D
DII SSUULALAWWEESSII UUTTAARRAA
DISERTASI
FEMI HADIDJAH ELLY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul :
“DAMPAK BIAYA TRANSAKSI TERHADAP PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN DI SULAWESI UTARA”
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan
tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2008
Households Farming Cattle and Plant in North Sulawesi (BONAR M. SINAGA as Chairman, SRI UTAMI KUNTJORO and NUNUNG KUSNADI as Members of the Advisory Committee)
Households allocate their family resources to catlle farming activities. Cattle farming is one of the source of income for the household expenditure. Households are subject to transaction cost when selling their cattle. Higher transaction cost will reduce income of the households. The objective of this research is to analyze the transaction cost structure, to develop economic model of households farming cattle and plants with regard to the transaction cost, to analyze effect of transaction cost on the household economic decision in using input, production and household expenditure, and to analyze impact of change of transaction cost, price of input and output on using input, production, income and expenditure of the households engaged in farming cattle and plants in North Sulawesi. This research applies a survey method. The samples of this research are 194 households in Minahasa District and 233 households in Bolaang Mongondow under a simple random sampling. The model is estimated with 2SLS method and the analysis of impact uses simulation. The results of the analysis show that the model can explain the effect of transaction cost. The transaction cost affects the decision in using input, production and household expenditure. The change of transaction cost, input and output price have impacts on using input, income and expenditure of the households engaged in farming cattle and plants in North Sulawesi.
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, SRI UTAMI KUNTJORO dan NUNUNG KUSNADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Ternak sapi di Sulawesi Utara mempunyai masa depan dan potensi pasar yang menggembirakan. Selain memberikan tambahan pendapatan kepada rumahtangga petani peternak, ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan ternak antar pulau. Adanya prospek perdagangan ternak sapi yang baik dan konsumsi lokal serta permintaan yang semakin meningkat, maka perlu diadakan peningkatan jumlah populasi ternak sapi. Usaha ternak sapi di Sulawesi Utara sebagian besar merupakan usaha peternakan rakyat dan sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Kondisi ini yang menyebabkan produksi ternak sapi di Sulawesi Utara rendah dan mutu produksinya bervariasi, serta bersifat padat karya. Fenomena lain, sebagian besar pedagang mendatangi petani peternak untuk membeli ternak sehingga harga jual peternak dikurangi dengan biaya transpor. Berapa besar biaya transpor ditentukan sepihak oleh pembeli tidak diketahui oleh peternak akibatnya terjadi imperfect market. Harga yang diterima peternak lebih murah dibanding apabila peternak menjual sendiri. Selain itu, rumahtangga juga menggunakan perantara dan sebagai balas jasa, rumahtangga memberikan upah kepada perantara. Berapa besar upah yang diberikan rumahtangga juga ditentukan oleh perantara.
Implikasinya biaya transaksi adalah masalah yang mempengaruhi keputusan rumahtangga dalam produksi, alokasi tenaga kerja maupun keputusan konsumsi. Peningkatan biaya transaksi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar (market failure). Menurut Matungul, et al. (2006), biaya transaksi yang sangat tinggi dapat mempengaruhi pasar input dan pasar output. Selanjutnya Dutilly-Diane, et al. (2003) mempelajari kegagalan pasar pada rumahtangga petani peternak.
Fenomena-fenomena seperti dijelaskan di atas merupakan perilaku rumah-tangga petani usaha ternak sapi-tanaman sebagai produsen dalam aktivitas ekonomi. Rumahtangga sebagai produsen berusaha meningkatkan produktivitas dengan tujuan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan ini berkaitan dengan peningkatan konsumsi, juga sangat berkaitan dengan harga output dan harga input. Harga yang diterima rumahtangga ditentukan oleh pedagang, disisi lain harga input terus meningkat disebabkan kondisi perekonomian Negara kita yang berdampak sampai ke daerah-daerah. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah adanya kebijakan pemerintah dalam hal penentuan harga. Perilaku rumahtangga dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas ekonomi perlu diketahui untuk menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan keadaan ekonomi rumahtangga. Sehingga perlu dilakukan analisis secara simultan untuk mengkaji keterkaitan keputusan rumahtangga serta pengaruh biaya transaksi terhadap keputusan rumahtangga tersebut.
transaksi, harga dan upah terhadap penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani usaha ternak sapi-tanaman di Sulawesi Utara.
Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap petani usaha ternak sapi rakyat di Sulawesi Utara dengan cara wawancara dan menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli 2006 - Pebruari 2007. Jenis data yang digunakan adalah data cross section dan data time series dengan sumber data adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden. Sedang data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini serta data hasil penelitian yang dipublikasi (Sinaga, 1996).
Wilayah penelitian yaitu kabupaten, kecamatan dan desa ditentukan secara purposive. Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow adalah daerah yang populasi ternak sapi terbanyak dan sebagai basis ternak sapi. Kedua Kabupaten ini juga sebagai wilayah yang mendapat bantuan ternak sapi maupun bentuk uang dari pemerintah. Kecamatan dan desa ditentukan yang mempunyai jumlah ternak sapi terbanyak dengan komoditas dominan jagung untuk Minahasa dan komoditas dominan kelapa untuk Bolaang Mongondow. Kecamatan di Minahasa yaitu Tompaso dan Kawangkoan. Kecamatan di Bolaang Mongondow yaitu BolangItang, Lolak, Lolayan dan Dumoga Barat. Rumahtangga petani peternak disetiap desa dibatasi untuk rumahtangga yang memiliki ternak sapi minimal 2 (dua) ekor dan pernah menjual ternak sapi. Berdasarkan jumlah petani peternak disetiap desa sampel ditentukan rumahtangga dengan cara simple random sampling (Sinaga, 1995). Jumlah rumahtangga sebesar 194 untuk Minahasa dan 233 untuk Bolaang Mongondow. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan.
Hasil penelitian menunjukkan biaya perantara penjualan sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding di Minahasa. Hal ini disebabkan sebagian besar rumahtangga didatangi pedagang, sehingga tidak punya pilihan lain untuk menjual ternak, kurangnya informasi pembeli, harga dan informasi berat badan ternak. Biaya transpor rumahtangga di Bolaang Mongondow juga lebih besar, yang disebabkan rumahtangga di Bolaang Mongondow menanggung biaya pedagang datang ke lokasi peternakan yaitu sebesar 66.11 %.
biaya perantara penjualan sapi, harga input dan upah maupun biaya perantara penjualan sapi, harga ouput, harga input dan upah. Peningkatan biaya perantara, biaya transpor penjualan jagung/kopra dan harga output mengakibatkan respon peningkatan sisi produksi terutama produksi dan penjualan sapi, penurunan penawaran tenaga kerja sebagai buruh tani, peningkatan penerimaan dan pendapatan usaha ternak, total pendapatan rumahtangga akibatnya pengeluaran rumahtangga juga meningkat.
Penurunan biaya perantara penjualan sapi, peningkatan biaya transpor penjualan sapi, biaya administrasi, biaya retribusi, biaya transpor penjualan jagung/kopra dan harga output bagi rumahtangga petani usaha ternak sapi-tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow memberikan dampak positif lebih baik dibanding penurunan biaya perantara penjualan sapi, peningkatan komponen biaya transaksi lainnya, harga input dan upah maupun penurunan biaya perantara penjualan sapi, peningkatan komponen biaya transaksi lainnya, harga output, harga input dan upah. Penurunan biaya perantara biaya perantara penjualan sapi, peningkatan biaya transpor penjualan sapi, biaya administrasi, biaya retribusi, biaya transpor penjualan jagung/kopra dan harga output bagi rumahtangga petani usaha ternak sapi di Sulawesi Utara mengakibatkan peningkatan produksi dan penjualan sapi, penurunan penawaran tenaga kerja sebagai buruh tani, peningkatan penerimaan, pendapatan usaha ternak sapi dan total pendapatan rumahtangga. Akibatnya pengeluaran konsumsi juga meningkat.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
P
P
E
E
T
T
A
A
N
N
I
I
U
U
S
S
A
A
H
H
A
A
T
T
E
E
R
R
N
N
A
A
K
K
S
S
A
A
P
P
I
I
-
-
T
T
A
A
N
N
A
A
M
M
A
A
N
N
D
D
I
I
S
S
U
U
L
L
A
A
W
W
E
E
S
S
I
I
U
U
T
T
A
A
R
R
A
A
FEMI HADIDJAH ELLY
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi :
Ujian Tertutup : DR HENNY K. DARYANTO, MSc (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen,
Institut Pertanian Bogor) Ujian Terbuka :
1. DR IR I WAYAN RUSASTRA, MA
(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor) 2. DR IR HARIANTO, MS
SULAWESI UTARA Nama Mahasiswa : Femi Hadidjah Elly Nomor Pokok : A 161 024 021
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua
Prof. Dr.Ir.Sri Utami Kuntjoro, MS Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara dengan bapak A. Elly
dan ibu A.J. Mongan. Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 7 Pebruari 1962.
