• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Karekteristik Responden

Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Farmasi yang masih aktif sejumlah 237 orang. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Karakteristik Responden No Variabel Jumlah responden Persentasi (%) Rata-rata skor A B C D E 1 2 3 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Angkatan 2011 2012 2013 2014 2015 Program studi D III S1 – ekstensi Farmasi S1 Profesi apoteker 58 179 62 24 46 63 42 22 49 116 50 24.5 75.5 26.2 10.1 19.4 26.6 17.7 9.3 20.7 48.9 21.1 63.36 64.14 65.76 61.46 63.96 65.33 60.62 62.82 65.90 62.39 66.16 Berdasarkan data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa jumlah responden perempuan sebanyak 179 (75,5%) dengan rata-rata skor 64,14 dan laki-laki dengan rata-rata skor 63,36; hal ini menunjukkan bahwa responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki–laki. Berdasarkan angkatan mayoritas responden angkatan 2014 sebanyak 63 (26,6%) responden, namun jika dilihat dari nilai rata-rata skor maka angkatan yang memiliki pengetahuan baik yaitu angkatan 2011 (rata-rata skor 65,33), sedangkan pengetahuan yang paling rendah angkatan 2015 (rata-rata skor 60,62). Berdasarkan program studi, mayoritas responden dari program studi Sarjana Farmasi (S1) 116 responden (48,9%). Pengetahuan yang baik terdapat pada mahasiswa dengan program studi apoteker dengan rata-rata skor (66,16) dan pengetahuan paling rendah pada mahasiswa program studi DIII Analis Farmasi

81% 19%

dengan rata-rata skor (62,82). Data yang diperoleh ini akan dibandingkan dengan pengetahuan responden untuk melihat ada tidaknya hubungan antara karakteristik responden dengan pengetahuan responden sendiri.

4.3 Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Farmasi USU Terhadap Obat

Generik Dan Obat Merek Dagang

Berdasarkan hasil penelitian didapati mayoritas mahasiswa Fakultas Farmasi USU yang terlibat dalam penelitian ini mepunyai tingkat Pengetahuan yang baik sebanyak 192 (81%) dari 237 responden. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 4.3 Kategori Pengetahuan Mahasiswa Farmasi USU terhadap obat generik

dan obat merek dagang

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Baik 192 81

Cukup 45 19

Kurang 0 0

Buruk 0 0

Data pada tabel di atas dapat dilihat secara jelas pada Gambar 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Diagram perbandingan jumlah responden berdasarkan pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki pengetahuan seputar obat-obatan secara umum, selain itu mahasiswa telah mengetahui obat generik dan obat merek dagang, perbedaan antara obat generik dan obat merek dagang, baik khasiat, efek samping, pengaruh dari formulasi obat dan rasionalitas dalam memilih obat.

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek lainnya adalah bahwa obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga mutu obat generik (Alim, 2013).

4.4 Persentase Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Farmasi USU Tentang

Obat Generik Dan Obat Merek Dagang

Pengetahuan umum mahasiswa Fakultas Farmasi USU terhadap obat-obatan terkategori baik, hal ini dapat kita lihat dari tabel di bawah yang menggambarkan jumlah dan persentase kebenaran dari jawaban responden. Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa mayoritas mahasiswa Fakultas Farmasi USU yang terlibat dalam penelitian yaitu sebanyak 226 (95,4%) mengetahui definisi obat sesuai Kebijakan Obat Nasional, 2006 yaitu Obat adalah bahan atau paduan bahan obat yang digunakan dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi.

Sejumlah 232 responden mengetahui efek terapi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor komposisi, bentuk sediaan, cara dan waktu pemberian serta kondisi fisik pasien. Sejumah 97 responden menyadari bahwa selain kandungan bahan aktif, bahan tambahan dalam formulasi obat mampu meningkatkan/mempengaruhi efek terapi, namun masih banyak yaitu 80 responden yang tidak setuju dengan pernyataan ini, sehingga hal ini memerlukan beberapa upaya yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan mahasiswa seputar formulasi obat dan hubungannya terhadap efek terapi obat.

