• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi tergantung pada tiga unsur yaitu bibit (breeding), pakan (feeding) dan pengelolaan (management). Pada usaha ternak sapi tradisional yang pemeliharaannya secara ekstensif belum memperhatikan ketiga unsur tersebut. Penelitian tentang usaha ternak sapi di beberapa daerah menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi masih ekstensif. Hasil penelitian Achmad (1983) menunjukkan pada umumnya petani memelihara ternak sebagai usaha sambilan dan kurang mempertimbangkan segi ekonominya. Penelitian Achmad dilakukan duapuluhan tahun yang lalu namun kenyataannya kondisi usaha ternak sapi masih seperti penelitian Achmad. Kondisi inilah yang menyebabkan produktivitas ternak sapi dalam jumlah maupun kemampuan untuk menyediakan daging sangat rendah.

Unsur pengelolaan (management) mencakup pengelolaan breeding, feeding, perkandangan, kesehatan ternak. Pengelolaan juga mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Pemilihan bibit yang baik dan perkawinan ternak belum menjadi perhatian bagi peternak. Di Kacamatan Lolayan populasi ternak sapi pedet (0-1 tahun) hanya sekitar 1.79 persen dari populasi sapi yang ada (Sugeha, 1999). Populasi sapi anak baik jantan maupun betina di Maluku Utara sekitar 5.4 sampai 12.1 persen dari populasi ternak yang ada. Sedangkan sapi dara dan jantan muda berkisar 4.6 sampai 10.9 persen, dengan tingkat mortalitas 4.5 sampai 5.8 persen (Hoda, 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan

populasi ternak lambat disebabkan ternak sapi dewasa dimanfaatkan sebagai tenaga kerja. Menurut Santoso dan Tuherkih (2003), lambatnya perkembangan ternak sapi potong disebabkan oleh dua faktor yang bertentangan yaitu populasi ternak yang ada sedikit namun disisi lain jumlah ternak sapi yang dipotong banyak.

Salah satu cara mengatasi berkurangnya produktivitas hijauan makanan ternak adalah dengan dilakukannya sistem pertanaman campuran seperti yang pernah diteliti Yuhaeni et al., (1983). Sistem tersebut merupakan pola penanaman yang bermanfaat bagi ternak maupun tanaman pangan. Hasil penelitian Yuhaeni et al., (1983) menunjukkan adanya beberapa keuntungan yang diperoleh dengan pertanaman campuran antara jagung dan leguminosa. Keuntungan tersebut diantaranya hasil total menjadi lebih tinggi, masalah hama menjadi berkurang sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahatani dan penggunaan lahan menjadi lebih efisien. Sistem ini dapat dilakukan dengan mudah dan telah dilakukan oleh petani peternak di Sulawesi Utara. Hanya saja hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kombinasi atau pola penanaman campuran tersebut dapat dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal.

Ternak sapi dijual dalam bentuk berat hidup, sehingga penanganan hasil ternak belum dilakukan oleh petani peternak. Penjualan ternak dilakukan apabila anggota keluarga membutuhkan uang cash untuk konsumsi atau investasi dalam usahanya, pendidikan maupun kesehatan. Di desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan penjualan ternak sapi selain karena ada kebutuhan keluarga juga bila ternak sudah tua dan afkir. Karakteristik penjualan ternak sapi di Kecamatan Kawangkoan ini berbeda dengan daerah lain di Sulawesi Utara. Ternak sapi yang masih muda ditukar (blantik) dengan sapi yang sudah bisa digunakan sebagai tenaga

kerja (Somba, 2003). Di Kecamatan Kawangkoan terdapat pasar blantik yang kegiatannya jual beli ternak sapi. Kegiatan ini dilakukan oleh rumahtangga petani peternak setiap minggu sekali pada hari kamis. Penelitian ini akan mencoba mempelajari perilaku rumahtangga dalam aktivitas ekonomi pada pasar blantik tersebut. Penelitian Suwandi (2005) menunjukkan penjualan ternak sapi di Kabupaten Sragen juga melalui blantik. Blantik sama dengan pedagang perantara yang wilayah kerjanya meliputi tingkat dusun, desa sampai lintas kabupaten. Di Sragen penguasaan pasar didominasi oleh keberadaan blantik yang lebih mempunyai posisi tawar, walaupun dengan modal yang terbatas. Karakteristik ini berbeda dengan di Minahasa.

