• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Karakteristik Pantai

5.3.1 Parameter Fisika dan Kimia dan Tekstur Substrat

Sebaran karakteristik fisik dan kimia akan menunjukkan seberapa besar tingkat pencemaran yang ada pada masing-masing stasiun pengamatan dengan meggunakan Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 untuk pariwisata. Untuk parameter kekeruhan nilai tertinggi terlihat pada stasiun C1(2,24) dan yang terendah pada stasiun B2(0,34). Perbedaan nilai kekeruhan pada masing-masing stasiun dipengaruhi oleh sedimentasi baik dari daratan maupun karena arus dan gelombang. Nilai kekeruhan yang ada pada setiap stasiun menunjukkan angka yang kurang baik untuk nilai kekeruhan kawasan wisata yang berada pada angka 6. Kemampuan air untuk merambatkan cahaya sangat penting, tanpa sinar matahari fotosisntesis tidak mungkin terjadi dan kehidupan dilaut tidak akan dapat bertahan. Sinar matahari dapat diabsorbsi secara cepat oleh air laut hingga mencapai 100m pada lautan yang jernih. Pada air yang keruh sinar ini hanya mencapai 10m hingga 30m dan untuk perairan yang sangat keruh hanya mencapai 3m. Penetrasi cahaya ini akan mempenagruhi tipe dan distribusi dari organisme yang ada didalam laut dan suhu dari air laut. Sedangkan untuk padatan tersuspensi nilai tertinggi terlihat pada stasiun C1 (32) dan nilai terendah ada pada stasiun B2 (1). Perbedaan nilai padatan ini dipengaruhi oleh limbah yang mengandung padatan terlarut seperti misalnya pengerukan atau sedimentasi yang hanyut oleh run-off dan mengendap dikawasan pantai (Tabel 1).

Selain parameter fisik, parameter kimia juga mempengaruhi kualitas air suatu perairan. Untuk parameter pH nilai tertinggi terlihat pada stasiun C2 (8,13) dan yang terendah terlihat pada stasiun A1 (8,00). Nilai – nilai tersebut masih masuk dalam kategori baku mutu yaitu berkisar 7 – 8,5. Sedangkan untuk salinitas air laut pada lokasi pengamatan berkisar 27 – 30 o

Masuknya air limbah dari daratan sangat mempengaruhi salinitas air laut. Beberapa biota termasuk lamun sangat peka terhadap perubahan salinitas, bahkan beberapa biota akan mengalami kematian apabila terjadi perubahan drastis terhadap perubahan salinitas ini. Selanjutnya untuk kandungan oksigen (disolved

/oo. Pada stasiun C dengan jumlah run-off yang lebih banyak memiliki salinitas yang rendah dibandingkan stasiun A dan B.

45

oksigen) nilai tertinggi terlihat pada stasiun C(6,61) dan terendah pada stasiun B2 (6,32). Kisaran nilai ini sudah baik menurut baku mutu yang menetapakan DO air laut lebih dari 5. Selanjutnya untuk nilai BOD5

Tabel 1. Paramater Fisik dan Kimia Ekosistem Lamun

berkisar 0,64 sampai 1,98.

Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 ( Pariwisata )

Bedasarkan kategori ini pantai Sanur masih dalam keadaan yang baik karena belum melebihi baku mutu yaitu 10mg/L. Walaupun demikian stasiun yang harus diperhatikan adalah stasiun C yang menjadi tempat wisata umum. Meningkatnya jumlah warung dan toko disepanjang pantai akan mempengaruhi jumlah limbah yang dibuang ke pantai. Pengukuran BOD merupakan cara pengukuran yang sangat populer penggunaannya untuk memeriksa terjadinya cemaran bahan organik cara ini adalah mengukur jumlah dari molekul oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi kandungan bahan organik di dalam sampel air. Oleh karena itu BOD sering diartikan sebagai jumlah oksigen dalam sistem perairan yang dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk menguraikan atau merombak bahan organik dalam air melalui proses oksidasi biokimiawi secara dekomposisi aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh rumah tangga banyak mengandung bahan organik yang dicirikan dengan tingginya BOD pada air yang tercemar limbah. Untuk rata-rata nilai BOD maka stasiun C adalah

