• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosis .1 Mutu sensori .1 Mutu sensori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sosis .1 Mutu sensori .1 Mutu sensori

Uji sensori adalah uji dengan menggunakan indra yang terdapat pada manusia. Disebut uji sensori karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra (Soekarto 1990). Uji sensori yang dilakukan pada penelitian tahap I ini adalah uji kesukaan, yang meliputi warna, penampakan, tekstur, aroma, dan rasa. Uji dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap semua produk yang dihasilkan dan tingkat kesukaannya.

1) Warna

Uji sensori warna ditujukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap warna sosis yang dihasilkan. Warna penting bagi banyak makanan, baik makanan yang tidak diproses maupun makanan yang diproses. Bersama-sama dengan bau, rasa, dan tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan 1997).

Secara visual, faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain (Winarno 1997). Dalam proses pembuatannya, sosis ini tidak ditambahkan dengan pewarna, baik alami maupun sintetik, sehingga warna yang dihasilkan adalah putih.

Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter warna dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 5,44-6,08 (agak suka sampai suka). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai

sebesar 1% dan karagenan 0% sebesar 6,08 (suka). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) pada parameter warna sosis ikan menunjukkan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (α=0,05). Hal ini terjadi karena sosis yang umumnya ditemui adalah sosis yang berwarna, misalnya merah, sedangkan sosis yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sosis yang berwarna putih karena tidak menggunakan bahan pewarna, baik sintetik maupun alami. Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap parameter warna disajikan pada Gambar 5.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 5 Histogram nilai rata-rata uji sensori warna

Bagi panelis semua sosis yang diujikan memiliki nilai warna yang cenderung sama dan cenderung agak disukai. Tepung karagenan dan isolat protein kedelai tidak memberikan pengaruh terhadap warna dari sosis yang dihasilkan. Karagenan memiliki warna yang putih kecoklatan.

2) Penampakan

Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan baik atau disukai, maka konsumen melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa, dst). Meskipun

Keterangan:

ISP 0% = Isolat protein kedelai 0% ISP 0,5% = Isolat protein kedelai 0,5% ISP 1% = Isolat protein kedelai 1%

6,08a 5,56a 5,44a 5,8 a 6,04a 5,96a 5,8a 5,76a 5,76a 0 1 2 3 4 5 6 7

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi penampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen (Soekarto 1985).

Nilai rata-rata uji sensori pada parameter penampakan dari sembilan perlakuan yang dihasilkan berkisar antara 6-6,32 (suka). Nilai rata-rata paling tinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0% sebesar 6,32 (suka) dan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 6 (suka). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap

parameter penampakan disajikan pada Gambar 6.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 6 Histogram nilai rata-rata uji sensori penampakan.

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan pengaruh penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05). Dengan kata lain perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap penampakan dari sosis, hal ini diduga karena sosis yang dihasilkan memiliki penampakan yang seragam, sehingga penilaian panelis tidak jauh berbeda.

3) Tekstur

Tekstur adalah halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh dengan jari atau indra pengecap oleh panelis. Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur adalah kasar serta halusnya, dan empuk tidaknya sosis yang dihasilkan.

6,28a 6,32a 6a 6,24 6,04a a 6,16a 6,04a 6,2a 6,04a 0 1 2 3 4 5 6 7

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

Tekstur makanan dapat dievaluasi dengan uji mekanika (metode instrumen) atau dengan analisis secara penginderaan menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis. Dalam banyak kasus, terdapat kesulitan untuk mengaitkan hasil yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan instrumen dan alat indera. Kemampuan protein untuk menyerap dan menahan air mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur dari suatu makanan (Rompis 1998).

Nilai rataan uji sensori parameter tekstur dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 5,64-6,68 (agak suka sampai suka). Nilai rataan tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1% sebesar 6,68 (suka). Hal ini diduga karena penggunaan karagenan dan isolat protein kedelai dapat meningkatkan tekstur dari sosis yang dihasilkan. Karagenan dapat meningkatkan daya mengikat air sehingga dapat memperbaiki tekstur produk (Keeton 2001). Nilai rata-rata terendah pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% sebesar 5,64 (agak suka). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap parameter tekstur disajikan pada Gambar 7.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 7 Histogram nilai rata-rata uji sensori tekstur.