Pada tahun 1990, penulis menikah dengan Mustar Mararu, SH dan dikaruniai dua
orang putra, Indrabayu Pratama Mararu dan Wahyu Prasetyo Mararu.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1973 di Sekolah Dasar
Katolik Amurang Kabupaten Minahasa. Pada tahun 1977 penulis menyelesaikan
pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri I Tolitoli (Sulawesi Tengah) dan tahun
1981 menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMA Laboratorium IKIP Negeri
Manado.
Pada tahun 1981 penulis masuk perguruan tinggi di Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado Jurusan Sosial Ekonomi, lulus tahun 1986. Tahun
1995 penulis masuk program S2 di Program Pascarasarjana Universitas Gajah Mada,
lulus tahun 1997 dan bulan Pebruari 2003 penulis masuk program S3 di Program
Pascasarjana IPB, Bogor.
Pada tahun 1987 penulis bekerja sebagai karyawan di Dinas Peternakan
Provinsi Sulawesi Utara di Unit Pengembangan Ternak Tampusu. Pada tahun 1988
penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado sampai sekarang.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini.
Adapun judul disertasi adalah Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku Ekonomi
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Disertasi ini
mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak sapi dalam menghadapi
biaya transaksi penjualan ternak sapi.
Penulisan disertasi ini dapat diselesaikan berkat arahan dan bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan yang indah ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati,
penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan
penuh ketulusan, perhatian dalam membimbing serta telah memberikan motivasi
dan kepercayaan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan ketulusan dan kesabaran serta memberikan kesejukan hati dalam
membimbing penulis.
3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan
ketulusan, keseriusan dan ketelitian dalam membimbing penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Lucky W. Sondakh, MEc selaku Rektor Universitas Sam Ratulangi,
Manado yang telah memberikan dukungan moril selama penulis studi.
5. Prof. Dr. Ir. J. Paruntu, MSc, selaku mantan Rektor Universitas Sam Ratulangi
7. Prof. Dr. Ir. D.A. Kaligis, DEA, selaku mantan Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado yang telah memberikan ijin kepada penulis
untuk melanjutkan studi di IPB, Bogor.
8. Ir. B.J. Sondakh, MS dan Ir A. Salendu, MS, selaku mantan dan ketua jurusan
Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Unsrat Manado yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB, Bogor.
9. Ketua Program Studi dan staf pengajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor yang telah memberikan fasilitas dan
kemudahan selama penulis mengikuti kuliah di IPB, Bogor.
10. Kepala Dinas Kehewanan dan Staf di Kabupaten Minahasa, Kepala Dinas
Pertanian dan Peternakan serta staf di Kabupaten Bolaang Mongondow yang
telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
11. Camat Tompaso, Kawangkoan, BolangItang, Lolak, Lolayan dan Dumoga Barat
yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
12. Kepala Desa Toure, Pinabetengan, Tonsewer, Tempok, Tondegesan dan
Kawang-koan, Saleo, Bohabak, Biontong, Lolak, Mongkoinit, Mopusi, Lolayan, Mopait,
Kinomaligan, Wangga Baru, Kosio dan Ibolian yang telah memberikan
penginapan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.
13. Dr Arrijani, Ir E. Wantasen, Ir I. Potabuga, Ir M. Mondo, Ir Sri Rahayu, O. Rawis
dan Ferry Monintja, sebagai enumerator, yang telah membantu penulis dalam
15. Mustar Mararu, SH, Indrabayu P. Mararu dan Wahyu P. Mararu, suami dan anak
tercinta yang telah mengijinkan, memberikan dukungan moril, materil serta
segala ketulusan dan pengorbanan terhadap penulis.
16. Mama dan papa, Ibu dan Aba (Alm) mertua, Oma, Tante Ros, adik-adik, adik
ipar serta keponakan yang telah memberikan dukungan doa terhadap penulis.
Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
tak dapat disebutkan satu per satu. Penulisan disertasi ini tidak luput dari kekurangan
maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini
bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2008
Nama Mahasiswa :
Nomor Pokok :
Program Studi :
Komisi Pembimbing
Ketua : Anggota :
Penguji Luar Komisi :
Ujian Terbuka
Hari : Tanggal : Pukul : Tempat :
UTARA
Femi Hadidjah Elly
A 161 024 021
Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, MS Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Dr. Ir. I Wayan Rusastra
Dr. Ir. Harianto, MS
Senin 30 Juni 2007 09.00-selesai
I. II. III. DAFTAR TABEL………... DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR LAMPIRAN………... PENDAHULUAN………...
1.1.Latar belakang……….. 1.2.Perumusan Masalah……….. 1.3.Tujuan Penelitian……….. 1.4.Manfaat Penelitian……… 1.5.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian………....
TINJAUAN STUDI EMPIRIK………....
2.1. Usaha Ternak Sapi Tradisional………. 2.2. Pengembangan Usaha Ternak Sapi……….. 2.3. Kebijakan Subsektor Peternakan dalam Peningkatan
Pendapatan………... 2.4. Model Ekonomi Rumahtangga……… 2.5. Biaya Transaksi dalam Ekonomi Rumahtangga………..
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS……….
3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga………... 3.1.1. Konsep Alokasi Waktu Becker’s……….... 3.1.2. Konsep Rumahtangga Chayanov……… 3.1.3. Konsep Rumahtangga Barnum-Squire……… 3.1.4. Konsep Rumahtangga Low………. 3.2. Model Dasar Perilaku Rumahtangga……… 3.3. Perilaku Ekonomi Keputusan Peternak Sapi………
xv
IV. METODOLOGI PENELITIAN...
4.1. Metode Penelitian………. 4.2. Jenis Data dan Sumber Data………. 4.3. Penentuan Lokasi……….. 4.4. Penentuan Sampel………. 4.5. Metode Analisis……… 4.5.1. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha
Ternak Sapi–Jagung di Minahasa………... 4.5.1.1. Blok Produksi………... 4.5.1.2. Blok Penggunaan Input………... 4.5.1.3. Blok Biaya Produksi……….. 4.5.1.4. Blok Biaya Transaksi………... 4.5.1.5. Blok Pendapatan Rumahtangga………. 4.5.1.6. Blok Pengeluaran Rumahtangga……….... 4.5.1.7. Blok Surplus Pasar dan Konsumsi Jagung…………. 4.5.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha
Ternak Sapi–Kelapa di Bolaang Mongondow………... 4.5.2.1. Blok Produksi……….. 4.5.2.2. Blok Penggunaan Input………... 4.5.2.3. Blok Biaya Produksi………... 4.5.2.4. Blok Biaya Transaksi………... 4.5.2.5. Blok Pendapatan Rumahtangga………... 4.5.2.6. Blok Pengeluaran Rumahtangga………... 4.5.2.7. Blok Surplus Pasar………... 4.6. Identifikasi Model………. 4.7. Validasi Model……….. 4.8. Simulasi Model………...
xvi VI.
VII.
5.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian………. 5.1.1. Kabupaten Minahasa………... 5.1.2. Kabupaten Bolaang Mongondow……….... 5.1.3. Biaya Transaksi dan Peraturan Daerah ………... 5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak
Sapi-Tanaman………... 5.3. Keadaan Usaha Ternak Sapi………. 5.3.1. Pemilikan Ternak……….... 5.3.2. Penjualan Ternak Sapi……… 5.4. Perilaku Rumahtangga……….. 5.4.1. Produksi……….. 5.4.2. Penggunaan Input……….... 5.4.3. Biaya Produksi……….... 5.4.4. Biaya Transaksi………... 5.4.5. Total Biaya……….. 5.4.6. Pendapatan……….. 5.4.7. Pengeluaran……….
STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI...
6.1. Biaya Transaksi dalam Usaha Ternak Sapi………... 6.2. Biaya Transaksi dalam Usaha Jagung………... 6.3. Biaya Transaksi dalam Usaha Kelapa... 6.4. Efisiensi Usaha...
HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN...
7.1. Perilaku Produksi………...
xvii
7.1.4. Produktivitas Kelapa………... 7.1.5. Luas Lahan Garapan Jagung………...
7.2. Perilaku Penggunaan Input Produksi…………... 7.2.1. Permintaan Rumput………... 7.2.2. Permintaan Benih Jagung………... 7.2.3. Permintaan Pupuk Urea……….. 7.2.4. Permintaan Pupuk TSP………...
7.3. Perilaku Penggunaan Input Tenaga Kerja………...
7.3.1. Penawaran Tenaga Kerja Keluarga
untuk Sapi………... 7.3.2. Penawaran Tenaga Kerja Keluarga
untuk Jagung…………... 7.3.3. Penawaran Tenaga Kerja Keluarga
untuk Kelapa ………...
7.3.4. Permintaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
untuk Jagung………... 7.3.5. Permintaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
untuk Kelapa………...
7.3.6. Permintaan Tenaga Kerja Ternak Sapi
untuk Jagung………... 7.3.7. Permintaan Tenaga Kerja Ternak Sapi
untuk Kelapa………...
7.3.8. Curahan Kerja Keluarga…………...
7.4. Perilaku Biaya Sarana Produksi dan
Biaya Tenaga Kerja... 7.5. Perilaku Biaya Transaksi... 7.5.1. Biaya Perantara Penjualan Sapi………... 7.5.2. Biaya Transpor Penjualan Jagung………... .
xviii VIII.
7.7.1. Konsumsi Pangan………... 7.7.2. Konsumsi Non Pangan………... 7.7.3. Investasi Pendidikan………... 7.7.4. Konsumsi Jagung………... 7.7.5. Surplus Pasar Kelapa...
DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN...
8.1. Hasil Validasi Model……… 8.2. Dampak Perubahan Biaya Transaksi, Harga dan Upah... 8.2.1. Peningkatan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Biaya Transpor Penjualan Jagung/Kopra
dan Harga Output... 8.2.2. Peningkatan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Biaya Transpor Penjualan Jagung/Kopra,
Harga Input dan Upah... 8.2.3. Peningkatan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Biaya Transpor Penjualan Jagung/Kopra,
Harga Output, Harga Input dan Upah...
8.2.4. Penurunan Biaya Perantara Penjualan Sapi, Peningkatan Biaya Transaksi Lainnya dan
Harga Output... 8.2.5. Penurunan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Peningkatan Biaya Transaksi Lainnya, Harga Input
dan Upah...
8.2.6. Penurunan Biaya Perantara Penjualan Sapi, Peningkatan Biaya Transaksi Lainnya, Harga
Output, Harga Input dan Upah...
8.3. Dampak Peningkatan Harga dan Upah pada Kondisi
Ada Biaya Transaksi dan Tidak Ada Biaya Transaksi...
xix IX.
8.3.2. Peningkatan Harga Sapi, Harga Jagung/
Kopra, Harga Input dan Upah...
8.4. Pengaruh Biaya Transaksi Terhadap Produksi Sapi dan Alokasi Tenaga Kerja pada Kondisi Ada Biaya Transaksi Tidak Ada Biaya Perantara dan
Tidak Ada Biaya Transaksi...
8.4.1. Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Produksi... 8.4.2. Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Alokasi
Tenaga Kerja... KESIMPULAN DAN SARAN………....
DAFTAR PUSTAKA………..
LAMPIRAN... 336
337
337
339
348
352
xxi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Populasi Ternak Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004………... Produksi Daging Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004………. Total Konsumsi Protein Hewani Asal Ternak di Sulawesi
Utara Tahun 2000-2004………. Perdagangan Antar Pulau Ternak Sapi di Sulawesi Utara
Tahun 1997- 2000……….. Realisasi Investasi Sub Sektor Peternakan Tahun 1999-2000……… Nama Peneliti Terdahulu Berdasarkan Model Ekonomi
Rumahtangga dan Analisis yang Digunakan... Nama Kabupaten, Kecamatan, Desa Terpilih dan Jumlah
Responden di Sulawesi Utara………. Luas Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara...
Populasi Ternak Sapi di Kabupaten dan Kota Provinsi
Sulawesi Utara……… Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-
Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow... Rata-rata Jumlah Pemilikan Ternak Sapi Berdasarkan Umur Oleh Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman
di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Penjualan Jagung Rumahtangga Petani
Usaha Ternak Sapi-Tanaman dan Konsumsi Jagung
oleh Ternak Sapi di Minahasa, Tahun 2006-2007... Alokasi Produksi Kelapa Rumahtangga Petani Usaha
Ternak Sapi-Tanaman untuk Dikonsumsi, Dijual dan Diolah Jadi Kopra di Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007………….... Jumlah Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman
yang Menjual dalam Bentuk Buah Kelapa dan Kopra di
Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Konsumsi Rumput dan Jagung serta Jumlah
Ternak Sapi yang Dimiliki Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang
Mongondow, Tahun 2006-2007...
xxii 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Rata-Rata Curahan Kerja Suami, Isteri dan Anak pada Setiap Usaha Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman
di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007...
Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Sewa oleh Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan di Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Ternak Sapi dan Kegiatan Usaha Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman
di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Curahan Kerja Anggota Rumahtangga Petani
Usaha Ternak Sapi-Tanaman Sebagai Buruh Tani di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-Rata Biaya Sarana Produksi Sapi yang Dikeluarkan
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Biaya Sarana Produksi Jagung yang Dikeluarkan
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa, Tahun 2006-2007... Biaya Sarana Produksi Sapi, Jagung dan Kelapa yang
Dikeluarkan Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Biaya Tenaga Kerja yang Dikeluarkan Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan
Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Biaya Transaksi Setiap Usaha yang Dikeluarkan
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007... Rata-rata Biaya Usaha Ternak Sapi, Usaha Jagung dan
Kelapa yang Dikeluarkan Rumahtangga Petani Peternak Sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow,
Tahun 2006-2007... Rata-rata Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak
Sapi – Jagung Rumahtangga Petani Peternak Sapi di
Minahasa, Tahun 2006-2007...
xxiii 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. [ 36. 37. 38. 39.
Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman untuk Setiap Usaha di Minahasa dan
Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007………... Pengeluaran Konsumsi Pangan, Non Pangan dan Investasi
Pendidikan Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow... Jumlah Rumahtangga Petani Ternak Sapi-Tanaman Menurut Lokasi Penjualan Sapi Di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007...
Rata-rata Biaya Transaksi Usaha Ternak Rumahtangga Petani Peternak Sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow,
Tahun 2006-2007………... Rata-rata Biaya Transpor Usaha Ternak Rumahtangga Petani Peternak Sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow,
Tahun 2006-2007...
Rata-rata Biaya Transaksi Usaha Jagung Rumahtangga
Petani Peternak Sapi di Minahasa, Tahun 2006-2007...
Rata-rata Biaya Transaksi Usaha Kelapa Rumahtangga Petani Peternak Sapi di Bolaang Mongondow,
Tahun 2006-2007...
Rasio Biaya Transaksi Penerimaan, Total Biaya dan Pendapatan pada Rumahtangga Petani Peternak Sapi
di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007………... Hasil Parameter Dugaan, Elastisitas Produksi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan
Bolaang Mongondow...…... Hasil Parameter Dugaan, Elastisitas Penggunaan Input Produksi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow………...
