• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SOSOK KATEKIS DALAM BERKATEKESE

C. Katekis demi Mewujudkan Gereja

1. Katekis di tengah Umat

Katekis mengemban tugas mulia. Mulia karena menuntun umat Kristiani supaya hidup terpuji di hadapan manusia dan di hadapan Allah. Katekis juga berperan untuk membantu umat demi mewujudkan Gereja signifikan dan relevan. Sebelum berkatekese di tengah umat, katekis diharapkan mengenal situasi umat yang ada di lingkungannya sehingga katekese yang dilaksanakan sungguh relevan dengan situasi yang dialami umat lingkungannya.

Katekis mendapat panggilan untuk mewartakan sabda Allah. Katekis yang diharapkan adalah mereka yang senantiasa sadar, bahwa tugasnya adalah memperkenalkan Allah dan misteri penyelamatan-Nya kepada manusia. Seorang katekis tidak boleh menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Katekis diharapkan semakin mendalami seluk-beluk persekutuan sosio-eklesial agar pewartaannya mengena, menggema di hati dan mengantar manusia konkret kepada keselamatan dalam Kristus (Telaumbanua, 1999:179). Katekis berhadapan dengan manusia konkret dan berusaha untuk mengakrabkan mereka dengan Allah. Oleh karena itu, katekis diharapkan memiliki sikap terbuka dan rasa sosialisasi yang tinggi terhadap umat lingkungannya.

Selain itu, katekis diharapkan memiliki spiritualitas. Spiritualitas katekis berkaitan erat dengan hal-hal yang dituntut dalam menunaikan panggilan sebagai katekis. Spiritualitas yang dimiliki katekis antara lain berhubungan dengan iman, pelayanan dan kehidupan rohani sebagai seorang katekis. Spiritualitas ialah karunia dari Roh Kudus, oleh karena Roh Kuduslah yang berkarya dalam diri para katekis untuk bersaksi tentang Yesus Kristus di tengah umat.

2. Katekese di tengah Umat

Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Umat Allah merupakan istilah dari Perjanjian Lama. Yang paling menonjol dalam sebutan ini ialah bahwa Gereja itu umat terpilih Allah. Sebutan umat Allah amat dipentingkan khususnya untuk menekankan bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkrit. Tekanan ada pilihan dan kasih Allah. Perlu disadari lebih dahulu bahwa Gereja adalah kelompok dinamis, yang keluar dari sejarah Allah dengan manusia.

Kita adalah bait Allah yang hidup, menurut Firman Allah: “Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka. dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku” (2Kor 6:16). Menurut Perjanjian Baru, hal itu justru terlaksana dalam Kristus. Dia adalah “Imanuel, yang berarti Allah beserta kita” (Mat 1:23), sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol 2:9). Demikianlah kita ketahui bahwa, bahwa kita di dalam Allah dan Allah di dalam kita. Gereja bukan hanya lanjutan umat Allah yang lama, tetapi terutama kepenuhannya, karena sejarah keselamatan Allah berjalan terus dan Allah memberikan diri dengan semakin

sempurna (1Kor 15:28). Oleh karena itu dengan sebutan “umat Allah” belum terungkap seluruh kekayaan hidup rohani Gereja (KWI. 2007:333-334).

Umat Allah ialah seluruh umat beriman Katolik, baik Hierarki maupun kaum awam yang karena “Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan” (Ef 4:5). Umat Allah mempunyai martabat dan tugas perutusan yang sama. Tugasnya adalah mengambil bagian dalam tugas imamat, kenabian dan rajawi Yesus Kristus (Prasetya, 2007:15-16).

Dalam kehidupannya sebagai umat beriman Katolik, berdasarkan sakramen Baptis, Penguatan atau Krisma, dan Ekaristi, kaum awam diharapkan mau mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi, dan raja, seperti dikatatakan Konsili Vatikan II:

Kaum beriman Kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus (LG 31).

