• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak

Karakteristik rumahtangga menyangkut karakteristik kepala keluarga maupun ibu rumahtangga di Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow. Karakteristik rumahtangga petani peternak sapi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Karakteristik rumahtangga sangat penting dipelajari karena dapat mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga, dengan kata lain karakteristik rumahtangga dapat mempengaruhi keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Dalam pengambilan keputusan

produksi termasuk bagaimana keputusan mengalokasikan tenaga kerja untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga baik konsumsi pangan maupun non pangan.

Tabel 10. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow

Karakteristik RT Minahasa Bolaang Mongondow Rata-Rata Umur (Tahun) :

- Kepala Keluarga 49.00 44.88

- Ibu RT 46.00 41.38

Rata-rata Pendidikan Formal (Tahun) :

- Kepala Keluarga 8.00 8.33

- Ibu RT 8.00 7.80

Pendidikan Non Formal (%) 58.25 33.47 Rata-rata Pengalaman Usaha (Tahun) 20.00 14.93 Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga (Orang) 4.00 3.42 Rata-rata Jumlah Anak Sekolah (Orang) 0.50 1.13 Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja (Orang) 1.00 1.13

Dalam teori ekonomi rumahtangga, keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi, sebaliknya keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi berkaitan dengan karakteristik rumahtangga. Apabila terjadi perubahan internal dalam rumahtangga dapat berdampak pada konsumsi yang menyebabkan terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Semakin tinggi konsumsi maka rasio tersebut semakin besar sehingga rumahtangga harus menambah waktu untuk bekerja dan mendapatkan pendapatan. Implikasinya, rumahtangga yang mempunyai struktur demografi lebih besar membutuhkan waktu untuk bekerja lebih besar.

Hasil penelitian seperti terlihat pada Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani peternak sapi sebagai kepala keluarga di Minahasa sebesar 49 tahun atau

berkisar antara 23 – 74 tahun. Rata-rata umur ini lebih besar dibanding rata-rata umur petani peternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu sebesar 44.88 tahun atau berkisar antara 24 – 72 tahun. Demikian pula rata-rata umur ibu rumahtangga di Minahasa yaitu 46 tahun, lebih besar rata-rata umur ibu rumahtangga di Bolaang Mongondow yaitu sebesar 41.38 tahun. Namun berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa sebagian besar petani peternak sapi di daerah penelitian masih dikategorikan sebagai usia produktif.

Tingkat pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga maupun ibu rumahtangga di Minahasa mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat Perguruan Tinggi dengan rata-rata lama pendidikan sebesar 8 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan di Bolaang Mongondow mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat SMA dengan rata-rata lama pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga berkisar 8.33 tahun dan 7.80 tahun untuk ibu rumahtangga.

Pendidikan petani peternak merupakan faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Dalam hal ini, pendidikan dapat mempengaruhi keputusan produksi. Semakin tinggi pendidikan, petani peternak semakin dapat mengadopsi teknologi. Selanjutnya petani peternak dapat meningkatkan produksi dengan rasional untuk mencapai keuntungan maksimal. Demikian pula, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi pendidikan maka petani peternak dapat meningkatkan konsumsi dengan rasional untuk mencapai utilitas yang maksimal.

Pendidikan informal dalam hal ini penyuluhan dapat mempengaruhi responden dalam beternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 113 (58.25 %)

petani peternak di Minahasa pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 81 (41.75 %) petani peternak belum pernah mengikuti penyuluhan. Sedangkan petani peternak di Bolaang Mongondow sekitar 78 (33.48 %) petani peternak pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 155 (66.52 %) belum pernah mengikuti penyuluhan. Penyuluhan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Namun, penyuluhan yang pernah diikuti petani peternak di kedua kabupaten bukan penyuluhan bidang peternakan.

