• Tidak ada hasil yang ditemukan

Responden pada penelitian ini merupakan petani mitra PG Karangsuwung khususnya petani TRS KM B dan Petani Mandiri yang menjadi anggota Koperasi Agribisnis “Harum Manis” Wilayah Kerja Pabrik Gula Karangsuwung Kabupaten Cirebon.

Koperasi Agribisnis Harum Manis

Berawal dari hasil musyawarah pengurus Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPC APTRI) PG Karangsuwung, menyepakati perlu adanya lembaga yang bisa mengakomodasi dan melayani kebutuhan para petani tebu yang ada di lingkungan PG Karangsuwung guna meningkatkan kualitas dan kuantitas budidaya tebu serta meningkatkan kesejahteraan para petani. Melalui dua orang perintis yang sama-sama berprofesi sebagai petani tebu yaitu Bapak H. Moch. Ardi (Alm) dan H. Dudi Bahrudin maka pada tanggal 22 September 2006 dibentuklah koperasi yang bernama Koperasi Agribisnis Harum Manis yang disingkat K.AB Harum Manis dengan akta pendirian koperasi No. 07/BH/KUK.M.PM/XI/2006.

Koperasi yang beralamat di Jalan Karangwareng No. 99 Kecamatan Karangwareng Kabupaten Cirebon ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta menjadi gerakan ekonomi rakyat serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional. Koperasi ini memiliki empat unit usaha diantaranya yaitu unit Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), unit sarana produksi tani, jasa angkutan, dan jasa simpan pinjam. Sampai dengan tahun 2012, jumlah anggota koperasi ini mencapai 268 orang.

Karakteristik Individu

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Responden merupakan petani mitra PG Karangsuwung yang menjadi anggota maupun pengurus K.AB Harum Manis. Berikut ini adalah foto kantor dari APTRI dan K.AB Harum Manis wilayah kerja PG Karangsuwung Kabupaten Cirebon yang masih merangkap dalam satu gedung.

Jumlah dan persentase responden petani mitra PG Karangsuwung menurut jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir tahun 2013

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Usia Dewasa awal (18-29) 3 10 Dewasa pertengahan (30-50) 22 73,33 Dewasa tua (>50) 5 16,77 Jenis Kelamin Perempuan 12 40 Laki-laki 18 60 Pendidikan Terakhir Rendah (≤SMP) 12 40 Sedang (SMA) 12 40

Tinggi (Perguruan Tinggi) 6 20

Menurut Havighurst dalam Mugniesyah (2006) usia dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu dewasa awal (18 sampai 29 tahun), dewasa pertengahan (30 sampai 50 tahun), dan dewasa tua (lebih besar dari 50 tahun). Responden yang berusia 18 sampai 29 tahun atau dewasa awal dikategorikan menjadi rendah karena responden yang memiliki usia tersebut cenderung memiliki tingkat kemandirian yang rendah pada kemitraan dengan PG Karangsuwung. Hal tersebut terjadi karena faktor-faktor tertentu seperti kemampuan dan pengalaman dalam bertani masih belum cukup. Selain itu lama bermitra juga menjadi faktor yang penting dalam kemandirian usaha tani. Responden berusia 30 sampai 50 atau dewasa pertengahan dikategorikan sedang karena usia tersebut cenderung sudah memiliki pengalaman yang cukup dalam berusahatani tebu, mereka sudah berusaha untuk mengembangkan sendiri bibit dengan cara menyilangkan beberapa jenis varietas tebu sehingga menghasilkan varietas baru yang lebih baik. Usia lebih besar dari 50 tahun atau dewasa tua dikategorikan menjadi tinggi, karena usia tersebut cenderung menjadikan responden memiliki banyak pengalaman dalam berusaha tani dan lama bermitra menjadikan mereka lebih mandiri dalam penyediaan pupuk, bibit, dan sarana produksi tani lainnya.

Jenis kelamin dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Variabel ini diukur menggunakan skala nominal. Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kemandirian karena jenis kelamin dapat mempengaruhi inovasi dalam berusaha tani serta paruh waktu yang digunakan untuk bertani. Perempuan cenderung memiliki tingkat kemandirian yang rendah karena kewajiban mengurus keluarga membuat paruh waktu yang digunakan untuk bertani menjadi sedikit. Selain itu inovasi yang dilakukan perempuan dalam berusaha tani seperti mengembangkan bibit sendiri melalui persilangan ataupun membuat Mikro Organisme Lokal (MOL) sebagai pupuk agar pertumbuhan tebu menjadi lebih bagus tidak dilakukan.

“… Saya berangkat ke kebun biasanya sama seperti petani yang

lain yaitu pukul 7 sampai 11 siang. Tapi kadang-kadang juga sedikit terlambat karena harus mengurusi anak yang ingin berangkat sekolah dan mengerjakan tugas rumah tangga. Untuk bibit dan pupuk saya tidak mau repot-repot. Seringnya sih langsung membeli sesuai yang dianjurkan oleh PG Karangsuwung. Kadang-kadang juga membeli dari koperasi …” (R, 28 tahun).