Melalui tugas perutusan tersebut, mereka dipanggil untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang lebih mengarah pada kehidupan dan perkembangan internal Gereja. Salah satu kegiatan tersebut ialah melaksanakan katekese yang bertujuan untuk mengembangkan iman dalam diri umat dan mewujdukan Gereja yang signifikan dan relevan.

Dalam pelaksanaan katekese, umat merupakan salah satu pusat katekese. Katekese dilaksanakan di tengah-tengah hidup umat. Katekese tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat. Oleh karena itu, paham, tujuan, bahan, metode, perlu digali dan dirumuskan berdasar gambaran serta cita-cita umat yang hendak

dibangun. Katekese memang harus kontekstual dan menyentuh hati umat (Heryatno, 2009).

Katekese memiliki tujuan untuk membantu mengembangkan iman umat akan Yesus dan mengarahkan umat untuk membantu mewujudkan Gereja yang signifikan dan relevan. Materi katekese tidak dapat dipisahkan dari kenyataan hidup umat. Katekese harus signifikan dan relevan. Dalam berkatekese, umat diajak merefleksikan pengalaman imannya dan membagikan kepada sesamanya yang bertujuan untuk saling meneguhkan satu sama lain. Melalui katekese juga, umat dibimbing dan diajak untuk melihat kemajuan zaman yang semakin berkembang agar mereka secara bijaksana dan tetap berpegang teguh pada Tuhan di zaman yang semakin modern sehingga mereka tidak mudah terjerumus oleh berbagai tawaran dunia yang menyesatkan.

3. Gereja Signifikan dan Relevan

Gereja lahir mengemban perutusan Yesus Kristus, yakni menghadirkan Kerajaan Allah. Dari perutusan inilah Gereja membentuk jatidirinya sekaligus jatidiri tersebut memuat perutusan Gereja. Umat Allah Keuskupan Agung Semarang sebagai persekutuan paguyuban murid-murid Yesus Kristus, dalam bimbingan Roh Kudus, berupaya menghadirkan Kerajaan Allah supaya Gereja semakin signifikan dan relevan bagi warga dan masyarakat.

Signifikan berarti bernilai, memiliki harga atau mutu penting sehingga kehadiran dan gerak Gereja sungguh memiliki nilai dan makna bagi warga dan masyarakatnya. Relevan berarti sesuai, memiliki kesesuaian, kegunaan atau peran yang cocok dengan kehidupan konkrit warga maupun masyarakatnya.

Signifikansi dan relevansi Gereja bagi masyarakat tampak bila Gereja sungguh- sungguh terlibat dalam pergulatan hidup masyarakat (ARDAS KAS 2011-2015).

Umat Allah Keuskupan Agung Semarang mau menjadi umat yang dinamis yang selalu memperbaharui diri menuju cita-cita terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Dengan memberikan tekanan pada signifikansi dan relevansi Gereja bagi warganya dan bagi masyarakat, Arah Dasar KAS 2011-2015 menunjukkan upaya untuk semakin “bertolak ke tempat yang dalam”. Hal tersebut dimaknai baik dengan berani masuk pada kedalaman relasi dengan Allah melalui pendalaman dan perayaan iman. Selain itu juga, umat Kristiani berani terjun dalam pergulatan masyarakat di bidang sosial, politik, kemasyarakatan, pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel serta pelestarian keutuhan alam ciptaan. Berdasarkan semangat Injil dan iman yang tangguh, umat KAS berusaha untuk berperan aktif dalam mengembangkan tatanan hidup baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia.

4. Katekese Mewujudkan Gereja yang Signifikan dan Relevan

Semua orang yang dipermandikan dipanggil oleh Allah dan dibimbing secara terus-menerus supaya mereka semakin dewasa dalam imannya. Oleh karena itu mereka mempunyai hak akan katekese yang memadai. Hal itu merupakan tanggung jawab pertama Gereja untuk menanggapinya dengan cara yang sesuai dan memuaskan. Oleh sebab itu, harus diingat bahwa mereka yang menerima katekese ialah “pribadi-pribadi yang konkrit dan historis yang berakar dalam situasi tertentu dan selalu dipengaruhi oleh situasi pedagogis, sosial, budaya, dan religius”. Mereka bisa jadi tidak menyadari hal tersebut. Dalam proses kateketik

ini, peserta katekese harus menjadi subjek yang aktif, sadar, dan ikut bertanggung jawab, bukan sekedar penerima yang diam dan pasif (Komkat KWI, 155).