Petani peternak sebagai kepala keluarga baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow umumnya telah berpengalaman memelihara sapi. Rata-rata pengalaman beternak sapi untuk petani peternak di Minahasa sebesar 20 tahun, lebih tinggi dibanding rata-rata pengalaman beternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu berkisar 14.93 tahun. Pengalaman beternak sapi ini juga dapat mempengaruhi keputusan berproduksi bagi petani peternak. Diduga semakin lama beternak sapi maka petani peternak dapat meningkatkan produksi ternak sapi.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada awal mulai beternak, sebagian petani peternak memperoleh bibit sebagai warisan orangtua, sebagian sebagai warisan dan beli sendiri. Sebagian petani peternak membeli sendiri ternaknya sebagai bibit atau bibit diperoleh dengan cara ditukar misalnya ditukar kebun. Bibit yang diperoleh petani peternak di Minahasa sekitar 71 petani peternak (36.60 %) merupakan warisan orangtua. Sekitar 46 petani peternak (23.71 %) memperoleh bibit pada awal beternak dengan cara beli dan sebagian merupakan warisan. Selanjutnya, sekitar 57 petani peternak (29.38 %) membeli bibit ternak sapi pada awal mulai beternak sapi, dan sekitar 20 petani peternak (10.31%) memperoleh bibit dengan cara tukar kebun.

Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 111 petani peternak (47.64 %) memperoleh bibit dari orangtua (warisan), 83 petani peternak (35.62 %) membeli bibit sendiri, sisanya 39 petani peternak (16.74 %) membeli bbit dan sebagian warisan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa usaha ternak yang ada di Sulawesi Utara merupakan usaha ternak yang diusahakan secara turun temurun.

Rata-rata jumlah anggota keluarga di Minahasa sebanyak 4 orang, lebih besar dibanding dengan di Bolaang Mongondow (rata-rata 3.42 orang). Jumlah anggota keluarga di Minahasa termasuk anak sekolah (rata-rata 0.5 orang) dan angkatan kerja (rata-rata 1 orang). Demikian juga jumlah anggota keluarga di Bolaang Mongondow termasuk anak sekolah dan angkatan kerja dengan jumlah rata-rata 1.13 orang baik anak sekolah maupun angkatan kerja. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi baik keputusan produksi maupun keputusan konsumsi.

Dalam penelitian ini, peneliti juga mempelajari kondisi sosial dari petani peternak. Kondisi ini perlu diperhatikan karena berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani peternak sapi, dengan anggapan kondisi tersebut sebagai penunjang tingkat pendapatan maupun pengeluaran rumahtangga petani peternak sapi. Sebagian besar tanah pekarangan dan rumah di Minahasa merupakan milik rumahtangga petani peternak (50%). Sisanya 50 % adalah milik orang tua atau lainnya. Walaupun jenis rumah permanen hanya sekitar 26.29%, 3.09 % semi permanen, 6.70 % berasal dari bambu dan 63.92% berasal dari papan (rumah panggung). Sedangkan status rumah dan pekarangan di Bolaang Mongondow sekitar 83.00 % milik sendiri dan 17.00 % milik orangtua atau lainnya. Jenis rumah permanen dimiliki oleh 50.21 % rumahtangga, 29.18 % semi permanen, 15.45 %

rumah papan dan 5.15 % rumah bambu. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa di Sulawesi Utara masih terdapat petani peternak yang dikategorikan sebagai orang miskin.

Sebagian besar petani peternak sapi di Minahasa sudah menggunakan listrik dalam arti mempunyai meteran listrik. Hanya 12.37% petani peternak di Minahasa belum memasang listrik. Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 16.74 % yang belum mempunyai meteran listrik. Sumber air di Minahasa berasal dari sumur dan PAM Desa. Sekitar 10.82% bersumber dari sumur, sisanya 89.18 % merupakan sumber PAM desa. Hasil penelitian di Minahasa juga menunjukkan 91.28 % petani peternak sudah memiliki televisi dan 30.93% memiliki radio. Sedangkan di Bolaang Mongondow, 71.24 % sudah memiliki TV dan 24.03 % masih memiliki radio. Hal ini menunjukkan petani peternak sudah mengenal teknologi dan sudah bisa memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya dari media elektronik yang ada. Keadaan tersebut sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi di Sulawesi Utara.