HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Kata yang bermakna Ibadah/Ketaatan
/huwa 'allażī 'arsala rasūlahu bilhudā wa dīni 'al-haqqi liyuẓhirahu ‘alā 'ad-dīni kullihi wa kafā billāhi syahīdān/ “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”
B. Kata yang bermakna Ibadah/Ketaatan
1. Surah Al-Baqarah ayat 193 :
/waqātilūhum ḥattā lā takūna fitnatun wayakūna ad-dīnu lillāhi fainnintahau falā ‘udwāna illā ‘alā aẓẓālimīna/ “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan ketaatan itu hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. “
Al-Maragi (1993: 168) menjelaskan bahwa pada permulaan Islam kaum Muslimin tidak dapat berbuat banyak untuk urusan agam mereka.Pada waktu itu kekuasaan ada di tangan kaum musyrikin dan Mekkah dijadikan pust kemusykrikan. Namun Allah tidak menghendaki ituterus berlangsung oleh karena itu ia menetapkan dan memperkuat barisan kaum muslimin sehingga mampu
membuka kota Mekkah dan menghancurkan semua berhala.Sehingga segala bentuk ketaatan dan peribadatan hanya ditujukan kepada Allah semata.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah kataﻥﻮﻜﻳ
/yakūnu/ ‘jadi, menjadi/adalah’ dan kataﻟ
/lillāhi/ ‘bagi/ untuk Allah’.Makna ayat ini juga berhubungan dengan konteks ayat yang menceritakan keadaan umat Islam pada suatu waktu di Mekkah yang mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah karena fitnah-fitnah yang dilancarkan kaum kafir berupa penganiayaan dan penyiksaan.Oleh karena itu makna kontekstual Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.2. Surah Yunus ayat 22 :
/huwallażī yusayyirukum fī 'al-birri wa 'al-baḥri hattā 'iżā kuntum fī al-fulki wajarayna bihim birīhin ṭayyibatin wafarihū bihā jā'athā rīḥun ‘āṣfun wajā'ahumu 'al-mauju min kulli makānin waẓannū 'annahum 'uḥīṭabihim da‘a‘ū 'allāha mukhliṣīnalahu 'ad-dīna la'in 'anjaynā minhāżihī lanak ūnannā mina 'asy-syākirīna/ “Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan
gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus mengikhlaskan ketaatan kepada Allah semata. (seraya berkata), “sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Menurut Al-Maragi (1993: 166, 170) mengatakan bahwa pada ayat ini Allah menjelaskan perihal tabiat kaum musyrik yang meskipun telah ditampakkan tanda-tanda selain Al-Qur’an mereka pun takkan puas dengan tanda-tanda tersebut.Maka, tatkala tanda-tanda siksa telah turun kepada mereka dan segala usaha tak bisa dilakukan, maka berdoalah mereka dengan memurnikan ketaatan semata kepada Allah, supaya Dia berkenan menghilangkan dari semua bencana yang sedang menimpa mereka.Namun setelah dikabulkan, mereka kembali berpaling.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah kataﺍﻮﻋﺩ
/da‘a‘ū/ ‘mereka menyeru, berdoa’ dan kataﻦﻴﺼﻠﺨﻣ
/mukhliṣīna/ ‘secara (dalam hal) ikhlas, murni’.Konteks ayat juga mengandung makna keadaan kaum musyrik ketika dihadapkan kepada bahaya yang mengancam, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.3. Surah Al-Ankabut ayat 65 :
/fa'iżā rakibū fī 'al-fulki da‘awu 'allāha mukhliṣīna lahu 'ad-dīna falamā najjāhum 'ilā 'al-birri ' iżā hum yusyrikūna/ “maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka samapi ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).”
Al-Maragi (1993: 36) mengemukakan bahwa di dalam ayat ini Allah mengisahkan keadaan orang-orang musyrik apabila mereka diuji dengan hal-hal yang penuh kegentingan dan bahaya, lalu mereka hanya menyeru kepada Allah semata, supaya Dia menyelematkan mereka dari keadaan bahaya. Selanjutnya Allah menjelaskan sikap mereka sesudah terlepas dari bahaya, yaitu dengan cepat dan segera, mereka kembali kepada kebiasaan mereka semula.Yaitu menyeru kepada tuhan-tuhan sesembahan mereka.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah kataﺍﻮﻋﺩ
/da‘a‘ū/ ‘mereka menyeru, berdoa’ dan kataﻦﻴﺼﻠﺨﻣ
/mukhliṣīna/ ‘secara (dalam hal) ikhlas, murni’.Konteks ayat juga mengandung makna keadaan kaum musyrik ketika dihadapkan kepada bahaya yang mengancam, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.4. Surah Al-Luqman ayat 32 :
/wa'iżā gasyiyahum maujun kā 'al-ẓulali da‘awullāha mukhliṣīna lahu 'ad-dīna falammā najjāhum 'ilā 'al-birri faminhum muqtaṣidun wamā yajḥadu bi'āyātinā 'illa kullu khattārin kafūrin/ “dan apabila mereka digulung ombak yang besarseperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas taat kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus.Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih.”
