup atau meningkatkan taraf hidup. Hubungan antara waktu kerja dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara waktu kerja dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, didapati hanya perubahan alat tangkap yang memiliki korelasi cukup kuat dan signifikansi dengan waktu kerja. Semakin banyak nelayan yang menjadi nelayan sambilan tambahan atau semakin sedikit curahan waktu kerja nelayan untuk menangkap ikan, semakin besar perubahan fungsi alat tangkap yang terjadi. Hal ini dikarenakan alokasi waktu kerja nelayan digunakan untuk sektor luar nelayan tangkap. Alokasi waktu kerja tersebut digunakan untuk mengantar wisatawan atau melayani jasa booking wisatawan. Oleh karena hal tersebut, kapal yang mereka pakai dimodifikasi sesuai dengan peraturan keamanan seperti yang diatur oleh kesepakatan bersama. Korelasi antara waktu kerja dan perubahan alat tangkap bersifat searah. Sementara itu, jenis strategi nafkah lain tidak memiliki korelasi yang cukup kuat dengan waktu kerja nelayan. Selain itu, korelasi antara variabel waktu kerja dengan variabel selain perubahan alat tangkap tidak signifikan.

Hubungan Kelas Sosial dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan

Stratifikasi sosial atau kelas sosial nelayan dapat dilihat melalui kepemilikan modal dan aset, seperti kepemilikan alat tangkap. Salah satu penggolongan kelas yang terlihat jelas adalah kepemilikan kapal bagi nelayan. Kapal adalah alat tangkap utama bagi nelayan. Berdasarkan kepemilikan kapalnya, nelayan di Desa Karimunjawa dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: Nelayan Buruh, Nelayan Mikro, dan Nelayan Kecil. Nelayan Buruh adalah nelayan yang tidak memiliki kapal sendiri. Nelayan yang tidak memiliki kapal akan ikut nelayan lain (pendega). Kebiasaan ini biasa disebut nyembat. Nelayan mikro adalah nelayan dengan kepemilikan kapal dibawah 3 GT. Sedangkan nelayan kecil adalah nelayan dengan kepemilikan kapal sama atau lebih 3 GT.

Mayoritas kapal nelayan Karimunjawa berukuran maksimal 5 GT. Pembagian kelas sosial nelayan tentu memiliki peranan terhadap strategi nafkah yang diterapkan rumah tangga nelayan Karimunjawa, baik untuk bertahan hidup maupun meningkatkan taraf hidup rumah tangga. Data variabel kelas sosial nelayan diukur secara ordinal dan diuji korelasinya menggunakan uji korelasi

Karakteristik Nelayan Strategi Nafkah Koefisien

Korelasi Signifikansi

Waktu Kerja

Migrasi 0.251 0.118

Jejaring Sosial 0.303 0.057

Perubahan Aktivitas 0.108 0.507

Perubahan Alat Tangkap 0.484 0.002** Optimalisasi Tenaga

Anggota Keluarga -0.209 0.195

Rank Spearman. Hubungan antara kelas sosial nelayan dengan strategi nafkah yang diterapkan dapat dilihat melalui Tabel 29.

Tabel 29 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara kelas sosial dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan

Berdasarkan uji korelasi yang sudah dilakukan, kelas sosial memiliki korelasi yang kuat dan nyata dengan perubahan alat tangkap. Selain itu, hubungan kedua variabel sangat signifikan. Variabel kelas sosial juga memiliki korelasi yang cukup kuat dengan optimalisasi tenaga kerja rumah tangga. Hubungan kedua variabel juga signifikan. Sedangkan hubungan kelas sosial dengan variabel lainnya (migrasi, jejaring sosial, dan perubahan aktivitas) tidak memiliki korelasi nyata serta tidak signifikan hubungannya.

Pembagian kelas sosial yang terjadi tidak disadari oleh masyarakat secara umum. Hal ini dikarenakan hampir semua nelayan memiliki kapal. Akan tetapi, jika diamati lebih teliti, ukuran kapal dan banyaknya kapal serta mesin yang digunakan secara tidak langsung membentuk kelas sosial diantara nelayan tanpa disadari. Efek yang muncul berikutnya adalah pembagian jatah wisatawan disesuaikan dengan kelas sosial yang terbentuk. Pada umumnya, nelayan dengan kepemilikan kapal dengan kapasitas lebih besar lebih banyak disewa karena dapat menampung lebih banyak wisatawan dalam sekali angkut. Hal ini dapat menyebabkan mobilitas sosial yang tidak seimbang. Golongan nelayan dengan kelas sosial tinggi akan semakin tinggi, sedangkan golongan kelas nelayan rendah akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup tidak lagi sama. Mobilitas nelayan sendiri dibagi dua, yaitu mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal.