No Parameter Satuan Metoda

I FISIKA :

1 Kekeruhan NTU APHA , ed. 21, 2005, 2130-B 2 Padatan Tersuspensi

(TSS) mg/L APHA ,ed. 21 2005, 2540-D

3 Suhu oC Insitu dengan termometer

II KIMIA :

1 pH - APHA, ed. 21 2005, 4500-H+

2

-B

Salinitas ppt Refraktometer

3 Oksigen Terlarut (DO) mg/L APHA ed. 21, 2005, 4500-O-C 4 BOD5 mg/L APHA , ed. 21, 2005, 2510-B 5 Nitrat (NO3-N) mg/L APHA, ed. 21, 2005,4500-NO3 6 -E Nilai Permanganat (TOM) mgKMnO4 APHA, ed. 21, 2005, 4500- KMnO /l 4 7 -B

stasiun yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena memiliki nilai yang tinggi. Selanjutnya untuk kandungan nitrat nilai tertinggi terlihat pada stasiun C1 (0,093) dan yang terendah pada stasiun A2 (0,14), hal ini mengindikasikan bahwa pada stasiun C banyak limbah yang masuk keperairan, hal ini juga terlihat pada parameter fosfat dan Total organik meter (TOM) yang memiliki nilai yang tinggi pada stasiun C dan relatif rendah pada stasiun A dan B. Secara keselurah parameter kualitas air daerah Sanur mash baik, hanya saja untuk parameter nitrat dan fosfat perlu mendapat perhatian khusus karena telah melewati baku mutu yang ada. Pada pengukuran tahun 2000 dan 2006 juga mengindikasikan hal yang sama. Tabel 2 akan menyajikan secara lengkap kualitas air pantai Sanur tahun 2011 dan Tabel 4 akan menyajikan data kualitas aira tahun 2000 dan 2006.

(a) (b)

Gambar. 9 menggambarkan analisis komponen utama untuk mengkaji karakteristik kimia padang lamun terhadap parameter kekeruhan. TSS. pH. Salinitas. DO. BOD. NO3-N. TOM. dan PO4-P. Hasil PCA memperlihatkan bahwa informasi penting terhadap sumbu terpusat pada 2 sumbu utama 1 dan 2. dengan kontribusi masing-masing sumbu sebesar 54% dan 20%, sehingga total kontribusi sebesar 74%.

Gambar. 9. a) Grafik Analisis Komponen Utama karakteristik Fisik-Kimia b) Sebaran stasiun Penelitian

47

Tabel. 2. Data Parameter Fisik Kimia Pantai Sanur Tahun 2011

No Parameter Satuan

Stasiun

BM*) A1 Sanur A2 Sanur B1 Sanur B 2

Sanur C1 Sanur C2 Sanur

I FISIKA : 1 Kekeruhan ntu 0.45 0.35 0.36 0.34 2.24 1.50 5 2 Padatan Tersuspensi (TSS) mg/L 4 6 10 1 32 22 <20 3 Suhu oC 28.5 29 29 29 28 28.5 alami3 II (c) KIMIA : 1 pH - 8.00 8.04 8.08 8.01 8.09 8.13 7-8.5 2 (d)

Salinitas o/oo 28 30 30 29 27 29 alami3

3

(e) Oksigen Terlarut (DO) mg/L 6.56 6.32 6.56 6.32 6.61 6.32 >5

4 BOD5 mg/L 1.09 1.53 0.64 1.98 1.53 1.53 <10

5 Nitrat (NO3-N) mg/L 0.020 0.014 0.027 0.048 0.093 0.008 <0.008 6 Nilai Permanganat (TOM) mgKMnO4/l 59.41 56.88 65.73 20.22 77.10 55.62 - 7 Fosfat (PO4-P) mg/L 0.012 0.020 0.020 0.018 0.053 0.017 <0.015 *) : Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 ( Untuk Pariwisata )

Tabel. 3 Parameter fisik-kimia air laut pantai Sanur tahun 2000 dan 2006

No Parameter Tahun BM Satuan

2000 2006 I FISIKA : - - 1 Kekeruhan - - > 6 Ntu 2 Padatan Tersuspensi (TSS) 12 - 20 mg/L II KIMIA : 1 pH 7 7.89 7-8.5(d) -

2 Salinitas - - alami3(e) o/oo

3 Oksigen Terlarut (DO) 6.81 - >5 mg/L

4 BOD5 0.91 0.808 10 mg/L

5 Nitrat (NO3-N) - 0.064 0.008 mg/L

6 Nilai Permanganat (TOM) - - - mgKMnO4

7

/l

Fosfat (PO4-P) - - 0.015 mg/L

Sumber : BAPEDA Proponsi Bali (2000) dan Arthana (2006).

