• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden Pemuda

Usia responden rata-rata 28 tahun dengan kisaran umur 18 – 35 tahun sesuai dengan persyaratan umur pemuda. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki- laki (373 orang atau 96%), selebihnya (17 orang) berjenis kelamin perempuan. Jarang sekali pemuda perempuan yang terlibat dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Keterlibatan pemuda perempuan hanya dalam bidang yang relatif terbatas, misalnya pelayan toko yang menjual sarana produksi atau peralatan untuk menangkap ikan, mengolah ikan menjadi bahan pangan lain seperti bakso. Beberapa pemuda perempuan juga menjadi penjual ikan, walaupun demikian pekerjaan menjual ikan umumnya dilakukan oleh laki- laki. Disamping itu bagi perempuan yang sudah menikah, yang menjadi responden adalah suaminya.

Latar belakang pendidikan paling rendah kelas 1 SD dan tertinggi tamat sarjana, denga n rata-rata mencapai kelas 1 SMP atau 7 tahun (Tabel 19). Jumlah pemuda responden yang tamat sarjana hanya 4 orang atau 1% dari total sampel. Hal ini sesuai dengan data yang diterbitkan BPS Sukabumi (2004) dimana sebanyak 50,4% penduduk Kabupaten Sukabumi hanya tamat SD, sedangkan penduduk yang tamat perguruan tinggi hanya 1,13%. Tingginya angka putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SD atau SMP merupakan gambaran umum di daerah pedesaan dimana anak-anak sudah menjadi angkatan kerja terutama untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Hal ini merupakan indikasi bahwa dari latar belakang akademik para pemuda di daerah penelitian relatif tertinggal. Di pihak lain, peluang yang ada untuk berperan dalam pembangunan kelautan dan perikanan mungkin tidak menuntut latar belakang pendidikan yang relatif tinggi.

Dari segi usia, umumnya responden masih sangat produktif. Usia pemuda responden sebagian besar dalam kelompok 30 tahun ke bawah (65,4%). Sedang yang usianya antara 31-35 tahun sebanyak 35% (Lampiran 8). Walaupun demikian, dari segi pendidikan hampir 60% di antaranya maksimal hanya tamat sekolah dasar. Hal ini merupakan indikasi bahwa para pemuda umumnya putus sekolah sebelum tamat SD atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan ke sekolah menengah. Sedangkan pemuda yang sempat duduk di bangku perguruan tinggi hanya 4,9%.

92

Tabel 19 Karakteristik responden pemuda nelayan di Kabupaten Sukabumi (2006)

No Faktor yang mempengaruhi peran pemuda Minimal Maksimal Rata-rata

1. Kewirausahaan

1 Usia (tahun) 18 35 28

2 Pendidikan formal (tahun) 1 16 7

3 Pengalaman bisnis (tahun) 1 28 10

4 Membaca berita bisnis (hari per bulan) 0 30 3

5 Mendengar berita bisnis dari radio/TV (hr per bln) 0 30 15

2. Kebijakan publik

6 Nilai kredit yang diterima (Rp) 0 18.000.000 362.167

7 Pajak yang dibayar (Rp) 0 43.200.000 1.318.234

8 Intensitas penyuluhan yang diikuti (kali per tahun) 0 12 1

9 Waktu untuk ijin usaha (hari) 0 90 5

3. Sumberdaya

10 Nilai aset usaha (Rp) 0 200.000.000 6.724.214

11 Nilai lahan non perikanan (Rp) 0 100.000.000 3.129.154

12 Jumlah tenaga kerja keluarga (orang) 0 10 1

13 Keuntungan bisnis perikanan (Rp/tahun) 0 180.000.000 16.312.262

14 Saldo tabungan (Rp) 0 15.000.000 663.695

15 Perkiraan kenaikan keuntungan tahun depan (%) 0 100 15

4. Kapital sosial

16 Nilai warisan dari orang tua (Rp) 0 465.000.000 4.379.346

17 Kekayaan keluarga (Rp) 100.000 852.300.000 54.941.535

18 Lama mengikuti organisasi politik (tahun) 0 20 0,5

19 Lama mengikuti organisasi agama (tahun) 0 20 1

20 Jumlah mitra bisnis (orang) 0 55 5

Catatan: jumlah sampel 390 orang

Pengalaman berbisnis atau berusaha dalam bidang perikanan bervariasi dari 1 sampai 28 tahun, dengan rata-rata pengalaman yang cukup lama (10 tahun). Bisa dikatakan bahwa pengalaman berbisnis para pemuda relatif memadai. Bahkan bagi yang berpengalaman selama 28 tahun berarti sudah berbisnis sejak anak-anak atau usia 7 tahun. Faktor lingkungan sangat mendorong para pemuda untuk berusaha di bidang perikanan sejak dini walaupun hanya sebagai anak buah kapal atau berjualan di pasar ikan.