Mobilitas vertikal adalah perpindahan individu atau obyek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Mobilitas vertikal terbagi menjadi dua, yaitu mobilitas vertikal yang naik (social climbing) dan mobilitas vertikal yang turun (social singking). Mobilitas horizontal merupakan perpindahan individu atau obyek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang masih sederajat. Berkembangnya sektor informal di bidang kepariwisataan memberikan kesempatan rumah tangga nelayan mengalami mobilitas sosial (Kiptiah 1999).

Karakteristik Nelayan Strategi Nafkah Koefisien

Korelasi Signifikansi

Kelas Sosial

Migrasi 0.081 0.620

Jejaring Sosial 0.122 0.454

Perubahan Aktivitas 0.021 0.899

Perubahan Alat Tangkap 0.540 0.000** Optimalisasi Tenaga

Anggota Keluarga 0.363 0.021*

** Signifikan pada selang kepercayaan 99%

Nelayan dengan penggolongan kelas sosial tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mempertahankan kedudukannya atau bahkan mengalami social climbing. Gejala ini ditunjukan dengan kuatnya hubungan antara variabel kelas sosial dengan variabel perubahan alat tangkap. Pada umumnya, nelayan yang tergolong dalam kelas sosial tinggi lebih aktif melakukan perubahan fungsi alat tangkap karena kapal mereka banyak dibutuhkan untuk mengantar wisatawan yang berkunjung. Nelayan golongan kelas sosial tinggi cenderung stabil dan susah untuk mengalami gejala social sinking.

Mobilitas vertikal juga dapat dialami oleh nelayan golongan kelas sosial rendah atau sedang. Golongan kelas sosial rendah atau sedang tidak memiliki kapal yang cukup mumpuni untuk mengangkut wisatawan. kondisi ini disiasati dengan optimalisasi tenaga kerja anggota tumah tangga. Pada kondisi ini, rumah tangga nelayan dapat mengalami dua jenis mobilitas sosial sekaligus, yaitu mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal terjadi ketika terjadi perpindahan kerja dari nelayan tangkap menjadi nelayan wisata. Akan tetapi, nelayan tanpa kapal tidak dapat menyewakan kapal. Sehingga perpindahan yang terjadi hanya sebatas menjadi pemandu wisata. Pekerjaan ini tidak banyak meningkatkan status sosial nelayan. Akan tetapi, pengoptimalisasian tenaga kerja anggota kerja dapat mendorong terjadinya mobilitas sosial vertikal berupa social climbing. Ikut sertanya anggota keluarga di sektor wisata seperti berdagang di area-area wisata dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Peningkatan rumah tangga ini, selain digunakan untuk pemenuhan kebutuhan, dapat juga digunakan untuk meningkatkan akses terhadap kepemilikan modal, seperti membeli kapal.

Hubungan Usaha dengan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan

Karakteristik nelayan dapat dilihat dari karakteristik usahanya. Karakteristik usaha yang dimaksud pada bahasan ini adalah orientasi pasar serta karakteristik hubungan produksi nelayan. Berdasarkan karakteristik usahanya, nelayan Desa Karimunjawa dapat digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu: Nelayan Tradisional, Nelayan Post-Tradisional, dan Nelayan Komersial.

Nelayan tradisional berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri dan menggunakan alat tangkap tradisional. Nelayan Post-Tradisional sudah berorientasi pada surplus. Selain itu, teknologi yang digunakan lebih maju seperti motor tempel dan kapal motor. Nelayan komersial berorientasi pada peningkatan keuntungan. Penggunaan teknologi lebih maju dan butuh keahlian khusus seperti pengoperasian GPS dan Sounder. Data variabel usaha nelayan diukur secara ordinal. Keterkaitan dengan variabel strategi nafkah rumah tangga nelayan akan diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji korelasi dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara usaha dengan strategi nafkah rumah tangga nelayan

Berdasarkan uji korelasi yang sudah dilakukan, tidak terdapat hubungan nyata antara usaha dan strategi nafkah yang diterapkan rumah tangga nelayan. Selain itu, hubungan antar variabel juga tidak signifikan. Variabel perubahan aktivitas, perubahan alat tangkap, dan optimalisasi tenaga anggota keluarga bersifat tidak searah.