Hasil Parameter Dugaan, Elastisitas Penggunaan Input Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di
Minahasa dan Bolaang Mongondow…...
xxiv 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
Hasil Parameter Dugaan, Elastisitas Biaya Perantara Sapi, Transpor Penjualan Jagung/Kopra Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan
Bolaang Mongondow………... Hasil Parameter Dugaan, Elastisitas Pengeluaran
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di
Minahasa dan Bolaang Mongondow………... Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha
Ternak Sapi-Jagung di Minahasa………... Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha
Ternak Sapi-Kelapa di Bolaang Mongondow………... Dampak Peningkatan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Biaya Transpor Penjualan Jagung/Kopra, Harga Output, Harga Input dan Upah Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan
Bolaang Mongondow………... Dampak Penurunan Biaya Perantara Penjualan Sapi,
Peningkatan Biaya Transaksi Lainnya, Harga Output, Harga Input dan Upah Terhadap Ekonomi
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di
Minahasa dan Bolaang Mongondow... Dampak Peningkatan Harga Output Terhadap Ekonomi
Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman pada Kondisi Ada Biaya Transaksi dan Kondisi Tidak Ada
Biaya Transaksi di Minahasa dan Bolaang Mongondow……... Dampak Peningkatan Harga Output, Harga Input dan Upah
Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi- Tanaman pada Kondisi Ada Biaya Transaksi dan Kondisi Tidak Ada Biaya Transaksi di Minahasa dan
xxv
Nomor Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Suplai dan Permintaan Sebagai Fungsi Harga Pasar
dan Biaya Transaksi (Minot, 1999)……… Alokasi Waktu Rumahtangga………. Model Rumahtangga Usahatani Chayanov………. Model Rumahtangga Usahatani Barnum-Squire……… Keterkaitan Input, Aktivitas dan Output Pada
Usaha ternak Sapi………... Model Bioekonomi Ternak Sapi (Denham and Spreen, 1986)……... Biaya Transaksi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya……… Penentuan Responden di Lokasi Penelitian……… Saluran Pemasaran Ternak Sapi di Sulawesi Utara... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Produksi Sapi di Minahasa pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya
Perantara Dan Tidak Ada Biaya Transaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Produksi Sapi di Bolaang Mongondow pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak
Ada Biaya Perantara dan Tidak Ada Biaya Transaksi………
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Penawaran Tenaga Kerja pada Usaha Ternak Sapi di Minahasa pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan
Tidak Ada Biaya Transaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Penawaran Tenaga Kerja Keluarga pada Usaha Ternak Sapi di Bolaang Mongondow pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan Tidak Ada Biaya Transaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Penawaran Tenaga Kerja pada Keluarga pada Usaha Jagung di Minahasa pada
Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan Tidak Ada Biaya Transaksi…...
xxvi 16.
17.
18.
19.
Tidak Ada BiayaTransaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sewa pada Usaha Jagung di Minahasa pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan Tidak Ada Biaya Transaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sewa pada Usaha Kelapa di Bolaang Mongondow pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara
dan Tidak Ada Biaya Transaksi………...
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Curahan Kerja Keluarga Sebagai Buruh Tani di Minahasa pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan Tidak Ada
Biaya Transaksi………... Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Curahan Kerja Keluarga
Sebagai Buruh Tani di Bolaang Mongondow pada Kondisi Ada Biaya Transaksi, Tidak Ada Biaya Perantara dan
Tidak Ada Biaya Transaksi………... 342
344
345
346
xxvii
Nomor Halaman
1.
2.
3.
Variabel, Kode dan Definisi Variabel Model Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di
Minahasa dan Bolaang Mongondow... Program Estimasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga
Petani Usaha Ternak Sapi-Jagung di Minahasa Metode 2SLS PROC SYSLIN SAS/ETS Versi 9.0………... Print Out Hasil Estimasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Jagung di Minahasa Metode 2SLS PROC SYSLIN SAS/ETS Versi 9.0………...
362
369
1.1.Latar Belakang
Peternakan sebagai salah satu sub sektor dalam sektor pertanian merupakan
bagian integral dari keberhasilan sektor pertanian di Indonesia. Oleh karena itu,
pembangunan sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani
peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan kualitas gizi masyarakat
serta pengembangan ekspor. Adanya perbaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan
rakyat, konsumsi protein hewani diperkirakan akan terus meningkat disamping
peluang dan potensi pasar domestik, komoditas peternakan juga mempunyai potensi
pasar ekspor yang cukup besar.
Peternakan di Indonesia mempunyai potensi cukup baik untuk dikembangkan,
karena potensi sumberdaya yang cukup besar. Berdasarkan potensi yang ada ini maka
sub sektor peternakan mempunyai peluang investasi dalam pengembangannya.
Peluang investasi ini disebabkan beberapa hal, yaitu : (1) pasar dalam negeri
merupakan potensi yang sangat besar dan menjanjikan dengan jumlah penduduk lebih
dari 200 juta jiwa, (2) adanya globalisasi perdagangan seperti WTO, AFTA dan
APEC menjadi peluang pasar yang besar apabila pengusaha nasional dapat
memanfaatkannya, (3) berkembangnya industri-industri yang membutuhkan bahan
baku hasil-hasil peternakan seperti industri pengalengan dan pengolahan daging,
sosis, industri pengolahan susu, mentega dari susu, industri pakan ternak dan
lain-lain, dan (4) pemanfaatan diversifikasi produk karena sifat produk peternakan yang
memberikan peluang pengembangan industri pengolahan lainnya untuk dapat
meningkatkan nilai tambah lebih lanjut.
Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan
1.6 persen per tahun, diikuti dengan peningkatan pendapatan dan perubahan pola
konsumsi pangan asal hewani terutama daging dari tahun ke tahun menunjukkan
trend yang meningkat. Kenaikan permintaan ini belum mampu terpenuhi dengan
produksi ternak sapi Indonesia. Kenyataan ini dapat dilihat dari produksi sapi yang
ada selama kurun waktu 1998-2002 mengalami penurunan 0.97 persen (Direktorat
Pengembangan Peternakan, 2003). Oleh sebab itu sub sektor ini masih potensial
untuk dikembangkan masyarakat petani dalam rangka meningkatkan pendapatan.
Peternakan di Sulawesi Utara merupakan salah satu bagian dalam
pembangunan sektor pertanian. Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan
merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki prospek ke depan. Salah satu
strategi pembangunan wilayah yang potensial mengintegrasikan antar sektor dan
antar wilayah adalah pengembangan agribisnis. Agribisnis berbasis peternakan
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sumber pertumbuhan sektor
pertanian yang baru. Disamping itu agribisnis peternakan merupakan sumber bahan
pangan strategis sepanjang masa, seperti daging, telur, susu dan produk olahannya
(Saragih, 2000). Konsentrasi perkembangan agribisnis peternakan mengikuti faktor
keunggulan wilayah (local comparative advantage) yang relevan dengan kebutuhan sistem agribisnis peternakan itu sendiri.
Kontribusi peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Sulawesi Utara
demikian kemajuan pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sekarang dan masa
mendatang masih bersumber pada peternakan. Salah satu fenomena yang cukup
relevan untuk dikaji dalam kaitannya dengan agribisnis peternakan yaitu sejauhmana
kontribusi peternakan dalam menunjang pembangunan ekonomi wilayah Sulawesi
Utara. Penggunaan lahan pertanian di Sulawesi Utara semakin kecil disebabkan
beralihnya fungsi lahan menjadi lahan pemukiman. Kondisi ini menyebabkan strategi
pembangunan pertanian tidak lagi berdasarkan penggunaan lahan luas (non land base agriculture). Salah satu alternatif yang dapat menunjang penggunaan lahan yang tidak berorientasi penggunaan lahan luas adalah usaha ternak sapi.
Secara geografis, Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang sangat
strategis untuk kawasan Asia Pasifik merupakan pintu gerbang lalu lintas keluar
masuknya aneka barang perdagangan. Keadaan ini memberikan peluang pasar bagi
usaha-usaha yang ada termasuk usaha ternak sapi.
Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang memiliki potensi untuk
dikembangkan di Sulawesi Utara. Ternak ini memiliki peran dalam penyediaan bahan
makanan berupa daging, sebagai salah satu sumber pendapatan bagi rumahtangga
petani peternak di pedesaan dan sumber tenaga kerja. Ternak selain sebagai penyedia
lapangan kerja, tabungan dan sumber devisa yang potensil serta untuk perbaikan
kualitas tanah. Ternak sapi di Sulawesi Utara telah dijadikan sebagai ternak andalan
yang ditetapkan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah khususnya dari subsektor peternakan.