Tenaga kerja yang dialokasikan untuk usaha ternak adalah tenaga kerja anggota keluarga. Pekerjaan yang dilakukan adalah memindahkan ternak dari lahan pertanian yang satu ke lahan yang lain. Pekerjaan tersebut dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari dan bila masih tersedia rumput atau limbah pertanian yang bisa dikonsumsi ternak. Apabila terjadi kekurangan rumput atau limbah maka anggota keluarga mencari rumput ditempat lain yang agak jauh dari lokasi kebun atau pertanian mereka. Aktivitas ini terjadi di daerah mana saja sesuai laporan beberapa peneliti (Limbong, 1989; Sugeha, 1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003).

Petani peternak memilih cabang usaha ternak dengan tujuan untuk peningkatan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Fungsi ternak bagi rumahtangga petani adalah sebagai sumber pendapatan, sumber protein hewani, sumber tenaga kerja dan sebagai penghasil pupuk. Fungsi lain dari ternak adalah sebagai ternak bibit dan tabungan rumahtangga (Santoso et al.,1983). Usaha ternak merupakan penunjang terhadap pendapatan rumahtangga petani peternak

khususnya dan masyarakat pedesaan umumnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani peternak. Besarnya kontribusi tergantung jenis ternak yang digunakan, cara pemeliharaan dan alokasi sumberdaya yang tersedia dimasing-masing wilayah.

Teufel et al., (2005) dalam penelitiannya terhadap rumahtangga peternak kambing menemukan bahwa kontribusi ternak kambing sebesar 12.0 persen dari total pendapatan rumahtangga di Punjab (Pakistan). Penelitian di pusat dan bagian timur Himalaya wilayah India tersebut menunjukkan ternak ruminansia yang dikelola rumahtangga adalah ternak sapi, kambing, kerbau dan domba (Rao and Saxena, 1994 dalam International Center for Integreted Mountain Development, 1998). Pemilikan ternak sapi terbesar yaitu 47.5 persen, diikuti oleh ternak kambing 15.8 persen, kerbau 12.3 persen dan domba 10.4 persen. Dalam penelitian International Center for Integreted Mountain Development (1998) juga ditemukan kontribusi ternak sebesar 20.0 persen terhadap pendapatan rumahtangga di bukit dan gunung Himalaya India.

Demikian pula rumahtangga petani peternak di wilayah Sulawesi Utara dapat mengandalkan pendapatan yang bersumber dari usaha ternaknya. Besarnya pendapatan bersumber dari ternak sapi pada rumahtangga di Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow berkisar antara 29.0 sampai 42.0 persen dari total pendapatan (Sugeha, 1999). Hasil penelitian Hoda menunjukkan pendapatan petani peternak dari ternak sapi lebih besar dibanding dengan di Kecamatan Lolayan. Kontribusi pendapatan berasal dari ternak sapi di Maluku Utara berkisar 36.4 sampai 39.9 persen (Hoda, 2002). Ternak dan tanaman adalah sumber utama rumahtangga pedesaan di Sahelian zones Afrika (Dutilly-Diane et al., 2003). Suatu lahan yang

miskin unsur hara, curah hujan tinggi dan kurangnya sumber air irigasi, wilayah tersebut mempunyai keunggulan komparatif untuk produksi ternak. Menurut Suwandi (2005), penerapan usahatani padi sawah-sapi potong pola CLS (Crop-Livestock System) meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dan keuntungan sebesar 14.7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-CLS.