Sebanyak 232 responden telah mengetahui bahwa pada dosis yang tepat, obat dapat memberikan efek terapi terhadap tubuh, dan 227 reponden juga mengetahui bahwa pada dosis yang melebihi dosis maksimal, obat dapat menyebabkan keadaan yang membahayakan terhadap tubuh. Ketepatan jumlah dosis dalam penggunaan obat merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan untuk memperoleh khasiat sebagaimana yang diharap. Pemberian obat pada dosis lazim, yaitu jumlah dosis acuan penggunaan obat/dosis yang tepat dapat memberikan khasiat dari suatu obat sebagaimana yang diharapkan. Namun, pemberian obat diatas dosis maksimal maka obat tersebut akan menjadi racun bagi pasien/pengguna obat. Hal ini disebabkan, terdapat dua sisi yang tidak terpisahkan dari obat, sisi positif yang memberikan manfaat dan sisi negatif yang bisa menjadi racun bagi tubuh pemakai (Zeenot, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa sebanyak 141 (59,5%) responden tidak setuju bahwa semakin mahal harga suatu obat menunjukkan kualitas dan kemampuannya dalam memberikan efek terapi semakin baik. Namun sebanyak 40 (16,9%) responden masih setuju dengan pernyataan tersebut dan 56

(23,6%) responden ragu dengan pernyataan tersebut. Dewasa ini, pesatnya perkembangan teknologi informasi, promosi mengenai obat semakin marak membanjiri media massa dan media sosial. Selain itu perbedaan dan informasi obat generik dan obat dengan nama dagang dapat diperoleh dari media-media yang ada hari ini, khususnya media elektronik, pernyataan ini dibenarkan oleh 190 (80,2%) responden.

Hal ini di antaranya menyebabkan mahasiswa masih terperdaya dengan berbagai informasi ini, selain itu informasi seputar obat-obatan khasiat dan lainnya belum sempurna mereka terima sehingga masih terpengaruh dengan iklan, namum ada juga mahasiswa yang sudah cerdas dan tidak mudah terpengaruhi dengan iklan, promosi dan lainnya. Harga mahal tidak menjadi garansi bahwa obat tersebut lebih memiliki khasiat yang bermutu, beberapa pakar mengatakan bahwa obat generik terbukti memiliki khasiat yang bagus untuk dikonsumsi, selain juga lebih murah (Zeenot, 2013).

Berdasarkan penelitian sebanyak 207 (87,3%) responden mengetahui bahwa obat generik memiliki nama obat sesuai dengan zat aktif yang dikandungnnya, sebanyak 141 (59,5%) responden mengetahui bahwa tidak semua obat generik yang beredar dipasaran termasuk dalam golongan obat bebas dan 185 (78,1%) responden setuju bahwa setiap obat generik yang beredar dipasaran pasti sudah lulus uji bioavaibilitas dan bioekuivalensi sesuai standar sehingga tidak perlu diragunakan kualitasnya.

Sebanyak 223 (94,1%) responden mengetahui bahwa obat generik merupakan program pemerintah dengan tujuan memberikan obat alternatif bagi masyarakat, dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan yang

cukup. Berdasarkan penelitian, 202 (85,2%) responden setuju bahwa obat generik memiliki harga yang murah dikarenakan Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan tidak membutuhkan promosi. Namun sebanyak 118 (49,8%) responden belum mengetahui bahwa Pemerintah telah menetapkan HET untuk semua obat, tidak hanya untuk obat generik saja. Hal ini menunjukkan hampir 50% dari responden belum mengikuti perkembangan Peraturan Pemerintah yang terbaru.

Pemerintah dalam rangka menjamin keterjangkauan harga obat sebagai upaya memenuhi akuntabilitas dna transparansi kepada masyarakat, perlu pengaturan pemberian informasi harga eceran tertinggi obat. Industri Farmasi wajib mencantumkan informasi HET dengan mencantmkan pada label obat, berupa nilai nominal dalam bentuk sediaan rupiah baik untuk obat Generik yang belum terdapat dalam Katalog Elektronik dan obat selain Obat Generik (Menkes RI, 2016).

Sebanyak 107 (45,1%) responden tidak setuju akan pernyataan bahwa obat generik merupakan obat kelas dua yang kualitasnya tidak terjamin, namun 95 (40,1%) reponden masih setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa banyak mahasiswa yang terbawa dengan opini yang berkembang saat ini yang mahal itu yang berkualitas, walaupun yang tidak setuju lebih banyak jumlahnya, hanya saja perbandingannya sangat sedikit. Walaupun mahalnya obat dagang karena membutuhkna biaya untuk iklan dan promosi juga disadari oleh 203 (85,7%) responden.