Karakteristik usaha seperti penguasaan teknologi ternyata tidak memiliki hubungan sama sekali dengan penerapan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan. Hal ini dikarenakan aktivitas-aktivitas wisata tidak terkait dengan penguasaan teknologi berbasis alat tangkap. Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Kiptiah (1999) tentang perubahan usaha dari nelayan ke usaha pariwisata juga dapat ditemukan di Karimunjawa. Perubahan usaha ini disebabkan karena:

(1) Mata pencaharian nelayan tangkap tidak lagi memungkinkan dilakukan karena kondisi fisik dan kesehatan.

(2) Mata pencaharian nelayan kurang memberikan prospek cerah. Semakin hari, hasil tangkapan semakin turun. Contohnya, usaha nelayan yang “tergantung pada nasib dan bersifat milik-milikan, menurut rejekinya” menyebabkan pengusahaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bersifat “tutup lubang gali lubang”.

(3) Mata pencaharian pariwisata lebih memberikan pengharapan karena bersifat pasti. Sedangkan nelayan tangkap penghasilannya tidak pasti, kadang untung, jadang buntung. Sektor usaha wisata lebih teratur karena pengeluaran dan pemasukannya bersifat tetap dan dapat dihitung. Sedangkan usaha nelayan tangkap tidak dapat dipastikan besaran penghasilannya sehingga nelayan banyak bertaruh apakah akan untung atau rugi.

Karakteristik Nelayan Strategi Nafkah Koefisien

Korelasi Signifikansi

Usaha

Migrasi 0.082 0.616

Jejaring Sosial 0.105 0.518

Perubahan Aktivitas -0.167 0.304

Perubahan Alat Tangkap -0.154 0.344 Optimalisasi Tenaga

Hubungan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan dengan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan

Hubungan Migrasi dengan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan

Migrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai perpindahan sebagian atau seluruh anggota keluarga rumah tangga nelayan dari tempat tinggalnya keluar tempat tinggal untuk menemukan sumber nafkah lain. Migrasi termasuk dalam variabel strategi nafkah rumah tangga nelayan. Variabel migrasi diukur secara ordinal. Pengujian dengan variabel taraf hidup rumah tangga nelayan melalui sub variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan kondisi sarana prasarana diuji hubungannya dengan uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji hubungan dapat dilhat pada Tabel 31.

Tabel 31 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara migrasi dengan taraf hidup rumah tangga nelayan

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, variabel migrasi tidak berkorelasi serta tidak signifikan dengan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, maupun kondisi sarana prasarana rumah tangga nelayan Karimunjawa. Kondisi ini tidak mengherankan karena tidak banyak nelayan yang melakukan migrasi keluar daerah Karimunjawa. Kebanyakan nelayan di Karimunjawa merupakan penduduk asli. Sebagian besar kerabat atau keluarga juga tinggal di Karimunjawa. Rata-rata nelayan yang melakukan migrasi pada waktu mereka masih bujang atau belum menikah. Ketika sudah berkeluarga dan memiliki anak, nelayan cenderung bertahan di Karimunjawa meskipun terjadi paceklik hasil tangkapan. Bagi sebagian besar nelayan, berkumpul dengan keluarga lebih menyenangkan dibandingkan dengan banyak uang tapi jauh dari keluarga. Faktor ini didukung oleh pernyataan salah satu responden, SBR.

“...mbah SBR kawit mbiyen neng Karimunjawa om, ora tau merantau.

Luweh penak kumpul karo anak bojo. Sanajan ngeleh nanging seneng...”

(mbah SBR, Nelayan)

“... mbah SBR dari dulu di Karimunjawa om, tidak pernah merantau. Lebih enak kumpul dengan anak istri. Meskipun lapar tapi bahagia...”

