• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam sebuah makalah baru-baru ini yang menggunakan data lintas negara, Kaufmann dan Kraay (2010) berpendapat bahwa terdapat pengaruh sebab akibat yang positif dari tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan, tetapi hal ini sebagian tertutup oleh efek sebab-akibat negatif dari pertumbuhan ke tata kelola pemerintahan. Ini mungkin terjadi dalam kasus jika, misalnya, tata kelola pemerintahan yang lebih baik akan meningkatkan pertumbuhan, tetapi

pertumbuhan kemudian membawa peluang lebih besar untuk korupsi dan pencarian keuntungan bagi diri sendiri.

Pendekatan tradisional untuk mengatasi masalah-masalah kausalitas terbalik adalah bagaimana menemukan variabel-variabel instrumental yang hanya akan mempengaruhi pertumbuhan melalui pengaruhnya terhadap tata kelola pemerintahan. Mencari variabel-variabel seperti ini biasanya agak sulit, karena sebagian besar variabel yang memiliki dampak signifikan terhadap tata kelola pemerintahan juga akan memiliki dampak tersendiri terhadap pertumbuhan.

Salah satu tempat yang menarik untuk dilihat adalah kumpulan data rinci BPS tentang bencana alam di Indonesia. Sayangnya, bencana alam sering terjadi di Indonesia dan dalam berbagai bentuk, termasuk banjir, kekeringan, longsor, gempa bumi, dan tsunami. Sebagian besar jenis bencana (untungnya) tidak meluas di seluruh negeri dan karena itu tidak memberikan variasi ruang yang cukup di dalam dataset, tetapi ada dua jenis bencana yang sangat umum: banjir dan tanah longsor. Kedua hal ini berkorelasi negatif dengan beberapa ukuran tata kelola pemerintahan, tetapi tidak berkorelasi dengan pertumbuhan PDB. Lebih penting lagi, ada alasan yang masuk akal untuk menggunakannya sebagai instrumen. Tanah longsor dan banjir menghancurkan infrastruktur, termasuk infrastruktur pemerintah. Oleh karena itu sangat masuk akal bahwa tata kelola pemerintahan akan lebih buruk di daerah-daerah yang lebih sering mengalami banjir dan longsor karena gangguan bencana yang selalu datang akan memperlambat proses pembangunan kelembagaan. Tentu saja, bencana tersebut juga akan menghapus infrastruktur ekonomi dan karena itu mempengaruhi PDB di daerah tersebut. Tetapi efek dari bencana terhadap PDB terjadi terutama melalui dampaknya terhadap infrastruktur, dan bukan melalui hal-hal lainnya. Selain itu, hal ini tidak selalu berarti bahwa daerah-daerah yang sering terkena bencana memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat sepanjang waktu. Oleh karena itu, masuk akal bahwa bencana-bencana tersebut hanya akan berpengaruh kepada tingkat pertumbuhan melalui pengaruh yang mereka timbulkan terhadap kualitas tata kelola pemerintahan daerah.

Mengingat instrumen-instrumen kami yang relatif kurang, tidak mungkin bagi kami untuk mendekati secara lengkap seluruh variabel tata kelola pemerintahan yang digunakan di atas. Oleh karena itu kami membangun Indeks Tata Kelola Perekonomian (EGI) yang menyeluruh sebagai sebuah ukuran kualitas keseluruhan dari tata kelola pemerintahan di daerah.22 Hasilnya ditunjukkan pada

Tabel 8.

Tabel 8 kolom 1 memperlihatkan bahwa EGI keseluruhan memang memiliki dampak yang secara statistik signifikan dan positif terhadap pertumbuhan PDB, bahkan di dalam regresi OLS. Namun, efeknya agak kecil - sebuah daerah yang bergerak dari bawah ke kuartil EGI teratas akan melihat kenaikan laju pertumbuhannya sekitar 0,4%. Ketika EGI dilengkapi dengan tanah longsor 23

(kolom 2), efek ini sangat diperkuat sehingga pergerakan serupa dalam kualitas tata kelola pemerintahan akan meningkatkan pertumbuhan sebesar 2,8 poin persen. Kolom 3 dan 4 menunjukkan bahwa hasil ini juga berlaku terhadap pertumbuhan PDB non-minyak, dengan peningkatan besar dalam ukuran koefisien EGI pada regresi yang telah dilengkapi dengan instrumen-instrumen. Namun, hasilnya tidak demikian pada pertumbuhan manufaktur (kolom 5 dan 6) atau pengeluaran per kapita (kolom 7 dan 8). Dalam kedua kasus tersebut, kami tidak menemukan pengaruh yang signifikan secara statistik dari EGI baik dalam regresi OLS maupun regresi 2SLS.

