• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Keempat: Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Deskripsi

Kampung Wonosari terdiri dari dua Rukun Warga (RW) yaitu RW III dan RW IV. Kedua RW ini mempunyai karakteristik, potensi dan permasalahan yang cukup kompleks. Mata pencaharian penduduk beraneka macam seperti pedagang, buruh, namun terbanyak adalah bekerja pada sektor informal seperti tukang becak, pembuat bunga kertas, penyedia bibit tanaman bias, warung makan dan sebagainya. Di antara mata pencaharian tersebut yang dianggap paling mapan adalah pemilik kios bunga.

Kios bunga di Kampung Wonosari berdiri sepanjang jalan Dr. Sutomo dari depan Lapangan Garnisun sampai dekat Kompleks Gereja Katedral Randusari. Secara umum kios bunga ini terdiri dari tiga bagian atau kelompok yaitu kios tanaman hias mulai dari Wonosari Gang I sampai HI, kios bunga kertas dari Wonosari Gang III sampai Gang IV, dan kios pot bunga dan perlengkapan hias lainnya mulai dari Wonosari Gang IV sampai Wonosari Gang VII. Kegiatan ekonomi kios-kios ini berlangsung setiap hari, bahkan malam hari.

Penduduk Kelurahan Randusari sangat hetoregen, baik dilihat dari agama, suku bangsa maupun keadaan ekonomi. Data tahun 2009 jumlah penduduk Kelurahan Randusari adalah 7540 jiwa yang secara administrasi mendiami di 7 RW dan 54 RT yang berada di tiga Kampung yaitu Kampung Randusari, Wonosari dan Krajan.

Kampung Wonosari terdiri dan 10 RT dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 adalah 377 KK yang terdiri dan 1189 jiwa. Mata pencaharian penduduk rata-rata pekerja swasta dan pekerja informal, sedikit PNS dan TNI/Polri. Sedangkan pendidikan masya-rakatnya rata-rata lulusan SMA/ sederajat tetapi masih ada beberapa penyandang buta aksara. Suku bangsanya, mayoritas suku bangsa Jawa, sedangkan sisanya dari suku bangsa lainnya seperti Sunda, Madura, China, NTT dan sebagainya. Walaupun mayoritas suku bangsa Jawa, tetapi berasal dari daerah yang berbeda-beda karena umumnya penduduk Kampung Wonosari adalah pendatang, sedangkan warga asli

jumlahnya sangat sedikit, itupun pendatang yang lebih dahulu mendiami wilayah itu. Warga asli umumnya sudah menempati Kampung Wonosari sejak tahun 1930-an, jadi sampai sekarang sudah 4 generasi.

Dilihat dari agama yang dianutnya, mayoritas mereka beragama Islam, sisanya Kristen dan Katholik. Selain terdapat Gereja Katedral Randusari, di Kampung Wonosari juga terdapat 2 sarana peribadatan agama Kristen lainnya. Sedangkan jumlah masjid ada 2 buah dan 4 buah mushola. Secara umum kehidupaan beragama di Kampung Wonosari relatif baik dan kehidupan toleransi beragama tinggi. Konflik-konflik yang terjadi, termasuk masalah pembagian BLT tidak berakar dari masalah agama.

Sarana Umum Masyarakat

Sarana pendidikan di Kampung Wonosari ada dua buah SD/setingkat yaitu SD Gunung Brintik dan MI Istiqomah yang keduanya dikelola yayasan swasta. Sedangkan lembaga pendidikan formal TK tidak ada, yang ada TPQ di setiap masjid atau mushola. Sekolah SMP dan SMA tidak ada.

Sarana jalan di Kampung Wonosari umumnya jalan setapak yang berliku-liku naik turun. Di sepanjang jalan Dr. Sutomo menuju Kampung Wonosari terdapat 8 jalan kampung yaitu Wonosari I - Wonosari VIII. Antara jalan kampung terhubung dengan jalan setapak yang tidak semuanya dapat dilalui sepeda motor, apalagi mobil.

Pasar sebagai sarana pengembangan ekonomi tidak ada di Kampung Wonosari, yang ada adalah kios-kios kecil. Pasar terdekat adalah Pasar Bulu dan Pasar Randusari. Untuk mendapatkan kebutuhan konsumsi selain ke kedua pasar tersebut, penduduk Kampung Wonosari membeli dari pedagang keliling maupun pedagang kecil yang mangkal di mulut gang.