(mbah SBR, Nelayan)

Selain faktor kedekatan dengan keluarga dan kerabat, permintaan wisata yang terus meningkat di Karimunjawa juga menjadi faktor pendukungkenapa

Strategi Nafkah Taraf Hidup Koefisien

Korelasi Signifikansi Migrasi

Tingkat Pendapatan 0.047 0.772

Tingkat Pengeluaran -0.061 0.708

migrasi jarang dilakukan oleh nelayan di Karimunjawa. Penyelenggaraan wisata menciptakan peluang sumber pendapata baru. Peluang ini dimanfaatkan nelayan sehingga nelayan tidak perlu meninggalkan desa untuk menemukan sumber pendapatan baru. Ketika musim tangkap ikan sedang tidak bagus, nelayan memiliki alternatif pendapatan lain dari sektor wisata. Oleh sebab itu, migrasi tidak memiliki hubungan dengan taraf hidup rumah tangga nelayan.

Hubungan Jejaring Sosial dengan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Jejaring Sosial diartikan sebagai usaha memanfaatkan kelembagaan atau relasi dan pola hubungan produksi. Bentuk umumnya anara lain akses permodalan, kesempatan kerja, dan pemasaran hasil. Masyarakat pedesaan biasanya masih memiliki ikatan yang kuat, baik pertemanan maupun kerabat. Selain mengandalkan jejaring pertemanan maupun kerabat, nelayan juga mengandalkan jejaring dengan juragan. Hubungan ini biasanya dikenal sebagai patron-klien. Variabel jejaring sosial biasanya memiliki peranan penting dalam peningkatan tarah hidup rumah tangga nelayan. Hubungan jejaring sosial diukur secara ordinal. Variabel ini akan diuji hubungannya dengan variabel taraf hidup rumah tangga nelayan mengunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji hubungan dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi antara jejaring sosial dengan taraf hidup rumah tangga nelayan

Berdasarkan hasil uji Rank Spearman yang sudah dilakukan, variabel jejaring sosial ternyata tidak berhubungan nyata serta tidak signifikan baik dengan sub-variabel tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, maupun kondisi sarana prasarana rumah tangga nelayan.

Jejaring sosial yang dimiliki oleh nelayan Karimunjawa dapat dilihat berdasarkan dua hal, yaitu informasi dan ikatan kerja. Setidaknya, nelayan Karimunjawa memiliki jejaring dengan lima pihak lain dalam kaitannya dengan aktivitas produktif, baik sebagai nelayan tangkap, nelayan wisata, maupun sektor pekerjaan lain yang menunjang pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga. Gambaran mengenai hubungan nelayan dengan lima pihak lain tersebut dijelaskan melalui Gambar 19.

Strategi Nafkah Taraf Hidup Koefisien

Korelasi Signifikansi Jejaring Sosial

Tingkat Pendapatan -0.204 0.206

Tingkat Pengeluaran -0.032 0.847

Gambar 19 Pola jejaring sosial nelayan dengan berbagai pihak Keterangan:

: Memiliki hubungan yang terikat kesepakatan (ikatan kerja) : Memiliki hubungan organisasi

: Memiliki hubungan kerja informatif : Memiliki hubungan yang tidak terikat

Macam hubungan (jejaring sosial) yang dimiliki nelayan Karimunjawa dengan pihak lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Hubungan yang terikat kesepakatan (ikatan kerja), adalah jenis jejaring sosial nelayan dengan para juragan, atau biasa disebut patron-klien. Sistem hubungan ini sudah banyak ditemui pada komunitas nelayan. Nelayan di Karimunjawa memanfaatkan jaringan dengan para juragan sebagai sumber akses permodalan. Biasanya, mereka akan meminjam uang atau meminta dibelikan alat, seperti mesin, jaring, alat tembak, atau perahu. Juragan tidak memberikan bunga sebagai imbalan atas pinjaman. Sebagai gantinya, nelayan yang telah melakukan kesepakatan dengan juragan wajib menjual hasil tangkapannya kepada juragan. Sistem ini dinamai ikatan di nelayan lokal Karimunjawa. Harga jual hasil tangkapan ditentukan oleh juragan. Kerugian bagi nelayan adalah mereka tidak dapat memilih harga tertinggi sesuai perkembangan pasar. Sistem ini akan bertahan sampai hutang mereka lunas. Nelayan yang banyak memiliki ikatan pada juragan biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kestabilan ekonomi.