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) untuk parameter tekstur pada sosis ikan kurisi menunjukkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan

6,44ab 6,28ab 5,92ab 6,16 5,84ab 6,04ab ab 6,12ab 6,68b 5,64a 0 1 2 3 4 5 6 7 8

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap sosis yang dihasilkan. Uji lanjut Tukey (Lampiran 12) diketahui bahwa sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% berbeda nyata (α = 0,05) dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan

1%, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (α = 0,05). Matulis et. al. (1995) melaporkan bahwa penggunaan isolat protein kedelai dapat

membuat tekstur menjadi rapuh. Tekstur sosis yang rapuh terjadi akibat tidak cukup kuatnya lemak atau minyak terikat oleh protein. Protein dari isolat protein seharusnya mengikat lemak, tetapi dengan adanya karagenan, maka protein akan lebih kuat mengikat karagenan, karena karagenan dapat berikatan dengan protein. Isolat protein kedelai bersifat higroskopis. Jika adonan ditambahkan dengan isolat protein kedelai, maka isolat protein tersebut akan menyerap air dalam adonan. Air dalam adonan menyebabkan proses gelatinisasi menjadi kurang sempurna, sehingga sosis yang dihasilkan menjadi cenderung keras.

4) Aroma

Pada umumnya kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap sangat penting dilakukan uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap parameter aroma disajikan pada Gambar 8.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata 5,16a 4,92a 4,72a 5 a 5,16a 5,08a 4,76a 5a 5,04a 0 1 2 3 4 5 6

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

5,4a 5,24a 5,2a 5,52 a 5,52a 5,68a 5,36a 5,72a 5,4a 0 1 2 3 4 5 6 7

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% Gambar 8 Histogram nilai rata-rata uji sensori aroma.

Nilai rataan uji sensori parameter aroma dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 4,72-5,16 (biasa sampai agak suka). Nilai rataan tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% serta perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% yang memiliki nilai sama yaitu 5,16 (agak suka), nilai terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 4,72 (biasa).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (α = 0,05) terhadap aroma dari sosis yang dihasilkan. Aroma pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks yang berasal dari bumbu yang ditambahkan.

5) Rasa

Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk, dalam hal ini terkait dengan selera konsumen. Konsumen bersedia membayar mahal pada makanan yang enak atau yang mereka sukai, tanpa mempertimbangkan komposisi gizi dan sifat-sifat objektif lainnya (Rompis 1998).

Maghfiroh (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu produk diterima atau tidak oleh konsumen adalah dari segi rasa. Walaupun parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak disukai, maka produk akan ditolak. Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap parameter rasa disajikan pada Gambar 9.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 9 Histogram nilai rata-rata uji sensori rasa.

Nilai rataan uji sensori parameter rasa dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 5,2 hingga 5,72 (agak suka). Nilai rataan tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% sebesar 5,72 (agak suka) sedangkan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 5,2 (agak suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap rasa dari sosis yang dihasilkan. Rasa pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks.

4.1.2 Sifat fisik 4.1.2.1 Uji lipat

Uji lipat bertujuan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis secara subjektif. Uji lipat dilakukan terhadap produk untuk mengetahui kualitas kekuatan gel. Uji lipat secara luas digunakan oleh industri karena sederhana dan dengan cepat dapat menunjukkan kekuatan gel. Metode ini cocok untuk memisahkan antara gel bermutu tinggi dan rendah, tetapi tidak sensitif untuk membedakan antara gel yang bermutu baik dengan gel yang bermutu sangat baik (Sarrizki 2004). Histogram nilai rata-rata uji lipat disajikan pada Gambar 10.