Untuk menguji apakah hasil-hasil ini juga berlaku untuk aspek individu dari tata kelola pemerintahan, kami membuat regresi-regresi yang sama dengan menggunakan sub-indeks Integritas sebagai ukuran tata kelola pemerintahan. 22Kami mengembangkan EDI dengan menjumlahkan seluruh sub index yang berjumlah 9. Perrlu

dicatat bahwa EGI yang kami susun oleh karena itu sedikit berbeda dari yang dipublikasikan oleh KPPOD (2008) karena indeks kami tidak diberi bobot dan berisi hanya sub-sub indeks yang diturunkan dari data survey; EGI KPPOD berisikan juga sebuah sub-indeks dari kualitas regulasi yang berdasarkan kepada assessment ahli dari peraturan daerah.

Hasil ini - ditunjukkan pada Tabel 8 - sangat mirip. Dalam regresi OLS, Integritas tidak berhubungan secara signifikan dengan pertumbuhan PDB dan hanya berhubungan sangat lemah dengan pertumbuhan PDB non-minyak. Namun, ketika sub-indeks Integritas dilengkapi dengan tanah longsor kami melihat dampak yang jauh lebih besar dan secara statistik signifikan dalam kedua kasus. Seperti sebelumnya, hasil ini tidak berlaku untuk pertumbuhan manufaktur atau untuk pertumbuhan pengeluaran per kapita.

Kami tidak ingin berlebihan tentang hasil-hasil studi ini; variabel tanah longsor adalah instrumen yang relatif lemah, dan, meskipun penjelasan hubungan sebab-akibat yang kami ajukan masuk akal, hal ini tidak mengatasi tantangan,24

Meskipun demikian, kami percaya bahwa hasil studi kami memberikan beberapa bukti sementara bahwa hubungan positif antara tata kelola pemerintahan secara keseluruhan dengan pertumbuhan ekonomi mungkin tertutup dengan umpan balik negatif dalam arah sebaliknya.

24Kami melakukan pencarian instrumen-instrumen alternatif dan mencobanya. Khususnya, kami

berupaya mencoba apakah suatu daerah telah dimekarkan atau tidak sebagai sebuah instrumen, namun ternyata hal ini tidak cocok karena pemekaran wilayah tidak bersifat acak dan mempengaruhi kinerja perekonomian selanjutnya (DSF 2007). Costs and Benefits of New Region Creation in Indonesia. Jakarta, Decentralisation Support Facility, UNDP/BAPPENAS/DSF (2009). Pemekaran Daerah dan Kesejahteraan Rakyat: Mencari Jalan Alternatif. Jakarta). Kami juga memperoleh data angka kematian dari awal abad ke 19 dalam rangka mengembangkan sebuah instrumen yang serupa dengan yang digunakan oleh Acemoglu, Johnson dan Robinson (2001), namun data ini hanya tersedia untuk sejumlah kecil daerah.

Tabel 8 : Regresi Variabel Instrumental dari Pertumbuhan terhadap Tata Kelola Pemerintahan dan Integritas Pertumbuhan PDB termasuk minyak Pertumbuhan PDB Termasuk minyak Pertumbuhan PDB bukan minyak Pertumbuhan PDB bukan minyak Manufaktur pertumbuhan PDB Manufaktur Pertumbuhan PDB Pengeluaran Pengeluaran pertumbuhan pertumbuhan

OLS 2SLS OLS 2SLS OLS 2SLS OLS 2SLS

EGI 0.000052* 0.000346** 0.000049* 0.000384** -0.000046 -0.000089 -0.000032 0.000197

[0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000]

Sub index Integritas 0.000161 0.001105* 0.000181* 0.001178* -0.000261 -0.000075 0.000103 0.001340

[0.000] [0.001] [0.000] [0.001] [0.000] [0.001] [0.000] [0.001]

Standar Error kuat dalam kurung

* signifikan pada 10%; ** signifikan pada 5%; *** signifikan pada 1%

Catatan : Tabel menunjukkan koefisien sub-index EGI/integritas yang dimasukkan (secara terpisah) ke dalam regresi OLS dan 2 SLS sejalan dengan variabel control yang ditunjukkan pada tabel-tabel sebelumnya.