(2) Hubungan organisasi, adalah jenis jejaring sosial nelayan dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI). HPI adalah organisasi yang menaungi nelayan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan wisata di Karimunjawa. Jenis hubungan yang terjadi adalah pertukaran informasi, perlindungan dan kepastian hak dan kewajiban, dan sosialisasi peraturan baru. Sebagai gantinya, tiap bulan nelayan memberikan iuran wajib anggota untuk membiayai jalannya organisasi.

(3) Hubungan kerja informatif, yaitu jenis jejaring sosial nelayan dengan tour leader. Tour leader pada awalnya adalah nelayan. Akan tetapi, mereka memiliki keunggulan jaringan yang lebih luas dengan orang luar sehingga

NELAYAN Tour Leader Kerabat/Teman Juragan HPI Bank/Koperasi

memegang kendali akan permintaan wisata. Bagi nelayan, tour leader memberikan informasi secara berkala mengenai kedatangan wisatawan sekaligus memberikan pekerjaan kepada nelayan wisata, baik sebagai pemandu wisata ataupun sebagai nahkoda kapal. Timbal baliknya, nelayan memberikan keuntungan bagi tour leader melalui paket wisata yang mereka sediakan.

(4) Hubungan kerja tanpa ikatan, yaitu jenis jejaring sosial yang dimiliki nelayan dengan kerabat/teman dan bank/koperasi. Kepada kerabat/teman, nelayan biasanya meminjam uang sebatas untuk kebutuhan konsumsi. Sedangkan kepada bank/koperasi, nelayan meminjam uang dalam jumlah besar. Biasanya, uang pinjaman tersebut digunakan untuk sumber permodalan demi menunjang aktivitas produktif guna meningkatkan pendapatan. Berbeda dengan pinjaman pada juragan, pinjaman pada bank/koperasi tidak ada ikatan kerja sehingga nelayan bebas menjual hasil tangkapannya. Akan tetapi, peminjaman kepada koperasi atau bank lebih rumit karena harus menyertakan beberapa jenis dokumen tertulis.

Sekilas, jejaring sosial memiliki pengaruh besar pada upaya peningkatan taraf hidup rumah tangga nelayan. Akan tetapi, ketika diuji menggunakan uji korelasi rank spearman, ternyata variabel jejaring sosial tidak memiliki hubungan sama sekali dengan setiap sub-variabel taraf hidup rumah tangga. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Nelayan yang meminjam pada bank/koperasi sangat sedikit. Padahal, 3 tahun terakhir perkembangan perbankan di pulau Karimunjawa semakin pesat. Nelayan masih belum percaya dan belum terbiasa dengan pinjaman bank. Keberadaan kerabat/teman hanya sebatas menyediakan informasi bagi pekerjaan lain , seperti kuli bangunan. Pinjaman kepada kerabat sangat terbatas. Mereka merasa malu jika harus meminjam pada kerbata atau tetangga. Oleh karena itu, nelayan lebih banyak membangun jejaring dengan juragan. Meskipun mereka sadar konsekuensi yang akan diterima, pinjaman kepada juragan lebih aman bagi nelayan. Hak dan kewajiban nelayan pada setiap jejaring sosial mereka dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Hak dan kewajiban nelayan dalam jejaring sosial

Jejaring Nelayan Hak Kewajiban Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jaminan hukum, informasi wisata,

Iuran bulanan, rapat anggota, mematuhi tata tertib organisasi Bank/Koperasi Mendapat pinjaman uang Membayar pinjaman dengan bunga Juragan Mendapat pinjaman

modal

Menjual hasil tangkapan kepada juragan dengan harga juragan

Tour Leader Mendapat informasi

wisata, informasi paket

Koordinasi dengan tour leader,

menjaga dan mengawasi wisatawan yang ikut paket tour leader

Kerabat/teman Mendapat pinjaman, informasi wisata

Menjaga hubungan baik

Hubungan Perubahan Aktivitas dengan Taraf Hidup RT Nelayan

Perubahan aktivitas merupakann perubahan aktivitas nelayan yang bekerja di sektor laut, dari sekedar menangkap ikan menjadi aktivitas selain menangkap ikan. Perubahan aktivitas yang dilakukan oleh nelayan merupakan suatu bentuk strategi nafkah untuk beradaptasi dengan potensi sumber pendapatan selain dari menangkap ikan. Peribuhan aktivitas memiliki peranan penting dalam upaya

Dokumen terkait