Sebanyak 41% responden mempunyai pengalaman bisnis relatif sedikit, yaitu antara 1 – 7 tahun, sedangkan yang berpengalaman bisnis selama 22 – 28

tahun sebanyak 3,6% atau dialami oleh mereka yang sudah berbisnis sejak usia belia.

Rata-rata pemuda dalam membaca berita bisnis hanya 3 hari dalam sebulan, dengan variasi dari tidak pernah membaca sama sekali hingga membaca setiap hari. Hampir 65% responden tidak pernah membaca koran sama sekali. Hanya 5,4% pemuda yang relatif sering atau hampir tiap hari membaca koran. Akses terhadap surat kabar, seperti koran dan majalah, merupakan masalah utama. Di kota kecamatan bisa dibeli berbagai koran dan majalah yang di dalamnya juga dapat ditemukan berbagai berita bisnis, tetapi harganya relatif mahal bagi sebagian pemuda. Program koran masuk desa yang pernah puluhan tahun lalu dicanangkan perlu digalakkan kembali agar penduduk, termasuk para pemuda, yang tinggal di pedesaan bisa turut membaca koran. Disamping itu minat baca para pemuda perlu ditanamkan sejak usia sekolah agar memiliki pengalaman yang lebih luas. Kebiasaan membaca berita bisnis akan memperluas cakrawala serta mampu mengenali berbagai pengaruh faktor yang bersifat internal maupun eksternal, khususnya dalam bidang perikanan.

Mendengar berita bisnis dari radio atau televisi dilakukan oleh responden rata-rata 15 hari dalam sebulan, dengan kisaran tidak pernah hingga setiap hari mengikuti berita bisnis. Masih ada hampir 25% pemuda yang tidak pernah mengikuti berita bisnis melalui radio atau televisi. Sedangkan yang relatif sering atau hampir tiap hari me ngikuti berita bisnis dari radio atau televisi sebanyak 42,3%. Disamping berfungsi sebagai media hiburan, radio maupun televisi juga menyajikan beragam berita termasuk berita bisnis yang sangat aktual, misalnya informasi harga pasar serta berbagai jenis produk yang digemari konsumen. Salah

94

satu hambatan dalam mengikuti berita dari radio dan televisi adalah kurangnya akses karena banyak yang tidak memiliki peralatan tersebut.

Nilai kredit untuk bidang perikanan yang pernah diterima responden rata- rata Rp 362.000 per orang. Walaupun demikian cukup banyak responden yang belum pernah menerima kredit sama sekali. Jumlah maksimal kredit yang pernah diterima responden adalah Rp 18 juta per orang (Tabel 19). Sebanyak 82,6% pemuda belum pernah menerima kredit atau bantua n dari pemerintah dan hanya 3,8% yang pernah menerima bantuan dengan nilai Rp 2 juta atau lebih (Lampiran 9). Umumnya responden yang pernah menerima kredit adalah para pemilik kapal, sedangkan anak buah kapal maupun pedagang jarang yang menerima kredit.

Besarnya pajak yang dibayar oleh responden rata-rata Rp 1,3 juta per orang per tahun. Sebagian responden (45,4%) tidak membayar pajak usaha karena hanya sebagai pekerja. Sebanyak 21,0% membayar pajak dengan nilai lebih dari Rp 960.000 per tahun. Nilai pajak yang tertinggi dibayar oleh responden adalah Rp 43,2 juta per tahun per orang. Pajak yang dibayar akan semakin tinggi dengan semakin tingginya total pendapatan dari bisnis.

Intensitas penyuluhan yang diterima responden rata-rata satu kali dalam setahun. Frekuensi penyuluhan tertinggi adalah 12 kali dalam setahun atau sekali sebulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak pernah memperoleh penyuluhan, umumnya mereka adalah pekerja atau bukan pemilik usaha. Kelompok yang memperoleh penyuluhan hampir tiap bulan hanya sebanyak 1,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa sasaran yang memperoleh penyuluhan secara rutin relatif sedikit. Kegiatan penyuluhan perlu lebih digalakkan lagi agar bisa menjangkau

lebih banyak kelompok yang berperan dalam bidang kelautan dan perikanan. Disamping itu materi penyuluhan harus selalu aktual sesuai keperluan pemuda.