Mutu obat generik tidak perlu diragukan mengingat setiap obat generik juga mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan

kriteria khasiat, keamanan dan mutu obat. Namun, sekarang ini terdapat

kecenderungan bahwa penggunaan obat generik mulai menurun (Ditjen POM RI, 2008).

Sebanyak 107 (45,1%) responden mengetahui bahwa tidak semua industri yang memproduksi obat–obat generik adalah perusahaan Farmasi milik pemerintah, tapi ada juga industri milik swasta yang memproduksinya. Sedangkan produsen obat dengan nama dagang, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 83 (35%) responden mengetahui bahwa tidak semua industri yang memproduksi obat-obat dengan nama dagang adalah perusahaan Farmasi milik swasta, tapi ada beberapa industri milik pemerintah yang memproduksi obat dengan nama dagang, namun 96 (40,5%) responden masih belum mengetahui hal tersebut. begitu juga dengan 109 (46%) responden menganggap bahwa semua obat dengan nama dagang yang beredar dipasaran memiliki bentuk sediaan generiknya, padahal tidak semua obat yang beredar dipasaran memiliki nama generik, hanya 71 (30%) responden yang mengetahui bahwa tidak semua obat yang beredar di pasaran memiliki nama generik.

Hasil survei The Indian Pharmaceutical Association (IPA)- The Indian

Hospitasl Pharmacist Association (IHPA) sepanjang tahun 2007 yang

menyebutkan beberapa perusahaan pemerintah hanya menempati urutan kedua dalam produksi obat-obatan (Anonim, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden mengenai rasionalitas pemilihan obat, menunjukkan bahwa 224 (94,5%) responden memahami dalam memilih obat maka kita harus mempertimbangkan harga, aman, efek samping dan zat berkhasiat sesuai kebutuhan. Menurut Widodo, 2004 menyatakan bahwa

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat: pilihlah obat yang paling khusus untuk penyakit Anda, mengacu pada kondisi tubuh Anda, pilihlah efek samping paling ringan, pilih bentuk sediaan obat yang paling sesuai dan nyaman dan pilihlah yang harganya murah.

Sebanyak 223 (94,1%) responden mengetahui salah satu obat generik yaitu asam mefenamat merupakan obat anti inflamasi non steroid yang dapat meredakan rasa sakit tingkat ringan hingga menengah serta dapat mengurangi peradangan, selain itu 177 (74,7%) juga mengetahui efek sampingnya. Sedangkan 214 (90,3%) responden juga mengetahui bahwa ponstan yang merupakan obat dengan nama dagang dari asam mefenamat memiliki zat aktif dan khasiat yang sama dengan asam mefenamat. Namun 174 (73,4%) responden menyarankan kepada pasien yang mengalami nyeri ringan dapat mengonsumsi asam mefenamat ataupun ponstan. Adapun rasionalitas pemilihan obat, salah satu yang harus diperhatikan dalam memilih obat efek samping yang paling sedikit, dalam hal ini ponstan memiliki efek samping sedikit lebih banyak dibandingkan dengan asam mefenamat, sehingga seorang praktisi kesehatan mempertimbangkan efek samping yang paling sedikit dalam meresepkan obat (Widodo, 2004).

Parasetamol merupakan obat generik, sebanyak 228 (96,2%) responden mengetahui bahwa parasetamol termasuk obat analgetik non narkotik yang dapat meredakan nyeri dan demam yang mengandung N-asetil-p-aminofenol (parasetamol) 500 mg/tablet. Mayoritas responden mengetahui bahwa bodrex dan parasetamol memiliki persamaan bahan aktif berupa N-asetil-p-aminofenol dan perbedaan dari jumlah bahan aktif dan bahan tambahan lain termasuk kandungan kafein didalamanya yang dapat mempengaruhi kerja dari parasetamol. Adapun

rasionalitas pemilihan obat dalam mengobati sakit kepala berat sebanyak 121 (51,1%) responden tidak setuju diberikan parasetamol 3 x 3 tablet sehari, namun hanya 77 (32,5%) responden yang setuju. Menurut Widodo, 2004 menyatakan bahwa parasetamol dapat dikombinasi dengan kafein dengan beberapa merek dagang misalnya Copara, Oskadon, Bodrex, Panadol Extra. Adapun dosis parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau mengandung 125 mg/5 mL. Selain itu, parasetamol terdapat dalam sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol sehari untuk dewasa 300 mg – 1 g perkali, dengan maksimum dosis 4 g sehari (Dewoto, 2012). Adapun jika parasetamol diberika 3 x 3 tablet sehari maka jumlah massa totalnya adalah 4.500 mg (4,5g) hal ini telah melebihi dosis maksimum. Akan terjadi kerusakan hati bahkan dosis di atas 6 g dapat menyebabkan necrosis hati yang tidak reversibel (Tjay dan Kirana, 2015).