Berbeda dengan perempuan, laki-laki memiliki tingkat kemandirian yang lebih tinggi. Mereka berusaha untuk meningkatkan hasil produksi tebu dengan cara melakukan inovasi seperti menyilangkan bibit maupun membuat MOL. Serta paruh waktu yang digunakan untuk berusaha tani lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.

“… PG memang memberikan anjuran bibit dan pupuk yang

digunakan. Namun biasanya saya mencoba untuk membuat bibit sendiri dengan cara menyilangkan beberapa jenis tebu karena PG tidak dapat memenuhi kebutuhan bibit seluruh petani. Kalau berhasil terkadang hasilnya malah lebih bagus dari bibit yang dianjurkan oleh PG. Selain itu saya juga sudah berhasil membuat MOL sendiri agar rendemen tebu menjadi tinggi, namun efeknya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman tebu juga semakin subur jadi harus rajin-rajin dibersihkan. Bahkan petani-petani lain meminta MOL yang telah saya buat untuk digunakan di kebun

mereka juga …” (MB, 48 tahun).

“… Agar hasil panen tebu nanti bagus kita harus tahu ciri-ciri yang terjadi pada tebu, biasanya saja berbicara sendiri dengan

tebu ‘hey kamu butuh apa?’. Memang untuk tahu ciri-ciri apa yang dibutuhkan oleh tebu tidak semudah kita berbicara dengan manusia, tetapi hasil pengamatan dan seberapa banyak paruh waktu yang kita gunakan untuk ke kebun. Sebagai contoh apabila batang tebu terlihat mengkerut itu berarti tandanya dia kurang air, kalau pertumbuhan batang tebunya kecil dan daunnya tidak segar berarti dia butuh oksigen dan sinar matahari, caranya kita harus menyiangi pelepah-pelepah yang ada di batang agar udara masuk sampai ke akar dan tanah. Hal ini tidak semua orang tahu karena

butuh pengamatan dan pengalaman yang banyak …” (ND, 45

tahun).

Pendidikan menjadi salah satu karakteristik seseorang karena menurut Sumarwan (2004), tingkat pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang. Tingkat pendidikan kurang dari sama dengan SMP dikategorikan menjadi rendah, tingkat pendidikan SMA dikategorikan sedang, dan tingkat pendidikan perguruan tinggi dikategorikan menjadi tinggi. Petani yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat kemandirian yang tinggi karena mereka berusaha untuk selalu meningkatkan hasil pertanian dengan cara

mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang biasa diberikan baik dari dinas maupun dari PG.

“… Setiap ada penyuluhan saya selalu ikut supaya hasil panen nanti bagus. Kalau panen saya bagus dan pendapatan yang saya peroleh meningkat saya akan mengurangi kredit yang diberikan dari pemerintah selain itu akan saya gunakan untuk menyewa lahan lagi agar hasil di tahun-tahun berikutnya lebih banyak. Saya juga selalu membuat catatan keuangan pada saat akhir masa giling, sehingga saya bisa tahu keuntungan yang saya peroleh. Saya ini lulusan D3 Akuntansi …” (MB, 48 tahun).

Petani yang dikategorikan memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung memiliki kemandirian yang rendah. Mereka lebih percaya kepada anjuran-anjuran petani lain daripada penyuluh. Sehingga kurang memiliki usaha untuk meningkatkan hasil produksi.

“… Saya mah lebih memilih mengikuti petani lain. Kalau petani

lain pakai ini ya saya ikuti, kalau pakai itu ya saya juga ikut. Kalau saran-saran dari penyuluh kadang saya kurang mengerti …” (CK, 49 tahun).

Aset Rumah Tangga Responden

Aset yang dimiliki oleh keluarga responden dapat menjelaskan tentang kondisi kesejahteraan responden itu sendiri. Aset tersebut dapat dilihat berdasarkan status rumah, kualitas atau keadaan rumah, sarana dan prasarana rumah, serta luas lahan yang dimiliki. Data aset rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10 Jumlah dan persentase aset rumah tangga responden

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Status rumah

Milik Sendiri 28 93.33

Sewa 0 0

Lainnya (bersama orang tua) 2 6.67 Kualitas Rumah

Tinggi 26 86.67

Sedang 4 13.33

Rendah 0 0

Sarana dan Prasarana Rumah

Tinggi 28 93.33 Sedang 2 6.67 Rendah 0 0 Luas Lahan < 3 hektar 8 26.67 ≥ 3 hektar 22 73.33 Lama Bermitra < 5 tahun 7 23.33 ≥ 5 tahun 23 76.67

TINGKAT PENYEDIAAN AKSES DAN FAKTOR YANG

Dokumen terkait