• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK USAHA KERAJINAN BAMBU DI DESA GUNUNG BUNDER

Mata Pencaharian Penduduk Desa Gunung Bunder

KARAKTERISTIK USAHA KERAJINAN BAMBU DI DESA GUNUNG BUNDER

Bab ini menguraikan mengenai karakteristik usaha kerajinan di Desa Gunung Bunder I yang terbagi ke dalam beberapa subbab. Subbab pertama membahas mengenai potensi kerajinan bambu Desa Gunung Bunder I, subbab kedua membahas mengenai lama berusaha dalam sektor kerajinan bambu, subbab ketiga membahas mengenai jenis kerajinan bambu yang diproduksi, dan di subbab akhir diberikan ikhtisar singkat yang menggambarkan keseluruhan isi bab ini.

Potensi Kerajinan Bambu Desa Gunung Bunder I

Wilayah Desa Gunung Bunder I yang kaya akan potensi alam merupakan modal utama kehidupan masyarakat. Salah satu potensi alam tersebut adalah potensi hutan bambu yang menyebar di seluruh kawasan Desa Gunung Bunder I. Potensi bambu tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di lingkungan RW 08 sebagai modal utama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi atau menjadi mata pencaharian masyarakat dengan maraknya profesi sebagai pengrajin bilik bambu.

Mata pencaharian sebagai pengrajin bilik bambu sudah dilakukan oleh masyarakat di wilayah RW 08 Desa Gunung Bunder I dari generasi ke generasi. Berdasarkan penelusuran jejak sejarah kerajinan bambu ini diketahui bahwa usaha ini sudah ada sejak tahun 1960an, dimana masyarakat menganggap profesi sebagai pengrajin bilik bambu adalah salah satu profesi yang menjadi identitas RW 08 atau Kampung Legok Nyenang. Terdapat tiga jenis bambu utama yang digunakan oleh masyarakat dalam membuat bilik bambu. Yaitu:

1. Bambu andong (Gigantochloa verticillata), Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) dalam Dirga (2012), bambu andong atau bambu gombong memiliki sinonim antara lain Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel) Widjaja, Bambusa pseudoarundinaceae Steudel dan Gigantochloa 13 maxima Kurtz, dan memiliki nama daerah berupa Pring Sunda, Awi Andong (Sunda), Buluh Batuang Danto (Padang, Sumatera). Karakteristik dari bambu ini adalah buluh yang berwarna hijau kekuningan dab terdapat garis sejajar disepanjang buluhnya.

2. Bambu mayan (Gigantochloa robusta), Bambu Mayan disebut juga awi mayan (Sunda) atau pring serit (Jawa) merupakan jenis bambu yang banyak ditanam di daerah tropis yang lembab dan kering. Bambu mayan mempunyai rumpun yang simpodial, padat dan tegak (Dirga 2012).

3. Bambu tali (Gigantochloa apus) adalah jenis bambu biasa disebut pring tali, pring apus (Jawa), dan awi tali (Sunda). Di Pulau Jawa bambu tali banyak ditanam, sedangkan habitat alaminya banyak berada di Gunung Salak (Jawa Barat) dan Blambangan (Jawa Timur) (Dransfield dan Widjaja 1995) dalam Octara (2012).

Siklus Produksi Kerajinan Bambu

Produksi kerajinan bambu sendiri masih menggunakan teknik yang sangat sederhana, baik dari alat yang digunakan maupun dari segi pengolahan bahan baku dari pasca panen, produksi, sampai metode penjualan. Dalam satu siklus produksi rata-rata memakan waktu tiga hari. Secara umum proses dari pembuatan kerajinan bilik bambu terdiri dari beberapa proses. Yaitu:

1. Proses persiapan bahan baku. Bahan baku produksi biasanya didapatkan dari daerah sekitar desa. Satu kali proses penebangan pengrajin rata-rata menggunakan dua sampai empat batang bambu. Selanjutnya bambu akan dibersihkan dari daun hingga siap ke proses berikutnya.

2. Proses ngahua atau proses penipisan bambu. Pada proses ini bambu yang sudah dibersihkan akan di belah secara vertikal mengikuti serat bambu menjadi empat bagian. Selanjutnya bambu diratakan dan ditipiskan dengan menggunakan pisau kecil atau golok, biasanya satu batang bambu dapat menghasilkan 40 hingga 50 lembar bambu tipis dengen ketebalan 0,5mm. 3. Proses penjemuran bambu. Penjemuran bambu hasil penipisan biasanya

dilakukan sampai satu hari di bawah sinar matahari. Proses penjemuran ini lah yang biasanya memakan waktu yang paling lama. Biasanya pengrajin menyiasatinya dengan menganyam bahan yang sudah disiapkan di hari sebelumnya sehingga pengrajin dapat produktif.