Sulawesi Utara mempunyai potensi pengembangan usaha ternak sapi cukup
lahan, pakan, sumberdaya ternak, sumberdaya manusia serta permintaan. Potensi
permintaan baik untuk konsumsi daging lokal maupun antarpulau. Bila dilihat dari
pemanfaatan lahan, masih banyak lahan yang tersedia belum dimanfaatkan sebagai
kawasan peternakan. Total luas wilayah Sulawesi Utara sebesar 1 527 219 ha, sekitar
8.28 persen atau seluas 126 462 ha merupakan lahan semak dan alang-alang (BPS,
2005), yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi lahan usaha peternakan.
Ketersediaan pakan berupa hijauan pada padang rumput yang tumbuh secara alamiah
di sekitar perkebunan dan limbah pertanian selama ini merupakan sumber pakan
utama bagi usaha ternak sapi. Selama ini petani peternak sapi lokal menggunakan
pakan organik yang dapat memberikan keuntungan bagi petani peternak maupun
konsumen. Keuntungan bagi petani peternak adalah pakan organik murah dan mudah
diperoleh. Sedangkan keuntungan bagi konsumen, ternak sapi lokal yang diberi pakan
organik menghasilkan daging yang lebih sehat. Untuk pengembangan usaha ternak
sapi dapat diusahakan penanaman jenis rumput gajah atau rumput setaria bersamaan
dengan leguminosa pada batas-batas perkebunan rakyat atau pada lahan yang belum dimanfaatkan.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara
telah melalukan berbagai langkah dalam menunjang pengembangan peternakan ini.
Kebijakan pemerintah yang dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan
bantuan baik dalam bentuk ternak sapi maupun dalam bentuk uang kepada
kelompok-kelompok petani yang dibentuk pemerintah. Bantuan ternak diberikan dalam rangka
pengembangan kawasan integrasi ternak sapi di Kabupaten Minahasa yang terdiri
kelompok BPLM (Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat) di Kabupaten Minahasa
dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Perkembangan populasi ternak sapi di
[image:33.612.102.529.222.338.2]Sulawesi Utara tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004
T a h u n Jumlah Ternak (Ekor)
Pertumbuhan (%)
2000 276 524 -
2001 132 514 -52.08
2002 132 739 0.17
2003 134 624 1.42
2004 124 444 -7.56
Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2001 populasi ternak sapi mengalami
penurunan yang sangat besar yaitu 52.08 persen kemudian tahun 2002 dan 2003
mengalami peningkatan walaupun naiknya sangat kecil. Pada tahun 2004 populasi
ternak sapi mengalami penurunan lagi sebesar 7.56 persen. Penurunan populasi
ternak ini disebabkan beberapa hal diantaranya tingkat penerapan tehnologi rendah,
tingkat kematian ternak tinggi, tingkat kelahiran rendah dan pemeliharaan sebagai
usaha sampingan. Namun, bila dilihat dari produksi daging (termasuk daging sapi)
ternyata pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 5.78 persen (Tabel 2).
Bila dilihat dari sumberdaya manusia, Sulawesi Utara mempunyai
tenaga-tenaga tehnis bidang peternakan yaitu sarjana-sarjana peternakan dan dokter hewan,
serta penyuluh bidang peternakan. Juga terdapat inseminator yang telah dilatih khusus
oleh pemerintah. Keadaan ini sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi bila
Tabel 2. Produksi Daging Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004
Tahun Produksi Daging
(Kg)
Pertumbuhan (%)
2000 18 321 142 -
2001 19 236 851 4.99
2002 20 230 816 5.17
2003 20 429 071 0.98
2004 21 609 680 5.78
Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005
Permintaan daging untuk konsumsi lokal beberapa tahun terakhir
menunjukkan peningkatan cukup signifikan sehingga merupakan peluang pasar yang
baik untuk pengembangan ternak sapi potong. Kondisi ini dapat dilihat dari
peningkatan konsumsi protein hewani lima tahun terakhir (Tabel 3).
Tabel 3. Total Konsumsi Protein Hewani Asal Ternak di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004
Tahun Konsumai (Kg) Konsumsi Prot Hewani (Gram/Kap/Hari) Daging Telur Susu
2000 13 079 923 4 854 043 - 3.58 2001 13 659 823 4 969 686 - 3.72 2002 14 576 196 5 113 812 6 863 000 4.01 2003 15 763 342 6 261 571 7 000 000 4.47 2004 17 656 677 6 681 450 9 000 000 4.80
Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005
Tabel 3 menunjukkan konsumsi protein hewani asal ternak sebesar 3.58 gram
per kapita per hari (tahun 2000) menjadi 4.80 gram per kapita per hari (tahun 2004)
atau meningkat sebesar 34.08 persen. Bila dibandingkan dengan target kebutuhan
protein hewani sebagaimana direkomendasikan pemerintah berdasarkan hasil Widya
Karya Pangan dan Gizi tahun 1993 sebesar 6 gram per kapita per hari, berarti tingkat
ternak yang bersumber dari daging (termasuk daging sapi) juga mengalami
peningkatan. Populasi ternak maupun produksi daging pada tahun tertentu mengalami
penurunan, namun konsumsi protein hewani asal ternak mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.
Banyaknya pemotongan ternak sapi pada tahun 2004 mencapai 17 422 ekor
atau 13.40 persen dari populasi ternak sapi keseluruhan yaitu 124 444 ekor. Hal ini di
luar ternak sapi yang diantarpulaukan. Tahun 2005 pemotongan ternak meningkat
menjadi 17 683 ekor (angka sementara) (Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan
Sulawesi Utara, 2005). Kecenderungan meningkatnya permintaan daging sapi setiap
tahunnya, seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, tingkat
pendapatan dan pertumbuhan ekonomi serta kesadaran akan pentingkan protein
hewani dimasing-masing wilayah.
Ternak sapi di Sulawesi Utara mempunyai masa depan dan potensi pasar yang
menggembirakan. Selain memberikan tambahan pendapatan kepada petani peternak,
ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan ternak
antar pulau. Sulawesi Utara setiap tahun melakukan perdagangan ternak sapi atau
mengantarpulaukan melalui pelabuhan Bitung dan Labuan Uki yaitu ke Maluku, Irian
Jaya, Jakarta dan Kalimantan Timur (Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara,
2005). Perdagangan antar pulau ternak sapi di Sulawesi Utara tahun 1997 sampai
dengan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 1998 perdagangan antar pulau ternak
sapi mengalami penurunan sebesar 13.43 persen, namun tahun 1999 dan 2000
Tabel 4. Perdagangan Antar Pulau Ternak Sapi di Sulawesi Utara Tahun 1997- 2000
Tahun Jumlah Ternak (Ekor)
Pertumbuhan (%)
1997 6 700 -
1998 5 800 -13.43
1999 6 200 6.89
2000 6 800 9.67
Sumber : Disperindag SULUT, 2002
Adanya prospek perdagangan ternak sapi yang baik dan konsumsi lokal yang
semakin meningkat, juga adanya permintaan hotel-hotel berbintang dan restoran
maka perlu diadakan peningkatan jumlah populasi ternak sapi. Mengingat pada tahun
2004 populasi ternak mengalami penurunan maka kemungkinan besar permintaan
pasar yang ada tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya impor
ternak sapi maupun daging sapi. Jadi lambatnya pertumbuhan produksi sapi lokal,
seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan pasokan daging
sapi tidak mencukupi.
Berdasarkan pemikiran dan kenyataan tersebut di atas, maka tantangan ke
depan adalah bagaimana memberdayakan ekonomi rakyat melalui pembangunan
peternakan pedesaan secara terpadu. Untuk memberdayakan ekonomi rakyat tidak
lepas dari permasalahan ekonomi rumahtangga pedesaan. Rumahtangga yang
dimaksud adalah rumahtangga petani peternak sapi sebagai pelaku utama dalam
kegiatan ekonomi peternakan rakyat. Dalam kaitannya dengan rumahtangga tersebut
perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi ekonomi dan perilaku
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan data sensus pertanian tahun 2003 rumahtangga petani di
Indonesia berjumlah 2 486 675 dan 305 314 petani diantara jumlah tersebut terdapat
di Sulawesi Utara. Berdasarkan jumlah rumahtangga petani di Sulawesi Utara, 63 577
merupakan rumahtangga peternak (Sensus Pertanian, 2003). Data ini dijadikan
sebagai penunjang dilakukannya penelitian rumahtangga peternak di Sulawesi Utara
khususnya peternak sapi.
