TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat
2.4 Tata Nama Obat .1 Nama Kimia .1 Nama Kimia
2.4.3 Nama dagang (branded name)
Menurut Menkes RI, 2010 mengatakan bahwa obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat dengan nama dagang yang mengggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Obat merek dagang adalah obat yang telah habis masa hak patennya (off patent) yang diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang (brand name). Sebagian negara yang sedang berkembang memproduksi obat branded generic atau disebut juga obat “me too”. Mereka tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya Research& Development (R&D) sangat mahal dan membutuhkan kapabilitas penelitian dengan dukungan teknologi modern yang mahal (Sampurno, 2011).
Obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten (Menkes, 2010). Hak paten diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi. Pemilik obat paten mempunyai hak ekslusif untuk memproduksi dan memasarkan obat patennya. Pihak lain diperbolehkan memproduksi jika mendapat persetujuan/izin dari pemilik paten tersebut. Paten dalam hal ini bisa berupa bahan aktif, proses teknologi dan khasiatnya. Setelah masa paten habis maka obat tersebut dapat diproduksi oleh industri lainnya (Sampurno, 2011).
Berdasarkan UU No 14 tahun 2001 tentang Paten, masa hak paten berlaku 20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan hanya 10 tahun (pasal 9). Contoh obat paten adalah Norvsak (Norvasc), kandungan aslinya amlodipine besylate untuk obat antihipertensi. Pemilik hak patennya adalah Pfizer. Ketika masih memiliki hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang dapat memproduksi dan memasarkan ampolidipine. Namun setelah tahun 2007, amlodipine dapat diproduksi oleh
industri farmasi lainnya dengan berbagai nama baik generik maupun nama dagang. Amlodipine dengan nama Amlodipine (Generik) diproduksi oleh Soho, Amcor (nama dagang) diproduksi oleh Merck Indonesia, Calsivas (nama dagang) diproduksi oleh Fahrenheit dan lainnya (Anonim, 2011).
2.5 Rasionalitas Pemilihan Obat
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan sendiri atau dalam memilih dan menggunakan obat yaitu:
a. Memilih obat yang sesuai dengan jenis penyakit
Dalam memilih obat, kita harus mengetahui penyakit yang akan diobati, baik jenisnya, gejalanya dan penyebabnya. Misalnya contoh kasus seseorang yang mengalami batuk, kita harus mengetahui jenis batuknya berdahak atau batuk kering, gejalanya, serta penyebabnya, sehingga dapat diberikan obat sesuai dengan jenis batuk yang diderita pasien tersebut, jika pasien menderita batuk berdahak diakibatkan oleh alergi, maka pasien akan diberikan obat batuk yang mengandung anti alergi.
b. Mengacu pada kondisi tubuh
Obat memberikan efek terapi yang berbeda pada setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tubuh seseorang baik massa tubuh, pola hidup dan lainnya.
c. Obat dengan efek samping ringan
Semua obat memiliki efek samping, misalnya berupa mual, muntah, diare, mata kabur, mengantuk, badan lemah dan lainnya. Namun, tidak semua pasien akan merasakan efek samping yang sama. Oleh karena itu, kita harusnya memilih obat dengan efek samping yang ringan.
d. Memilih obat dengan bentuk sediaan yang sesuai dan nyaman
Obat tersedia dalam beberapa bentuk sediaan, misalnya tablet, sirup, salep dan lainnya. Pada anak-anak yang sulit minum obat dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul, maka dapat diberikan obat dengan bentuk sediaan sirup sehingga mudah untuk diminum bahkan dengan berbagai variasi rasa.
e. Memilih obat dengan harga yang murah
Obat dengan harga yang tinggi tidak selalu menunjukkan kualitas yang lebih baik. Obat dengan isi bahan aktif yang sama akan memiliki efek yang sama dari segi khasiatnya, namun dari segi harga antar merek obat memiliki perbedaan harga 3 kali lipat bahkan lebih. Produsen akan berlomba-lomba membuat iklan ddan promosi, biaya iklan dan promosi akan dibebankan kepada harga produk obat tersebut (Widodo, 2004).
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen dalam membeli suatu barang atau jasa termasuk obat dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Sosial
Pada setiap lapisan golongan masyarakat, terdapat banyak individu yang saling berinteraksi, interaksi ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian suatu barang/jasa. Kelompok sosial konsumen dalam lingkup tertentu seperti profesi dan paguyuban sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Faktor keluarga juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian terutama untuk produk-produk yang diperlukan secara bersama oleh keluarga.
2. Faktor Budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh luas dan dalam pada perilaku konsumen. Masa pertumbuhan, pendidikan masa kecil, keinginan dan perilaku keluarga dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang. Setiap kebudayaan terdiri dari sub kultur atau kelompok orang dengan sistem nilai yang sama dalam satu kesamaan pengalaman kehidupan. Kelompok masyarakat ini bisa berupa kesamaan dan kebangsaan, keagamaan dan profesi. Faktor latar belakang sub kultur bisa berpengaruh pada perilaku pembelian dari konsumen.
3. Faktor Personal
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik personal termasuk umur, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup dan personalitas konsumen. Sebagai contoh dalam populasi sekarang ini kelompok usia lanjut cenderung makin besar prosentasenya. Implikasinya prevalensi penyakit degeneratif akan meningkat, sehingga obat-obatan untuk penyakit degeneratif semakin banyak dibutuhkan.
4. Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu motivasi, pembelajaran, sikap dan kepercayaan. Faktor ini yang mendorong seseorang untuk membeli suatu produk tertentu (Sampurno, 2011).
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan
obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku Farmasi (Ditjen POM RI, 2012).
Beberapa perusahaan mengkhususkan diri dalam pembuatan obat-obat yang dijual secara bebas dan dipromosikan secara langsung kepada masyarakat umum. Sebagian industri mengkhususkan diri dalam pembuatan obat-obat yang dijual melalui resep dokter, dipromosikan kepada tenaga-tenaga kesehatan saja, tidak kepada masyarakat umum (Ansel, 2008).
Obat generik yang menggunakan nama International Non-proprietary
Name (INN) yang secara umum dikenal sebagai obat generik. Sebagian besar
(67%) resep obat di Indonesia merupakan obat generik bermerek, diikuti obat paten yang menyumbang 25% dan obat generik sebesar 8%. Salah satu penyebab masih rendahnya pangsa pasar obat generik adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik sehingga opini yang berkembang adalah obat
(Menkes RI, 2013) dan anggapan lain bahwa obat generik yang harganya murah tidak berkualitas jika dibandingkan obat bermerek. Konsumsi obat generik di Indonesia paling rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Alim, 2013).
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan juga memantau pemanfaatan obat generik melalui indikator persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu di puskesmas dan rumah sakit. Rata-rata penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pada tahun 2013 sebesar 85,49%. Penggunaan tersebut telah memenuhi target tahun 2013 yaitu sebesar 75% (Menkes RI, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap mahasiswa Fakultas Farmasi USU dikarenakan mahasiswa Farmasi akan menjadi praktisi dibidang kesehatan, harus mengikuti program-program pemerintah dalam melakukan pelayanan dibidang kefarmasian. Peneliti ingin meneliti bagaimana pengetahuan mahasiswa Fakultas Farmasi terhadap obat generik dan obat merek dagang. Mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik mengetahui tentang obat-obatan secara umum, dapat membedakan antara obat generik dan obat merek dagang, baik kemampuan obat dalam memberikan efek/khasiat, efek samping serta rasionalitas dalam memilih obat tersebut. Peneliti ingin mengetahui apakah pengetahuan mahasiswa Farmasi dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat pendidikan dan program studi.