4. Proses penganyaman. Pada proses ini satu lembar bilik biasanya dianyam dengan waktu empat sampai enam jam sesuai dengan jenis bilik yang akan dibuat. Untuk bilik pasar rata-rata dibutuhkan waktu menganyam sekitar tiga jam, sedangkan untuk bilik motif dibutuhkan waktu sekitar empat jam untuk menganyam satu lembar bambu.

Pemasaran hasil kerajinan sendiri dilakukan oleh kepala keluarga. Pemasaran hasil kerajinan bambu ini dibedakan menjadi dua cara yaitu:

1. Sistem ngider atau berkeliling. Dalam sistem pemasaran berkeliling pengrajin akan memikul kerajinan bilik bambu yang telah di produksi dengan berjalan kaki. Jarak yang ditempuh oleh pengrajin selama berkeliling adalah 7 – 15Km. Dengan menggunakan sistem berkeliling ini pengrajin akan mendapat keuntungan lebih dibanding dengan sistem lain, karena pada sistem ini produk dijual langsung kepada konsumen sehingga tidak melalui perantara dan harga yang di sepakati nilainya lebih tinggi.

2. Menjual ke tengkulak atau pengepul. Dalam sistem ini pengrajin akan menjual produk kerajinan bambu pada pengepul yang ada disetiap kampung. Sistem ini mempunyai keunggulan yaitu sudah jelasnya pasar yang akan dicapai, akan tetapi, harga yang disepakati nilainya akan lebih rendah.

Siklus produksi kerajinan bambu ini rata-rata memerlukan waktu paling tidak tiga hari. Hal ini dkarenakan proses persiapan hingga penjualan dilakukan oleh pengrajin saja. Selain itu, dengan terbatasnya pada alam maka produksi pun cenderung akan terhambat jika cuaca tidak mendukung seperti hujan yang bisa memnggangu proses penjemuran bambu.

Lama Berusaha dalam Sektor Kerajinan Bambu

Industri kerajinan rumah tangga bilik bambu merupakan kerajinan yang sudah menjadi identitas di Desa Gunung Bunder I. Pengrajin pada umumnya sudah menggeluti usaha ini sejak usia remaja. Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata pengrajin sudah menggeluti usaha ini selama 25 tahun. Dengan lama usaha terendah yaitu selama 8 tahun dan pengrajin yang paling lama menggeluti usaha ini selama 45 tahun.

Selain bekerja sebagai pengrajin, beberapa responde juga melakukan pola nafkah ganda yaitu dengan bekerja disektor lain. Berdasarkan data yang diperoleh, 9 responden juga berprofesi sebagai buruh tani. Akan tetapi, profesi sebagai buruh tani tersebut hanya berlangsung disaat masa tanam tiba. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari responden KR.

“Kalau sedang ada kerjaan di sawah ya pasti dikerjain atuh. Pan lumayan nambah-nambah buat makan.” KR (40)

Jenis Kerajinan Bambu yang Diproduksi

Jenis kerajinan bambu yang terdapat di Desa Gunung Bunder I berupa kerajinan bilik bambu. Pada perkembangannya, produk kerajinan bilik bambu di Desa Gunung Bunder I ada tiga jenis. Yaitu:

1. Bilik pasar, yaitu merupakan jenis bilik bambu yang bahan utamanya adalah bagian dalam atau daging bambu sehingga untuk satu pohon bambu dapat menghasilkan 2 lembar bilik pasar. Ciri utama dari bilik pasar ini adalah lebar dari setiap bahan yang digunakan berkisar antara 4-5cm. Bilik jenis pasar yang berukuran 2 x 2 meter ini biasa dijual dengan harga yang rendah yaitu berkisar antara Rp.15.000,- untuk penjualan melalui tengkulak/pengepul dan Rp.30.000,- jika menjual langsung melalui sistem berkeliling atau ngider.