Ternak sapi merupakan salah satu alternatif untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan. Pernyataan ini ditunjang dengan informasi bahwa 39.0 persen dari total rumahtangga pertanian berkecimpung dalam usaha ternak sapi. Namun sistem pemeliharaan ternak sapi secara ekstensif menyebabkan produktivitasnya rendah sehingga pendapatan yang dicapai tidak maksimal. Umumnya ternak ini berfungsi sebagai tenaga kerja dan sebagai penarik beban untuk transportasi atau pengangkut hasil-hasil pertanian termasuk ternak sapi di Sulawesi Utara (Limbong, 1989; Sugeha, 1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003).

Ternak sapi dapat juga berfungsi sebagai penghasil pupuk yang biasanya disebut dengan pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan hasil ikutan peternakan dan bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan. Lebih lanjut hasil ikutan peternakan tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi biogas. Hasil ikutan peternakan ini bukan hanya dari ternak sapi potong tetapi juga dari ternak sapi perah (Hasnudi, 1991). Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi ternak sapi dengan tanaman dapat memberi manfaat bagi ternak tersebut maupun bagi tanaman. Ternak menghasilkan pupuk bagi peningkatan produksi tanaman sedangkan tanaman dapat menyediakan pakan hijauan bagi ternak. Pupuk kompos dapat dimanfaatkan petani peternak di Sulawesi Utara sebagai sumber pendapatan yang

selama ini belum menjadi perhatian mereka. Hal ini telah dimanfaatkan oleh petani di Kabupaten Sragen (Suwandi, 2005).

Nefri (2000) mempelajari perusahaan peternakan sapi potong dengan menggunakan analisis Goal Programming. Perusahaan tersebut berlokasi di Sukabumi, dulunya merupakan perusahaan industri rumahtangga sekarang menjadi perusahaan ternak sapi berskala besar. Pemeliharaannya bukan lagi secara ektensif tetapi sudah secara intensif dengan orientasi bisnis. Pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998 dikarenakan jatuhnya nilai rupiah, perusahaan tidak melakukan impor sapi tetapi beralih ke sapi lokal. Namun, dalam kenyataannya permintaan daging sapi terjadi peningkatan yang melebihi kapasitas produksi. Untuk memenuhi permintaan yang jauh melebihi kapasitas produksi, perusahaan melakukan impor daging segar sebesar 25 persen dari kapasitas produksi. Dengan menggunakan bibit lokal perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3 589 640,- per hari. Hal ini mengindikasikan walaupun peternak menggunakan bibit lokal tapi pemeliharaannya secara intensif memberikan keuntungan memadai bagi rumahtangga. Penelitian Hendayana dan Yusuf (2003) menunjukkan keuntungan usaha penggemukan sapi potong sekitar 29.0 persen dari total biaya dalam satu periode pemeliharaan.

Ternak sapi merupakan plasma nutfah yang potensial dan secara genetik mempunyai kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis. Pertimbangan pemeliharaan ternak sapi dapat dilakukan dengan melihat peranannya terhadap rumahtangga. Produktivitasnya dapat ditingkatkan dengan melibatkan rumahtangga petani peternak sapi tersebut maupun pemerintah. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki efisiensi produksinya, antara lain meningkatkan

kelahiran pedet, memperpendek jarak beranak dan memperpanjang masa produksi serta mengoptimalkan pengelolaan program perkawinan, guna penyediaan bakalan.

Ternak sapi dipelihara oleh rumahtangga petani peternak dengan melibatkan anggota keluarganya. Ternak sapi merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih rumahtangga sebagai penunjang pendapatan mereka. Ternak tersebut dijadikan sebagai tabungan untuk sewaktu-waktu dijual dengan jumlah uang yang diterima cukup besar dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga dan anggotanya. Walaupun kenyataannya ternak sapi masih dipelihara secara tradisional, tetapi karena melibatkan rumahtangga sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Berdasarkan kondisi yang ada maka dirasakan perlu mempelajari lebih dalam tentang aktivitas rumahtangga petani peternak sapi baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Namun sebelum membahas lebih lanjut, perlu pemahaman sejauhmana pengembangan usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga tersebut.