Usaha ternak sapi di Sulawesi Utara sebagian besar merupakan usaha
peternakan rakyat dan sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Peternakan
rakyat menurut KEPMEN No. 404 tahun 2002 adalah usaha peternakan yang
diselenggarakan sebagai usaha sampingan, jumlah maksimum kegiatannya untuk
ternak sapi potong adalah 100 ekor. Namun usaha peternakan tersebut belum
mencapai maksimum seperti dinyatakan dalam KEPMEN tersebut. Ciri-ciri usaha
ternak rakyat adalah skala usahanya kecil, motif produksi rumahtangga, dilakukan
sebagai usaha sampingan, menggunakan tehnologi sederhana yang masih tradisional.
Pengertian tehnologi tradisonal disini adalah (i) pemilihan bibit kurang baik (induk
maupun pejantan), (ii) penggunaan pejantan apa adanya, (iii) perkandangan yang
sangat sederhana, (iv) manajemen pakan kurang baik yaitu pemberian pakan secara
umum digembalakan di kebun dan lahan-lahan umum, dan (v) kontrol kesehatan
ternak kurang dilakukan. Kondisi ini yang menyebabkan produksi ternak sapi di
Sulawesi Utara rendah dan mutu produksinya bervariasi, serta bersifat padat karya.
Karakteristik rumahtangga petani peternak sapi selain melakukan kegiatan
musiman lainnya juga beternak sapi. Namun karakter utama rumahtangga petani
peternak menunjukkan usaha ternak adalah usaha sampingan keluarga yang turun
temurun dan kebanyakan dikerjakan oleh anggota keluarga. Penggunaan tenaga kerja
anggota rumahtangga dalam mengelola usaha ternak dilaksanakan secara bergantian
dan tidak dibatasi secara khusus. Dalam hal ini berpeluang untuk memanfaatkan
seluruh anggota rumahtangga dalam usaha sampingan tersebut, sehingga jumlah unit
usaha dan tenaga kerja yang terserap tidak mengalami variasi dari tahun ke tahun.
Karakter lain yang sangat mempengaruhi usaha ternak adalah modal usaha tidak
memadai untuk pengembangan usaha.
Terdapat tiga unsur utama yang menentukan produktivitas ternak sapi yaitu
(1) penggunaan bibit, (2) pakan yang diberikan, dan (3) pengelolaan. Pengelolaan
usaha ternak sapi sepenuhnya tergantung peran rumahtangga petani peternak.
Pengelolaan ini mencakup pengambilan keputusan dalam hal : jumlah ternak yang
dipelihara, cara-cara pemeliharaan dan perkandangan, cara memberi pakan, jenis
pakan yang diberikan, pemeliharaan kesehatan ternak, cara penanganan hasil ternak,
pemasaran, pengaturan reproduksi, dan pengaturan tenaga kerja.
Tenaga kerja anggota keluarga dialokasikan untuk bekerja pada usaha ternak
dan usahatani diantaranya usahatani tanaman kelapa, tanaman pangan dan tanaman
lainnya. Dalam usaha ternak sapi, tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk memberi
pakan, memandikan ternak dan memindahkan ternak dari satu tempat ke tempat yang
lain. Bila terjadi kekurangan pakan berupa rumput atau jerami maka petani peternak
sapi dan anggota keluarganya mencari rumput di tempat lain yang jauh dari lahan
Kemampuan rumahtangga petani peternak sapi dalam meningkatkan produksi
ternak sebagai sumber pendapatan ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal
rumahtangga. Faktor internal dimaksud diantaranya luas lahan, skala ternak, bibit,
pakan, jumlah dan kualitas tenaga kerja, modal serta penguasaan tehnologi. Juga
termasuk umur, pengalaman, pendidikan formal maupun pendidikan informal
(penyuluhan). Sedangkan faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah seperti
penyediaan infrastruktur dan regulasi terhadap output dan input produksi ternak.
Beberapa kebijakan pemerintah yang telah dicanangkan di Sulawesi Utara
dalam rangka pengembangan kawasan integrasi ternak sapi diantaranya bantuan
ternak sapi induk dan program usaha kegiatan kelompok BPLM. Bantuan berupa
ternak induk diberikan bagi rumahtangga petani peternak di Kabupaten Minahasa
tahun 1996-2000. Kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat kematian ternak sapi
induk cukup tinggi yaitu 14.7 sampai 36.40 persen. Tingkat kematian ternak paling
tinggi adalah di Kecamatan Dimembe. Sedangkan program usaha kegiatan kelompok
BPLM diberikan bagi rumahtangga petani peternak di Minahasa, Bolaang
Mongondow, Sangihe Talaud dan Kotamadya Bitung tahun 2001-2004. Pada
rumahtangga dengan bantuan BPLM, tingkat kematian ternak sapi rendah tetapi
tingkat kelahirannya juga rendah yaitu di bawah 50 persen. Hal ini disebabkan
dampak faktor internal petani peternak maupun faktor eksternal seperti dijelaskan di
atas.
Tujuan program bantuan pemerintah adalah untuk meningkatkan pendapatan
rumahtangga petani peternak. Bantuan ternak ini diharapkan sebagai ternak potong,
menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sapi untuk pembibitan memerlukan waktu
selama 16.0 bulan. Sedangkan pemeliharaan untuk penggemukan sapi hanya sekitar
enam bulan. Namun karena petani peternak adalah rumahtangga yang tidak orientasi
bisnis seperti pengusaha peternakan, ternak sapi digunakan sebagai tenaga kerja
untuk mengolah lahan pertanian dan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian.
Rumahtangga petani peternak mempunyai persepsi yang berbeda dengan pemerintah.
Walaupun sebenarnya tenaga kerja ternak juga merupakan sumber pendapatan bagi
rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu penyebab usaha ternak sapi
tidak bisa berkembang karena tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan
berbeda dengan tujuan rumahtangga dalam memelihara ternak. Dalam menghadapi
permasalahan tersebut diperlukan kebijakan lebih tepat agar perbedaan persepsi
antara pemerintah dan rumahtangga dapat diminimalkan.
Fenomena lain yang terjadi di Sulawesi Utara, ternak sapi yang dijual adalah
ternak yang sudah tua atau ternak afkir sehingga harga yang dibayar pedagang sesuai
kondisi ternak. Walaupun demikian, ternak sebagai tenaga kerja dapat dijadikan
alternatif penambah pendapatan bagi rumahtangga bila ternak disewa oleh petani lain.
Selain itu, dalam hal penjualan yang dilakukan peternak sebagian besar pedagang
yang mendatangi peternak sehingga harga yang dijual peternak dikurangi dengan
biaya transaksi diantaranya biaya transportasi. Berapa besar biaya transaksi yang
ditentukan sepihak oleh pembeli tidak diketahui oleh peternak yang mengakibatkan
terjadinya imperfect market. Dengan demikian harga yang diterima peternak lebih murah dibanding apabila peternak menjual sendiri. Dalam melakukan transaksi
rumahtangga memberikan upah kepada perantara. Berapa besar upah yang diberikan
rumahtangga juga ditentukan oleh perantara. Upah perantara tersebut juga dinyatakan
sebagai biaya transaksi.
Implikasinya biaya transaksi adalah masalah yang mempengaruhi keputusan
rumahtangga dalam produksi, alokasi tenaga kerja maupun keputusan konsumsi.
Peningkatan biaya transaksi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar (market failure). Menurut Matungul, et al. (2006), biaya transaksi yang sangat tinggi dapat mempengaruhi pasar input dan pasar output. Selanjutnya Dutilly-Diane, et al. (2003) mempelajari kegagalan pasar pada rumahtangga petani peternak.