4,8c 4,88c 4,76c4,64bc 4,76c 3,96a 4,76c 4,88c 4,16ab 0 1 2 3 4 5 6

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 10 Histogram nilai rata-rata uji lipat

Nilai rataan uji lipat berkisar antara 3,96 hingga 4,88 (retak bila dilipat setengah lingkaran sampai tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran). Nilai tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0% serta penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% yang memiliki nilai sama (tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran), sedangkan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% (retak bila dilipat setengah lingkaran).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13) diperoleh bahwa pengaruh perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05), dengan kata lain, perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang tidak sama. Uji lanjut Tukey (Lampiran 14) menyatakan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0% serta perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% memiliki nilai tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

4.1.2.2 Uji gigit

Uji gigit (cutting test) memberikan taksiran secara subjektif untuk mengetahui kekuatan gel dan kekenyalan sosis ikan. Histogram nilai rata-rata uji gigit disajikan pada Gambar 11.

7,12 a 7 a 6,92 a 7 a 6,08 a 6,68 a 6,76 a 6,88 a 6,04 a 0 1 2 3 4 5 6 7 8

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i

538,84 545,13a 630,88bc 618,63b 624,75b 637bc 637bc 655,38bc 673,75c 539a 0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00 800,00

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1% Konsent rasi perlakuan

N ila i k e k u a ta n g e l ( g c m )

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 11 Histogram nilai rata-rata uji gigit

Nilai rataan uji gigit berkisar antara 6,04 hingga 7,12 (dapat diterima sampai cukup kuat). Nilai tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% sebesar 7,12 (cukup kuat) sedangkan nilai terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% sebesar 6,04 (dapat diterima).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13) diperoleh bahwa pengaruh perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (α = 0,05) terhadap uji gigit, dengan kata lain, perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang sama.

4.1.2.3 Kekuatan gel

Hasil analisis statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel dari sosis yang dihasilkan (α : 0,05). Nilai rata-rata uji kekuatan gel ini berkisar antara 538,84 g cm (pada sosis pembanding) sampai 673,75 g cm pada sosis dengan perlakuan karagenan 1% dan isolat protein kedelai 0,5%. Histogram nilai rata-rata kekuatan gel disajikan pada Gambar 12.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 12 Histogram nilai rata-rata kekuatan gel

Semakin tinggi konsentrasi tepung karagenan dan isolat protein kedelai, maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin besar. Karagenan juga memiliki fungsi sebagai stabilizer, sehingga dengan adanya penambahan karagenan akan dapat meningkatkan kekuatan gel dari sosis. Kekuatan gel yang dihasilkan dimungkinkan karena adanya interaksi antara karagenan dan isolat protein kedelai, dimana kedua bahan tersebut berikatan kuat, sehingga akan terbentuk gel yang kuat. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa karagenan lebih bersifat water binding, dan isolat memiliki tingkat kepolaran yang tinggi yang dapat membentuk matriks yang kuat apabila berikatan dengan air, sehingga secara tidak langsung karagenan akan mengikat protein dari isolat protein yang kemudian akan membuat gel menjadi lebih kuat.

Semakin banyak gugus polar dari unit-unit asam amino protein, maka semakin hidrofilik protein tersebut dan berarti semakin rendah kemampuannya dalam menyerap lemak, sebaliknya semakin banyak gugus non polar yang dimiliki protein berarti semakin rendah sifat hidrofiliknya atau semakin lipofilik dan semakin besar kemampuannya dalam mengikat minyak atau lemak (Yulianti 2003).

Lin et. al. (1974) menyatakan bahwa daya serap lemak akan semakin meningkat dengan semakin tingginya kandungan sisi non polar dari protein, selain itu dinyatakan juga bahwa persentase penyerapan lemak menurun dengan meningkatnya kelarutan protein dalam air. Pada sosis dengan perlakuan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1%, kekuatan gel yang dihasilkan menurun, hal ini dimungkinkan terjadi karena protein seharusnya mengikat lemak dalam jumlah besar, tetapi dengan adanya karagenan membuat ikatan antara lemak dan protein menjadi lebih sedikit yang kemudian akan menyebabkan lemak menjadi banyak yang hilang ketika proses pemasakan. Salah satu komponen dalam pembentukan gel adalah lemak, sehingga apabila lemak yang terikat tidak optimal, maka akan dihasilkan sosis dengan gel yang lemah, dengan kata lain sosis memiliki sifat yang rapuh.