Sementara itu sarana umum untuk bermain anak-anak tidak ada. Anak-anak Kampung Wonosari biasa bermain sepakbola di

Lapangan Garnizun Kalisari setiap sore hari. Sementara anak-anak yang tidak menuju lapangan hanya bermain di jalan-jalan kampung di sekitar rumahnya atau di atas jembatan yang melintang di atas Kali Semarang.

Ternyata di lapangan sumber daya (resources) yang dimiliki tidak sepenuhnya cocok (match) dengan medan yang dihadapi. Sampailah pada kondisi yang harus siap me-modify sumber daya tersebut sehingga bisa optimal menopang usaha yang dilakukan.

Tahap strategi memodifikasi

Pendataan Warga Miskin wilayah Gunung Brintik Kampung Wonosari.

Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah program pemerintah yang diberikan kepada keluarga yang tergolong miskin sebagai akibat adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak, khususnya minyak tanah. Naiknya harga miknyak tanah dari dari Rp 300,- /liter menjadi Rp.700,-/liter dan terus naik lagi menjadi Rp. 1.500,-/liter mengakibatkan daya beli masya-rakat menurun, apalagi bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. BLT diberikan setiap bulan melalui kantor pos yang ditunjuk. Pada tahun 2008 setiap Rumah Tangga Sasaran (RTS) mendapat BLT sebesar Rp. 300.000,- setiap bulan, sedangkan pada tahun 2009 setiap RTS men-dapat Rp.200.000,- setiap bulan. Penerimaan kepada RTS dilakukan setiap 3 bulan sekali.

Sebelum berhak menerima BLT, diadakan pendataan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh kelurahan. Untuk verifikasi data yang telah dilakukan oleh petugas kelurahan maka pemerintah bekerja dengan LSM tertentu. Dengan prosedur kerjasama demikian maka diharapkan data RTS yang berhak mendapat BLT tidak salah. Namun yang terjadi di Kampung Wonosari tidak semulus dan sesuai persis dengan petunjuk pemerintah.

Sejak pendataan awal pada tahun 2006, di Kampung Wonosari tidak dilakukan secara baik, sebab tidak meli-batkan pengurus RT

masing-masing. Petugas yang ditunjuk oleh kelurahan, yang kebetulan warga Kampung Wonosari, sudah memegang data berdasarkan perkiraannya sendiri. Setiap RT sudah ada data warga miskin yang akan diajukan kepada pihak LSM yang akan menverifikasi data. Keluarga yang tergolong miskin maka harus memenuhi 14 kriteria miskin dari 20 kriteria yang ditentukan. Ada 8 (delapan) kriteria pokok untuk menentukan kemiskinan suatu rumah tangga. Dari 8 (delapan) kriteria pokok tersebut masing-masing masih dibagi menjadi beberapa kriteria seperti tersebut di bawah ini.

1. Pangan, yang terdiri dari :

a. Rata-rata frekuensi makan dalam sehari, terdapat tiga kriteria yaitu 1 x sehari, 2x sehari dan lebih dari 2 kali.

b. Frekuensi makan daging (sapi/kerbau/kambing/domba/ayam /jeroan/hati/dendeng) dan telor yang diadakan keluarga dalam satu minggu. Ada lima pilihan yaitu tidak pernah sama sekali, tidak menentu, paling sedikit satu minggu sekali, dua kali dalam satu minggu dan lebih dari dua kali dalam satu minggu.

2. Tempat Tinggal, terdiri dari:

a. Status rumah yang ditempati saat ini, yang terdiri dari lima pilihan yaitu ikut keluarga/orang lain, mengontrak, fasilitas kantor/lembaga/kaum, milik sendiri di lokasi pihak lain, dan milik sendiri.

b. Luas lantai rumah yang dihuni, tidak ada pilihan, namun untuk dikategorikan miskin luas rumah kurang dari 8 m2 setiap anggota keluarga, jadi kalau anggota keluarga 4 orang maka minimal luas rumah 32 m2.

c. Jenis lantai rumah, ada empat alternatif pilihan yaitu semua lantai terbuat dari tanah, di atas 50% lantai rumah terbuat dari tanah, di atas 50% lantai rumah terbuat dari semen (plester), dan di atas 50% lantai rumah terbuat dari ubin.