Analisis Data Panel

Di dalam analisis sebelumnya, kami menggunakan data cross-sectional. Variabel-variabel bebas diukur pada tahun 2001 dengan pertumbuhan dihitung sebagai pertumbuhan PDB tahunan rata-rata antara 2001 dan 2007. Struktur data cross-sectional tersebut wajar, mengingat bahwa kami hanya memiliki satu tahun pengukuran tata kelola pemerintahan dari tahun 2007, namun kami dengan aman dapat berasumsi bahwa tata kelola pemerintahan mengandung tata kelola pemerintahan warisan dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, data cross-sectional memiliki keuntungan dari pembuatan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun, yang berarti akan membatasi dampak gangguan yang disebabkan oleh perubahan yang aneh pada tahun tertentu. Banyak kabupaten memiliki perekonomian cukup kecil, sehingga memungkinkan sebuah proyek investasi baru pada tahun tertentu, atau sebaliknya penutupan sebuah proyek besar, dapat memunculkan perubahan-perubahan liar PDB yang akan menyulitkan analisis panel.

Gambar 1 di bawah ini menggambarkan permasalahan tersebut dengan menunjukkan plotting yang tersebar dari grafik pertumbuhan ekonomi dan tata kelola perekonomian terhadap waktu. Bulatan biru mewakili daerah-daerah dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata yang layak pada waktu tertentu, sedangkan bentuk berlian/wajik merah menggambarkan tahun-daerah, di mana pertumbuhannya melampaui atau menurun lebih dari 15% pada waktu tertentu. Fluktuasi-fluktuasi tersebut menghambat estimasi yang dilakukan secara time seri.

Gambar 1: Pertumbuhan Ekonomi dan Tata Kelola Ekonomi -5 0 -3 0 -1 0 10 30 50 7 0 9 0 1 10 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Perrtumb Normal Pertumb Tdk normal P er tu m b uh an P D B D ae ra h T ah un a n

Di sisi lain, sebagaimana saran dari analisis kami, sebuah struktur yang bersifat cross-section memberikan keistimewaan kepada kondisi-kondisi struktural yang diwarisi oleh daerah pada awal era reformasi, seperti modal awal SDM dan infrastruktur. Apa yang sesungguhnya kami perhatikan adalah kemampuan para pembuat kebijakan di daerah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi di daerahnya dengan adanya dukungan-dukungan struktural yang mereka warisi. Untuk memeriksa hal ini, secara lebih jelas, kami juga mencoba melakukan analisis panel, yang mempelajari masing-masing dari ke 243 daerah setiap tahunnya antara 2001 dan 2007. Teknik tersebut membantu kami untuk memeriksa apakah tata kelola pemerintahan dapat dikaitkan dengan pertumbuhan pada jangka waktu yang pendek.

Kami memulainya dengan model panel OLS pada Tabel 9 secara langsung, namun menggunakan suatu proses AR 1 untuk memusatkan kepada korelasi yang berseri. Hasilnya tidak meyakinkan untuk tata kelola pemerintahan. Pengukuran agregat kami terhadap tata kelola pemerintahan terrnyata berhubungan secara negatif dengan perubahan dalam PDB per kapita dalam kurun waktu. Hubungan negatif yang kuat tersebut bertahan setelah mengontrol kondisi struktural (Model 2), menambah efek-efek tetap tahun dan pulau (Model 3), serta mengontrol bencana- bencana alam (Model 4).

Tabel 9 : Estimasi Panel Data dari Hubungan Pertumbuhan Tata Kelola Pemerintahan

Variabel Dependen (model) Ordinary Least Squares Arellano-Bond

PDB Kapita PDB Kapita PDB Kapita PDB Kapita PDB Kapita PDB Bukan-minyak PDB

Bukan- minyak PDB/Cap Pengeluaran (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) EGI -0.02298*** -0.01945*** -0.02328*** -0.01266 -0.01537 -0.01323 -0.02366 -0.02335 -0.01006 (0.009) (0.004) (0.004) (0.023) (0.021) (0.029) (0.030) (0.023) (0.010)

Lulusan Sekolah Menengah 0.96604*** 0.47801*** 4.04084*** 4.36748*** 4.03119*** 4.26476*** 4.75846*** 1.79583***

(0.096) (0.092) (0.918) (0.774) (1.375) (1.335) (0.867) (0.448) Telepon 0.00000*** 0.00000*** 0.00000** 0.00000** 0.00000 0.00000 0.00000** 0.00000 (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) Jalan Aspal (%) 0.00039*** -0.00002 -0.00241* -0.00137* -0.00137 -0.00092 -0.00079 -0.00073* (0.000) (0.000) (0.001) (0.001) (0.001) (0.001) (0.001) (0.000) Kontribusi Sumberdaya Mineral 2.23285*** 1.78670*** 1.75259*** 1.75497*** 1.37667** -0.01811 0.13305 0.13116 (0.107) (0.098) (0.410) (0.391) (0.636) (0.683) (0.499) (0.164) Jumlah Penduduk -0.00000*** -0.00000*** 0.00000 0.00000 0.00000*** 0.00000*** 0.00000 0.00000 (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) Longsor 0.00228 -0.00073 -0.00289** -0.00275** -0.00080 -0.00042