Waktu untuk mengurus ijin usaha rata-rata 5 hari dengan waktu paling lama mencapai 90 hari atau tiga bulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak pernah mengurus ijin usaha karena perijinan diurus oleh pemilik usaha tempat mereka bekerja.

Nilai aset usaha bervariasi dari yang tidak memiliki sama sekali (41,5%) hingga yang tertinggi senilai Rp 200 juta. Pekerja di sektor kelautan dan perikanan umumnya tidak mempunyai aset usaha. Disamping itu sebagian penjual ikan secara eceran di pasar tradisional hanya menggunakan peralatan sederhana (tali rafia dan styrofoam bekas) yang sangat murah biayanya. Sedangkan para pemilik perahu penangkap ikan memiliki aset yang relatif mahal.

Nilai lahan yang digunakan untuk kegiatan non perikanan beragam dari nol (85,9%) atau tidak mempunyai sama sekali hingga bernilai Rp 100 juta. Sebagian responden memiliki lahan untuk bertani atau kegiatan lain, misalnya sawah, lahan perkebunan, baik yang produktif maupun tidak produktif.

Jumlah tenaga kerja keluarga produktif bervariasi dari satu orang, yang berarti hanya responden sendiri, yang bekerja hingga 10 orang. Umumnya respoden yang bekerja sendiri (76,4%) berumur relatif muda, belum menikah atau sudah menikah tetapi keluarganya tidak bisa membantu bekerja. Rata-rata jumlah tenaga kerja produktif adalah satu orang per responden.

Keuntungan bisnis perikanan rata-rata Rp 16,3 juta per tahun dengan kisaran dari nol yaitu yang bukan sebagai pelaku bisnis atau sebagai pekerja saja, hingga Rp 180 juta bagi nelayan yang memiliki armada tangkap relatif besar.

96

Sebanyak 42,3% responden memperoleh keuntungan lebih dari Rp 10 juta per tahun.

Tabungan responden rata-rata Rp 663 ribu hingga Rp 15 juta. Sebagian besar responden (61,0%) tidak memiliki tabungan sama sekali yang umumnya disebabkan oleh penghasilan sehari- hari yang relatif rendah dibanding biaya hidup. Kegiatan usaha untuk tahun berikutnya rata-rata diperkirakan biasa dengan harapan peningkatan keuntungan sebesar 15% atau sedikit di atas inflasi tahunan yang minimal mencapai 10%.

Rata-rata warisan dari orang tua responden adalah Rp 4,4 juta dengan kisaran dari nol atau tidak punya sama sekali hingga Rp 465 juta rupiah. Warisan dari orang tua biasanya berupa tanah termasuk bangunan rumah di atasnya. Sebanyak 87,4% responden tidak atau belum menerima warisan dari orang tua mereka.

Kekayaan keluarga rata-rata Rp 55 juta dan bervariasi dari Rp 100 ribu untuk responden dari keluarga tidak mampu hingga Rp 850 juta bagi yang keluarganya relatif kaya. Responden yang mempunyai kekayaan keluarga lebih dari Rp 100 jut a sebanyak 15,1%.

Lama mengikuti kegiatan organisasi sosial politik rata-rata setengah tahun dengan variasi dari tidak pernah mengikuti hingga sudah terlibat 20 tahun. Sebanyak 89,7% pemuda belum pernah menjadi anggota organisasi sosial politik. Hal ini merupakan indikasi bahwa secara praktis sebagian besar responden tidak tertarik pada kegiatan partai politik.

Rata-rata mengikuti kegiatan agama selama satu tahun yang berkisar dari nol atau tidak pernah mengikuti hingga yang sudah menekuni selama 20 tahun.

Sebanyak 79,7% responden belum pernah terlibat dalam organisasi keagamaan. Di daerah penelitian, organisasi keagamaan yang umum dijumpai adalah pondok pesantren.

Jumlah mitra bisnis responden rata-rata lima orang. Sebagian responden (16,4%) tidak mempunyai mitra bisnis, yaitu para pekerja. Sementara itu sebagian pemilik kapal ada yang mempunyai mitra bisnis hingga 55 orang.