Tabel. 4 memperlihatkan korelasi masing-masing karakteristik fisik kimia padang lamun di Sanur. Pada parameter suhu berkorelasi positif terhadap salinitas (R=0,980). Semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi salinitas. hal ini dikarenakan terjadinya evaporasi akibat menigkatnya suhu maka membuat kadar garam suhu perairan meningkat. Sedangkan untuk pH yang berkorelasi positif dengan salinitas (R=0,4). Menurunnya pH akan diikuti dengan penurunan salinitas baik oleh meningkatnya masukan air tawar maupun limbah. Penurunan pH akan menjadikan air laut menjadi asam. dan akan menyebabkan kematian biota. Selanjutnya untuk parameter kekeruhan berkorelasi positif dengan nilai kekeruhan. semakin tinggi TSS pada suatu perairan makan akan membuat perairan tersebut makin keruh. kekeruhan ini akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya dan proses fotosistesis. Sedangkan untuk parameter NO3-N berkorelasi positif dengan PO4-P (98%). peningkatan kadar nitrat diperairan maka akan meningkatkan kadar fosfat yang akan berpengaruh terhadap kualitas air suatu perairan akibat dari pencemaran. dan untuk varaibel DO berkorelasi negatif dengan BOD (R=-0,63). Semakin tinggi BOD diperairan maka akan menurunkan kadar DO perairan. begitu juga sebaliknya. Peningkatan kebutuhan BOD suatu perairan akan menurunkan kadar oksigen dan akan berdampak terhadap seluruh biota yang ada pada perairan tersebut.

49

Tabel. 4. Matriks korelasi parameter fisik-kimia

Berdasarkan sebaran titik-titik pada Gambar. 9b pada sumbu 1 dan 2 terlihat terjadi beberapa pengelompokan. Representasi grafik memperlihatkan proksimitas/kedekatan antar stasiun pengamatan berdasarkan keseluruhan parameter fisik kimia. Titik-titik yang berdekatan menunjukkan jarak disimilaritas/perbedaan karakteristik yang menjadi parameter relatif kecil. begitu pula sebaliknya. Seperti yang kita lihat pada Gambar 9b. stasiun B2 dan C1 memiliki jarak yang jauh dari sumbu. Hal ini mengindikasikan bahwa stasiun ini mempunyai perbedaan yang besar pada lokasi panelitian ini. Dari hasil analisis ditemukan bahwa jarak ini dipengaruhi oleh nilai dari variabel TSS. TOM dan BOD yang memiliki nilai yang ekstrim. Untuk nilai TSS stasiun B2 memiliki nilai terendah (1). sedangkan untuk stasiun C1 memiliki nilai tertinggi (32).

Sedimen yang ada pada padang lamun pantai Sanur didominasi oleh tekstur pasir. Pada stasiun A terlihat didominasi oleh tekstur pasir (29,93 – 99,81%), sedangkan untuk stasiun B masih juga didominasi oleh tekstur pasir (88,53 – 99,65%), akan tetapi untuk tekstur debu nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai tekstur debu stasiun A dan stasiun C didominasi oleh tekstur pasir (85,49 – 96,46%). Tekstur sedimen pada lokasi penelitian menggambarkan semakin beragammnya ukuran buir sedimen maka semakin beragam jenis lamun yang ada pada lokasi penelitianm hsl ini jugs tergambar pada jumlah biota yang berasosiasi didalamnya.