d. Dinding rumah, ada empat kriteria untuk menentukan kemiskinan suatu keluarga, yaitu seluruh dinding dan atap dibuat

dari bahan bekas pakai non permanen, semua dinding rumah terbuat dari bambu dan atau kayu berkualitas rendah, di atas 50% diding rumah terbuat dari bambu dan atau kayu, sebagian dinding sudah terbuat dari tembok batu/kayu berkualitas, dan seluruh dinding terbuat dari tembok batu/kayu berkualitas. e. Ketersediaan listrik. Berkaitan ketersediaan listrik ada empat

pilihan yang harus dipilih yaitu belum menggunakan listrik, menyalur dari rumah lain, milik sendiri 450 watt, dan milik sendiri lebih besar dari 450 watt.

f. Ketersediaan air bersih/air minum. Mengenai ketersediaan air untuk kebutuhan sehari-hari, ada empat kriteria yang harus dipilih yaitu sumber air tidak dilindungi (sungai, empang, air hujan), sumur dangkal, membeli secara eceran atau langganan, dan PAM/ sumur dalam (artetis).

g. Jamban/WC yang digunakan untuk menentukan kemiskinan sebuah keluarga terdiri dari empat pilihan yaitu tidak memiliki jamban (di sungai, kebun, sawah), jamban umum Jamban milik institusi, dan jamban milik sendiri.

3. Sandang, terdiri dari:

a. Rata-rata jumlah pakaian baru yang dapat dibeli oleh keluarga dalam setahun terakhir, dengan empat pilihan yaitu tidak pernah membeli baru, hanya membeli satu stel, membeli 2 stel, dan membeli lebih dari 2 stel.

b. Apakah setiap anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah/bekerja/sekolah/bepergian, dengan tiga pilihan yaitu tidak pernah berbeda, kadang-kadang berbeda dan selalu berbeda.

4. Kesehatan, yang terdiri dari 3 kriteria yaitu:

a. Bila ada anggota keluarga yang sakit dan atau memerlukan pelayanan KB biasanya dibawa ke sarana atau petugas kesehatan, dengan tiga pilihan yaitu tidak pernah dibawa ke sarana pelayanan kesehatan, kadang-kadang dibawa ke sarana

pelayanan kesehatan, dan selalu dibawa ke sarana pelayanan kesehatan.

b. Bila dibawa ke sarana pelayanan kesehata, kepada siapa pengobatan dilakukan? Jawabannya ada 4 pilihan yaitu dibawa ke pengobatan tradisional/alternatif atau dukun, dibawa ke sarana kesehatan Puskesmas/RS, dibawa ke dokter/mantri/bidan, dan dibawa ke sarana pelayanan kesehatan lainnya.

c. Bila ada anggota keluarga yang sakit dan memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan/rumah sakit, apakah mampu membiayai? Ada empat jawaban yang bisa dipilih, yaitu tidak dapat membiayai, dapat bantuan dari pemerintah, dapat membiayai dengan bantuan keluarga/pihak lain, dan dapat membiayai sendiri.

5. Penghasilan, terdiri dari 3 kriteria, yaitu :

a. Sumber penghasilan rumah tangga, yang terdiri dari bantuan/sumbangan keluarga/pihak lain, upah, gaji, uang pensiun, dan penghasilan lainnya.

b. Status pekerjaan utama KK, dengan empat pilihan yaitu tidak bekerja/pengangguran, buruh, berusaha sendiri, dan berusaha dengan mempekerjakan bu-ruh tetap.

c. Alasan tidak bekerja, yaitu karena sakit, tidak dapat pekerjaan, dan alasanlainnya yang diminta untuk disebutkan.

d. Keterampilan yang dimiliki, terdiri dari pertukang-an/penjahitan, perbengkelan, pembuatan barang kerajinan, pembuatan kue/makanan, usaha tani, usaha peternakan, usaha perikanan darat/laut, dan keterampilan lainnya untuk disebutkan, dengan jawaban hanya ya atau tidak.

e. Apakah pernah mengikuti pelatihan keterampilan bagi anggota keluarga, dengan jawaban ya atau tidak, bila pernah mengikuti maka diminta untuk disebutkan.

