• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pemuda dan Kebijakan Publik

Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kebijakan (policy) diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa sangat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan juga bisa merupakan suatu deklarasi mengenai dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Wahab 2004). Anderson (1979) merumuskan kebijakan sebagai tindakan yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.

Dye (1978) diacu dalam Islamy (2004) mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dipilih atau tidak dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan. Jika pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya dan kebijakan tersebut harus meliputi semua tindakan, bukan semata- mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan pemerintah termasuk kebijakan

publik juga. Hal ini karena pilihan untuk tidak melakukan sesuatu oleh pemerintah juga akan berpengaruh atau memiliki dampak yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukanoleh pemerintah.

Kebijakan publik yang ideal ada dua, yaitu: (1) Kewirausahaan bukan merupakan sumberdaya, tetapi merupakan generasi yang mempunyai ide yang produktif secara sosial, kewirausahaan merupakan generasi ide dan bukan eksistensi sumberdaya yang menentukan kemakmuran; (2) Proses memahami kewirausahaan menetukan alokasi sumberdaya. Esensinya adalah bahwa alokasi sumberdaya merupakan dampak dari aktivitas wirausaha. Kebijakan publik bisa mempengaruhi hal ini dalam berbagai cara. Kebijakan publik yang bersifat regulasi bisa merusak kewirausahaan masyarakat (Kirzner dan Sautet 2006).

Penyusunan kebijakan publik yang baik harus didasarkan pada prinsip- prinsip tata kepemerintahan yang baik. Keterbukaan (transparansi) atas berbagai proses pengambilan keputusan akan mendorong partisipasi masyarakat dan membuat para penyusun kebijakan publik menjadi bertanggung jawab (accountable) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) denga n proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi adalah sebuah kondisi minimum bagi partisipasi masyarakat dan merupakan awal dari terwujudnya akuntabilitas. Prinsip partisipatif menunjukan bahwa masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari suatu kebijakan publik harus turut serta di dalam proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, masyarakat menikmati faedah kebijakan publik tersebut bukan semata-mata dari hasil (produk) kebijakan tersebut tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip partisipatif dalam penyusunan kebijakan publik membantu terselenggaranya proses perumusan

30

kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dan memudahkan penentuan prioritas (transparansi). Prinsip akuntabilitas publik menuntut kapasitas para aparat publik untuk dapat membuktikan bahwa setiap tindakan yang mereka ambil ditujukan untuk kepentingan publik, dapat dipertanggungjawabkan kepada

stakeholders dengan indikator kinerja dan target yang jelas.

Adalah penting untuk meningkatkan kesadaran di kalangan pengambil keputusan politik tentang kebutuhan mendesak, yaitu partisipasi yang lebih luas spektrumnya dan secara menyeluruh terutama interaksi dan komunikasi antar

generasi(Busch 2002). Upaya mempersiapkan, membangun dan memberdayakan

pemuda agar mampu berperan serta sebagai pelaku-pelaku aktif dalam pembangunan Bangsa Indonesia, dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan: (1) Ketahanan budaya dan kepribadian nasional di kalangan pemuda yang semakin luntur, yang disebabkan cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi, akibat dari derasnya arus informasi global yang berdampak pada penetrasi budaya asing. Hal tersebut mempengaruhi pola pikir, sikap, serta perilaku pemuda, ini dapat dilihat dari kurang berkembangnya kemandirian, kreativitas serta produktivitas di kalangan pemuda, sehingga pemuda kurang dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan karakter bangsa; (2) Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah era globalisasi yang terjadi di berbagai aspek kehidupan ternyata sangat mempengaruhi daya saing pemuda, sehingga pemuda baik langsung maupun tidak langsung dituntut untuk mempunyai keterampilan baik bersifat keterampilan praktis maupun keterampilan yang menggunakan teknologi tinggi untuk mampu bersaing dalam menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan jenis pekerjaan yang sedang dijalaninya (Depdiknas 2004).

Selanjutnya, tantangan yang dihadapi adalah: (1) Derasnya arus mobilisasi pemuda baik yang berpendidikan maupun yang putus sekolah dari desa ke kota dan dari lapangan pekerjaan di bidang pertanian, perikanan dan kelautan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan, kepada pekerjaan/jasa yang dapat menghasilkan dalam jangka pendek, sehingga terjadi penumpukan pemuda pada satu jenis pekerjaan tertentu yang berada di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah orang yang melakukan arus balik ke kota-kota besar

setelah hari besar/libur; (2) Munculnya gerakan demokratisasi yang dapat

memunculkan masalah- masalah baru di bidang kepemudaan. Ini dapat dilihat dengan menj amurnya LSM yang banyak melibatkan pemuda. Disertai dengan laju globalisasi, akan memberikan dampak pada persoalan identitas dan integritas bangsa serta pembentukan moral dan agama yang kuat di kalangan pemuda dan juga kepedulian terhadap lingkungan; (3) Belum terumuskannya kebijakan pembangunan di bidang kepemudaan secara serasi, menyeluruh, terintegrasi dan terkoordinasi antara kebijakan di tingkat nasional dengan kebijakan di tingkat daerah (Depdiknas 2004).

Dengan adanya permasalahan tersebut, maka tantangan pembangunan bidang pemuda ke depan dapat memunculkan masalah-masalah baru di bidang kepemudaan, terlebih lagi bila disertai laju globalisasi, maka akan memberikan dampak pada persoalan identitas dan integritas bangsa di kalangan pemuda. Menurut Gakunzi (2005) ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) Desentralisasi adalah salah satu cara untuk memperbesar, memperdalam, dan mengkonsolidasi demokrasi secara umum dan demokrasi lokal secara khusus; dan

32

(2) Representasi politik kaum minoritas yang merupakan cara untuk me ndorong partisipasi.

Pemerintah juga harus mendukung proyek skala kecil dan pengembangan kewiraswastaan. Demikian juga pemerintah perlu memperhatikan pengangguran di kalangan pemuda. Kebijakan ketenagakerjaan harus jelas mengarah menuju kesempatan kerja kepada pemuda (NSC 2006).