SUHU SAL PH DO BOD TSS TOM NO3 PO4 KKRH

SUHU 1 0.9080 0.2729 -0.5299 -0.0781 -0.8145 -0.5876 -0.5737 -0.6883 -0.8906 SAL 0.9080 1 0.4881 -0.5451 -0.2218 -0.5618 -0.3143 -0.7039 -0.6307 -0.7089 PH 0.2729 0.4881 1 -0.4409 0.1109 0.0085 0.1956 -0.3108 0.0178 -0.0866 DO -0.5299 -0.5451 -0.4409 1 -0.6323 0.3536 0.6932 0.5045 0.4837 0.2996 BOD -0.0781 -0.2218 0.1109 -0.6323 1 0.0285 -0.5996 0.2691 0.1627 0.2169 TSS -0.8145 -0.5618 0.0085 0.3536 0.0285 1 0.6603 0.5309 0.7916 0.9679 TOM -0.5876 -0.3143 0.1956 0.6932 -0.5996 0.6603 1 0.2055 0.5250 0.5275 NO3 -0.5737 -0.7039 -0.3108 0.5045 0.2691 0.5309 0.2055 1 0.8917 0.6024 PO4 -0.6883 -0.6307 0.0178 0.4837 0.1627 0.7916 0.5250 0.8917 1 0.7962 KKRH -0.8906 -0.7089 -0.0866 0.2996 0.2169 0.9679 0.5275 0.6024 0.7962 1

Berdasarkan ukuran butiran sedimennya (granulometri) King (1961) menggolongkan gisik atas gisik pasir (sand beaches) dan gisik kerikil (shingle beaches). Secara fisik profil (lereng) gisik kerikil umumnya curam dan menurun ke perairan dalam. terutama pada tempat dimana gelombang pecah sedangkan lereng gisik pasir umumnya lebih landai (Pethick 1992).

Pernyataan Pethick (1992) didukung oleh hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa pada profil-profil yang memiliki kemiringan lereng datar masih ditemukan distribusi granulometri sedimen yang berukuran pasir sedang sampai liat. Sedangkan semakin miring lereng distribusi granulometrinya akan semakin didominasi oleh pasir.

Selain itu, Pethick (1997) mengklasifikasikan sedimen ke dalam dua kelompok. yaitu sedimen lithogenous yang disebut juga sedimen klastik dan sedimen biogenous yang disebut juga sedimen biogenik. Selanjutnya dikemukakan bahwa sekitar 90 % dari total sedimen yang menghampiri lahan

Gambar 10. Dendogram klasifikasi hierarki berdasarkan disimilaritas karakteristik fisik-kimia masing-masing stasiun.

51

gisik berasal dari sedimen lithogenous. Namun untuk tempat-tempat tertentu. penyusun utama lahan gisik adalah sedimen biogenous, khususnya daerah yang dikelilingi atau terdapat terumbu karang.

5.3.2 Kemiringan Pantai

Perbedaan pada tingkat kemiringan serta panjang lereng yang diukur bergantung pada topografi perairan masing-masing stasiun. Untuk panjang lereng diukur dari daerah pasang tertinggi sampai surut terendah dimana msih dijumpai lamun. Stasiun A memiliki panjang lereng yang tertinggi dibanding stasiun lainnya. Panjang lereng stasiun A mencapai 110m dari pasang tertinggi, dengan kemiringan lereng 2,3%. Berdasarkan angka yang diperoleh dari pengukuran panjang lereng dan kemiringan lereng stasiun A dapat dikategorikan kedalam pantai yang memiliki lereng datar dan memiliki panjang lereng yang agak panjang. Berbeda halnya dengan stasiun B yang memiliki nilai kemiringan lereng 3,04% yang masuk dalam kategori lereng landai, sedangkan untuk panjang lereng sama dengan stasiun A yang masuk dalam kategori agak panjang karena memiliki panjang lereng 100m. Sedangkan untuk stasiun C kemiringan lereng menunjukan angka 3,61% yang tergolong kedalam lereng landai, dan untuk panjang lereng masuk dalam kategori lereng pendek dengan panjang lereng kurang dari 50m.