f. Jenis keterampilan dan usaha yang dibutuhkan oleh anggota keluarga guna menambah penghasilan keluarga, dengan pilihan jawaban hanya ya dan tidak dari beberapa pilihan, yaitu pertukangan/penjahitan, perbengkelan, pembuatan barang kerajinan, pem-buatan kue/makanan, usaha tani, usaha peternakan, usaha perikanan darat/laut, dan keterampilan lainnya untuk disebutkan

6. Pengeluaran keluarga, yang hams diisikan dalam bentuk rupiah untuk beberapa jenis pengeluaran meliputi:

a. Pangan terdiri dari padi-padian/makanan pokok, lauk pauk, minyak, gula, kopi, teh, bumbu, gas.

b. Tempat tinggal, terdiri dari sewa, kontrak, perawatan/ perbaikan, listrik, air, telepon.

c. Sandang, berupa pengeluaran untuk pakaian.

d. Pendidikan, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk bayar sekolah, transport anak sekolah, buku, tas, alat tulis.

e. Kesehatan, meiputi biaya pengobatan (obat, jasa dokter, rawat inap, akomodasi).

f. Sosial, yang terdiri dari pengeluaran untuk kondangan, arisan, iuran RT, kematian, rekreasi.

g. Transportasi, yang dikeluarkan untuk seluruh anggota keluarga yang bekerja.

h. Lain-lain yaitu pengeluaran yang belum tercantum di atas.

7. Penghasilan keluarga, dihitung berdasarkan anggota keluarga yang bekerja seperti suami, istri dan anggota keluarga lainnya, berupa penghasian pokok maupun penghasilan sampingan yang diperlolehnya. Bila penge-luaran (point 6) lebih besar dibandingkan penghasilan (point 7), usaha apa yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah itu

8. Kepemilikan aset keluarga, seperti TV, radio/tape recorder, VCD/DVD player, handphone/seluler, komputer/laptop, kulkas, mebel, sepeda, sepeda motor, mobil, perhiasan emas, ternak, tanah berupa sawah, pekarangan, kebun, dan tegalan. Berdasarkan data warga miskin yang sudah ada di kelurahan, selanjutnya warga diberi blangko untuk diisi sesuai dengan variabel penentuan kemiskinan.

KK yang tergolong miskin di Kampung Wonosari Kelurahan Randusari Kecamatan Semarang Selatan ada 218 KK dari 377 KK. Sebenarnya 261 KK yang tergolong miskin tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya, sebab banyak data tambahan yang diberikan pengurus RT kepada pihak kelurahan agar digolongkan sebagai warga miskin. Pengurus RT umumnya mendapat desakan dari warga agar memasukkan sebanyak-banyaknya data warga miskin, dengan harapan akan mendapat BLT. Keadaan masyarakat Kampung Wonosari pada umumnya bersedia dikategorikan sebagai warga miskin asalkan mendapat bantuan, baik bantuan untuk kepentingan lingkungan maupun bantuan pribadi. Ketika petugas kelurahan membagikan blangko pendataan warga miskin untuk mendapatkan BLT, maka banyak warga lain yang belum terdaftar mengajukan diri untuk didaftar, dengan memfotocopy blangko yang dimiliki warga lainnya.

Berdasarkan daftar warga miskin yang masuk ke pihak kelurahan, kemudian dikirimkan ke Pemerintah Kota. Oleh Pemkot, data tersebut diserahkan kepada pihak LSM yang bertugas memverifikasi data dengan mengunjungi langsung setiap warga yang tergolong miskin dengan tujuan untuk mencocokkan data yang terkumpul dengan keadaan yang sebenarnya. Namun yang terjadi di Kampung Wonosari, oleh pihak LSM tidak semua keluarga yang tergolong miskin dikunjungi untuk diverifikasi, melainkan hanya

Beberapa keluarga, bahkan petugas LSM hanya mengunjungi Ketua RT untuk minta pertimbangan menen-tukan warga yang berhak menerima BLT. Akibat tidak semua warga diverifikasi maka muncullah keresahaan di antara warga yang tidak dikunjungi, termasuk ketegangan dengan pengurus RT sehubungan pengurus RT dimintai pertimbangan untuk menentukan warga yang berhak menerima BLT.

Warga masyarakat umumnya hanya mengetahui bahwa yang berhak menentukan penerima BLT adalah Ketua RT, bukan BPS berdasarkan verifikasi data yang diajukan.

