• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosis selama Penyimpanan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Karakteristik Sosis selama Penyimpanan

% )

karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%

Pengujian karbohidrat dilakukan dengan metode by different, yaitu dengan cara mengurangkan 100% dengan total rata-rata komponen lain (air, abu, protein, dan lemak). Nilai rata-rata kadar karbohidrat berkisar antara 20,71% sampai 21,93%. Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 0,5% dan karagenan 1%, sedangkan nilai terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 0% dan karagenan 1%. Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat disajikan pada Gambar 21.

Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

Gambar 21 Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat

Analisis statistik terhadap kadar karbohidrat (Lampiran 31) menunjukkan bahwa kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai tidak memberikan pengaruh yang nyata (α : 0,05) terhadap kadar karbohidrat dari sosis yang dihasilkan. Hal ini karena karagenan dan isolat protein kedelai memiliki kadar karbohidrat yang kecil, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap total karbohidrat yang terkandung dalam setiap sosis.

4.2 Karakteristik Sosis selama Penyimpanan

Beberapa rangkaian uji telah dilakukan sehingga diperoleh sosis terpilih dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebanyak 1%. Pertimbangan dalam pemilihan sosis dengan perlakuan ini adalah karena sosis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Minggu ke-Ni la i p H Chilling Freezing

terpilih memiliki nilai kekuatan gel yang hampir sama dengan pembanding. Sosis ikan belum memiliki standar yang pasti dalam segala jenis uji baik fisik maupun kimia, sehingga diambil keputusan untuk membandingkan sosis hasil penelitian dengan sosis komersil yang ada di pasaran. Kekuatan gel digunakan sebagai parameter untuk menentukan sosis terpilih karena sosis merupakan produk gel dan emulsi. Nilai uji emulsi dari sosis pembanding dengan sosis terpilih terdapat sedikit perbedaan, tetapi apabila didukung dengan uji organoleptik, sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebanyak 1% merupakan sosis yang paling disukai oleh panelis.

4.2.1 Nilai pH (setelah penyimpanan)

Nilai pH merupakan ukuran keadaan asam atau basa suatu bahan, dan sering digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan, karena pengontrolan nilai pH merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan organisme pembusuk (Gaman dan Sherrington 1992).

Nilai pH sosis ikan kurisi selama penyimpanan memperlihatkan rata-rata penurunan setiap minggunya. Nilai pH yang cenderung menurun ini diduga disebabkan oleh pecahnya lemak menjadi asam-asam lemak dan karena hidrolisa mikrobiologis oleh kapang atau bakteri ataupun karena reaksi oksidasi yang terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa dengan berat molekul yang rendah, seperti asam, lemak, alkohol, dan karbonil (Labuza 1998 diacu dalam Subyantoro 1996). Kurva nilai pH sosis disajikan pada Gambar 22.

y = 0,9843Ln(x) + 0,7031 R2 = 0,8683 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu ke -L oga ritm ik ba kt er i

Chilling Freezing Log. (Freezing)

Penyimpanan dengan suhu chilling menunjukkan penurunan nilai pH yang lebih cepat tejadi daripada penurunan nilai pH pada penyimpanan suhu freezing. Hal ini terjadi karena pada suhu chilling masih banyak bakteri psikrofilik yang dapat bertahan hidup, dimana bakteri merupakan salah satu penyebab turunnya nilai pH dari suatu makanan. Mikroorganisme psikrofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu lemari es, terutama di antara 0 – 5oC. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum maupun sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikroba (Buckle et. al. 1987).

4.2.2 Total Mikroba (Total Plate Count atau TPC)

Bahan pangan jarang sekali dijumpai dalam keadaan steril, walaupun ada beberapa bahan pangan yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Dengan demikian, keberadaan mikroorganisme berperan dalam penentuan mutu bahan pangan. Mutu mikroba dalam suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikroba ini menentukan ketahanan atau daya simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakannya oleh mikroba dan keamanan pangan dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat dalam produk tersebut (Buckle et. al. 1987).

Jumlah total mikroorganisme akan menentukan mutu dari produk pangan, dimana jumlah total mikroorganisme yang lebih rendah dari batas aman menunjukkan bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi. Batas maksimum untuk jumlah total mikroorganisme untuk setiap produk pangan berbeda-beda. Kurva pertumbuhan bakteri selama penyimpanan disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Kurva pertumbuhan bakteri selama penyimpanan

Kurva pertumbuhan mikroba selama penyimpanan memperlihatkan jumlah bakteri yang tumbuh pada suhu chilling lebih besar daripada penyimpanan dengan suhu freezing, selain itu laju pertumbuhan bakteri pada suhu chilling juga lebih cepat daripada pertumbuhan bakteri pada suhu freezing. Hal ini dapat terjadi karena pada suhu chilling masih banyak bakteri yang dapat tumbuh, terutama bakteri jenis psikrofilik, dimana bakteri ini dapat hidup pada kisaran suhu -15oC hingga suhu 20oC dengan suhu optimum pertumbuhan pada suhu 10oC (Buckle et al. 1987).

Penyimpanan dengan suhu chilling hanya akan melemahkan daya tahan dari bakteri itu saja, sedangkan penyimpanan pada suhu freezing akan dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri (Buckle et al. 1987). Pendinginan dengan menggunakan suhu chilling, akan memperlambat pertumbuhan dan melemahkan daya tahan mikroba, sedangkan pendinginan dengan suhu freezing, selain faktor suhu rendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, juga akan terjadi reduksi aktivitas air (aw) (Gauld 1989).

Konsentasi oksigen dan lingkungan juga mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh dalam bahan makanan. Penggunaan pengemas yang tidak kedap udara berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam sosis, terutama mikroorganisme aerob. Selain itu beberapa jasad renik bersifat heterotrof atau dapat hidup dimana saja. Bakteri memerlukan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya. Sosis merupakan produk pangan yang kaya akan protein. Protein merupakan salah satu substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri (sumber nitrogen), terutama bagi bakteri proteolitik. Kandungan karbohidrat juga merupakan sumber karbon dan energi bagi bakteri.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada sosis terpilih adalah pH. Nilai pH sosis terpilih yang relatif netral (7,09) merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya bakteri. Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik pada pH pangan antara 6,6 dan 7,5 (netral). Daging dan pangan hasil laut

lebih mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, karena pH pangan tersebut mendekati 7,0 (Gaman dan Sherrington 1992).

Dari pengamatan terhadap sosis yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa sosis yang disimpan menggunakan suhu freezing masih layak untuk dikonsumsi hingga minggu ke-8. Pendugaan umur simpan untuk sosis yang disimpan pada suhu freezing mengikuti persamaan y = 0,9843Ln(x) + 0,7031. Sosis yang disimpan pada suhu chilling sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi pada minggu ke-4, hal ini disebabkan karena jumlah bakteri yang tumbuh sudah melebihi ambang batas yang ditentukan dalam SNI bahan pangan, yaitu sebesar 1 x 105.

Dokumen terkait