Mayoritas responden (diatas 80%) mengetahui vitamin C baik generik maupun salah satu bentuk dagangnya yaitu Vitalong C memiliki bahan aktif yang sama, namun dari segi produsen dan harga berbeda.

Vitamin C memang tidak memerlukan lemak untuk melarutkannya dalam tubuh. Tapi sebagian besar vitamin C bersifat asam, maka sebaiknya dikonsumsi sesudah makan untuk menghindari iritasi pada lambung, terutama pada penderita maag. Adapun vitalong C adalah Vitamin C 500 mg dengan sistem lepas berkala, sangat efisien daya kerjanya karena didalamnya berisi granul-granul vitamin C yang larut secara bertahap didalam tubuh akan terpenuhi tanpa mengiritasi Lambung/tanpa khawatir nyeri lambung (Wahyuningsih, 2010). Data lengkap dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4 Persentase pengetahuan mahasiswa Fakultas Farmasi USU tentang obat generik dan obat merek dagang

No Pernyataan Benar Salah Ragu

A B C D E

A Pengetahuan umum seputar

obat-obatan

Jlh % Jlh % Jlh %

1 Obat adalah bahan atau paduan bahan obat yang digunakan dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

226 95.4 7 3.0 4 1.7

2 Faktor yang mempengaruhi efek terapi obat dalam tubuh meliputi komposisi, bentuk sediaan, cara,waktu pemberian & kondisi fisik pasien

232 97.9 3 1.3 2 .8

3 Selain kandungan bahan aktif, bahan tambahan dalam

formulasi obat mampu

meningkatkan/mempengaruhi efek terapi

97 40.9 80 33.8 60 25.3

4 Semakin mahal harga suatu obat menunjukkan kualitas dan kemampuannya dalam

memberikan efek terapi semakin baik.

141 59.5 45 19.0 51 21.5

5 Pada dosis yang tepat, obat dapat memberikan efek terapi terhadap tubuh

232 97.9 2 0.8 3 1.3 6 Pada dosis yang melebihi dosis

maksimal, obat dapat menyebabkan keadaan yang membahayakan terhadap tubuh

227 95.8 3 1.3 7 3.0

7 Untuk memastikan keamanan, kenyamanan, optimasi

penggunaan obat, pasien harus mencermati, memahami, mematuhi anjuran yang tertera pada kemasan obat

233 98.3 1 0.4 3 1.3

B Pengetahuan seputar obat generik dan obat merek dagang

1 Obat generik memiliki nama obat sesuai dengan zat aktif

A B C D E

2 Obat generik merupakan program pemerintah dengan tujuan memberikan obat alternatif bagi masyarakat, dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan yang cukup.

223 94.1 3 1.3 11 4.6

3 Obat generik memiliki harga yang murah dikarenakan Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan tidak membutuhkan

promosi

202 85.2 16 6.8 19 8.0

4 Semua obat generik yang beredar dipasaran termasuk dalam golongan obat bebas

141 59.5 40 16.9 56 23.6 5 Setiap obat generik yang

beredar dipasaran pasti sudah lulus uji bioavaibilitas dan bioekuivalensi sesuai standar sehingga tidak perlu

diragunakan kualitasnya

185 78.1 17 7.2 35 14.8

6 Obat dengan nama dagang adalah nama dagang yang diberikan oleh perusahaan Farmasi yang memproduksi dan memperdagangkan obat tersebut, dimana nama tersebut dapat berupa nama generik maupun nama dagang (brand name)

219 92.4 9 3.8 9 3.8

7 Pemerintah tidak menentukan HET obat dengan nama dagang sehingga harga sepenuhnya wewenang prosuden

48 20.3 71 30.0 118 49.8

8 Harga obat dengan nama dagang lebih mahal dibanding obat generik dikarenakan membutuhkan biaya promosi

203 85.7 17 7.2 17 7.2

9 Obat adalah obat ethical biasanya tidak dengan nama dagang (unbranded),

sedangkan obat bebas biasanya dengan nama dagang (branded)