Dari hasil analisa terhadap kemiringan lereng, panjang lereng dan penyebaran lamun dimasing-masing stasiun dapat digambarkan bahwa ada hubungan antara kemiringan lereng, panjang lereng dan penyebaran lamun. Makin landai suatu perairan maka lamun akan menyebar lebih luas ke arah laut, sebaliknya makin curam perairan maka penyebaran lamun makin sempit. Daerah yang memiliki nilai kelerengan yang rendah biasanya memiliki panjang lereng yang lebih lebar. Penyebaran lamun ke arah laut berhubungan dengan kemiringan lereng karena lamun membutuhkan cukup cahaya untuk melakukan proses fotosintesis. Selain itu tingkat kekeruhan dan kecerahan dari perairan juga mempengaruhi penyebaran dari lamun, semakin baik kondisi perairan maka akan memberikan kesempatan lamun untuk tumbuh dan berkembang. Kemiringan lereng juga berkorelasi dengan tunggang pasut, semakin landai suatu perairan maka tunggang pasut akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya semakin curam

perairan maka tunggang pasut akan besar. Stasiun C sering digunakan sebagai pelabuhan perahu motor dikarenakan batimetri dari perairan setempat yang mendukung kegiatan transportasi laut, akibatnya lamun pada daerah tersebut paling banyak mengalami gangguan, baik oleh tumpahan minyak ataupun terseret kapal yang berlabuh, ditambah aktivitas wisatawan yang sangat tinggi terutama pada musim liburan (Lampiran 7).

5.3.3 Asosiasi Lamun dengan Biota

Untuk keterkaitan ekosistem lamun dengan biota di lokasi penelitian tersebut di dapatkan bahwa semakin tinggi ekosistem lamun maka biota yang berasosiasi semakin banyak.

Pada lokasi penelitian ini (Gambar 12) di temukan jenis gastropoda (Strombus labiatus sp, Ceritillium tenellum, Cymbiola vespertillo, Pyrene versicolor), echinodea (Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Tripneustes gratilla, Bohadschia argus, Archaster tipicus), bivalvia (Anadara scapha, Mactra patogina), ikan (Upenus tragula), Palamonella sp dan kuda laut (Hippocampus bargibanti).

53 G am ba r 12 . P et a S eb ar an B iot a di P ant ai S anur

Pada gambar 11 disebutkan bahwa spesies Cerithium tenellum nilai kelimpahannya lebih tinggi pada stasiun A dan terendah adalah spesies Protoreaster nodosus dan Bohadschia argus,dan untuk stasiun B nilai kelimpahan tertinggi di huni oleh spesies Protoreaster nodosus dan yang tidak muncul adalah spesies Upenus gratula, Tripneustes gratilla dan Palamonella sp, sedangkan untuk stasiun C, nilai tertinggi di huni spesies Protoreaster nodosus, dan spesies yang tidak ada adalah Strombus labiatus, Upenus tragula, Tripneusteus gratilla, Anadara scapha, Hippocampus bargibanti, S.luhuanus, dan Palaemonella sp. Tinggi atau rendahnya spesies pada tiap stasiun diduga karena beberapa faktor, seperti tekstur substrat yang cocok bagi kehidupan spesies tersebut dan sumber makanan dalam bentuk bahan – bahan organik yang melimpah. Habitat lamun menyokong kelimpahan dan kekayaan hewan yang berasosiasi dengan memberikan struktur habitat secara fisik (Orth et al 1984). Pada gambar 13 menjelaskan dalam bentuk peta, asosiasi antara lamun dengan biota yang ada di sekitar pantai Sanur. Dari ketiga stasiun di atas, keseluruhan memiliki jenis spesies lamun yang sama kecuali hanya pada stasiun Pantai Umum yang tidak ada spesies Halodule uninervis. Pada stasiun Mertasari, terdapat 6 spesies lamun dan 15 biota yang berasosiasi, sedangkan pada stasiun Hotel Grand Bali Beach biota yang beraosiasi adalah Strombus labiatus, Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithilium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Anadara scapha, Cymbiola vespertillio, Hippocampus bargibanti, Mactra patagonica, dan S.luhuanus. Untuk stasiun Pantai Umum, biota yang berasosiasi dengan lamun adalah spesies Diadema setosum, Protoreaster nodosus, Cerithium tenellum, Bohadschia argus, Pyrene versicolor, Archaster tipicus, Cymbiola vespertillio, dan Mactra patagonica , hanya saja pada stasiun Pantai Umum spesies Halodule uninervis tidak di temukan distasiun ini secara keseluruhan.