2. Bilik kulit, yaitu merupakan jenis bilik bambu yang bahan utamanya adalah bagian terluar atau kulit bambu. Ciri utama dari dari bilik kulit adalah lebar dari setiap bahan yang digunakan hanya 2 cm. Untuk itu, untuk membuat 1 lembar bilik yang berukuran 4 x 2 meter diperlukan bahan yang lebih banyak. Selain itu, dikarenakan bahan baku untuk membuat bilik kulit ini terbatas, maka harga untuk satu lembar bilik ini berkisar antara Rp.90.000,- hingga Rp.100.000,-.

3. Bilik motif atau bilik kembang, yaitu merupakan jenis bilik bambu yang bahan utamanya menggunakan kulit bambu dan kulit pohon kirai dengan ukuran 4 x 2 meter. Bilik bambu jenis kembang ini mempunyai keunikan dalam produksinya, yaitu kulit pohon kirai yang pada awalnya berwarna hijau akan direndam dalam lumpur selama 2 minggu hingga kulit tersebut berubah warna menjadi hitam. Warna tersebut lah yang kemudian dianyam bersama kulit bambu hingga membentuk suatu motif tertentu. Harga jual dari satu bilik motif ini berkisar antara Rp.100.000,- hingga Rp.120.000,-.

Berdasarkan data yang diperoleh, 19 responden (54%) bertindak sebagai pengrajin bilik pasar. 3 orang (9%) bertindak sebagai pengrajin bilik motif, dan 13 orang (37%) bertindak sebagai pengrajin bilik pasar dan bilik motif.

Tabel 4. Tabel Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kerajinan Bambu yang Diproduksi

Jenis Kerajinan Bilik Frekuensi Persentase (%) Bilik Pasar

Bilik Motif

Bilik Pasar + Bilik Motif

19 3 13 54 9 37 Total 35 100

Perbedaan pola produksi tersebut berdasarkan pada perbedaan keahlian pengrajin dan akses sumberdaya informasi pengraji terkait dengan tempat mendapatkan bahan baku tambahan bilik berupa kulit kirai. Banyak responden mengakui bahwa alasan utama mereka tidak menggeluti usaha kerajinan bilik motif dikarenakan sulitnya mendapatkan bahan baku. Untuk skema kebutuhan produksi dan keuntungan kerajinan bambu ini dapat dilihat dalam tabel 6.

Tabel 5. Skema kebutuhan produksi dan keuntungan kerajinan bambu No. Jenis

Produk

Biaya Produksi / unit Total Biaya Produksi Nilai Jual Keuntungan Bambu Bahan Lain Tenaga Kerja Bahan Lain 1 Bilik Pasar Rp. 3.000,- Rp. 0,- Rp. 0,- Rp. 0,- Rp. 3.000,- Rp. 15.000,- Rp. 12.000,- 2 Bilik Kulit Rp. 30.000,- Rp. 0,- Rp. 0,- Rp. 0,- Rp. 30.000,- Rp. 100.000,- Rp. 70.000,- 3 Bilik Motif Rp. 15.000,- Rp. 15.000,- Rp. 0,- Rp. 0,- Rp. 30.000,- Rp. 100.000,- Rp. 70.000,-

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa biaya produksi kerajinan bambu pada umumnya hanya berupa biaya bahan baku saja, sedangkan untuk biaya tenaga kerja dan biaya produksi lainnya dianggap tidak ada. Hal ini dikarenakan pengrajin di Desa Gunung Bunder I pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar melainkan tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga pengrajin sendiri. Jika dilihat dari keuntungan, bilik kulit dan bilik motif memang memiliki keuntungan yang paling besar. Akna tetapi, meskipun keuntungan yang ditawarkan begitu besar, hanya beberapa pengrajin saja yang menggeluti bidang bilik motif tersebut.

Iktishar

Proses pembuatan bilik bambu terdiri dari empat tahapan. Yaitu, proses persiapan bahan baku, proses ngahua, proses penjemuran, dan proses penganyaman. Terdapat tiga jenis bilik bambu yang dibuat oleh masyarakat di Desa Guung bunder I, yaitu bilik pasar, bilik kulit, dan bilik motif. Rata-rata pengrajin sudah menggeluti usaha ini selama 25 tahun. Dengan lama usaha terendah yaitu selama 8 tahun dan pengrajin yang paling lama menggeluti usaha

ini selama 45 tahun. Untuk jenis kerajinan bambu yang diproduksi, 19 responden (54%) bertindak sebagai pengrajin bilik pasar. 3 orang (9%) bertindak sebagai pengrajin bilik motif, dan 13 orang (37%) bertindak sebagai pengrajin bilik pasar dan bilik motif.

Dokumen terkait