Agar katekese berjalan dengan baik, maka katekese harus disesuaikan berdasarkan keadaan kelompok atau usia. Dalam hal ini, penulis membahas secara lebih dalam mengenai katekese orang dewasa karena orang dewasa dipandang sudah matang dan lebih tahu tentang ajaran Kristiani dibandingkan usia anak-anak dan remaja.

Percakapan iman dengan orang dewasa harus memperhitungkan secara serius pengalaman kondisi dan tantangan yang mereka hadapi dalam hidup mereka. Katekese orang dewasa harus secara sistematis menampilkan iman Kristiani dalam keutuhan dan keasliannya sesuai dengan pemahaman Gereja agar dapat menjawab secara lebih mendalam kebutuhan-kebutuhan zaman kita. Katekese ini harus memberi prioritas pada warta keselamatan, sambil memberi perhatian pada banyaknya kesulitan, keragu-raguan, salah pengertian, praduga, dan penolakan yang dialami dewasa ini. Katekese ini juga harus memperkenalkan kepada orang dewasa pada bacaan Kitab Suci dan praktek doa yang penuh iman. Semuanya itu hendaknya dilakukan ketika melaksanakan katekese agar katekese dapat membuahkan hasil dan dapat mewujudkan Gereja yang signifikan dan relevan bagi umat demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia.

Salah satu model katekese yang kontekstual yang ditujukan pada orang dewasa ialah katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Model SCP menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan

“visi” hidup mereka dan “Tradisi” dan “Visi” Kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup peserta, yang direfleksi secara kristis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi Kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Maka, sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis” peserta (Sumarno, 2012).

Dalam katekese model SCP ini, tema dan tujuan bisa ditentukan oleh pemandu sesuai bacaan Injil dan situasi yang dialami oleh umat secara umum. Bisa juga umat diberikan kesempatan oleh pemandu secara bersama-sama menentukan tema dan tujuan sesuai situasi yang dialami saat itu. Menurut Thomas H. Groome, ada 5 (Lima) langkah pokok dalam katekese model SCP yang didahului langkah 0 (awal) yakni pemusatan aktivitas yang bertujuan untuk menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian, tema dasar sungguh menjadi cerminan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan dan kebutuhan umat. Langkah I (pertama) yakni mengungkap pengalaman hidup peserta yang bertujuan untuk membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual (fakta). Langkah II (kedua) yakni mendalami pengalaman hidup peserta yang bertujuan untuk memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya. Langkah III (ketiga) yakni menggali pengalaman iman Kristiani yang bertujuan

untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya yang berlainan. Langkah IV (empat) yakni menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkrit yang bertujuan untuk mengajak peserta, berdasar nilai Tradisi dan visi Kristiani, menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak dihilangkan dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan. Langkah V (lima) yakni mengusahakan suatu aksi konkrit yang bertujuan untuk mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi Kristiani. Keprihatinannya adalah praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan pribadi dan sosial yang berkelanjutan.

Kelima langkah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Langkah- langkah tersebut membantu katekis dan umat dalam melaksanakan katekese. Katekese model SCP merupakan katekese yang relevan dan signifikan dengan umat karena dalam katekese model SCP tidak lepas dari pengalaman atau situasi umat yang dialami dan memiliki nilai penting bagi umatnya. Dimana dalam katekese model SCP, pengalaman umat digali menurut Sabda Kristus yang ada dalam Kitab Suci, dan selanjutnya umat diajak untuk membuat keputusan praktis untuk melakukan perubahan dalam diri mereka dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia (Sumarno, 2012).

Dokumen terkait