Al-Maragi (1993: 185) mengatakan bahwa pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik selalu melupakan Allah di waktu mereka mendapat kesenangan dan mereka baru ingat kepada Allahh di waktu ditimpa kesengsaraan.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah kataﺍﻮﻋﺩ
/da‘a‘ū/ ‘mereka menyeru, berdoa’ dan kataﻦﻴﺼﻠﺨﻣ
/mukhliṣīna/ ‘secara (dalam hal) ikhlas, murni’.Konteks ayat juga mengandung makna keadaan kaum musyrik ketika dihadapkan kepada bahaya yang mengancam, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.5. Surah Az-Zumar ayat 2 :
/'innā 'anzalnā 'ilayka 'al-kitā bilḥaqqi fa‘budillāha mukhliṣān lahu 'ad-dīna/
“sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya”
Menurut Al-Maragi (1993: 244 Jilid) Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW dengan menyuruh melaksanakan kebenaran dan keadilan yang wajib ditempuh dan dilaksanakan. Kemudian Allah menyuruh Rasul-Nya supaya menyembah Allah dengan memurnikan ibadah semata-mata untuknya bersih dari unsur-unsur syirik dan riya sesuai dengan apa yang telah diturunkan dalam lembaran-lembaran kitabNya lewat lidah para NabiNya, yakni dengan
mengkhususkan peribadatan untukNya semata-mata, dan bahwa tiada sekutu dan tandingan bagiNya.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat.Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah kataﺪﺒﻋﺍ
/`u’bud/ ‘sembahlah’ dan kataﺺﻠﺨﻣﺍ
/mukhliṣan/ ‘secara (dalam hal) ikhlas, murni’. Konteks ayat jugamengandung makna perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk menyembah Allah dengan ikhlas memurnikan ketaatan hanya kepadaNya perwujudan telah diturunkannya Al-Qur’an kepada Rasulullah sebagai petunjuk yang benar, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.6. Surah Az-Zumar ayat 3 :
/'alā lillāhi 'ad-dīnu 'al-khāliṣu wallażī 'at-takhażū min dūnihi 'auliyā'a mā na‘buduhum 'illā liyuqarribūnā 'illa liyuqarribūnā 'ilā 'allāhi zulf ā 'inna 'allha yaḥkumu baynahum fī mā hum fīhi yakhtalifūna 'inna 'allāha lā yahdī man huwa kāżibun kaffārun/ “ingatlah! Hanya milik Allah ketaatanyang murni (dari syirik) Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah kan member putusan di antara mereka tentang apa yang mereka pereselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.”
Menurut Al-Maragi (1993: 245 Jilid) Allah mempertegas perintah untuk memurnikan ketaatan kepadaNya seperti yang tercantum pada ayat kedua di atas
dengan mengingatkan bahwa hanya kepunyaan Allah-lah peribadatan dan ketaatan semata-mata, tak ada persekutuan bagi seorangpun bersama Allah dalam peribadatan dan ketaatan itu. Karena, apapun selain Allah adalah milikNya.Kewajiban sesuatu yang dimiliki adalah taat kepada pemiliknya.
Kata
ﻥﻳﺩ
/dīnun/ pada ayat ini bermakna ketaatan.Makna ini muncul ditinjau dari konteks intrakalimat berdasarkan hubungan antar kata dalam kalimat. Kataﻥﻳﺩ
/dīnun/ terletak setelah fraseﻟ
/lillāhi/ ‘kepada (milik) Allah’ dan kataﺺﻟﺎﺨﻟﺍ
/al-khāliṣ/ ‘secara (dalam hal) ikhlas, murni’. Konteks ayat jugamengandung makna bahwa Allah mempertegas bahwa ketaatan kepadaNya harus bebas dari unsur syirik, oleh karena itu ditinjau dari segi situasi lingkungan pengguna bahasa maka bisa dipahami makna kata