A B C D E

10 Obat generik merupakan obat kelas dua yang kualitasnya tidak terjamin

107 45.1 95 40.1 35 14.8 11 Pemerintah seharusnya

semakin meningkatkan produksi dan pengadaan obat generik di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan khususnya di puskesmas, rumah sakit, apotek serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

223 94.1 7 3.0 7 3.0

12 Bahan tambahan

mempengaruhi kualitas obat, tidak hanya antar obat generik dengan obat dengan nama dagang, bahkan antar obat dengan nama dagang juga memiliki kualitas berbeda

197 83.1 20 8.4 20 8.4

13 Kita dapat mengetahui perbedaan obat generik dan obat dengan nama dagang dari informasi di media-media yang ada hari ini, khususnya media elektronik

190 80.2 28 11.8 19 8.0

14 Semua industri yang memproduksi obat – obat generik adalah perusahaan Farmasi milik pemerintah, bukan milik swasta

107 45.1 72 30.4 58 24.5

15 Semua industri yang

memproduksi obat-obat dengan nama dagang adalah

perusahaan Farmasi milik swasta, ada juga milik pemerintah

83 35.0 96 40.5 58 24.5

16 Semua obat dengan nama dagang yang beredar dipasaran memiliki bentuk sediaan

generiknya

71 30.0 109 46.0 57 24.1

C Rasionalitas pemilihan obat

1 Dalam memilih obat maka kita harus mempertimbangkan harga, aman, efek samping dan zat berkhasiat sesuai kebutuhan

A B C D E

2 Asam mefenamat merupakan obat anti inflamasi non steroid yang dapat meredakan rasa sakit tingkat ringan hingga menengah serta dapat mengurangi peradangan

223 94.1 4 1.7 10 4.2

3 Efek samping konsumsi asam mefenamat meliputi nyeri ulu hati, gangguan pencernaan, tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, mengantuk dan kelelahan

177 74.7 23 9.7 37 15.6

4 Ponstan merupakan obat anti inflamasi non steroid yang dapat meredakan nyeri, mulai nyeri gigi, perut, luka, menstruasi dan kepala.

214 90.3 7 3.0 16 6.8

5 Efek samping dari ponstan yaitu gangguan fungsi hati, nyeri ulu hati, mual, muntah, nafsu makan turun, diare, banyak buang gas, perlukaan lambung, gangguan fungsi ginjal, gangguan pembuluh darah dan lainnya

190 80.2 6 2.5 41 17.3

6 Pada dasarnya asam mefenamat dan ponstan memiliki khasiat yang sama jika dilihat dari segi zat

aktifnya, hanya nama obatnya saja berbeda

205 86.5 10 4.2 22 9.3

7 Asam mefenamat dan ponstan memiliki perbedaan harga, harga ponstan hampir 2 kali harga asam mefenamat

131 55.3 72 30.4 34 14.3

8 Dalam mengobati rasa nyeri ringan maka kita dapat memilih asam mefenamat maupun ponstan.

40 16.9 174 73.4 23 9.7

9 Parasetamol termasuk obat analgetik non narkotik yang dapat meredakan nyeri dan demam yang mengandung N-asetil-p-aminofenol

(parasetamol) 500 mg/tablet

A B C D E

10 Bodrex dan parasetamol memiliki persamaan bahan aktif berupa N-asetil-p-aminofenol

201 84.8 10 4.2 26 11.0

11 Bodrex dan parasetamol memiliki perbedaan dari jumlah bahan aktif dan bahan tambahan lain.

188 79.3 21 8.9 28 11.8

12 Bodrex memiliki kemampuan dalam mengatasi sakit kepala hebat/ migrain dikarenakan selain bahan aktif lebih banyak, ada kandungan kafein