(0.002) (0.001) (0.001) (0.001) (0.001) (0.001)

Banjir -0.00177 -0.00078 0.00106 0.00092 -0.00054 -0.00061

(0.001) (0.001) (0.001) (0.001) (0.001) (0.000)

Pulau FE YES YES YES YES YES YES YES

Tahun FE YES YES YES YES YES YES YES

Konstanta 16.77441*** 16.26686*** 16.83370*** 15.80826*** 15.90733*** 28.61039*** 28.86769*** 15.97673*** 12.45825*** (0.503) (0.237) (0.204) (1.398) (1.288) (1.769) (1.739) (1.385) (0.631) Observasi 1463 1372 1372 1372 1372 1372 1372 1372 1371 Jumlah id_m 209 200 200 200 200 200 200 200 200 Chi Squared 7.104 720.1 1728 449.5 539.1 3620 4371 530.6 4671 R2 0.0336 0.544 0.597 Hansen's J 47.49 56.44 55.65 52.91 46.74 58.81 Jumlah Penduduk 0.0953 0.247 0.271 0.363 0.605 0.184

Standard error dalam kurung; Cocok dengan proses AR1 untuk mengarahkan korelasi yang berseri. *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Perkiraan dari model panel membentuk beberapa komplikasi ekonometrik. Hampir semua variabel dalam model-model sebelumnya memiliki potensi berpengaruh secara endogenous terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pertumbuhan PDB dapat ‘bertanggungjawab’ atas meningkatnya pendidikan, infrastruktur, dan tata kelola pemerintahan. Menggunakan OLS di bawah situasi ini menghasilkan parameter estimasi yang bias dan tidak konsisten. Yang kedua, pengukuran kami tentang tata kelola pemerintahan tidak bervariasi dalam waktu dan oleh sebab itu dapat berkorelasi dengan variabel penjelas lainnya. Efek tetap tingkat kabupaten ditulis dengan istilah error di dalam persamaan, yang terdiri dari efek khusus- kabupaten yang belum diobservasi, vi,, dan error khusus- observasi, eit.

Jadi, sebagai tambahan untuk memperkirakan model panel dengan OLS, kami menggunakan penaksir perbedaan GMM (metode umum momen) yang disarankan oleh Arellano dan Bond (1991). Logika dari penaksir ini adalah dengan lebih dahulu mengenali perbedaan variabel dalam model yang berbeda dari waktu ke waktu, dengan tujuan untuk mengeluarkan efek-efek tetap unit, dan kemudian mengarahkan variabel-variabel pembeda pertama yang telah ditetapkan dari dalam kepada variabel-variabel yang tertinggal tingkatnya, secara cukup mendalam untuk tidak dihubungkan dengan bentuk perbedaan awal. Kekeliruan pada tingkat panel secara serial tidak saling berhubungan, yang dapat dites dengan cara mengecek apakah sisa-sisa pembeda pertama tidak menunjukkan korelasi serial pada orde kedua.

Dalam setting kami, model Arellano-Bond membentuk dua komplikasi tambahan. Yang pertama serangkaian instrumen yang besar, yaitu penggunaan kelambatan sebagai instrumen, dapat melampaui variabel-variabel yang telah ditetapkan yang bersumber dari dalam dan sebagai konsekuensinya mengakibatkan parameter perkiraan yang bias terhadap OLS penyeimbang. Kami dapat meminimalisir kekhawatiran ini dengan menggunakan hanya kelambatan pertama yang ada untuk variabel apapun yang akan digunakan.

Model 5 dari Tabel 6. Menjalankan kembali spesifikasi OLS sebelumnya dalam Kerangka Arellano-Bond, sedangkan Model 6-9 mengulang kembali analisis untuk operasionalisasi yang berbeda-beda dari variabel dependen, termasuk PDB, PDB non minyak, PDB non minyak per kapita, dan pengeluaran pribadi. Model-model ini

menunjukkan secara persuasif bahwa tata kelola pemerintahan tidak berhubungan dengan pertumbuhan pendapatan. Sekali lagi, faktor struktural, khususnya lulusan sekolah menengah, pembagian sumber daya mineral dan infrastruktur memainkan peran yang paling penting. Yang menarik, bencana longsor memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi pada PDB (Model 6) dan PDB non minyak (Model 7) tetapi tidak nampak dalam model per kapita. Akhirnya saat kita menjalankan kembali PDB non minyak dan model pengeluaran, menggantikan indeks final EGI dengan tiap sub indeks masih kita temukan bahwa tata kelola pemerintahan tidak diasosiasikan secara signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dalam spesifikasi apapun.

Dokumen terkait