Fenomena-fenomena seperti dijelaskan di atas merupakan perilaku
rumah-tangga petani peternak sebagai produsen dalam aktivitas ekonomi. Rumahrumah-tangga
sebagai produsen dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak apakah sebagai
ternak potong atau ternak kerja dengan tujuan peningkatan pendapatan. Peningkatan
pendapatan ini berkaitan dengan peningkatan konsumsi. Semakin tinggi pendapatan
yang diperoleh rumahtangga maka ada kecenderungan peningkatan pengeluaran
untuk konsumsi. Namun peningkatan pendapatan juga sangat berkaitan dengan harga
output maupun harga input. Harga yang diterima rumahtangga ditentukan oleh
pedagang, disisi lain harga input terus meningkat disebabkan kondisi perekonomian
Negara kita yang berdampak sampai ke daerah-daerah. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah adanya kebijakan pemerintah dalam hal penentuan harga output
maupun harga input.
Perilaku rumahtangga dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas
keadaan ekonomi rumahtangga. Semua keputusan rumahtangga baik keputusan
pengaturan tenaga kerja, keputusan produksi, keputusan konsumsi saling
mempengaruhi satu sama lain. Sehingga perlu dilakukan analisis secara simultan
untuk mengkaji keterkaitan keputusan rumahtangga serta pengaruh biaya transaksi
terhadap keputusan rumahtangga tersebut.
Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Bagaimana struktur dan berapa besar biaya transaksi usaha ternak sapi –
tanaman di Sulawesi Utara.
Bagaimana model ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi – tanaman di
Sulawesi Utara dengan memasukkan komponen biaya transaksi.
Bagaimana pengaruh biaya transaksi terhadap perilaku ekonomi rumahtangga
petani usaha ternak sapi - tanaman dalam penggunaan input, produksi dan
pengeluaran di Sulawesi Utara.
Bagaimana dampak perubahan biaya transaksi, harga output dan harga input
terhadap penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga
petani usaha ternak sapi-tanaman di Sulawesi Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka penelitian ini secara
umum bertujuan mempelajari dampak biaya transaksi terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman di Sulawesi Utara. Secara khusus
1.
2.
3.
4.
Menganalisis struktur dan besarnya biaya transaksi usaha ternak sapi – tanaman
di Sulawesi Utara.
Membangun model ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi – tanaman di
Sulawesi Utara dengan memasukkan komponen biaya transaksi.
Menganalisis pengaruh biaya transaksi terhadap keputusan ekonomi
rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman dalam penggunaan input,
produksi dan pengeluaran rumahtangga di Sulawesi Utara.
Menganalisis dampak perubahan biaya transaksi, harga output dan harga input
terhadap penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga
petani usaha ternak sapi - tanaman di Sulawesi Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :
1.
2.
3.
Penambah pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu ekonomi khususnya
ilmu ekonomi rumahtangga dan pembangunan peternakan.
Bahan masukan bagi pengambil kebijakan bidang peternakan untuk peningkatan
pendapatan rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman pada khususnya dan
pendapatan masyarakat Sulawesi Utara pada umumnya.
Bahan acuan untuk penelitian lanjutan.
1.5.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei dan pengamatan langsung untuk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Wilayah penelitian di Sulawesi Utara dibatasi pada daerah dengan populasi
ternak sapi tertinggi dan merupakan daerah basis peternakan sapi yaitu
Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Penelitian ini dilakukan pada level rumahtangga petani peternak sapi tradisional
di Sulawesi Utara. Penelitian ini mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga
petani usaha ternak sapi-jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi-kelapa di
Bolaang Mongondow.
Dalam penelitian ini tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja sewa tidak
didisagregasikan berdasarkan tenaga kerja suami, isteri dan anak atau tenaga
kerja pria dan wanita.
Biaya transaksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya transaksi
penjualan sapi dari rumahtangga petani peternak sapi ke pedagang pengumpul,
petani peternak sapi ke tukang potong/RPH dan petani peternak ke petani lain.
Biaya transaksi dalam pasar tenaga kerja tidak dianalisis dalam penelitian ini.
Kebijakan pemerintah sebagai salah satu faktor penunjang pengembangan usaha
ternak sapi di Sulawesi Utara. Kebijakan yang dipelajari diantaranya kebijakan
harga output dan harga input. Penelitian ini juga mempelajari dampak non
2.1. Usaha Ternak Sapi Tradisional
Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor
produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan modal untuk menghasilkan produk
peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi tergantung pada tiga unsur yaitu bibit
(breeding), pakan (feeding) dan pengelolaan (management). Pada usaha ternak sapi tradisional yang pemeliharaannya secara ekstensif belum memperhatikan ketiga unsur
tersebut. Penelitian tentang usaha ternak sapi di beberapa daerah menunjukkan bahwa
sistem pemeliharaan ternak sapi masih ekstensif. Hasil penelitian Achmad (1983)
menunjukkan pada umumnya petani memelihara ternak sebagai usaha sambilan dan
kurang mempertimbangkan segi ekonominya. Penelitian Achmad dilakukan
duapuluhan tahun yang lalu namun kenyataannya kondisi usaha ternak sapi masih
seperti penelitian Achmad. Kondisi inilah yang menyebabkan produktivitas ternak
sapi dalam jumlah maupun kemampuan untuk menyediakan daging sangat rendah.
Unsur pengelolaan (management) mencakup pengelolaan breeding, feeding, perkandangan, kesehatan ternak. Pengelolaan juga mencakup penanganan hasil
ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Pemilihan bibit yang baik dan
perkawinan ternak belum menjadi perhatian bagi peternak. Di Kacamatan Lolayan
populasi ternak sapi pedet (0-1 tahun) hanya sekitar 1.79 persen dari populasi sapi
yang ada (Sugeha, 1999). Populasi sapi anak baik jantan maupun betina di Maluku
Utara sekitar 5.4 sampai 12.1 persen dari populasi ternak yang ada. Sedangkan sapi
dara dan jantan muda berkisar 4.6 sampai 10.9 persen, dengan tingkat mortalitas 4.5
populasi ternak lambat disebabkan ternak sapi dewasa dimanfaatkan sebagai tenaga
kerja. Menurut Santoso dan Tuherkih (2003), lambatnya perkembangan ternak sapi
potong disebabkan oleh dua faktor yang bertentangan yaitu populasi ternak yang ada
sedikit namun disisi lain jumlah ternak sapi yang dipotong banyak.
Salah satu cara mengatasi berkurangnya produktivitas hijauan makanan ternak
adalah dengan dilakukannya sistem pertanaman campuran seperti yang pernah diteliti
Yuhaeni et al., (1983). Sistem tersebut merupakan pola penanaman yang bermanfaat bagi ternak maupun tanaman pangan. Hasil penelitian Yuhaeni et al., (1983) menunjukkan adanya beberapa keuntungan yang diperoleh dengan pertanaman
campuran antara jagung dan leguminosa. Keuntungan tersebut diantaranya hasil total menjadi lebih tinggi, masalah hama menjadi berkurang sehingga dapat meningkatkan
pendapatan usahatani dan penggunaan lahan menjadi lebih efisien. Sistem ini dapat
dilakukan dengan mudah dan telah dilakukan oleh petani peternak di Sulawesi Utara.
Hanya saja hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kombinasi atau pola
penanaman campuran tersebut dapat dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Ternak sapi dijual dalam bentuk berat hidup, sehingga penanganan hasil
ternak belum dilakukan oleh petani peternak. Penjualan ternak dilakukan apabila
anggota keluarga membutuhkan uang cash untuk konsumsi atau investasi dalam usahanya, pendidikan maupun kesehatan. Di desa Kanonang II Kecamatan
Kawangkoan penjualan ternak sapi selain karena ada kebutuhan keluarga juga bila
ternak sudah tua dan afkir. Karakteristik penjualan ternak sapi di Kecamatan
Kawangkoan ini berbeda dengan daerah lain di Sulawesi Utara. Ternak sapi yang
kerja (Somba, 2003). Di Kecamatan Kawangkoan terdapat pasar blantik yang kegiatannya jual beli ternak sapi. Kegiatan ini dilakukan oleh rumahtangga petani
peternak setiap minggu sekali pada hari kamis. Penelitian ini akan mencoba
mempelajari perilaku rumahtangga dalam aktivitas ekonomi pada pasar blantik tersebut. Penelitian Suwandi (2005) menunjukkan penjualan ternak sapi di Kabupaten
Sragen juga melalui blantik. Blantik sama dengan pedagang perantara yang wilayah
kerjanya meliputi tingkat dusun, desa sampai lintas kabupaten. Di Sragen penguasaan
pasar didominasi oleh keberadaan blantik yang lebih mempunyai posisi tawar,
walaupun dengan modal yang terbatas. Karakteristik ini berbeda dengan di Minahasa.