didalamnya

176 74.3 23 9.7 38 16.0

13 Sebagai seorang praktisi, dalam mengobati sakit kepala berat kita lebih baik tetap

menyarankan parasetamol sebanyak 3 x 3 tablet sehari

121 51.1 77 32.5 39 16.5

14 Vitamin C biasa jika

dikonsumsi saat perut kosong berpotensi mengiritasi lambung

210 88.6 12 5.1 15 6.3 15 Vitalong C merupakan

suplemen vitamin yang mengandung asam askorbat (Vitaimn C) 500 mg

204 86.1 4 1.7 29 12.2

16 Vitalong C diformulasi dalam granul-granul sehingga aman untuk lambung dan

pelepasannya secara berkala

206 86.9 13 5.5 18 7.6

17 Antara vitamin C dan Vitalong C dari segi khasiat diantar keduanya sama, hanya beda produsen dan harga saja

197 83.1 16 6.8 24 10.1

4.5 Hubungan karakateristik responden dengan pengetahuan mahasiswa

Farmasi

4.5.1 Hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan

Berdasarkan pengujian bivariat untuk melihat hubungan dua variabel yaitu jenis kelamin dan pengetahuan. Menurut Hastono, 2006 menyatakan bahwa hasil

signifikan yang diperoleh (p value) < alpha (0,05). Adapun hasil yang diperoleh p value (0,250), maka nilainya > (0,05), hasil ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara jenis kelamin dengan pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki dan perempuan dapat memperoleh informasi obat generik dan obat merek dagang yang sama dari berbagai sumber yang ada. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 4.5 Pengetahuan mahasiswa berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Baik Cukup Rata-rata skor Signifikansi

Laki-laki 44 14 63.36 0.250

Perempuan 148 31 64.14

Data pada tabel di atas dapat dilihat secara jelas pada Gambar 4.2 di bawah ini:

Gambar4.2 Diagram pengetahuan mahasiswa berdasarkan jenis kelamin

Baik Cukup

4.5.2 Hubungan angkatan dengan pengetahuan

Hasil pengujian menunjukkan signifikansi antara angkatan dan pengetahuan yaitu (0,000), nilai ini lebih kecil dari alpha (0,05). Maka terdapat hubungan antara angkatan dan pengetahuan. Dari hasil penelitian menunjukkan

Jum la h R es ponde n Jenis kelamin

rata-rata skor angkatan 2011 paling tinggi yaitu 65,76 dan rata-rata skor paling rendah angkatan 2015 yaitu 60,62. Seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi menunjukkan lebih banyak pengetahuan yang diperolehnya, baik melalui pendidikan, pengalaman, maupun informasi dari masyarakat sekitar khususnya dikalangan akademisi, dan dari berbagai informasi yang berkembang. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 4.6 Pengetahuan mahasiswa berdasarkan angkatan

Angkatan Baik Cukup Rata-rata skor Signifikansi

2011 56 6 65.76 0.000 2012 16 8 61.46 2013 37 9 63.96 2014 2015 58 25 5 17 65.33 60.62

Data pada tabel di atas dapat dilihat secara jelas pada Gambar 4.3 di bawah ini:

Gambar 4.3 Diagram pengetahuan mahasiswa berdasarkan angkatan

Baik Cukup

Menurut Zeenot, 2013 menyatakan bahwa seiring dengan semakin meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak semakin

Jum la h R es ponde n Tahun Ajaran

meningkatnya tinggi tingkat pendidikan, sekaligus semakin semakin mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Hal ini juga mempengaruhi terhadap pengetahuan akan obat generik dengan obat merek dagang dan lainnya. Semakin lama seseorang berada dalam proses pendidikan/studi, maka pengetahuan yang diperoleh semakin bertambah.

4.5.3 Hubungan program studi dengan pengetahuan

Hasil pengujian menunjukkan signifikansi antara program studi dan pengetahuan yaitu (0,011), nilai ini lebih kecil dari p value (0,05). Maka terdapat hubungan antara program studi dan pengetahuan. Dari hasil penelitian menunjukkan rata skor profesi Apoteker paling tinggi yaitu 66,16 dan rata-rata skor paling rendah pada mahasiswa program studi Sarjana yaitu 62,39. Semakin tinggi program studi yang dijalani mahasiswa Farmasi menunjukkan pengetahuan tentang obat generik dan obat merek dagang semakin baik, artinya kemampuan dalam membedakan keduanya, baik secara kualitas, biaya, dan lainnya. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 4.7 Pengetahuan mahasiswa berdasarkan program studi

Program studi Baik Cukup Rata-rata skor Signifikansi

D III Analis Farmasi 17 5 62.82 0.011

Ekstensi S-1 44 5 65.90

S-1 85 31 62.39

Profesi Apoteker 46 4 66.16

Gambar 3.4 Diagram pengetahuan mahasiswa berdasarkan program studi Baik Cukup Jum la h R es ponde n Program Studi

BAB V

Dokumen terkait