Kepala keluargayang mendapat BLT di RW III dari 218 KK yang diajukan, yang disetujui sebanyak 107 KK atau 49,08%. Dengan demikian warga Kampung Wonosari yang mendapat BLT cukup banyak dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penerima BLT di Kelurahan Randusari yaitu 418 KK, atau mencapai 25,59%. Namun demikian bagi warga Kampung Wonosari, 107 KK yang berhak menerima BLT menimbulkan banyak masalah intern warga kampung yang cukup berkepanjangan selama program BLT tahun 2008 dan 2009 dilakukan pemerintah karena alur proses pendataan tidak dijalankan dengan benar. Alasan sebagai pembenar bagi pihak kelurahan adalah 1). Data warga miskin di kelurahan sudah ada, berdasarkan data penerimaan beras miskin (raskin) sehingga penerima raskinotomatis warga miskin, 2). Petugas pendata warga miskin adalah warga Kam-pung Wonosari sendiri yang mengetahui kondisi warga, 3). Keterbatasan waktu yang mendesak agar kelurahan segara menyampaikan data warga miskin ke pihak Pemerintah Kota.

Alur pendataan warga calon penerima BLT yang benar adalah: Pihak kelurahan, melalui petugas mengadakan sosialisasi kepada pengurus RT, selanjutnya pengurus RT mengadakan sosialisasi kepada warga, sekaligus mengadakan pendataan dengan kese-pakatan warga RT; Warga yang sudah didata oleh pengurus RT selanjutnya diberi blangko calon penerima BLT, untuk diisi dan dikumpulkan lagi kepada pengurus RT untuk selanjutnya dikumpulkan kepada petugas kelurahan yang ditunjuk; Pihak kelurahan mengumpulkan data dan blangko calon penerima BLT ke pihak kecamatan; Pihak kecamatan sesuai dengan pembagian kerja yang sudah ditentukan oleh Pemkot kerjasama dengan LSM, akan menyerahkan data dan blangko calon penerima BLT kepada pihak LSM; LSM akan memverifikasi data warga calon penerima dengan mengadakan kunjungan langsung ke RTS dengan didampingi pengurus RT; LSM akan melaporkan hasilnya kepada Pemkot, untuk selanjutnya ditetapkan calon penerima BLT;

Ada beberapa alur pendataan yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya mengakibatkan terjadinya permasa-lahan berkaitan dengan pendataan warga calon penerima BLT. Permasalahan yang terjadi di Kampung Wonosari ini cukup mengganggu kerukunan warga kampung yang semula tenang dan tenteram karena menimbulkan konflik warga.

Ketika sudah berimprovisasi dan memodifikasi resources secara maksimal, namun lapangan tetap tidak mudah ditaklukkan, tetap tidak bersahabat dengan usaha, maka tiba waktunya untuk beradaptasi dengan lingkungan usaha yang berbeda tersebut.

Adaptasi terhadap Bentuk-Bentuk Konflik Warga

Program pemerintah berupa pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) menimbulkan banyak masalah, khususnya bagi warga Kampung Wonosari Kelurahan Randusari Kecamatan Semarang Selatan. Konflik yang terjadi di kalangan warga tidak selalu diartikan sebagai konflik fisik berupa kekerasan, tetapi timbulnya kecemburuan, kete-gangan, dan sebagainya. Secara umum konflik-konflik yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Konflik Petugas Pendata Warga Miskin dengan Pengurus RT. Pendataan warga miskin yang berhak menerima BLT pada awalnya tidak dilakukan melalui pengurus RT, tetapi sudah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk pihak kelurahan. Pengurus RT di Kampung Wonosari hanya menerima data yang sudah dtentukan oleh pihak kelurahan beserta blangko yang harus diisi sejumlah warga yang sudah ditentukan. Akibatnya banyak pengurus RT yang protes keras karena merasa bahwa perannya diabaikan oleh petugas pendata warga miskin. Protes pengurus RT ini telah menimbulkan ketegangan antara pengurus RT dengan pendata warga miskin yang kebetulan tokoh masyarakat di Kampung Wonosari. Protes pengurus RT ini terjadi karena warga miskin yang terdata ternyata tidak sesuai benar dengan kondisi sesungguhnya, maksudnya ada warga yang lebih miskin tetapi

tidak terdata oleh pihak kelurahan, sementara warga yang secara ekonomi lebih mampu justru terdata sebagai warga miskin calon penerima BLT. Selain itu pengurus RT juga merasa bahwa warga yang dinilai bermasaah di lingkungan, misalnya tidak rajin ikut pertemuan RT, banyak tunggakan iuran RT, tidak rajin ikut kerja bakti dan sebagainya mestinya harus ada kesepakatan dulu dengan pengurus RT agar dapat menjadi warga masyarakat yang baik.