Tenaga kerja yang dialokasikan untuk usaha ternak adalah tenaga kerja
anggota keluarga. Pekerjaan yang dilakukan adalah memindahkan ternak dari lahan
pertanian yang satu ke lahan yang lain. Pekerjaan tersebut dilakukan dua kali dalam
sehari yaitu pagi dan sore hari dan bila masih tersedia rumput atau limbah pertanian
yang bisa dikonsumsi ternak. Apabila terjadi kekurangan rumput atau limbah maka
anggota keluarga mencari rumput ditempat lain yang agak jauh dari lokasi kebun atau
pertanian mereka. Aktivitas ini terjadi di daerah mana saja sesuai laporan beberapa
peneliti (Limbong, 1989; Sugeha, 1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003).
Petani peternak memilih cabang usaha ternak dengan tujuan untuk
peningkatan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Fungsi
ternak bagi rumahtangga petani adalah sebagai sumber pendapatan, sumber protein
hewani, sumber tenaga kerja dan sebagai penghasil pupuk. Fungsi lain dari ternak
khususnya dan masyarakat pedesaan umumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa usaha ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani
peternak. Besarnya kontribusi tergantung jenis ternak yang digunakan, cara
pemeliharaan dan alokasi sumberdaya yang tersedia dimasing-masing wilayah.
Teufel et al., (2005) dalam penelitiannya terhadap rumahtangga peternak kambing menemukan bahwa kontribusi ternak kambing sebesar 12.0 persen dari total
pendapatan rumahtangga di Punjab (Pakistan). Penelitian di pusat dan bagian timur
Himalaya wilayah India tersebut menunjukkan ternak ruminansia yang dikelola
rumahtangga adalah ternak sapi, kambing, kerbau dan domba (Rao and Saxena, 1994
dalam International Center for Integreted Mountain Development, 1998). Pemilikan ternak sapi terbesar yaitu 47.5 persen, diikuti oleh ternak kambing 15.8 persen,
kerbau 12.3 persen dan domba 10.4 persen. Dalam penelitian International Center for Integreted Mountain Development (1998) juga ditemukan kontribusi ternak sebesar 20.0 persen terhadap pendapatan rumahtangga di bukit dan gunung Himalaya India.
Demikian pula rumahtangga petani peternak di wilayah Sulawesi Utara dapat
mengandalkan pendapatan yang bersumber dari usaha ternaknya. Besarnya
pendapatan bersumber dari ternak sapi pada rumahtangga di Kecamatan Lolayan
Kabupaten Bolaang Mongondow berkisar antara 29.0 sampai 42.0 persen dari total
pendapatan (Sugeha, 1999). Hasil penelitian Hoda menunjukkan pendapatan petani
peternak dari ternak sapi lebih besar dibanding dengan di Kecamatan Lolayan.
Kontribusi pendapatan berasal dari ternak sapi di Maluku Utara berkisar 36.4 sampai
39.9 persen (Hoda, 2002). Ternak dan tanaman adalah sumber utama rumahtangga
miskin unsur hara, curah hujan tinggi dan kurangnya sumber air irigasi, wilayah
tersebut mempunyai keunggulan komparatif untuk produksi ternak. Menurut Suwandi
(2005), penerapan usahatani padi sawah-sapi potong pola CLS (Crop-Livestock System) meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dan keuntungan sebesar 14.7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-CLS.
Ternak sapi merupakan salah satu alternatif untuk dikembangkan di Sulawesi
Selatan. Pernyataan ini ditunjang dengan informasi bahwa 39.0 persen dari total
rumahtangga pertanian berkecimpung dalam usaha ternak sapi. Namun sistem
pemeliharaan ternak sapi secara ekstensif menyebabkan produktivitasnya rendah
sehingga pendapatan yang dicapai tidak maksimal. Umumnya ternak ini berfungsi
sebagai tenaga kerja dan sebagai penarik beban untuk transportasi atau pengangkut
hasil-hasil pertanian termasuk ternak sapi di Sulawesi Utara (Limbong, 1989; Sugeha,
1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003).
Ternak sapi dapat juga berfungsi sebagai penghasil pupuk yang biasanya
disebut dengan pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan hasil ikutan peternakan
dan bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan. Lebih
lanjut hasil ikutan peternakan tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi biogas.
Hasil ikutan peternakan ini bukan hanya dari ternak sapi potong tetapi juga dari
ternak sapi perah (Hasnudi, 1991). Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi ternak
sapi dengan tanaman dapat memberi manfaat bagi ternak tersebut maupun bagi
tanaman. Ternak menghasilkan pupuk bagi peningkatan produksi tanaman sedangkan
tanaman dapat menyediakan pakan hijauan bagi ternak. Pupuk kompos dapat
selama ini belum menjadi perhatian mereka. Hal ini telah dimanfaatkan oleh petani di
Kabupaten Sragen (Suwandi, 2005).
Nefri (2000) mempelajari perusahaan peternakan sapi potong dengan
menggunakan analisis Goal Programming. Perusahaan tersebut berlokasi di Sukabumi, dulunya merupakan perusahaan industri rumahtangga sekarang menjadi
perusahaan ternak sapi berskala besar. Pemeliharaannya bukan lagi secara ektensif
tetapi sudah secara intensif dengan orientasi bisnis. Pada saat Indonesia dilanda krisis
ekonomi tahun 1998 dikarenakan jatuhnya nilai rupiah, perusahaan tidak melakukan
impor sapi tetapi beralih ke sapi lokal. Namun, dalam kenyataannya permintaan
daging sapi terjadi peningkatan yang melebihi kapasitas produksi. Untuk memenuhi
permintaan yang jauh melebihi kapasitas produksi, perusahaan melakukan impor
daging segar sebesar 25 persen dari kapasitas produksi. Dengan menggunakan bibit
lokal perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3 589 640,- per hari. Hal ini
mengindikasikan walaupun peternak menggunakan bibit lokal tapi pemeliharaannya
secara intensif memberikan keuntungan memadai bagi rumahtangga. Penelitian
Hendayana dan Yusuf (2003) menunjukkan keuntungan usaha penggemukan sapi
potong sekitar 29.0 persen dari total biaya dalam satu periode pemeliharaan.
Ternak sapi merupakan plasma nutfah yang potensial dan secara genetik
mempunyai kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis. Pertimbangan
pemeliharaan ternak sapi dapat dilakukan dengan melihat peranannya terhadap
rumahtangga. Produktivitasnya dapat ditingkatkan dengan melibatkan rumahtangga
petani peternak sapi tersebut maupun pemerintah. Peningkatan produktivitas dapat
kelahiran pedet, memperpendek jarak beranak dan memperpanjang masa produksi
serta mengoptimalkan pengelolaan program perkawinan, guna penyediaan bakalan.
Ternak sapi dipelihara oleh rumahtangga petani peternak dengan melibatkan
anggota keluarganya. Ternak sapi merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih
rumahtangga sebagai penunjang pendapatan mereka. Ternak tersebut dijadikan
sebagai tabungan untuk sewaktu-waktu dijual dengan jumlah uang yang diterima
cukup besar dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga dan
anggotanya. Walaupun kenyataannya ternak sapi masih dipelihara secara tradisional,
tetapi karena melibatkan rumahtangga sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih
serius. Berdasarkan kondisi yang ada maka dirasakan perlu mempelajari lebih dalam
tentang aktivitas rumahtangga petani peternak sapi baik sebagai produsen maupun
sebagai konsumen. Namun sebelum membahas lebih lanjut, perlu pemahaman
sejauhmana pengembangan usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga tersebut.
2.2. Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Usaha te