• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

D. Teknik Analisis Data

3. Karir Sosial dan Politik KH. Abdurrahman Wahid

Pada tahun 1971 sepulangnya dari studi, KH. Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Beliau bergabung menjadi dosen di Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama KH. Abdurrahman Wahid mulai menekuni hobi lamanya yaitu menulis. Mengembangkan bakatnya lewat menulis beliau menjadi kolumnis pada beberapa surat kabar dan majalah.

Dengan latar pendidikan, pergaulan dan perkenalannya dengan dunia keilmuan yang cukup kosmopolit itu, KH. Abdurrahman Wahid mulai muncul ke permukaan percaturan intelektual Indonesia dengan pemikiran-pemikiran cemerlangnya pada tahun 1970-an, ketika beliau mulai aktif di beberapa lembaga sosial, LSM dan forum-forum diskusi. Sikap KH. Abdurrahman Wahid itu sempat didengar oleh para aktivis LSM (lembaga swadaya masyarakat) di Jakarta, utamanya yang bergabung di LP3ES (Lembaga Penelitian Penerangan dan Pendidikan Ekonomi dan Sosial). Salah satu yang tanggap terhadap fenomena beliau pada saat itu adalah Dawam Raharjo. Oleh sebab itu, kemudian ia berusaha menghadirkan KH. Abdurrahman Wahid di Jakarta dan menjadikannya sebagai salah seorang fungsionaris di LP3ES. Mulai saat itulah beliau tinggal di Jakarta dan bekerja di LP3ES dan bergaul luas dengan para aktivis LSM, baik dari Jakarta maupun dari luar negeri.186

Kiprah LP3ES tempat KH. Abdurrahman Wahid ikut bergabung terus berkembang. Lembaga ini juga mendirikan majalah Prisma. Di Majalah Prisma inilah beliau mengawali karir sebagai wartawan. Beliau menjadi salah satu kontributor utama. Bekerja sebagai jurnalis atau wartawan, KH. Abdurrahman Wahid sering berkeliling dari pesantren di berbagai daerah di Indonesia.187

Pada akhir 1970-an, KH. Abdurrahman Wahid dikenal luas di luar lingkungan pesantren karena kontribusinya pada jurnal dan surat kabar utama. Dia pertasipasi aktif dalam sejumlah seminar, simposium, dan konferensi tentang pembangunan nasional. Melalui berbagai kesempatan inilah, dia menarik perhatian publik pada peran pesantren sebagai agen pembangunan komunitas pedesaan dan pengembangan masyarakat demokratis di tingkat rakyat kebanyakan. Dia juga dikenal sebagai juru bicara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia, yang di dalamnya pesantren-pesantren yang mempunyai orientasi pembangunan, mendapatkan peran penting.188

Melalui aktivitasnya di LP3ES memberikan KH. Abdurrahman Wahid pemahaman yang lebih mengenai dunia pesantren dan Islam tradisional, dan dari lembaga ini Ia belajar mengenai aspek-aspek praktis dan kritis mengenai pengembangan masyarakat. Kombinasi ini benar-benar cocok baginya. Pada tahun 1977 Ia di dekati dan di tawari jabatan Dekan Fakultas

187 Muhammad Zen, Gus Dur Kiai Super Unik, hlm. 41

188 John L Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Terj. Femmy S, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 16.

Ushuluddin pada Universitas Hasyim Asy'ari di Jombang. Dengan gembira Ia menerima tawaran ini. Universitas Islam ini diberi nama kakek KH. Abdurrahman Wahid dan di dirikan oleh suatu konsorsium pesantren untuk memberikan pendidikan tingkat Universitas kepada lulusan Pesantren.

KH. Abdurrahman Wahid mulai banyak terlibat pada kepemimpinan NU pada tahun 1979, yaitu di Syuriah NU. Tetapi beliau tetap tidak meninggalkan dunia pesantren, beliau mengasuh pesantren di Ciganjur, Jakarta Selatan. Akibat kepindahannya di Jakarta dan kiprahnya di dunia LSM sejak akhir 1970-an. Beliau mulai memasuki pergaulan yang lebih luas melalui berkenalan dengan tokoh-tokoh maupun kelompok dengan latar belakang berbeda-beda, dan terlibat dalam berbagai proyek dan aktivitas sosial. Kemudian dari tahun 1980-1990 berkhidmat di MUI

Setelah malang melintang sebagai aktivis di berbagai lembaga, KH. Abdurrahman Wahid akhirnya terjun ke kancah politik. Beliau memperoleh pengalaman politik pertama saat Pemilu legislatif tahun 1982, yakni ketika itu berkampanye untuk PPP (Partai Persatuan Pembangunan), gabungan empat partai Islam termasuk Nahdlatul Ulama. Selain awal perjalanannya di dunia politik, karir beliau sebagai pengurus NU semakin melesat, puncaknya pada Mukatamar NU tahun 1984 Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Menjelang terpilih, KH. Abdurrahman Wahid menyatakan sanggup menjadi Ketua Umum PBNU asal mendapat wewenang penuh menyusun pengurus

yang akan bekerja membantunya. Hal itu disetujui Muktamirin, sehingga beliau leluasa memilih pengurus lain yang seirama dengan visi beliau.189

Selama masa jabatan pertama di posisi Ketua Umum PBNU, KH. Abdurrahman Wahid lebih fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren. Sejumlah upaya dilakukan, agas sistem pendidikan di pondok pesantren semakin maju. Kiprah beliau ini berhasil, sehingga kualitas sistem pendidikan di pondok pesantren tidak kalah jika dibandingkan sekolah umum. Sementara itu kiprah politik KH. Abdurrahman Wahid semakin menanjak dengan terpilihnya beliau sebagai anggota MPR pada tahun 1987. Menjadi anggota MPR, beliau tidak segan-segan mengkritik dan menentang kebijakan orde baru.190

Puncak karir politik KH. Abdurrahman Wahid ditandai dengan terpilihnya beliau menjadi Presiden. Pada 20 Oktober 1999, MPR memilih presiden baru, beliau yang waktu itu di dukung oleh poros tengah memperoleh 373 suara mengalahkan pesaingnya yaitu Megawati yang mendapat 313 suara. Dengan begitu KH. Abdurrahman Wahid resmi menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4.

Begitu dilantik sebagai Presiden RI keempat, KH. Abdurrahman Wahid melakukan sejumlah gebrakan “berani”. Sejumlah gerakan Abdurrahman Wahid yang dinilai berani yakni membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Bula pula pemimpin pertama yang bernegoisasi dengan GAM dan memberikan Nangroe Aceh Darussalam

189

Muhammad Zen, hlm. 45.

190

referendum untuk menentukan otonomi. Keberaniannya tidak berhenti sampai di situ saja, beliau mereformasi jajaran militer dan mengeluarkan militer dari dominasi di sosial politik. Selain itu di masa pemerintahannya, warga keturunan Tiongkok mulai dianggap eksistensinya lewat keputusan masuknya agama Konghucu dalam agama resmi Indonesia dan dijadikannya hari Imlek sebagai hari libur nasional.

Dari paparan di atas memberikan gambaran begitu kompleksnya per-jalanan karir seorang KH. Abdurrahman Wahid. Dimulai dengan aktif di lembaga pendidikan kemudian menjadi aktivis LSM, menjadikannya bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang ideologi, budaya, kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Lewat karirnya itu juga pemikiran-pemikirannya mulai dikenal.