4.1.2.4 Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu tekstur sosis. Menurut Ranggana (1986), kekerasan didifinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Kekerasan dalam penelitian ini dinyatakan dalam besarnya gaya yang

424,7 845,25bc 312,38a 679,88ab 869,75bc 790,13bc 753,38bc 575,75ab 704,13bc 986,13c 0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsent rasi perlakuan

N il a i ke ke ra sa n ( g c m )

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil

dikeluarkan untuk memotong sosis. Semakin besar gaya yang digunakan menunjukkan semakin keras sosis tersebut.

Hasil analisis statistik (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan dari sosis yang dihasilkan (α : 0,05). Nilai rata-rata uji kekerasan ini berkisar antara 312,38 g cm pada sosis dengan perlakuan tanpa penggunaan isolat protein kedelai dan karagenan, sampai 986,13 g cm pada sosis dengan perlakuan penambahan karagenan 1% dan isolat protein kedelai 1%. Histogram nilai rata-rata kekerasan disajikan pada Gambar 13.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 13 Histogram nilai rata-rata kekerasan

Isolat protein kedelai mempunyai sifat higroskopis. Semakin tinggi kadar isolat protein kedelai yang ditambahkan, maka akan semakin banyak air dalam adonan yang akan terserap. Sosis yang ditambah dengan isolat protein kedelai dan karagenan memiliki tekstur yang lebih keras jika dibandingkan dengan sosis yang tidak ditambah dengan isolat protein kedelai dan karagenan, hal ini disebabkan penambahan isolat protein kedelai akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein yang menyebabkan tekstur menjadi lebih kompak. Lin et al. (1974) menyatakan bahwa produk yang ditambahkan dengan isolat protein kedelai akan memiliki tekstur yang lebih keras dibanding produk yang tidak ditambah dengan isolat protein kedelai. Dari

95,30 94,36a 94,48a 93,64a 93,73a 94,27a 94,66a 94,6a 94,2a 94,62a 92,50 93,00 93,50 94,00 94,50 95,00 95,50

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsent rasi perlakuan

N ila i e la stis ita s ( % )

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil

histogram terlihat bahwa semakin tinggi kadar isolat protein yang ditambahkan, maka tingkat kekerasan dari sosis juga akan semakin meningkat.

4.1.2.5 Elastisitas

Elastisitas atau yang sering disebut juga dengan kekenyalan adalah rheologi produk pangan terhadap daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang bersifat dapat merubah bentuk (Soekarto 1990). Gaya tekan terhadap produk mula-mula menyebabkan perubahan produk, baru kemudian memecahkan produk tersebut setelah mengalami perubahan. Sifat ini sangat penting kaitannya dengan mutu produk pangan yang berbetuk gel.

Hasil pengukuran rheoner 3305 terhadap sembilan sosis yang diuji diperoleh nilai kekenyalan yang tidak jauh berbeda. Nilai tertinggi adalah pada sosis komersil sebesar 95,30 sedangkan nilai terendah pada sosis dengan perlakuan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% sebesar 93,64. Histogram nilai rata-rata elastisitas disajikan pada Gambar 14.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 14 Histogram nilai rata-rata elastisitas.

Hasil analisis statistik (Lampiran 20) menyatakan bahwa elastisitas sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein dan karagenan pada konsentrasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α : 0,05).

90,34 84,88abc 86,15abc 84,5ab88,2bc 85,84abc 83,32ab 81,29a 89,7c 84,38ab 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsent rasi perlakuan

N ila i s ta b ilita s e m u ls i ( % )

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil

Elastisitas sosis tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan protein tetapi ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi. Selain itu, elastisitas erat kaitannya dengan kandungan air, tekstur akan berubah dengan berubahnya kandungan air. Selain kandungan air, ada faktor lain yang juga berperan terhadap elastisitas, diantaranya adalah kandungan lemak, protein, dan gula (Potter 1973).