Akibat protes para pengurus RT maka diambil jalan tengah dengan memberi kesempatan pengurus RT untuk mengajukan tambahan warga miskin yang bisa diajukan untuk mendapatkan BLT dengan cara memfotocopy blangko yang sudah dibagikan ke warga miskin. Dengan penambahan warga miskin yang dapat diajukan menerima BLT maka jumlah calon penerima BLT di Kampung Wonosari menjadi membludak, karena semua warga miskin yang ada didata sebagai calon penerima BLT. Namun demikian, data warga yang sudah dilakukan pihak leuraha tetap diurutan atas, yang justru nanti dalam penentuan penerima BLT adalah pihak-pihak yang berhak menerima BLT, karena dalam proses veriflkasi tidak dilakukan dengan baik oleh pihak LSM.

2. Konflik Pengurus RT dengan warga

Konflik pengurus RT dengan petugas pendata dari kelurahan mendapatkan titik temu (kesepakatan) yaitu dengan adanya penambahan jumlah usulan waga calon penerima BLT, dengan cara memfotocopy blangko yang masih kosong.

Hasil kesepakatan ini oleh pengurus RT dibawa ke pertemuan RT untuk raenentukan tambahan usulan warga calon penerima BLT. Pengusulan warga sebagai calon pene-rima BLT umumnya diberbagai RT di Kampung Wonosari mengalami berbagai masalah, sebab banyak warga yang minta untuk diusulkan sebagai calon penerima BLT. Apalagi, data awal calon penerima BLT umumnya adalah warga-warga yang dinilai oleh sebagian besar warga sebagai warga bermasalah di kampung, khususnya berkaitan dengan kegiatan ke-RT-an.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, dicapailah kompromi bahwa semua warga yang dikategorikan sebagai warga miskin di data dan diajukan sebagai calon penerima BLT, dengan harapan semua warga miskin akan menerima BLT. Oleh karena itu semua RT mendata kembali warga miskin, khususnya untuk penambahan usulan pengajuan warga penerima BLT. Akibatnya jumlah KK miskin di kam-pung Wonosari melonjak dua kali lipat dari data yang diberikan pihak kelurahan. Konflik pendataan dianggap sudah selesai dengan diajukannnya sebagian besar warga untuk menerima BLT.

Namun konflik baru muncul ketika data warga penerima BLT sudah turun, karena warga penerima BLT adalah warga yang terdata diurutan atas, artinya data tambahan hampir tidak ada yang masuk sebagai penerima BLT. Selain itu pihak LSM tidak melakukan verifikasi ke lapangan dengan baik, melainkan hanya meminta masukkan dari petugas pendata dari kelurahan mengakibatkan banyak warga yang mestinya tidak menerima BLT karena tidak terlalu miskin justru menerima BLT, sebaliknya warga yang lebih miskin tidak menerima BLT. Muncullah kasak-kusuk di kalangan warga bahwa warga-warga yang menerima BLT selain yang nomor pendataannya pada bagan awal, tetapi juga yang dekat dengan petugas pendata dari kelurahan.

Sementara itu ada sebagian pengurus RT yang juga menginginkan ikut menikmati dana BLT dengan cara meminta warga penerima untuk sedikit menyisihkan dananya untuk pengurus RT. Masalah ini sempat memicu ketegangan di antara pengurus RT lainnya karena dianggap kurang tepat. Tetapi akhimya diambil kesepakatan agar diselesaikan di tingkat RT masing-masing dengan tingkat kerelaan warga masing-masing RT. Konflik warga penerima dan non penerima BLT.

Konflik ini merupakan konflik yang paling banyak terjadi sekalgus sekalanya luas dan lama. Warga miskin yang tidak menerima dana BLT umumnya membenci warga penerima BLT, apalagi bila penerima BLT tidak rajin dalam kegiatan ke-RT-an. Sempat terjadi kekerasan fisik antara penerima BLT dan non penerima di RT 07 RW

Dokumen terkait