4.1.2.6 Stabilitas emulsi

Kestabilan emulsi diukur dengan mengukur daya tahan kestabilannya terhadap perubahan suhu yang ekstrem. Analisis statistik (Lampiran 21) memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap stabilitas emulsi. Nilai tertinggi terdapat pada sosis komersil, yaitu sebesar 90,34% sedangkan nilai terendah yaitu pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebesar 1% yaitu 81,29%. Semakin besar kadar isolat protein dan karagenan yang ditambahkan ke dalam adonan, maka stabilitas emulsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Stabilitas emulsi hanya meningkat pada perlakuan penambahan isolat protein sebesar 0% dan karagenan 0,5%. Hal ini dimungkinkan karena pada perlakuan tersebut stabilitas emulsi mencapai titik optimal, yang terlihat dari nilai yang dihasilkan merupakan nilai terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Histogram nilai rata-rata stabilitas emulsi disajikan pada Gambar 15.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 15 Histogram nilai rata-rata stabilitas emulsi.

Selama pembuatan adonan sosis maupun emulsi, protein mempunyai dua fungsi, yaitu menyelubungi lemak dan mengikat air. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka sosis yang dihasilkan tidak akan stabil dan emulsi yang dihasilkan akan pecah selama pemasakan (Rust 1987). Semakin tinggi konsentrasi karagenan, maka akan semakin banyak lemak yang terlepas, sehingga stabilitas emulsi juga akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ariyani (2005), bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka semakin banyak lemak yang terlepas sehingga stabilitas emulsinya semakin rendah. Hal ini dapat disebabkan karagenan lebih berfungsi sebagai water binding (pengikat) air daripada sebagai pengikat lemak (fat binding). Hal ini dapat ditunjukkan dengan tidak larutnya karagenan dalam lemak, tetapi karagenan dapat berikatan dengan protein, baik protein yang berasal dari daging, susu skim, maupun protein yang berasal dari penambahan isolat protein. Semakin tinggi aktivitas emulsi yang dimiliki suatu isolat protein, menunjukkan semakin baik kemampuannya dalam membentuk emulsi, dengan demikian isolat tersebut dapat berfungsi sebagai emulsifier yang baik. Isolat protein kedelai memiliki tingkat kepolaran tinggi yang akan menyebabkan fase protein-air membentuk matriks yang lebih kuat, sehingga butiran-butiran lemak yang dapat diselubungi akan semakin banyak, akibatnya emulsi akan lebih stabil. Pada produk yang kaya lemak, lemak akan diikat oleh kutub positif protein. Penambahan karagenan menyebabkan protein akan lebih mengikat karagenan dan air sehingga ikatan lemak oleh protein menjadi berkurang. Hal ini mengakibatkan pada saat pengovenan selama pengujian stabilitas emulsi banyak lemak yang lepas. Semakin banyak lemak yang terlepas pada saat pemasakan maka stabilitas emulsi akan menurun dan akhirnya akan pecah.

4.1.3 Sifat kimia

4.1.3.1 Nilai pH (sebelum penyimpanan)

Salah satu faktor yang menentukan dalam pembuatan sosis masak adalah pH. Pengukuran pH sosis bertujuan untuk mengetahui kualitas sosis yang dihasilkan.

6,73 6,81 7,06 6,79 6,82 7,08 6,83 6,95 7,09 0 1 2 3 4 5 6 7 8

ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%

Konsentrasi perlakuan

N

ila

i p

H

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%

Nilai rata-rata pH sosis yang dihasilkan berkisar antar 6,73 hingga 7,09. Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1%, sedangkan nilai terendah terdapat pada sosis dengan perlakuan tanpa penambahan isolat protein kedelai dan karagenan. Histogran rata-rata nilai pH sebelum penyimpanan disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Histogran rata-rata nilai pH sosis sebelum penyimpanan

Rata-rata nilai pH dari sembilan sosis yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan. Terlihat bahwa semakin meningkatnya konsentrasi karagenan yang digunakan, maka nilai pH dari sosis juga akan semakin meningkat. Hal ini karena karagenan akan stabil pada pH 7, dan pada saat pH lebih rendah dari 7 maka polimer karagenan akan terhidrolisa sehingga kemampuan membentuk gel menjadi berkurang.

4.1.3.2 Kadar air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

Dokumen terkait